ADDICTED—

Author: Rin

Chapter: 1/3

Disclaimer: All casts here is belong to themselves.

Rate: M

Genre: Romance

Pair: ZhouRy (Zhou Mi – Henry)

Warning: AU, A Bit of PWP, NC-17, YAOI, OOC.

.

Ket: Zhou Mi = 26 tahun, Henry = 16 tahun.

.

.

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

Suara derap langkah memenuhi sepanjang koridor yang mulai sepi. Cepat, seolah mengejar waktu yang berjalan terlampau cepat. Namja bertubuh sedang itu semakin mempercepat langkahnya ketika jam di ponselnya menunjukkan pukul empat lewat lima belas menit—yang artinya ia terlambat lima belas menit dari waktu yang biasanya mereka janjikan. Salahkan sonsaengnim yang mengajar di kelasnya tadi—yang malah menambah jam pelajaran menjadi setengah jam lebih lama dari waktu seharusnya. Harusnya ia sudah keluar sejak pukul setengah empat sore.

Namja itu—Henry Lau namanya—semakin mempercepat langkah kakinya, hampir berlari bisa dibilang. Sekolah sudah sepenuhnya sepi jadia ia tidak perlu khawatir dengan kemungkinan akan ditegur oleh guru yang lewat atau tidak—yah, itu pun kalau guru yang kelewat disiplin masih ada di sekolah ini.

Sampai di depan sebuah pintu—ruangan salah satu guru di sekolah ini—ia menghentikan langkahnya. Memegangi kedua lututnya, ia mengatur nafasnya lebih dulu. Berlari dari lantai tiga ke lantai satu—tanpa henti—jelas membuat tenaganya terkuras.

Henry menghembuskan nafasnya, sebelum kemudian membuka—bukan mengetuk—pintu di hadapannya yang tertutup rapat.

"Sonsaengnim~"

Sedikit berteriak, membuat seorang namja berkacamata yang berada di dalamnya—berkutat dengan beberapa tumpukan kertas—terlonjak kaget, hampir melemparkan beberapa lembar yang digenggamnya.

"Aish, sudah kubilang kan, ketuk pintu dulu. Mau membuatku jantungan, eoh?" Namja berambut hitam itu meletakkan kertas-kertas tersebut di atas meja, menggeser beberapa benda hingga meja yang awalnya penuh itu menjadi sedikit kosong. Ia melirik ke arah jam yang menggantung, lalu mengerutkan alisnya. "15 menit?"

Henry mempoutkan bibirnya sambil berjalan menuju meja sang sonsaengnim, setelah sebelumnya menutup—sekaligus juga mengunci—pintu ruangan tersebut. Bisa jadi masalah besar kan kalau ada yang mengintip—atau malah memergoki dirinya berada di ruangan ini ketika jam sekolah sudah usai. Tidak masalah sih kalau sonsaengnim bertubuh tinggi ini mengajar di kelasnya, setidaknya keberadaannya di ruangan ini bisa diartikan kalau ia sedang menjalani hukuman. Hanya yang jadi masalahnya adalah sonsaengnim ini bahkan tidak mengajar di kelasnya, yang artinya—kalau dilihat secara normal—keberadaannya di ruangan ini sebenarnya terbilang aneh...

"Wae, hm?"

Namja berpipi chubby itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Sonsaengnim~"

Zhou Mi—sang sonsaengnim—mengerutkan alisnya mendengar panggilan itu. Bukannya tidak biasa dipanggil begitu, ia guru, sudah lebih dari biasa untuk mendapat panggilan seperti itu. Tapi jadi tak biasa kalau itu dilakukan oleh anak ini, terutama ketika mereka hanya berdua...

"Wae, chagiya~?"

Henry mendekati sang sonsaengnim—err, atau bisa dibilang kekasihnya. Yah, mereka memang sepasang kekasih, dengan usia yang terpaut 10 tahun. Tahun ini Zhou Mi menginjak usia 26 tahun, sementara sang kekasih baru akan menginjak usia 16 tahun bulan depan.

Terdengar gila sebenarnya. Usia mereka terpaut cukup jauh, ditambah status mereka yang merupakan guru dan murid. Rasanya memang terdengar tidak etis kalau mengingat dirinya yang seorang pengajar malah memacari anak yang—katakanlah—masih di bawah umur, namja pula. Tapi mau bagaimana lagi, bukannya banyak orang sering bilang kalau cinta itu buta, tak peduli bagaimanapun status mereka.

Namja berwajah manis itu langsung mendudukkan dirinya di pangkuan sang kekasih lalu memeluk lehernya, mengabaikan pertanyaan Zhou Mi. Refleks, ia yang posisi duduknya agak dekat ke meja langsung memundurkan kursinya sedikit, memberi ruang agar kekasih manisnya ini lebih nyaman di pangkuannya.

"Ngh..."

Desahan halus terdengar dari mulut Zhou Mi, ketika dirasakannya bibir tipis sang kekasih menciumi lehernya. "Tidak sabaran, eoh? Ini masih di sekolah, chagi~"

Alih-alih menghentikan kegiatan Henry, Zhou Mi malah menekan kepala sang kekasih, membiarkannya melakukan hal itu sesukanya dan kalau bisa lebih dari itu. Hei, kapan lagi namja yang walau dari luar terlihat polos itu namun aslinya sama pervertnya dengan dirinya malah menyerangnya di tempat umum serawan sekolah? Bukannya harus dimanfaatkan dengan baik?

Zhou Mi melirik ke arah pintu. Khawatir kalau-kalau ada penjaga sekolah atau guru lain yang lewat—walau sebenarnya hal itu terbilang mustahil mengingat ruangannya ini berada di pojok koridor dimana tidak begitu banyak orang melewatinya. Tapi berjaga-jaga tidak ada salahnya kan?

Terkunci? Baguslah...

"Gege~ Ayo lakukan di sini, aku sudah tidak tahan lagi~"

Perhatian Zhou Mi kembali teralih pada namja di pangkuannya—yang kini malah terkesan menggodanya dengan beralih menjilati telinganya. Oh, oke... rasanya kata menahan diri sudah mulai hilang dari otaknya kalau ia terus digoda begini. Bahkan di atas ranjang pun kekasihnya tidak sampai seberani ini—err, walau bukan berarti anak ini tidak liar sih...

"Gege? Itu lebih baik. Panggilan sonsaengnim membuatku terkesan sangat tua rasanya..." Zhou Mi mengusap tengkuk Henry pelan—salah satu titik sensitifnya. Setidaknya... tiga tahun berpacaran dengan anak ini membuatnya hafal—dengan sangat baik—beberapa titik sensitifnya.

Dari tengkuk, beralih ke leher bagian depan—dengan tempo yang semakin lambat dan halus. Membuat Henry seketika merinding—tak lupa dengan desahan tertahan yang mengalun dari bibirnya.

"Mmhh... gege~ Jangan menggodaku begitu..." Henry mempoutkan bibirnya, kentara—pura-pura—merasa kesal, walau sebenarnya sedikit senang. Baiklah, hanya sedikit. Ia sedang terangsang sekarang, ingin langsung ke inti permainan, tapi sang sonsaengnim malah balas menggodanya.

Zhou Mi menyeringai, sambil berpura-pura memasang wajah polosnya. "Memangnya siapa yang pertama kali menggoda gege, eoh~?"

"Aish…" Henry langsung mendekatkan bibirnya ke bibir sang sonsaengnim, menciumnya dengan kasar, sambil menggesekkan kejantanannya—yang agak tegang dan masih tertutup oleh seragam sekolahnya—dengan milik Zhou Mi.

Zhou Mi? Jelas ia hanya menyeringai—dalam hati. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, namja bertubuh tinggi itu membalas ciuman tersebut sama kasarnya, melumat dan sesekali memasukkan lidahnya—berniat sedikit menggodanya. Tangan kirinya bergerak ke bawah, mengelus kejantanan sang kekasih yang maih terbungkus celana dengan tempo yang pelan, sementara tangan kanannya menahan tengkuk Henry, antisipasi kalau-kalau anak ini tiba-tiba melepaskan ciuman mereka.

"Mmmhh..."

Suara desahan Henry tertahan karena ciuman mereka. Keduanya saling beradu lidah—walau jelas Zhou Mi yang lebih lihai melakukan french kiss lebih unggul dalam pertarungan lidah tersebut. Saliva keduanya menyatu, mengaliri dagu dan leher mereka. Zhou Mi mendorong kursi yang didudukinya hingga punggung Henry tertahan pada meja di belakangnya. Bukan sekali-dua kali mereka melakukan ini di ruangannya, namun tidak sesering saat mereka berada di apartemen milik Zhou Mi.

Ciuman tersebut masih berlangsung—bahkan lumatan-lumatan yang dilakukan keduanya semakin kasar. Kedua tangan Henry menarik kerah kemeja milik sang guru, memintanya untuk tidak menghentikan ciuman ini. Detik berikutnya, ia mulai melepas satu persatu kancing kemeja namja bertubuh tinggi itu dan meraba-raba dadanya.

"Ngghhh…"

Henry memukul dada Zhou Mi pelan. Pasokan udara di paru-parunya menipis dan ia tidak mau mati kehabisan nafas gara-gara ciuman.

"Hhh… hhh… Aaahh~"

Belum sempat Henry mengatur nafasnya, Zhou Mi telah lebih dulu menyerang lehernya. Ia mulai menjilati, dan menghisap beberapa titik di leher jenjangnya, meninggalkan beberapa tanda kemerahan tipis yang hampir tidak terlihat. Ia tidak bodoh untuk meninggalkan jejak yang terlalu kentara. Akan jadi masalah besar kalau sampai tanda apapun terlihat dengan jelas di tubuh anak ini.

"G-gege… aaahhh…" Henry menengadahkan kepalanya, membiarkan Zhou Mi berbuat sesuka hatinya di leher putihnya.

Zhou Mi menjauhkan wajahnya dari leher Henry. Perlahan ia membuka satu persatu kancing kemeja Henry, lalu melempar kemejanya ke lantai. Ia menjilat bibirnya sendiri melihat pemandangan di hadapannya. Terlalu menggoda—bahkan walau ia sudah ratusan kali melihat anak ini topless atau bahkan naked.

Melihat tatapan lapar yang ditunjukkan oleh gegenya ini, Henry mendekatkan wajahnya ke telinga Zhou Mi, menjilatnya lalu mengulumnya pelan. Tangan kanannya bergerak ke bagian bawah, membuka retsleting celana sang guru dan mengeluarkan juniornya yang hampir tegak lalu meremasnya pelan.

"Masih belum tegang, eoh~? Apa aku kurang menggoda, mmh~?"

Zhou Mi balas berbisik di telinga Henry, sambil sesekali menggigitnya pelan. "Kalau begitu buat gege tegang, chagiya~ Kalau perlu sampai kau tidak bisa jalan besok~"

Henry mendorong tubuh Zhou Mi perlahan hingga kursi yang didukinya agak terdorong ke belakang. Ia berjongkok di antara kedua kaki jenjang sang sonsaengnim, lalu dibukanya celana panjang yang masih dikenakan oleh Zhou Mi. Dijilatnya bibirnya yang agak kering ketika dihadapannya terpampang kejantanan sang kekasih yang cukup besar walau belum berdiri dengan sempurna. Namja berpipi chubby itu menatap Zhou Mi dengan tatapan seduktif. "Mulut... atau tangan... gege~?"

Zhou Mi menyeringai. Diusapnya rambut Henry pelan. "Keduanya~ Manjakan ini dan buat ia cum di dalam mulutmu, chagiya~"

Tanpa membuang waktu, Henry segera memasukkan benda itu ke dalam mulutnya. Yah, tidak ada waktu untuk menggoda gegenya ini. Selain karena ini masih di sekolah, lewat dari pukul lima sekolah akan ditutup. Lagipula mereka masih bisa melakukannya di apartemen Zhou Mi. Ditambah dengan besok libur, sudah jelas seharian besok ia akan terjebak di kamar seharian…

Namja manis itu mulai mengulum dan menghisap junior sang guru dengan kuat, sesekali memainkan lidahnya, sedikit menggoda sekaligus merangsang benda itu agar tegak dengan sempurna. Ia meremasnya dengan tempo yang berubah-ubah.

"Nngghh… Aaahhh… More, chagiya~"

Zhou Mi meremas rambut Henry agak kuat, memintanya untuk tak menghentikannya dan lebih mempercepatnya. Namja bertubuh tinggi itu melirik jam, dilihatnya waktu yang hampir menunjukkan angka lima. Dua puluh menit lagi?

Henry masih terus melakukan kegiatannya. Namun belum ada tanda-tanda kalau gegenya itu akan segera keluar. Sudah cukup tegang dan cairan precum mulai membasahi batang kejantanannya.

"Cukup, chagiya~ Kurasa kita membuang waktu terlalu lama…"

Zhou Mi mengangkat Henry kembali ke pangkuannya. Dibukanya celana panjang yang masih dikenakannya, hingga namja manis itu kini benar-benar naked. "Langsung saja, ne~?"

Henry langsung membulatkan matanya. Langsung? Yang benar saja. Walau ia sudah terbiasa—sangat terbiasa dan malah jadi ketagihan—dimasuki oleh gegenya, tapi kalau tanpa persiapan holenya akan terasa sangat sakit. "Mwo— AAARGH!"

Belum sempat ia mengeluarkan kalimat protesnya, Zhou Mi telah lebih dulu mengangkat tubuh Henry dan memasukkan kejantanannya ke dalam hole sempit sang kekasih—tanpa persiapan sama sekali.

Zhou Mi lebih memilih untuk mendiamkannya, membuat Henry terbiasa dengan keberadaan benda asing dalam tubuhnya, walau jujur sebenarnya ia sudah tidak tahan untuk segera melesakkannya lebih dalam lagi dan menggerakkannya. Hole sempit ini terasa menggodanya. Padahal sudah lebih dari ratusan kali dimasuki tapi tetap sempit seperti ini dan dinding-dinding rektumnya terasa menarik kejantanannya terus masuk ke dalam.

Henry mengatur nafasnya pelan, berusaha untuk terbiasa. Kedua tangannya mencengkram erat bahu Zhou Mi, membuatnya agak meringis. Perlahan, namja berpipi chubby itu mengangkat tubuhnya hingga hanya tersisa ujung junior Zhou Mi dalam holenya. Detik berikutnya, ia langsung menurunkan—menjatuhkan—tubuhnya dengan keras hingga kejantanan sang guru melesak lebih dalam dan langsung menghujam sweatspotnya.

"Sshh… aaahh… nnggh…" Henry kembali menggerakkan tubuhnya, kali ini lebih cepat dan lebih kuat—lebih liar.

Zhou Mi menggigit bibirnya, berusaha menahan agar tidak mengeluarkan desahannya. Tangan kanannya yang bebas terjulur ke laci mejanya, membukanya dan mengambil sesuatu di dalamnya. Detik berikutnya, berusaha untuk mengalihkan perhatian Henry—walau sebenarnya telah teralih—ia mulai menciumi lehernya, sementara Henry masih terus menaik-turunkan tubuhnya.

"Mmhh… lebih… cepaatthh, chagiya… atau kita akan terkurung di tempat ini sampai besok~"

Zhou Mi masih terus menciumi lehernya, sementara tangan kanannya mulai bermain dengan junior Henry yang sejak tadi terabaikan. Sudah menegang, dengan cairan precum yang membasahinya. Ia menyeringai. Sedikit memberi hukuman pada anak ini tidak masalah kan…

Namja dengan tubuh menjulang itu langsung memasangkan benda yang sejak tadi ada dalam genggamannya ke junior sang kekasih. Henry yang menyadari itu langsung melotot, walau kenikmatan yang sedang menderanya saat ini sedikit mengalihkan perhatiannya.

"G-gege… aniyo… nngghh… jangaannnhh… aaahh… jangan benda itu... ooohh~"

Henry memejamkan matanya, menikmati friksi kenikmatan yang timbul akibat Zhou Mi yang tiba-tiba menggerakkan pinggulnya hingga kejantanannya menyentuh sweatspotnya dengan telak.

"Ngghh… gege hampir keluar, chagiya~ sshhh... ooohh..."

Henry tak menanggapinya. Ia ingin sekali keluar—sejak beberapa saat yang lalu, hanya saja cock ring sialan yang dipasang gegenya ini benar-benar mengganggunya.

"Nghh… I'm cumming… aahh.."

Zhou Mi mengeluarkan cairannya di dalm hole sang kekasih, sementara Henry, ia harus puas dengan orgasme kering—membuat perutnya terasa melilit karena hasratnya yang tidak bisa ia keluarkan.

Henry menjatuhkan kepalanya di atas pundak Zhou Mi sambil mengatur nafasnya. "Gege~ Lepaskan benda ini~"

Zhou Mi kembali menyeringai. Ia menggelengkan kepalanya. Jari-jarinya mengusap bibir Henry yang agak membengkak dan memerah karena ciuman tadi. Bibir yang selalu menjadi candunya dan membuatnya tak bosan melumat atau sekedar mengecupnya ringan.

"Aniyo, itu untuk keterlambatanmu datang ke ruanganku hari ini…"

"Mwo? Tapi itu bukan salahku kan…" Henry mempoutkan bibirnya, berharap gegenya ini bisa luluh dengan itu.

"Aa… poutmu kali ini tidak berguna sayangnya~"

"Tch…" Henry berdecak, ingin rasanya ia menggeplak kepala sang kekasih dengan buku atau melemparnya dengan biji bunga matahari. Berharap otak yadong—dan seenaknya—milik orang ini bisa sembuh.

"Ah… satu lagi…"

Zhou Mi mengangkat tubuh Henry hingga kejantanannya terlepas dari holenya. Agak tidak rela sebenarnya, tapi ini bukan tempat yang tepat untuk terus berada dalam posisi ini. Namja yang awalnya berambut merah itu membuka kembali laci mejanya dan mengambil benda lain di dalamnya. Vibrator

Henry membulatkan kedua matanya melihat benda itu. Ayolah, walau ia masih belum genap enam belas tahun tapi bukan berarti ia tidak tahu benda apa itu. Sonsaengnim tercintanya ini sudah sangat sering menggunakan benda ini—dan beberapa benda lainnya—pada dirinya, kalau isengnya sedang kumat. Makanya… err… ia sebenarnya sudah sangat terbiasa dengan benda ini…

Hanya yang mengherankannya… orang ini meletakkan benda tersebut di ruangannya yang ada di sekolah. Kelewat yadong atau kelewat gila?

"Ayo, bertaruh~"

Zhou Mi perlahan melesakkan vibrator itu ke dalam hole Henry, membuat namja berwajah manis itu hanya bisa memejamkan kedua matanya.

"Kalau Henly bisa tahan tidak mengeluarkan desahan sampai kita pulang, gege akan melepaskan benda ini…," Zhou Mi meremas junior Henry keras, "…ini…," lalu beralih pada holenya dan mengelusnya pelan, "… dan khusus besok… tidak ada sex… entah di kamar, kamar mandi, dapur atau bahkan ruang tamu~"

"Mwo— ahhhh~"

"Kalau gagal…" Zhou Mi kembali menyeringai—kali ini lebih lebar, membuat Henry hanya bisa menggigit bibirnya. Firasatnya buruk.

Zhou Mi menyalakan vibratornya dengan tingkat getaran yang tergolong pelan, tapi untuk Henry yang sebenarnya masih teransang, ini benar-benar membuatnya gila.

"Kalau gagal... apa?"

"Kalau gagal... hukumanmu gege tambah... dan besok... sex... anytime... anywhere~"

Mendengar itu, Henry hanya bisa membulatkan kedua matanya. Kalimat terakhir tidak masalah, toh mereka memang selalu melakukannya kalau ia sedang libur sekolah… Tapi yang pertama… Ya Tuhan…

.

TBC or END?—

.

a/n *bengong ventar* ._. err… saya masih polos(?) ya~ *kabur* Oke, ini untuk… ng… yang ngerasa pernah request ya… mian kalau gak hot, otak saya lagi bolak-balik antara mood sama unmood

Jangan bunuh saya gara-gara perbedaan usianya dan karakter mochi yang kayak gini. Ini request dari senpai saya yang mau lulus kuliah tahun ini, kan kasian kalau gak diturutin. u,u #plak

Harus lanjut atau END sampai di sini aja, itu tergantung readers ne~ :)

So, see you next time~

P.S. Update berikutnya 2 minggu lagi, setelah saya beres UAS. Itu juga kalau masih ada yang mau lanjut. :)

.

Best Regards

RIN—

.