Bibir tipis Lee Sungmin bergerak halus mengimbangi gerak bibir tebal yang menjamah daging lembut senada cherry miliknya. Suara hasil peraduan dua lidah mendominasi ruangan remang itu, beriringan dengan suara yang dihasilkan oleh gerak kedua tubuh yang menyatu. Lenguhan tertahan sesekali terdengar, memperpanas euforia seks di sekitar mereka. Walaupun bau alkohol menguar dari salah satu pria itu, baik Lee Sungmin maupun pria yang berada di atas tubuhnya tak keberatan sama sekali—justru membiarkan alkohol itu mengambil alih pikiran, menuntun langkah selanjutnya dari kegiatan panas dua pria ini.
"Engh—!" Lenguhan kembali lolos dari ranum Sungmin bersamaan dengan kedua tangan yang melingkari leher sang lawan main. Jemarinya merangkak naik mengusak surai kecoklatan milik pria yang sedang mengendarainya, mengekspresikan diri betapa ia menikmati tiap gerak yang dilakukan pria itu.
Akal sehat telah hilang, hanya nafsu yang kini merajalela.
"Aku— ah! Aku akan—sedikit lagi...!"
Sungmin memejamkan matanya erat-erat dengan punggung yang tiap detiknya kian melengkung, menandakan dirinya akan segera sampai pada puncak. "Beritahu aku namamu—ohh!"
Sempat-sempatnya ia bertanya di sela hentakan keras pada bagian bawah tubuhnya. Sungmin tak peduli lagi dengan harga diri, yang ia inginkan saat ini hanyalah mencapai klimaks, mencapai puncak kenikmatannya. Persetan dengan bagaimana keadaannya saat ini—ia tahu, amat tahu bahwa keadaannya begitu buruk, tetapi siapa yang peduli jika mata telah berkabut nafsu?
Lagipula, di hadapan pria jangkung yang tengah menikmati lubang sempitnya itu, Lee Sungmin tetaplah sosok yang indah. Indah, bahkan jauh lebih indah dari biasanya.
Wajah tampan nan tegas itu mendekati wajah manis milik pria di bawahnya, tanpa ragu mendekatkan ranum pada salah satu telinga Sungmin. Bibir tebalnya bergerak singkat, membisikkan satu nama yang dalam sekejap melekat dalam ingatan.
"Ah...! C-Ch— Cho Kyuhyun!"
Tubuh Sungmin melengkung sempurna sembari meneriakkan satu nama. Sesuatu—cairan yang begitu banyak—tanpa bisa dibendung membasahi perut kedua pria itu. Wajahnya memerah, amat merah, dengan napas yang masih tersengal.
Lee Sungmin, 26 tahun, di bawah pengaruh alkohol membiarkan seorang pria asing—yang bahkan namanya baru ia ketahui saat ia mencapai orgasme—menyetubuhinya sampai membuatnya hampir gila.
'Cho Kyuhyun...'
— o —
BOOKSTORE
by Tsumibukaki
— o —
"...brengsek!"
Tangan Sungmin mencengkam segenggam popcorn yang ada di atas meja dengan kasar. Detik berikutnya ia meraup butir-butir bijian jagung yang mengembang itu dengan sekali suapan tangan. Rahangnya bergerak cepat mengunyah popcorn di dalam mulut dengan cara yang amat tidak berperikepopcornan.
Marah, tentu saja Sungmin marah. Tidak, ini bukanlah amarah yang sepele. Sungmin benar-benar marah karena membiarkan dirinya sendiri disentuh oleh pria yang bahkan wajahnya tak bisa ia ingat, harga dirinya terjun bebas dari langit ketujuh. Hanya saja, sekalipun ia begitu marah, ia sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang sedang marah besar. Salahkan wajahnya yang kelewat manis sehingga menenggelamkan raut seram penuh kekesalan yang saat ini sedang berusaha ia tempel di paras.
"Jadi, semalam kau membiarkan seorang pria asing masuk ke dalam apartemenmu, kemudian tidur dengan pria itu tanpa mengetahui identitasnya sama sekali. Hanya namanya yang kau ingat?" Lee Hyukjae baru saja menyelesaikan kegiatannya merapikan deretan buku di salah satu rak berlabel Humor. Tubuhnya berbalik menghadap ke arah meja kasir di mana Sungmin duduk di belakang meja itu, masih dengan popcorn malang yang entah bagaimana sudah menjadi tempat pelampiasan amarahnya.
Seringai tipis hadir di paras Hyukjae di detik berikut. "Heol... really. Jeongmal. Jinjja. Wanjeon. Daebak! Kau benar-benar melampaui banyak pulau."
Sungmin mendelik gusar pada Hyukjae yang kini beringsut mendekat ke meja kasir. Pria dengan gummy smile yang khas itu menyengir lebar sembari menyandarkan tubuh pada bagian depan meja, kedua tangannya terlipat di atas meja dengan tubuh sedikit dicondongkan ke arah Sungmin.
"Bagaimana parasnya? Tampan? Menawan? Kau menyukainya? Apa dia berhasil memuaskanmu?"
"Ya! Lee Hyukjae! Berhenti bicara omong kosong! Lagipula, bagaimana mungkin aku mengingat wajahnya di saat aku berada di bawah pengaruh alkohol?!" Wajah Sungmin merah padam semerah tomat karena pertanyaan kurang ajar yang dilontarkan Hyukjae. Antara amarah dan rasa malu, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Bahkan tak segan-segan ia meninggikan suara di hadapan sang sahabat karib.
Hyukjae—yang sama sekali tidak peduli dengan amarah Sungmin—mengulurkan tangan untuk mencomot beberapa butir popcorn yang sayangnya segera ditepis oleh Sungmin dengan cepat. Pria manis itu menarik wadah popcornnya seolah-olah melindungi camilan itu dari serangan Hyukjae. Tanpa Sungmin sadari bibirnya sedikit mengerucut, sesuatu yang secara tak sadar selalu ia lakukan saat ia sedang merasa kesal.
Benar-benar, tingkahnya benar-benar menggemaskan.
"Tapi kau bisa mengingat namanya. Ayolah, sedikit berusaha untuk mengingat wajah dari pria yang menyetubuhi—hmpph!"
Tangan yang sebelumnya digunakan Sungmin untuk mencengkam popcorn itu kini membekap mulut Hyukjae untuk menghentikan kalimat vulgar yang hendak diucapkan sang sahabat saat itu juga. Bersamaan dengan Hyukjae yang berontak minta dilepaskan, suara lonceng kecil yang berada di atas pintu toko buku tersebut berbunyi sedikit nyaring. Detik berikutnya, seorang pria jangkung berbalut kemeja biru langit dengan celana jeans sebatas mata kaki melangkah masuk, tak lupa tas punggung dengan warna abu-abu bertengger di belakang tubuh pria itu.
Derap langkah kaki yang ringan mendominasi sekitar sebab Sungmin dan Hyukjae tiba-tiba membungkam mulut mereka. Terkejut, Hyukjae bahkan tak menyangka akan mendapat kunjungan pelanggan pagi-pagi begini. Sedangkan Sungmin sudah menyangka (dengan sedikit tak yakin) bahwa pria itu akan datang setelah tak sengaja mendapati siluetnya dari balik kaca toko beberapa detik lalu. Itu menjadi salah satu alasan mengapa ia menghentikan ucapan kurang ajar Hyukjae dengan cara membekap mulutnya, omong-omong. Akan sangat memalukan jika kalimat itu didengar oleh salah satu pelanggan setia mereka.
"Selamat datang, Tuan." Seperti biasa, Sungmin menyapa sang pelanggan dengan senyuman ramahnya. Amarah dan kekesalan yang sempat mendominasi diri untuk sejenak ia sembunyikan di balik senyum menawan. Kedua tangannya sudah tak lagi membekap mulut Hyukjae, sedangkan si korban bekapan bersungut-sungut pelan di tempatnya.
Sang pelanggan pemilik surai kecoklatan itu menganggukkan kepalanya pelan sebagai respon terhadap ucapan selamat datang dari Sungmin sebelum tungkai jenjang itu ia bawa menuju rak buku berlabel Matematika; rak yang selalu ia kunjungi di tiap harinya. Pria itu mengambil salah satu buku tebal yang Sungmin dan Hyukjae sendiri sama sekali tak paham itu tentang apa (mereka bodoh dalam Matematika), kemudian membawa diri ke salah satu meja di dekat jendela. Detik berikutnya ia sudah duduk manis di sana dengan sebuah laptop menyala dan buku yang dibuka pada halaman tertentu. Tampaknya, pria itu sudah larut dalam kegiatannya sendiri.
"Heol. Lihatlah anak itu. Ia pikir toko ini adalah perpustakaan?" Komentar yang sarat akan rasa tak terima tercetus dari ranum Hyukjae. Ia yang sempat memperhatikan salah satu pelanggan mereka kini mengalihkan pandang ke arah Sungmin. "Ia bahkan selalu duduk di tempat itu dengan kegiatan yang sama—mengetik sesuatu di laptopnya dengan amat serius, aku yakin setelah ia selesai nanti ia akan meletakkan buku itu kembali pada tempatnya di rak tanpa membelinya sama sekali. Sepertinya kita harus menghilangkan fasilitas semacam ini, Min. Kita akan benar-benar dirugikan."
"Ya, Hyukjae, berhentilah mengomel. Bukankah sebaiknya kau melanjutkan pekerjaanmu merapikan buku-buku di rak itu?" Sungmin sedikit mendelik. Yang ditegur dengan sigap melangkah mundur menuju salah satu rak buku sambil sempat berucap, "siap, bos!" Walau sebenarnya pemilik gummy smile itu masih ingin mengompori Sungmin perihal tingkah salah satu pelanggan mereka yang hampir setiap harinya datang hanya untuk menumpang mengetik sesuatu di laptopnya sendiri dengan menggunakan buku di toko itu sebagai referensinya.
Tidak ada satupun, sesungguhnya tidak ada satupun, dan aku serius tidak ada satupun pelanggan di toko buku Lee Brothers—itu nama toko buku Sungmin—yang memiliki pola tingkah seperti pelanggannya yang satu ini. Si Tuan Pelanggan hampir setiap harinya datang untuk mengambil satu buku tebal dari bagian buku-buku Matematika dan duduk di satu meja yang selalu sama setiap harinya untuk kemudian mengerjakan sesuatu di laptopnya, yang Sungmin sendiri tak pernah tahu apa yang sedang pria itu kerjakan.
Ada hari di mana Sungmin benar-benar jengah dengan tingkah pelanggan itu yang akhirnya menuntun langkahnya untuk menghampiri si pria tukang meminjam buku. Satu teguran halus ia berikan kala itu, yang mengatakan bahwa tempat itu bukanlah perpustakaan melainkan sebuah toko buku di mana semua buku di sana dijual dan bukan untuk dipinjam saja. Teguran itu mempan, meski hanya sedikit. Sebab si pelanggan setia memutuskan untuk membeli satu buku setelahnya.
Itu bukan buku tebal yang biasa ia pinjam, melainkan komik tipis yang keberadaannya bahkan hampir tak pernah terlihat karena bagiannya yang terselip di rak di sudut toko. Dan hal itu terus berlanjut di hari-hari berikutnya; pria itu benar-benar hanya membeli satu komik dengan harga yang amat murah setiap kali ia datang, lalu meminjam buku tebalnya untuk kemudian mengerjakan sesuatu pada laptopnya.
Hal itu, kalau Sungmin boleh jujur, cukup menarik perhatiannya, sehingga ia menganggap pria satu ini cukup istimewa. Ya, pelanggan istimewa di toko buku miliknya. Dan ia mulai terbiasa dengan itu, walau sesekali rasa jengah masih tetap ada.
"Kau masih tak berniat untuk membeli buku itu?"
Helai coklat yang sedikit menjuntai menutupi kening bersih milik sang pria sedikit bergerak karena kepala yang mendongak saat suara halus menginterupsi kegiatan. Sang pelanggan yang menjadi tokoh utama saat ini sedikit terkejut mendapati sosok pemilik toko—Sungmin—sudah berdiri di sebelahnya. Kekeh ringan pada akhirnya lolos dari ranum Sungmin kala ia mendapati raut terkejut milik pelanggan istimewanya itu. Menggemaskan, tapi tetap tampan, batinnya bersuara, tanpa sadar mengagumi sosok pria yang tengah mendongak untuk memandangnya.
"Padahal, kuperhatikan kau selalu meminjam buku dari rak yang sama setiap harinya. Mengapa tak coba membeli saja? Kau tak perlu repot-repot lagi datang kemari apabila memiliki satu di rumah." Sungmin berceloteh panjang lebar seraya menarik kursi di hadapan pelanggannya dan mendudukkan diri di sana dengan amat perlahan—bokongnya masih sedikit ngilu karena ulah pria bernama Cho Kyuhyun. Yah, ia memutuskan untuk menghampiri pria ini dengan harapan obrolan kecil mereka bisa sedikit menjernihkan pikiran tentang insiden one night stand semalam.
"Aku tak begitu membutuhkan buku ini." Pria istimewa itu melanjutkan kegiatan mengetiknya yang sempat terhenti sesaat setelah meloloskan satu kalimat yang mengundang kerutan samar di dahi Sungmin. Pria manis ini dilanda tanda tanya hanya karena pernyataan yang tak konsisten dengan kenyataan.
"Kau meminjamnya setiap kali datang, dan kau hampir datang kemari setiap hari, kemudian kau mengetikkan sesuatu di laptopmu dengan melihat buku itu. Bukankah itu berarti kau sangat membutuhkannya?" Dengan menekankan kata sangat pada kalimatnya, Sungmin kembali melontarkan tanya tanpa sekalipun mengalihkan pandangan dari pria di hadapan. Wajah pria itu amat tenang—atau mendekati datar—dan Sungmin bertanya-tanya mengapa ada manusia yang bisa begitu tenang di muka bumi ini bahkan setelah melakukan hal yang tak semestinya. Membaca tanpa membeli secara terus menerus sampai pemilik toko pun sudah menegur adalah hal yang tak wajar, bukan?
Tanpa menghentikan gerak jemari yang sibuk mengetik pada laptopnya, sepasang mata tajam itu sempat melirik ke arah Sungmin sebelum kembali tertuju pada layar laptop di hadapan. "Mm-hm, aku hanya membutuhkan buku ini sebagai referensi tugas kuliahku. Aku tak perlu membelinya karena buku ini tak akan berguna setelah aku menyelesaikan tugas ini."
Ah, itu adalah satu fakta baru bagi Sungmin. Maksudnya, ia memang sempat mengira pelanggannya yang satu ini adalah seorang mahasiswa, tetapi baru kali ini ia mendengarnya secara langsung dari yang bersangkutan.
"Kalau begitu, mengapa tak coba mencari buku referensi di perpustakaan kampusmu? Aku yakin mereka memiliki lebih banyak buku referensi dibanding di toko buku ini." Sungmin tak gentar menekan pria itu untuk menghentikan kegiatan tak bermutunya.
"Mereka tak punya buku yang ini," balas sang pria dengan cepat, secepat jemarinya menari di atas keyboard laptop. Sungmin sedikit mengerucutkan bibir karena merasa ia tak akan bisa memenangkan perdebatan ringan ini. Bagaimanapun ia mencoba, pria di hadapannya ini akan selalu membalas dan ia jengah akan hal itu.
"Tetapi setidaknya kau harus membeli satu agar kami tak rugi," gumam Sungmin sembari meloloskan satu hela napas panjang. "Toko buku sedang di ujung tanduk, dan pelanggannya semakin hari semakin tipis. Aku tak yakin bisa mempertahankan toko ini lebih lama."
Sungmin kembali berceloteh dengan latar belakang suara ketikan dari laptop lawan bicaranya. Persetan dengan orang asing, ia sedang ingin mengeluarkan kegundahan yang tiba-tiba menggeluti hati.
Ya, toko bukunya benar-benar sudah di ujung tanduk. Tak ingin menyalahkan minat baca anak muda zaman sekarang, tetapi mau tak mau ia tetap menyalahkan mereka setelah sadar bahwa orang-orang lebih gemar memainkan ponselnya ketimbang berkutat dengan buku bacaan. Itu menyedihkan. Sungguh.
"Bahkan tak ada yang berminat untuk bekerja di tempat ini. Rasanya melelahkan mengingat hanya ada aku dan Hyukjae yang bekerja di toko buku ini." Sungmin melanjutkan sesi curahan hatinya dengan pandangan yang ditujukan kepada sang sahabat yang saat ini sudah berpindah ke balik meja kasir. "Dia pasti lelah bekerja seorang diri."
"Apa kalian menerima pekerja paruh waktu?" Setelah beberapa menit hanya suara Sungmin yang selalu terdengar, akhirnya pria di depannya turut membuka suara. Sungmin yang sempat menunduk lesu kini mengangkat kepalanya dengan tatap penasaran satu detik setelah ia mendengar tanya pria itu. Tidak ada lagi suara ketikan, kini laptop itu sudah ditutup dan pemiliknya mulai sedikit berbenah. "Aku tak sengaja melihat brosur yang tertempel di depan pintu toko. Kalian membuka lowongan kerja, bukan? Apa kalian menerima pekerja paruh waktu?"
"Umm! Kami menerima pekerja paruh waktu juga kok!" Dengan semangat yang entah datang dari mana Sungmin mengangguk cepat. Ia memiliki firasat pelanggan istimewanya ini akan mendaftarkan diri untuk menjadi pekerja paruh waktu di toko bukunya. Lihatlah binar yang tampak jelas di mata foxy milik pria manis itu, itu adalah binar-binar penuh harapan.
"Lantas, di mana aku bisa mendaftarkan diri?"
Dengan kedua sudut bibir tertarik mengulas senyuman lebar nan cerah, tangan Sungmin bergerak ke arah meja kasir di mana Hyukjae sedang mengelapi mejanya (pria itu mulai bingung harus mengerjakan apa). "Kau bisa mendapatkan formulir pendaftaran kerja paruh waktu di sana, tanyakan saja pada Hyukjae—pria yang sedang berada di kasir itu!"
Firasatnya benar, pria ini sungguh akan mendaftarkan diri sebagai pekerja paruh waktu di toko bukunya. Ekor matanya mengikuti kemana tujuan langkah pelanggannya itu tanpa satu detik pun melepas pandangan. Jangan lupakan senyuman lebar yang masih menghias paras manis nan elok itu, menambah kadar kemanisannya berkali-kali lipat. Untuk sesaat, Sungmin mampu melupakan insiden one night stand yang sudah menyita hampir seluruh pikirannya sejak bangun pagi tadi. Untuk saat ini hanya ada euforia bahagia yang sementara sebab ia merasa itu adalah akhir penderitaannya... oh, ia terlalu melebihkan. Siapapun tahu hanya dengan satu pekerja paruh waktu tak akan bisa mencipta perubahan drastis. Well, Sungmin memang selalu positif.
Akhirnya Lee Brothers Bookstore memiliki satu pekerja baru, meski hanya paruh waktu itu bukanlah masalah besar bagi Sungmin. Ini adalah langkah awal untuk mencapai masa depan toko yang gemilang. Setidaknya begitulah yang ia harapkan, tidak sampai ia sadar bahwa bergabungnya si pelanggan istimewa ternyata membawa bencana bagi Sungmin. Benar-benar sebuah bencana...
Pelanggan istimewanya melangkah menjauhi kasir. Sungmin sempat melihat pria itu sedikit berbincang dengan Hyukjae, mungkin membicarakan pendaftarannya menjadi pekerja paruh waktu yang ternyata tidak serumit itu (ia hanya diminta untuk mengisi formulir dan sedikit tetek bengek lainnya). Kemudian pria itu meninggalkan toko buku dengan tak lupa membeli satu lagi komik murahan lainnya. Ternyata ia tak lupa untuk membeli buku.
Belum lagi sang pelanggan istimewa menyentuh pintu toko, Sungmin sudah melesat ke arah meja kasir di mana Hyukjae sedang membaca formulir pendaftaran yang ternyata sudah diisi saat itu juga. Oh, pria itu benar-benar gesit dalam mengisinya. Sungmin segera mencondongkan tubuh ke arah Hyukjae yang berdiri di balik meja kasir.
"Hyukjae, kita harus menerima orang itu! Entah mengapa aku merasa toko buku ini akan kembali maju setelah kita mendapat pekerja baru." Sungmin berucap sambil menatap Hyukjae penuh binar bahagia. Hyukjae hanya membalas tatapan sahabat sekaligus bosnya dengan tatapan yang seolah berkata mengapa kau tampak begitu bahagia? Ini hanya pekerja paruh waktu, tahu. Kemudian ia melanjutkan membaca formulir tersebut secara tuntas.
"Tapi... alasan kerja yang ia tuliskan di sini sungguh aneh," gumam Hyukjae dengan jemari yang mengusap dagunya pelan. Air mukanya seolah mengatakan bahwa ia sedang berpikir keras sekarang. "Sungmin, kupikir alasan anak itu datang setiap hari ke toko bukumu ini bukan hanya karena ia ingin meminjam buku di rak matematika itu."
Mendengar ucapan Hyukjae, Sungmin mengerutkan kening tak paham. Kalimat yang diucapkan si gummy itu tak sampai ke otaknya yang saat ini hanya dipenuhi oleh pekerja baru. Ia butuh penjelasan lebih.
"Apa maksudmu? Jelas-jelas ia datang hanya untuk mengerjakan tugasnya dan meminjam buku untuk dijadikan referensi," balas Sungmin. Kini tatap menuntut jawaban ia layangkan kepada sang lawan bicara, yang untungnya segera dipahami Hyukjae.
"Biar aku bacakan alasannya ingin bekerja di sini," ucap Hyukjae. Pria itu sedikit berdeham untuk menjernihkan suara.
"Alasan aku bekerja di sini, karena aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Lee Sungmin."
Tak ada suara lain setelah Hyukjae membacakan kalimat pendek yang tertulis di kolom alasan. Hal itu sempat mengundang kebingungan darinya, hingga akhirnya ia mengalihkan pandang dari kertas formulir ke wajah Sungmin. Satu alis Hyukjae terangkat samar.
Wajah Sungmin saat itu tampak blank, namun ada rona merah samar yang menghias sekitar pipinya. Tentu saja, siapa yang tak malu mendengar alasan semacam itu? Itu terdengar cheesy, namun sweet di waktu yang bersamaan.
"Heol. Lihat ini, setelah one night stand, kau juga mendapat satu penggemar rahasia. Kau benar-benar populer di kalangan pria, eoh?" Hyukjae kembali menyeringai bangga seperti seorang ibu yang melihat anaknya populer di kalangan orang-orang.
Untuk kesekian kalinya di hari itu, Sungmin ingin menghajar Hyukjae saat ini juga sebab lagi-lagi melontar godaan menyebalkan. "Jika sekali lagi kau mengungkit soal semalam, aku benar-benar akan menghajarmu, Lee Hyukjae."
Yang diancam hanya meloloskan cengiran polos seraya tangan mengulurkan kertas formulir ke arah sang pemilik toko buku. "Bercanda. Ini, bacalah dulu secara keseluruhan formulirnya."
Sungmin menerima kertas itu dengan bibir yang lagi-lagi mengerucut samar. Dalam satu detik, ia sudah menggenggam kertas itu dan mulai memindai isinya dari bagian teratas.
Dan saat matanya jatuh pada bagian nama, wajah Sungmin memucat. Benar-benar pucat seolah aliran darah tak ingin singgah di bagian itu. Tidak hanya itu, gamitan jemarinya pada kertas formulir mengerat hingga mungkin akan merobek kertas itu dalam hitungan detik. Matanya melebar dengan kedua bola mata bergerak gusar."C—CHO KYUHYUN?!"
Sungmin kembali meneriakkan nama itu. Tetapi kali ini bukan di atas ranjang, pun bukan pula dengan iringan lenguh desah di selanya. Kali ini, teriakan itu sarat akan keterkejutan dan kepanikan. Sungmin tak tahu ada berapa banyak pria penyandang nama Cho Kyuhyun di dunia ini, namun satu yang pasti; firasatnya berubah seratus delapan puluh derajat. Ia merasa itu adalah akhir hidupnya...
Dan begitulah bagaimana kehidupan Sungmin akan dipenuhi oleh pelanggan istimewanya, Cho Kyuhyun.
Sedangkan pria yang kita bicarakan sejak tadi sedang melangkah enteng menuju stasiun kereta. Senyuman lebar sedari tadi hadir di parasnya, menambah kesan tampan hingga mengundang lirikan dari wanita-wanita yang berpapasan dengannya. Cho Kyuhyun, si pria pelanggan istimewa, mulai mengeluarkan kekeh ringan yang kemudian berakhir dengan alunan tawa bahagia. Dengan ini, ia benar-benar bisa menghabiskan banyak waktu bersama Sungmin-nya.
— o —
Pemanasan sebelum kembali menulis fic KyuMin. Doakan saya produktif.
