Complicated
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Fandom : NARUTO
Rate : T dulu
Genre : Romance, Drama
Pair : SasuNaru, KyuuNaru, ItaNaru, NaruInari, etc.
.
Summary : Naruto, adalah anak yatim piatu yang tinggal di sebuah apartemen. Bagaimana bila suatu hari dirinya dipertemukan oleh dua bersaudara yang keren? RnR please~
.
Author's Note : Maaf, saya belum melanjutkan fict lain malah membuat fict baru. Mau bagaimana lagi. Tiba-tiab saja terpikirkan saat lagi berduaan ama 'someone'.
.
PROLOG
_Naruto's POV_
Pagi yang cerah, aku terbangun dengan wajah kusut. Ah, kenalkan, namaku Uzumaki Naruto. Remaja berambut blonde jabrik, berbola mata sapphire, dan berkulit tan. Aku memiliki tanda lahir berupa tiga garis seperti cakaran kucing yang ada dimasing-masing pipi tembemku. Kata orang-orang sih aku manis, tapi bagiku, aku ini orangnya awesome bin handsome. Aku tinggal di apartemen sendirian. Kedua orang tuaku sudah meninggal sejak aku umur 5 tahun. Ya, walau sebenarnya aku punya kakak laki-laki. Namun dia diharuskan tinggal di rumah nenek kami. Sudahlah, tidak penting membahas hal yang sudah lalu.
"Hmm…Hari ini tak ada pelajaran ya. Hanya membahas drama," gumamku sambil menggaruk perutku yang tadi malam digigit nyamuk nakal. Ayolah, aku tahu aku terlalu sexy, bahkan hewan pun tak dapat menjaga imannya.
Aku menuju kamar mandi untuk membasuh wajah tampanku dan tak lupa menggosok gigi. Setelah itu aku menata kasurku, lalu ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Hari ini pun, sarapanku tetap sama. Hanya selembar roti yang kulapisi dengan selai kacang dan susu sapi segar.
"Selamat makan," ujarku sebelum menyantap sarapan buatanku sendiri. Sedang enak-enaknya aku makan, aku mendengarkan keributan dari apartemen sebelah.
"Ha—ah," aku hanya dapat menghela nafas. Keributan itu sudah terjadi selama seminggu penuh hingga saat ini. Aku penasaran, sebenarnya siapa sih yang tinggal di apartemen sebelah. Apakah pengantin baru? Atau keluarga yang memang tak pernah rukun?
Aku menggelengkan kepala pelan dan melanjutkan sarapanku. Tak peduli akan tetangga sebelah. Setelah itu, segera saja ku menyuci piring dan gelas, lalu keluar rumah dan kukunci pintu apartemenku.
"Ah! Gawat! Sudah jam 07.15! Aku bakal telat!" teriakku kebingungan, aku pun membalikkan badan dan berniat untuk lari, mempercepat jalanku supaya tidak terlambat lagi. Namun, hilang sudah harapanku berlari, ketika ada seseorang yang kutabrak saat aku memutar badanku dan berancang-ancang untuk lari.
BRUKK!
Badanku terhempas ke lantai yang dingin, ku lihat semua barang-barangku berhamburan kemana-mana.
"Ma…Maaf, aku tak sengaja," kataku kalem, aku masih sibuk mengumpulkan barang-barangku yang berantakan. Tiba-tiba sebuah tangan berkulit porselen yang lebih besar daripada tanganku tak sengaja bersentuhan dengan tanganku saat aku memegang buku sketsku. Ku tengadahkan wajahku, ada rasa penasaran yang tiba-tiba lewat di hatiku.
"Aku yang salah karena melamun, apa kau terluka?" tanya orang yang tadi bertabrakan denganku. Ketika aku melihat wajahnya, aku terbelalak kagum. Rambut hitam panjang yang dikuncir satu, bola mata onyx yang kelam, kulit putih porselen yang betolak belakang dengan kulitku, tubuh tinggi, dan wajah tampan. Namun sayang, ada keriput di wajahnya.
"Hahaha, ini bukan keriput loh. Ini tanda lahir," ujarnya seakan tahu apa yang sedang aku pikirkan, aku hanya mengangguk malu. Setelah merapikan barang-barangku, aku segera mengundurkan diri dan berlari untuk menuju sekolah, walau ku tahu bahwa aku akan terlambat.
"Ah! Bodohnya aku, seharusnya tadi aku bertanya namanya," omelku pada diri sendiri. Aku pun melanjutkan perjalananku ke sekolah.
.
Sesampainya di sekolah, aku benar-benar terlambat. Namun aku tetap boleh masuk, sebagai gantinya aku harus menjadi manajer tim basket di sekolahku selama seminggu. Sialnya diriku.
"Naruto-san, kenapa kau terlambat?! Aku khawatir padamu tahu!" ketika aku baru masuk kelas, aku langsung diberi sapaan oleh mantan kekasihku, namanya Inari. Lelaki bertubuh pendek, berkulit tan sepertiku, berambut coklat berantakan, dan memiliki bola mata yang senada dengan rambutnya.
"Gomenne, Inari. Tadi aku menabrak seseorang." Ujarku sambil tertawa kecil dan mengelus rambut Inari pelan
"Menabrak? Apa Naruto-san terluka? Bagian mana? Sudah ke dokter?" tanyanya dengan nada khawatir yang sangat ketara
"Hahaha, walaupun kalian putus, kalian tetap mesra saja ya," goda Inuzuka Kiba—sahabatku—yang kini tengah menepuk punggungku. Kiba memiliki rambut dan bola mata coklat seperti Inari, di masing-masing pipinya terdapat tato segitiga terbalik. Sampai sekarang aku heran, kenapa anak-anak di sini diperbolehkan mentato tubuh mereka.
Inari hanya memanyunkan bibirnya saja. Aku berjalan menuju bangkuku, setelah itu aku bertanya pada seorang perempuan berkuncir empat. Panggil saja dia Sabaku no Temari.
"Temari, bagaimana dramanya?"
"Kelas kita harus bekerja sama dengan kelas 1-A. Tahun ini, tiap kelas harus bekerja sama dengan kelas yang sudah ditentukan oleh para guru. Benar-benar merepotkan," ujar Temari sambil memainkan kipas kesayangannya.
Sekolahku berbeda dengan sekolah lainnya. Di sini, kelas 1 sampai kelas 3 terdiri dari A sampai F. Kelas A selalu diberi fasilitas mewah bak bangsawan, si kelas itu terdiri dari anak-anak jenius saja. Tiap kelas memiliki fasilitas berbeda-beda semakin rendah kelas yang di tempati, semakin rendah pula fasilitasnya. Misalnya saja kelasku, kelas anak-anak bodoh atau bermasalah. Kelas F. Di kelasku, mejanya saja merupakan meja minum tea ala Jepang. Tempat duduknya dari bantal yang sudah rusak, bahkan kapas-kapas yang mengisi bantal itu keluar. Bantalnya juga terdapat banyak bekas tembelan. Keadaan di kelasku? Jendela berlubang, pintu geser yang tebuat dari kayu tua, loker tua yang seakan siap untuk ambruk kapan saja. Meja-mejanya saja terkadang patah dan kami hanya dapat memperbaikinya dengan lem berkualitas jelek.
"Bukankah itu bisa menyebabkan pertengkaran antar kelas? Kalau setiap kelas tidak cocok dengan kelas yang menjadi pasangannya, un?" tanya seorang lelaki yang mirip aku, hanya saja ia memiliki rambut panjang. Namanya Namikaze Deidara, dia adalah sepupuku yang paling dekat. Seisi kelas mengangguk setuju.
"Yosh! Baiklah, mari kita tunjukkan kemampuan kelas 1-F. Sebisa mungkin kita tak boleh membuat onar. Mengerti?" teriak ketua kelas di kelasku dengan semangat. Yahiko Pein, namanya. Ia memiliki tindik di hidung dan telinganya—aku berpikir apa itu tidak menyakitkan?—berambut oranye jabrik, berbola mata oranye juga.
"MENGERTI!" jawab para murid kelas 1-F kompak dan penuh semangat. Aku hanya tersenyum geli melihat tingkah teman-teman sekelasku. Ya, mereka semua memang aneh dan bermasalah. Namun, mereka itu…sudah kuanggap keluarga sendiri.
"Naruto, kita dengan 1-A. Apa kau tidak apa? Bukankah disana ada 'dia'?" tanya seorang lelaki berambut merah gelap, berbol mata ungu, dan berkulit putih porselen. Namanya Nagato Pein, adik angkat Yahiko sekaligus kekasih Yahiko.
"Aku tahu. Tapi mau bagaimana lagi?" ujarku sambil menghela nafas pasrah
Kelas 1-F pun mulai membuat rancana apa saja yang perlu disiapkan. Sedangkan Yahiko selaku ketua dan Nagato selaku wakil ketua tengah menghadap ketua dan wakil ketua kelas 1-A untuk membicarakan drama apa yang akan kami jalankan.
.
_Normal POV_
Kini Yahiko dan Nagato tengah berhadapan dengan ketua dan wakil ketua kelas 1-A.
"Jadi, kami hanya perlu mengirimkan beberapa siswa di kelas kami yang berbakat dalam hal seni ataupun desain?" tanya Nagato dengan tenang, ia menyeruput darjeling tea yang disiapkan oleh kelas 1-A
"Ya, karena tahun ini tidak boleh mendatangkan orang luar untuk membantu acara yang diadakan," jawab wakil ketua kelas 1-A yang bernama Haruno Sakura, wanita cantik berambut merah muda seindah bunga sakura, kulit putih dan bola mata emerald itu semakin memperindah parasnya. Namun, hanya parasnyalah yang cantik. Tidak dengan hatinya yang lebih busuk dari sampah, itu bukanlah rahasia lagi. Seluruh isi sekolah sudah tahu, tapi entah mengapa tidak ada yang berani menegurnya selain sang ketua kelas 1-A.
"Semoga saja kelas kalian tidak membuat masalah," ujar sang ketua dengan sinis. Uchiha Sasuke—lelaki berambut reaven, berbola mata onyx sekelam malam tanpa bintang, dan berkulit porselen bak salju yang tak ternoda—ini merupakan ketua kelas 1-A.
"Apa maksudmu?!" bentak Yahiko yang sebenarnya sejak tadi menahan kesal. Nagato segera menenangkan kakak angkatnya dengan cara mengelus punggung kakaknya lembut.
"Cih, gay." Ujar Sakura pelan dengan nada meremehkan dan jijik. Namun Pein bersaudara ini dapat mendengarnya.
"Lebih baik gay daripada berpura-pura baik di depan orang yang disukai. Busuk." Balas Nagato dengan tersenyum namun mengatakannya dengan nada mengejek. Sasuke memandang datar ketiga orang tersebut lalu berdiri dari duduknya.
"Sampai disini dulu rapatnya, besok di jam yang sama kalian harus berkumpul disini." Dengan itu Sasuke berlalu pergi. Sakura memandang takjub pada Sasuke sang pujaan hatinya, sedangkan Yahiko memandang geram. Nagato mengajak Yahiko kembali kekelas untuk memberitahu anak-anak kelas 1-F.
.
'Kenapa kelas 1-A harus bekerja sama dengan 1-F sih?' batin Sasuke yang sekarang sudah ada di tangga menuju atap. Tanganny terjulur ke kenop pintu. Namun, sebelum ia membuka pintu tersebut, I mendengar suara yang salah satu suara itu ia kenal.
"Mohon bantuannya, Kyuubi-san." Suara ini bukanlah suara yang kenal. Sasuke memberanikan diri untuk mengintip. Hal pertama yang terlihat olehnya adalah,
'Bidadari berambut pirang?' batinnya kagum ketika melihat seorang berambut pirang jabrik dengan bola mata sapphire yang lebih indah dari langit maupun laut, kulit tan yang memberi kesan sexy, oh, dan jangan lupakan bibir ranum yang seakan minta untuk dicumbu selalu. Naruto, itu memang Naruto. Namun sayang sekali, si tampan Sasuke belum mengenalnya.
"Ha—ah," berikutnya ia mendengar seseorang menghel nafas. Ia sudah tahu siapa itu, karena tadi bidadari—yang dimaksud adalah Naruto—itu memanggil nama sang empu yang menghela nafas. Uzumaki Kyuubi, pria berambut merah keoranye-oranyean, berbola mata merah darah, dan berkulit putih.
"Kumohon, kembalilah seperti dulu," ujar Kyuubi dengan nada miris. Sasuke mengerutkan keningnya,
'Ini hal langkah, seorang Uzumaki Kyuubi memohon dengan nada miris.' Batin Sasuke tertawa meremehkan. Ya, walau sebenarnya Sasuke kagum pada seseorang yang dapat membuat sang rival alias Kyuubi memohon begitu.
"Maaf, aku harus segera kembali kekel—" mata Sasuke membelalak kaget. Bagaimana tidak, di hadapannya kini, seorang Uzumaki Kyuubi tengah memeluk erat seorang pemuda manis yang Sasuke anggap sebagai bidadari. Sasuke melihat Kyuubi tengah membisikkan sesuatu dan membuat mata bidadari itu membelalak dan menahan air mata.
Sasuke segera bersembunyi ketika sang bidadari berlari pergi dari atap. Tanpa pikir pnjang, Sasuke mengikuti sang bidadari karena rasa penasarn yang sudah tak bisa ditampungnya lagi.
Sedangkan Kyuubi,
"Naruto, hontou ni gomennasai." Gumamnya pelan sambil menggenggam erat dasi yang diyakini milik Naruto. Kyuubi memandang hurus F yang berada di dasi tersebut, menandakan bahwa pemiliknya berasal dari kelas F.
"Akan kubuat kau menjadi dirimu yang dulu," gumam Kyuubi lagi yang sekarang tengah mencium dasi tersebut.
.
_Naruto's POV_
Aku berlari menuju taman di sekolahku yang besar ini. Baying-bayang kejadian di atap tadi masih menghantuiku. Kyuubi, Uzumaki Kyuubi, orang yang paling aku sayangi—ah, tidak, lebih tepatnya orang yang paling aku cintai ketimbang orang tuaku sendiri. Aku mendudukkan diriku di bawah pohon sakura yang tengah bermekaran, di depan pohon ini terdapat danau buatan yang sangat indah.
'Bodoh! Aniki Bodoh!' batinku berteriak kesal. Mengapa ia muncul ketika aku tengah membutuhkan seseorang yang dapat memberiku kasih sayang penuh. Mengapa ia dulu pergi meninggalkanku sendiri dalam keterpurukan. Mengapa…Mengapa orang-orang tua Bangka itu memisahkan kami ketika kami tengah menikmati indahnya cinta yang bermekaran di hati kami. Ya, pertanyaan-pertanyaan itulah yang tengah beterbangan di otakku kini.
Tadi, sebelum aku benar-benar pergi dari atap, ia mendekapku erat seakan takut bila ia melepaskanku saat itu, aku akan pergi dari dunia ini selamanya. Ketika ia mendekapku erat, ia membisikkan sebuah ucapan yang begitu kurindukan dari dirinya, dari orang yang kucintai,
"Naru-chan, Aishiteru. Hontou ni Aishiteru."
Dan ucapan itu membuatku tak bisa lagi menahan bendungan air mata yang kutahan sejak bertemu dengan Kyuubi di atap tadi. Aku tersenyum geli akan diriku sendiri.
"Aku…menjijikkan," ejekku pada diriku sendiri, aku menutup kedua mataku dengan telapak tangan kananku. Merasakan hembusan angin musim semi yang hangat dan membuat semua orang tenang, yang bertolak belakang dengan perasaan kacauku sekarang.
"SHIT!" aku segera kembali ke kelas untuk mengambil tasku. Aku ingin pulang cepat saja. Namun, sepertinya rencanaku gagal lagi karena tiba-tiba sebuah tangan putih porselen memelukku dari belakang. Hangat, begitu hangat, bagaikan udara musim semi ini.
'Bukan, ini bukan tangan aniki.' Batinku sedikit terkejut. Kuberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Dan…
"Jangan menangis." Ujar orang itu. Tunggu dulu, kulit putih, rambut pantat ayam? Eh?! Orang ini adalah ketua kelas 1-A,
"Uchiha…Sasuke?" aku tak percaya. Bukankah gosipnya, Uchiha Sasuke adalah seorang lelaki pendiam dan tak peduli akan sekitarnya.
"Apa kau percaya…akan cinta pada pandangan pertama?" Tanya si Uchiha itu dan otomatis membuatku terkejut setengah hidup.
_TBC_
Author's Note : Maaf, saya belum melanjutkan fict lain malah membuat fict baru. Mau bagaimana lagi. Tiba-tiab saja terpikirkan saat lagi berduaan ama 'someone'.
