Disclaimer: Gintama © Sorachi Hideaki
Warning: spoiler Gintama chapter 703, chara's death
Ditulis semata-mata untuk pelampiasan rasa. Teristimewa untuk Takasugi Shinsuke, karakter terbaik sepanjang masa—setidaknya menurut saya.
Happy reading!
EPILOG
Takasugi
Aku tidak ingin melihatmu menangis lagi, sekali-kali tidak
Satu kali air matamu jatuh selepas membunuh, terekam dalam kisah epilog mata kiriku yang telah keruh
Dalam sengap kau buat aku mengerti, keputusanmu adalah kontradiksi dari kata hati
Pedangmu teguh, hatimu rapuh. Tanganmu membunuh, relungmu keras mengaduh
Kenapa tidak kau tebas saja leherku saat itu?
Gintoki
Aku ingin melihatmu tertawa lagi, barang cuma sekali
Beragam kenangan bergulir seperti rangkaian sinema, berhenti pada satu fragmen kehidupan di mana kau, dengan rona kepuasan, merebut bendera kemenangan dari genggamanku
Kau tertawa, menyaru dengan kelakar dan riangnya suasana
Lantas kusimpan dan kuabadikan tawa itu dalam kotak memori di bagian terdalam kepala
Esok lusa akan kuingat betapa berharga; tawa dari seorang kawan yang istimewa
Takasugi
Bukankah sudah kubilang kalau aku tak ingin melihatmu menangis lagi?
Sejak hari itu, wajah sendumu terpatri abadi di ceruk kosong tilas separuh mataku
Bertahun-tahun aku hidup dengan menatap figur dirimu yang lebur dalam tragedi
Bayang-bayang visi yang amatlah menyakitkan, tak henti menyayat menikam bak sembilu tajam
Maka kalau sekiranya aku boleh meminta, berhentilah mendera hati ini dengan cambuk air mata
Sebelum mataku yang satu lagi tertutup selamanya, jangan kau sajikan roman pilu di hadapanku
Hari ini, wajahmu memang berbayang petang demi membaca epilog dari kisah hidupku yang panjang
Kendati begitu, kau paksa bibirmu menyungging senyum, sebuah senyum pedih berbalur darah dan air mata
Cukup sudah, Gintoki
Terima kasih atas kegigihanmu menyeretku pulang, mengunjun jiwa keluar dari kubangan perangkap masa silam
Biar kuabadikan wajahmu yang tersenyum sebagai potret terindah di halaman terakhir lembar ceritaku
Gintoki
Hari ini, kau menuntaskan semuanya
Seraya mendekap erat relikui di dada, kau terus bertempur mengabaikan raga yang nyaris hancur
Pedih, sesak, kau lusuh dan koyak
Lembaran narasi kehidupanmu yang fana telah sampai di penghujung
Andai sang waktu bermurah hati menawarkan sepotong senja, akan kuraih jadi semesta dan kuseret kau duduk di sisiku sebagai kawan istimewa
Mari kita bercengkerama, berbagi tawa dan cerita ditemani seloki di tangan dalam aroma kental persahabatan
Kau sudah terlalu banyak mengecap pahit dunia, aku rindu melihatmu tertawa lepas seperti sedia kala
Hari ini, aku gagal merengkuh nyawamu; nyawa kawanku yang berharga
Sedetik sebelum terkulai pasrah kepada cengkeraman maut, kau mengulas senyum, menyongsong kebebasan
Dan aku tahu, meski ragamu pupus, kau tak pernah mati; seorang Takasugi Shinsuke tak akan pernah mati
Jiwamu abadi berdiam dalam jiwaku, membisikkan deklarasi adu pedang untuk yang kesekian kali
"Selanjutnya aku yang akan menang, Gintoki."
"Maka tunggulah aku di neraka, Takasugi."
27 Mei 2019
