Cast : Yunjaeyoosumin n other

Pairing : YunJae, Yoosu , Jaejoong x Caroline

Rate : PG

Genre : Yaoi, Romance, Hurt

Author : Andrea

Enjoy Reading…. 3

Part I…

#Yunho PoV#

….

Semua berawal saat aku masih anak-anak. Banyak hal yang ku lakukan dan itu tak sesuai dengan apa yang diharapakan kedua orangtua, terlebih ayah. Sampai saat ini aku tak mau menyebutnnya dengan panggilan ayah. Secara biologis memang seperti itu, tapi apa yang aku alami, hal buruk yang menimpahku selama dua tahun tak lepas dari apa yang dia lakukan. Aku lahir dan menjalani masa kecilku dalam keluarga yang pada awalnya adalah keluarga bahagia, menyenangkan dan impian setiap orang. Kenyataan jauh berbeda ketika aku menanjak tahun akhir di sekolah dasar. Ayah dan ibu jadi sering bertengkar, ayah sering memukuli ibu di depan mataku dan adik perempuanku. Alasannya karena ibu tak mampu mengajariku menjadi anak kecil yang baik. Memang aku mengakui saat itu rasa penasaran dan ingin tahu sangat tinggi tentang hal-hal baru yang kutemui merubahku dari anak lelaki pendiam, menjadi anak nakal.

Di sekolah aku sering menjahili teman sekelas, menggoda gadis-gadis di sana. Tentu saja mereka tak pernah menyukai perbuatanku itu, mereka menyebutku pengganggu. Tapi sungguh bukan itu maksudku, aku hanya ingin memiliki banyak teman, mungkin mencari perhatian lewat kenakalan yang kutunjukkan. Ada seorang guru yang cukup perhatian padaku, dia sering menjadi pembelah saat aku dihakimi oleh guru yang lain. Saat usiaku 10 tahun, kelakuan ayah makin tak terkendali, usahanya bangkrut karena dililit hutang yang menumpuk. Aku tak heran mengapa usaha yang sudah dijalankan bertahun-tahun jadi seperti itu, ayah menggunakan uangnya untuk berjudi dan bermain perempuan. Ibuku sungguh kasihan, setiap hari menunggu dan saat ayah pulang pertengkaran dimulai. Kesalahan yang sebenarnya terletak pada ayah berpindah begitu saja pada ibu. Pertengkaran yang awalnya hanya aduh mulut dengan cepat berubah menjadi perang tangan. Mata kecilku bisa menangkap setiap gerakan kasar yang ayah layangkan di tubuh ibu, juga kata-kata makian yang sebelumnya tak pernah aku dengar meluncur begitu saja dari bibirnya. Aku tak tahu ada apa dengan keluarga ini, tak ada lagi kenyamanan di rumahku sendiri.

Suatu hari dimusim dingin aku bertemu dengan anak lelaki seumuran denganku. Dari dia aku mulai mencoba menghisap rokok, dia menawariku saat itu. Aku yang terlalu sesak dengan keadaan di rumah, tentu saja menerima pemberiannya dengan senang hati. Rasanya semua pikiran hilang begitu saja. Dia bernama Park Yoochun, kehidupannya sama saja denganku. Orangtuanya sudah bercerai beberapa bulan sebelum kami bertemu, penyebabnya sama saja dengan yang terjadi dengan orangtuaku. Kami sangat cocok, anak-anak yang tak betah dengan kehidupan dalam keluarganya. Yoochun mengidap penyakit asma, tapi itu tak membuatnya untuk menghindari rokok. Dengan cepat pertemanan kami semakin dalam, aku sangat senang saat sekolah dimulai dan dia jadi siswa baru di sekolahku. Setiap hari kami berjalan bersama, entah di sekolah atau di luar. Kami menghabiskan waktu bersama, dia juga mengenalkan aku dengan teman-temannya di sebuah bar kecil di pinggir kota Seoul. Aku tak menyagkah pergaulannya seluas ini. Bayangkan saja anak usia 10 tahun sudah bekerja di sebuah bar. Kenakalan seperti yang aku lakukan sendiri kini berganti berdua dengannya. Dia pandai menggoda gadis-gadis di sekolah, walau masih kecil dan tak punya pengalaman berkencan, siswi senior di sekolah begitu menyukainya.

Satu hal yang kami lakukan kemudian, dan mungkin yang mengubah segalanya dalam hidup kami. Berdali karena keisengan anak-anak, kami menaruh lem di dalam gelas jus milik anak lelaki saingan kami di sekolah. Dari jauh kami melihatnya meneguk jus dengan campuran lem itu, tak sampai beberapa menit setelah menelannya, anak itu rubuh ke lantai. Kepanikan melanda isi cafetari, beberapa guru dan anak-anak mengerubungi tubuh yang tergeletak di lantai itu. Kami tersadar ini bukan sebuah lelucon yang biasa kami mainkan, ini hal serius. Dua hari setelah anak itu dirawat di rumah sakit, aku dan Yoochun menghadapi sesuatu yang tak pernah kami bayangkan. Sebuah panti rehabilitasi di Busan, kami diberi hukuman menjalani hidup selama dua tahun di sana. Tak ada pembelaan dari orangtuaku, ayah seakan menyetujui jika aku memang harus di sana. Merubah segala kelakuan burukku, jika aku boleh berkata, seharusnya ayah juga berada dip anti rehabilitasi untuk merubah perilaku buruk ayah yang berlebihan.

Tempat yang kedengarannya tak semengerikan penjara bagi orang dewasa, tapi kenyataannya sama saja. Mungkin ini balasan dari setiap hal yang kami sebut keisengan anak-anak. Disana perlakuan teramat buruk menjadi makanan setiap hari. Aku mulai sadar, semua memang salah. Tak ada yang benar dengan apa yang kami lakukan. Ketika orangtua kami bergantian datang setiap minggu, mulut kami seperti terkunci untuk mengungkapkan apa saja yang kami alami. Perlakuan yang sangat tidak menyenangkan. Setiap malam kami di bawah ke ruang bawah tanah. Saat itu beberapa opsir panti juga ada di sana, menunggu kedatangan kami bagaikan menunggu tumpukan uang atau makan least mereka. Saat itu bahkan aku tak tahu apa itu seks? Apa itu oral dan sebagainya. Sangat memalukan jika harus mengatakan kami diperkosa setiap malamnya. Bayangkan kami yang baru berusia 10 tahun, mendapat perlakuan menyimpang seperti itu. Aku ingat bagaimana opsir itu menjambak rambutku, mendorong kepalaku agar menyentuh sesuatu yang menjijikan di bagian tubuhnya. JIka melawan, ganjaran yang lebih tak manusiawi akan aku terima. Setiap malam aku seperti memuaskan nafsu seksnya. Rasanya ingin mengakhiri hidup lebih baik. Di panti itu aku dan Yoochun bertemu dengan dua anak lelaki lagi, Kim Junsu dan Shim Changmin. Mereka mendapat perlakuan yang sama seperti kami dan mungkin lebih parah. Aku bisa mendegar dari balik dinding kamarku suara Junsu yang sedang menangis, aku tahu dia pasti baru saja menjalani hukumannya. Hukuman yang sangat memalukan. Dua tahun yang mengubah segalanya dalam hidupku juga sahabatku. Sikap, perlakuan, jiwa kami ikut berubah.

Lampu disko yang remang-remang membuat suasana di klab ini semakin hidup saja. Orang-orang yang berdesakan, berdiri, berjalan, meliuk-liukkan tubuh mereka di dance floor menambah seruh tempat ini. Entah sudah berapa botol yang aku habiskan. Tidak bisa diingat lagi. Kepalaku juga semakin pusing, mataku menjelajah – memandangi setiap pasangan yang membagi kemesraan mereka pada orang lain, dan saling mengaduh keintiman mereka dengan pasangan di sekitar. Pandangan ku tertuju pada sepasang di sudut konter bar. Mereka adalah Yoochun dan Junsu. Sudah 5 tahun ini hubungan yang awalnya adalah persahabatan berubah menjadi percintaan. Aku tak heran, mungkin ini perubahan besar yang berawal dari panti itu. Semua yang mereka lakukan mengubah segalanya dalam hidup kami. Kulihat mereka begitu menikmati setiap cumbuan masing-masing, jujur membuatku agak irih. Hanya aku dan Changmin yang tak mempunyai pasangan, aku juga tak tahu kalau Changmin memang benar saat dia bilang sedang sendiri. Mungkin saja dia punya banyak kekasih yang tak kami tahu. Dia menjadi lebih tertutup soal cinta. Sekarang kami sudah menjadi pria dewasa, tampan punya banyak uang dan segalanya. Kami mendapatkannya bukan seperti kebanyakan orang yang bekerja, kami mendapatkannya dengan membunuh. Pelanggan kami yang kaya raya tentu banyak saingan bisnis, mereka menggunakan kami untuk melenyapkan setiap saingan yang mereka anggap berbahaya. Hasilnya, uang melimpah jadi imbalan. Dari hasil itu, kami memiliki rumah juga mobil masing-masing. Tapi Yoochun dan Junsu lebih memilih tinggal bersama, mereka memang seperti pasangan menikah. Suatu hari nanti aku juga ingin hidup bersama dengan seseorang yang aku cintai, dan mungkin saja meninggalkan semua kejahatan yang aku lakukan ini. Aku akan benar-benar mencintainya sepenuh hati karena dia sudah membuatku berubah.

Mataku kembali berputar-putar mengintari setiap sudut klab, dan pada putaran yang entah keberapa, mataku terhenti di sana. Pada sosok seorang pria yang duduk berdua dengan pria lain. Wajahnya bagaikan malaikat, begitu sempurna. Mata kecilku bisa melihat berbagai gerakan dari wajah itu. Sesekali dia menjilati bibir bawahnya, lalu menekuk bibirnya, kemudian tarikan terjadi di ujung bibir yang dapat kulihat berwarna kemerahan. Diam-diam aku menelan ludahku sendiri, pemandangan di depan sana menggelitik sesuatu dalam hatiku. Mungkin aku sama seperti Yoochun dan Junsu. Aku tahu siapa pria itu, dia seorang model terkenal. Aku tak menyangkah dia bisa ke tempat ini, klab yang bisa dikatakan liar seperti ini. Lihat saja dengan kerumunan di sudut lainnya, para wanita dengan berbagai usia sedang menyoraki beberapa pria yang sedang menari erotis, memamerkan keseksian tubuh atletis mereka, dan di panggung lain, penari striptis wanita juga melukan hal yang sama. Meliuk-liukan tubuh yang nyaris polos untuk memanjakan mata pria-pria ber-uang di depan mereka. Aku tak menduga model itu nyaman di tempat ini, atau memang dia juga mencintai kehidupan malam yang menggairahkan seperti ini? Entahlah. Yang aku rasakan sekarang hanyalah keterpakuan dan bagaimana terpanahnya aku menatap sosok sempurna itu. Aku menyukainya, dan ingin memiliknya. Apa itu mungkin bagiku?

#Author PoV#

Rencana sudah disusun rapi oleh keempat sahabat itu. Dua hari yang lalu salah satu dari sekian bos mereka, memerintahkan mereka untuk melenyapkan seorang pria tua yang menganggu bisnisnya. Mereka setuju, ini akan menghasilakan banyak uang jika pria tua itu berhasil mereka singkirkan. Selama bertahun-tahun tak ada satu rencanapun yang gagal, tak ada juga yang berhasil diungkapkan. Mereka selalu lolos dari penyelidikan polisi, tak ada yang tahu siapa mereka. Sudah 10 tahun keempat pria itu hidup dengan dua nama. Saat bekerja, nama samaran adalah hal mutlak agar terhindar dari masalah, nama asli dipakai untuk kehidupan normal. Bahkan para bos yang menyewah mereka tak tahu dengan nama sebenarnya milik mereka, wajahpun tak pernah melihat. Mereka hanya berhubungan lewat telepon dan untuk pembayaran diatur sedemikian rupa. Apa yang mereka lakukan memang sangat rapi, dan pekerjaan saat ini juga sudah tersusun rapi. Mereka ingin kesuksesan yang seperti lalu.

Jung Yunho atau U-know, seperti pemimpin dari kelompok mereka. Pria tampan ini memang lebih tua dari sahabatnya yang lain. Mata musangnya yang tajam mampu membuat setiap orang yang melihatnya tak berdaya. Tubuh seksinya yang sempurna nyaris membuat semua mata wanita tak mau beranjak memandanginya, tapi tak ada satupun wanita yang pernah menaklukkan hatinya. Sejak pertama kali melihat model itu, baik pikiran maupun hatinya seperti tertuju hanya pada orang itu. Dia begitu terobsesi pada model itu. Mungkin karena itu Yunho tak perduli dengan wanita-wanita yang menggilainya.

Park Yoochun – Micky, seorang cassanova dengan senyuman mematikan. Itulah yang membuatnya begitu terkenal di klab. Pria malam yang mampuh mendapatkan gadis manapun yang diinginkannya, tapi senyuman mematikkan miliknya itu jadi tak berarti lagi ketika menatap kekasihnya. Yang ada hanya dirinya yang terbunuh. Yoochun tak pernah lagi menemui orangtua dan adik laki-lakinya semenjak dia keluar dari panti rehabilitasi. Perceraian kedua orangtua membuat hidupnya semakin kacau dan tak ingin kembali lagi. Dia punya banyak mimpi, satu di antaranya adalah menikahi kekasih yang sudah 5 tahun hidup bersama dengannya.

Kim Junsu – Xiah. Banyak yang menyebutnya manis, dia memang memiliki wajah yang manis seperti perempuan. Saat dia tersenyum, wajahnya jadi terlihat sangat lucu dan menggemaskan siapa saja. Ciri khasnya adalah suara, jika dia tertawa terdengar seperti suara lumba-lumba. Sebenarnya pria tampan ini tak perlu melakukan kejahatan hanya untuk mendapatkan uang, dia terlahir dari keluarga berada. Ayahnya pemilik restoran pizza yang terkenal di Seoul. Apa yang dia lakukan adalah perubahan mental dari apa yang dia alami di tempat mengerikan itu.

Shim Changmin – Max. Pria berbadan tinggi dan paling mudah di antara keempatnya. Garis wajahnya sangat tenang, terlihat begitu polos. Jika ditanya antara gadis dan makanan, maka pilihannya akan jatuh pada makanan. Pria ini sangat menyukai makanan, tapi tubuhnya tetap seksi. Saat tersenyum atau memandangi lawan bicaranya, dia begitu santai dan mampu membuat seseorang di depannya betah berlama-lama.

Kepribadian, senyuman manis mereka, dan wajah polos memang menyamarkan pandangan orang-orang dalam menilai siapa mereka sebenarnya. Pada kenyataannya, mereka adalah orang yang kejam, membunuh karena uang dan mungkin juga pelampiasan dengan siksaan yang mereka alami dulu. Tak ada belas kasihan, walaupun korban mereka sudah mengemis, berlutut dengan wajah ke tanah, tak ada satupun dari hati mereka yang ibah. Setiap kali melakukan pekerjaan, wajah-wajah opsir di panti itu berkelebatan di otak mereka. Dan itu membuat mereka tak akan mengampuni korbannya walaupun sebenarnya korban itu tak pernah melakukan kesalahan pada mereka. Bukankah mereka juga sama? Saat masuk ke dalam penjara anak-anak itu, mereka juga tak melakukan kesalah pada opsir-opsir di sana, tapi apa yang mereka alami sunggu mengerikan. Apapun yang terjadi, mereka tetap anak-anak dan tak pantas mendapat kekerasan yang sedemikian kejih.

Waktu yang sudah di tetapkan untuk melancarkan aksi kami. Tak butuh banyak waktu karena kami sudah mengintai setiap pergerakkan korban kami sejak beberapa hari lalu. Jam 10 saat korban itu pulang ke apartmennya, kami sudah siap menunggu di parkiran apartmen. Tak ada yang tahu kami di sana, atau lebih tepatnya tak ada sesuatu yang patut dicurigai. Seperti biasanya kami bekerja dengan sangat professional, teliti dalam segala hal.

Tak berapa lama, mobil sasaran kami terlihat memasuki areah basement, semua berjalan lancer dan sangat menguntungkan. Mobil itu berhenti tepat di tengah-tengah mobilku dan mobil Yoochun. Pekerjaan kami jadi terlihat sangat mudah, sepertinya orang di dalam mobil itu ingin menyerahkan nyawanya dengan suka relah pada kami. Dan saat pintu kemudi terbuka, bagaikan kilat, aku dan Yoochun ikut masuk ke dalam. Seorang pria yang tadi hendak keluar dari mobilnya tertahan dan tak jadi keluar, Yoochun mengapit tubuhnya. Sementara aku duduk di kursi penumpang. Aku duduk menatap wajah pria tua itu, dengan wajah tajut-takut pria itu bergantian memandangi aku dan Yoochun.

"Si.. siapa kalian?"

Suara pria tua itu bergetar, mengisyaratkan betapa terjekejut sekaligus takutnya dia padaku dan Yoochun. Tak ada satupun yang bisa tenang menghadapi situasi seperti ini. Aku ttak menyahut dengan kata-kata, hanya sebuah senyuman terulas di ujung bibirku yang menjadi jawabannya. Senyuman yang aku yakini begitu mengerikan bagi pria itu.

"Apa yang kalian inginkan dariku?" Tanya pria tua itu lagi.

Pertanyaan apapun yang dia katakan tak ada gunanya bagi aku dan Yoochun. Mendengar pertanyaan pria yang diapitnya, senyuman Yoochun ikut terulas kemudian dengan santai mengeluarkan sebuah pisau kecil dari saku celananya. Yoochun mengusap pisau tajam itu menggunakan dua jarinya. Seperti memamerkan betapa tajamnya pisau ini jika menancap di tubuh. Keringat dingin semakin mengucur dari pori-pori pria tua itu. Sekali lagi tak ada belas kasihan. No Mercy.. ! Tua, mudah, pria, wanita diperlakukan sama. Kami sudah 3 kali mendapat pekerjaan dengan korban seorang wanita.

"Kalian ingin uang? Aku.. Aku akan berikan semuanya.. Tapi tolong lepaskan aku"

Melepaskan sama saja dengan menyerahkan diri pada polisi. Itulah sebabnya kami tak membiarkan satupun dari korban itu hidup. Sebisa mungkin bukti harus disingkirkan jika ingin bebas menghirup udara dengan normal layaknya orang kebanyakan.

Tanpa pria tua itu sadari, sebuah pistol sudah melekat di pingganya. Dia melihat dengan takut-takut ke sebelahnya – padaku yang memegang pistol itu.

"Ada salam dari tuan Song"

Tanpa banyak basa-basi lagi, aku semakin menekan pistol itu di pinggangnya. Kemudian menarik pelatuknya. Dua peluru bersarang tepat di sana. Yoochun juga mengarahkan pisau kecilnya ke leher pria itu, menyayat leher itu bagaikan menyayat sekerat daging yang akan di panggang. Darah bercucuran dari bagian leher, serta meresap di kemeja putih milik pria itu. Kami melakukannya dengan cepat, tanpa jeritan suara minta tolong dari pria itu. Tak ada yang tahu apa yang terjadi, basemen tempat yang sepi. Cipratan darah yang keluar dari leher tadi, sedikit mengotori bagian pipi Yoochun. Dia mengambil beberapa helai tissue dari atas dashboard dan mengusapkan ke bagian yang terkena darah itu. Tak puas hanya dengan beberapa sayatan di leher, Yoochun kembali menancapkan pisaunya di bagian dada dan perut pria yang sudah tak bernyawa itu. Dia jadi terlihat seperti kesetanan, entah apa yang dipikirannya. Mungkin wajah opsir-opsir yang melecehkan kami dulu, memenuhi otaknya sekarang.

"Perfect" ucapku setelah benar-benar selesai.

Pekerjaan sudah selesai dilaksanakan. Dengan cepat aku dan Yoochun kembali ke mobil kami yang sudah ditunggui masing-masing oleh Changmin dan Junsu. Situasi di luar sangat aman dan melegahkan. Berkali-kali aku membuang napas. Apa yang kami lakukan akan sama seperti yang sudah kami lakukan sebelumnya, tak ada bukti yang memberatkan kami berempat ketika orang-orang mulai menyadari kematian pria itu, dan polisi mulai mengusut kasus ini. Sebentar lagi bayaran yang melimpah akan segera kami dapatkan.

"Kajja…"

Changmin langsung menurut dan menjalankan mobilku. Perlahan mobil yang membawa aku dan Changmin sudah membawah kami keluar basement dan terakhir menjauh dari gedung apartmen bertingkat-tingkat itu. Pekerjaan yang menantang tapi juga mengasyikan. Saat kau berhasil membunuh korban-korban itu, ada sesuatu perasaan yang sulit diartikan dalam hati. Entah jika orang tahu akan menyebut kami apa, yang pasti apa yang aku dan ketiga sahabatku jalani adalah balasan dari apa yang sudah kami alami. Saat itu tak ada ampun untuk kami, opsir-opsir itu dengan wajah bak iblis mengoyak harga diriku. Dan sekarang kami membalasnya, walaupun bukan pada orang yang tepat. Ini suatu pelampiasan.

"Semuanya baik?"

Changmin mulai berbicara saat sebelumnya hanya diam dengan konsentrasi pada kemudinya. Dia melihat sebentar padaku lalu kembali memandangi jalan di depan. Aku menganggukan kepala beberapa kali. Semuanya baik, bahkan sangat baik. Tak ada kesalahan yang sudah aku dan Yoochun lakukan tadi. "Aku tak menyangka kita melakukannya dengan sangat mudah tadi" ucapku pula, sebuah senyum kemenangan terulas dari bibirku.

"Bukankah kita professional?" Changmin balik bertanya diiringi senyuman percaya diri. Memang professional mengingat tak pernah sekalipun pekerjaan kami berurusan dengan petugas berwajib. Bukannya kami terlalu membanggakan diri. Tapi selama ini kami selalu lolos dan punya banyak waktu untuk menikmati hasil dari apa yang kami lakukan. Bersenang-senang, minum di klab, bahkan bepergian ke luar negeri. Merasakan kenyaman berada di tempat lain, melupakan persoalan kelam yang selalu menghantui pikiran kami.

Aku mengambil sebungkus rokok dari atas dashboard, kemudian menarik sebatang dan membakar ujung benda yang terselip di bibirku. Hisapan pertama setelah melakukan pekerjaan, rasanya begitu nikmat. Bongkahan asap yang memenuhi mulutku, separuhnya ku hirup sampai ke hidung dan mengeluarkannya dari sana. Sisanya menjadi kumpulan-kumpulan berbentuk O yang menyembur dari mulutku.

" Sangat professional" sahutku, penuh penekanan dan percaya diri. " Kau sudah memikirkan liburan kali ini?" Aku balik bertanya sambil melakukan hisapan kedua pada rokok yang tersimpan di bbirku.

"Ngomong-ngomong, aku punya teman gadis yang ingin kukenalkan padamu hyung. Dia bisa kau ajak liburan bersama kita" Changmin mulai menawariku gadis lagi. Sudah beberapa kali dia melakukan ini, dan semuanya tak mengena di hatiku.

"Gadis? Kau lupa aku tak menyukai gadis?"kataku, langsung tak perlu basa-basi lagi. Changmin selalu saja begitu, tak perduli walau aku menolak gadis-gadis yang dia kenalakan.

"Dia sangat cantik, aku yakin hyung akan tertarik dengannya. Kali ini saja, kalau dia tak mampu membuatmu tertarik, aku akan berhenti mengenalkan gadis padamu hyung"

"Okay" Aku akhirnya mengangguk pertanda setuju. Sebenarnya aku sangat tak tertarik. Hanya saja menuruti permintaan Changmin. Entah apa yang sudah membuatku tak menyukai perempuan, bukankah perempuan adalah sosok yang menarik dan begitu menggoda? Sejak melihat model itu, jujur saja aku merasakan dadaku berdebar tak biasanya. Model itu sudah menarik perhatianku lewat senyumannya yang secara tak langsung kunikmati.

#Author PoV#

Di luar butiran-butiran putih itu masih saja turun. Menyelimuti apa saja yang di hinggapinya. Seorang pria tampan terpaku menatap keluar dari balik kaca jendela sebuah apartmen mewah di Seoul. Dari dalam udara dingin begitu terasa, tak bisa dibayangkan jika berada di luar sana. Bagaimana jika dirinya menjadi salah satu dari bendah yang tertutupi salju, sudah pasti seperti ribuan jarum yang menusuk tubuh. Tapi pria ini selalu menyukai saat salju turun, butirannya yang putih dan indah seperti membuat mata ingin terus memandanginya. Saat musim salju juga dia bertemu pertama kali dengan seorang gadis, sosok yang menarik perhatiannya saat itu. Masih jelas teringat, gadis itu begitu manis saat tersenyum. Itu senyum yang sudah membuat hatinya mengarah padanya.

"Jaejoong – ah.. Apa yang kau lihat?" sebuah suara yang mengalihkan pandangan pria bernama Kim Jaejoong dari butiran salju di luar kaca jendela. Dia segera membalikan posisi tubuhnya, berhadapan dengan wajah cantik gadis yang berduara tadi.

Caroline Lee. Gadis berdarah Korea – Perancis. Designer mudah yang mengontrak Jaejoong untuk koleksinya musim ini. Mereka sudah bekerja sama beberapa kali, dan Jaejoong selalu merasa nyaman bekerja sama dengan gadis cantik ini. Selain cantik, Caroline juga sangat baik dan perhatian padanya. Ini bukan sekedar rasa percaya dirinya yang tinggi. Mereka pernah beberapa kali makan malam bersama. Semakin lama hubungan mereka semakin dekat, tapi Jaejoong tak tahu harus menyebut kedekatan mereka seperti apa. Mungkin saja masih ragu dengan hubungan mereka sebenarnya.

"kau kedinginan? Pemanas ruangannya tak berfungi dengan baik"

Caroline memang selalu perhatian seperti ini padanya. Jaejoong hanya menganggukkan kepala. Gadis itu berlalu dengan cepat meraih sebuah selimut dari atas ranjang dan menutupi tubuh Jaejoong. Tak mau hanya dirinya yang menikmati kehangatan dari selimut tebal itu, Jaejoong menarik tangan Caroline kemudian menyandarkan tubuh gadis itu di depan tubuhnya. Jaejoong mendekap Caroline dari belakang, selimut tadi dia dekatkan juga menutupi tubuh mereka. Mendapat perlakuan seperti itu, Caroline tentu saja sangat bahagia, tapi rasanya ini bukan tempat yang tepat. Mereka berada di sini karena pekerjaan. Caroline menolehkan kepalanya ke belakang memandangi wajah sempurna pria yang mendekapnya sekarang..

" Yah, mereka akan melihat kita. Kau mau muncul berita tentang seorang model dan designer?"

Jaejoong hanya tersenyum menanggapi perkataan Caroline, kemudian menggelengkan kepalanya tak setuju dengan apa yang di katakana gadis ini.

" Mereka ada di bawah, disini hanya ada kita berdua dan dua orang pekerjamu" katanya setengah berbisik. Kenyataannya memang seperti itu. Ruangan apartmen ini memiliki dua lantai. Di bawah sana para kru berada, dan di tempat mereka saat ini hanya ada mereka dan dua orang yang lain. Di ruangan ini koleksi-koleksi musim dingin yang nantinya akan dipakai Jaejoong untuk pemotretan disimpan. Caroline tak berkata lagi,sepertinya dia menyerah. Perlahan setelah membuang keraguannya tadi, gadis ini menyentuh kedua lengan Jaejoong yang terlilit di depan dadanya. Saat-saat seperti adalah yang paling bahagian dalam hidup mereka, Jaejoong selalu memimpikan jika selamanya bisa berpelukan dengan Caroline.

Kim Jaejoong. Pria dengan wajah sempurna perpaduan antara ketampan seorang lelaki, juga kecantikan dari seorang perempuan. Kedua matanya seperti danau yang dalam, mampu menenggelamkan siapa saja yang melihatnya. Hidungnya terbentuk begitu indah, setiap pahatan tercipta tanpa cacat. Begitu juga dengan bibir merah penuh miliknya. Saat bibir itu tertarik membantuk sebuah senyuman, tak ada yang mampu menampik pesona yang tersajikan. Bertubuh proporsional dengan otot-otot halus yang mempertegas keseksiannya, semua itu dibaluti dengan kulit putih mulus bagaikan salju. Dia menjadi idola yang begitu dieluh-eluhkan dan dicintai banyak orang di Korea. Pesonanya sebagai model tampan tak berhenti hanya di Korea saja. Dia sudah beberapa kali bekerjasama dengan designer ternama dunia. Semua yang pernah memakai jasanya jelas puas, dia sangat professional dalam pekerjaan, juga wajah tampannya menjadi daya tarik bagi siapa saja yang bekerjasama dengannya. Tak akan pernah ada habisnya jika membahas tentang model yang satu ini.

Salah satu yang selalu ingin diketahui para pemburu berita adalah kehidupan asmaranya yang selama ini tertutup rapat. Beberapa kali diberitakan memiliki hubungan istimewa dengan model-model cantik di Jepang, semua itu hanya gossip. Kim Jaejoong sebenarnya memiliki kehidupan keluarga yang cukup pelik. Dia lahir dan dibesarkan oleh dua keluarga berbeda. Namun itu bukan masalah baginya, bukan sesuatu yang membuat dia berhenti meraih mimpi. Siapa saja tentu merasakan kesedihan yang tak bisa dijelaskan saat mengetahui, keluarga yang bertahun-tahun bersamamu, ternyata bukanlah keluarga biologis. Kedewasaan menjadikannya berpikir lebih luas, dia memiliki dua keluarga yang sama-sama menyayangi dirinya. Itulah sebabnya dia mengatakan memiliki empat orangtua.

" Cokelat hangat"

Caroline menyimpan segelas berisi cokelat hangat di meja di depan Jaejoong duduk. Pemotretan sudah selesai setengah jam lalu. Sekarang ada sedikit waktu untuk bersantai. Jaejoong tersenyum pada Caroline kemudian mengambil gelas itu dan perlahan meneguknya. Uap panas dari cokelat itu begitu terasa di tenggorokkannya. Tubuhnya tak lagi sedingin tadi, perlahan rasa hangat mulai mejalar seiring dengan cokelat itu yang terus masuk.

"Aku akan mengantarmu pulang" kata Jaejoong. Dia menyimpan kembali gelas yang isinya sudah hampir habis di atas meja.

"Ania, aku pulang bersama mereka saja"

"Jaejoong, besok orangtuaku datang dari Perancis. Mereka ingin sekali bertemu denganmu"

"Eh?" Jaejoong tampak terkejut. Dia membenarkan posisi duduknya lebih dekat dengan Caroline.

"Aku menceritakan tentang teman modelku pada mereka" kata Caroline, menjelaskan maksud ucapannya tadi, lagi-lagi senyuman yang membuat dada Jaejoong berdebar terulas sempurna di bibir gadis ini.

"Kalau kau ada waktu, kita makan malam di rumah"

Tentu saja Jaejoong selalu ada waktu untuk Caroline. Sepadat apapun jadwal pekerjaannya, dia selalu menyempatkan waktu menemui gadis ini. Caroline begitu berarti dalam hidupnya. Mungkin keraguannya dulu tentang cinta pada pandangan pertama salah. Kali ini perasaannya pada Caroline begitu besar, dan apakah ini benar-benar cinta?

"Ne, aku pasti datang"

Suasana di basement apartmen agak lain, tak seperti beberapa jam lalu saat mereka datang. Banyak sekali polisi juga wartawan di sana. Sesuatu yang serius pasti sudah terjadi. Kim Jaejoong perlahan mendekati areah yang dikerumuni orang itu. Dia melihat managernya juga berada di sana, melihat apa yang terjadi di depan. Jaejoong segera mendekati managernya, menyetuhkkan tanganya di pundak pria yang seumuran dengannya itu.

"Apa yang terjadi?" tanyanya. Choi Siwon, manager sekaligus sahabatnya tersentak kaget mendapati Jaejoong di sampingnya. Dia mengelus dadanya pelan.

"Apa yang terjadi?" Jaejoong mengulangi pertanyaannya tadi. Dia mengangkat kedua alisnya, sangat penasaran dengan sesuatu yang menghebohkan di depan sana.

"Seorang pria ditemukan tewas di dalam mobil"

"Mwo?" Jaejoong mengangahkan mulut mungil serta membelalakkan mata besarnya. Tampak kaget sekaligus tak percaya dengan perkataan Siwon. Bagaimana bisa pembunuhan terjadi di basement apartmen mewah seperti ini? Pikirannya mulai berputar-putar, ini adalah tempat di mana dia melakukan pemotretan tadi dan pemotretan berikutnya. Perasaan takut sedikit meyerangnya. Bagaimana pun tempat ini tak senyaman dan terlindungi dari yang dia pikirkan. Dari tempatnya berdiri, mata besarnya bisa melihat police line yang terbentang membatasi areh itu dari areah parkir yang lain. Sungguh mengerikan mendapati seseorang tewas di tempat kau melakukan pekerjaan.

"Aku tak mengerti mengapa penjahat bisa leluasa melakukan aksi mereka di tempat seperti itu. Bukankah itu apartmen dengan proteksi yang ketat? Privasi benar-benar terjaga. Tapi… kenyataannya…" Jaejoong tak meneruskan lagi kata-katanya. Dia tak habis pikir dengan peristiwa yang terjadi. Dia menyandarkan kepalanya menopang pada kaca jendela mobilnya. Siwon melirik sekilas ke arahnya, pandangannya kembali lagi menelusuri jalanan kota Seoul yang tak pernah sepi.

"Untuk penjahat professional, proteksi ketat tak berpengaruh" Komentar Siwon. Dia tahu karena sering menonton film-film yang berkisah seperti kasus tadi. " Semuanya sudah diatur sangat rapi" tambah pula. Benar-benar mengikuti apa yang dia lihat di film-film itu.

Jaejoong berdecak, merasa kesal sendiri dengan siapa saja yang sudah melakukan hal kejam seperti itu. "penjahat itu tak punya perasaan"

"Mungkin saja dendam lama yang terbalaskan" Siwon kembali berkomentar.

"Dendam dan apapun itu, tak menjadikan alasan seseorang menghabisi nyawa orang lain"

Mereka jadi seperti sedang berdebat. Memperdebatkan hal yang tak ada sangkut pautnya dengan mereka. Jaejoong hanya merasa kasihan dengan orang yang sempat dilihatnya tadi, seorang pria tua dengan banyak darah di tubuhnya. Siapapun orang yang sudah melakukan itu, dia tak punya hati untuk melihat korbannya.

"Bagaimana Caroline?" Tanya Siwon. Sebenarnya tak menyambung dengan perdebatan kecil mereka barusan. Pria tampan ini hanya ingin mengubah situasi yang terasa aneh sejak keluar basemant tadi. Dia melirik lagi pada Jaejoong. Mudah saja membuat Jaejoong mengubah raut kesal menjadi raut bahagia. Nama Caroline satu-satunya cara.

"Orangtuanya ingin bertemu denganku" Jaejoong cepat merespon pertanyaan Siwon. Tebakan managernya itu memang tak pernah meleset. Jaejoong akan cepat bereaksi jika menyangkut seorang Caroline.

"Mwo? Kalian ingin membicarakan pernikahan?"

"Ania, hanya pertemuan biasa"

"Benarkah? Yang aku tahu jika seorang gadis mengenalkan seorang laki-laki pada orangtuanya, bukankah itu pertanda bahwa dia ingin sesuatu yang lebih serius?" komentar Siwon. Pria tampan ini melirik sambil tersenyum menggodai Jaejoong

Jaejoong agak membenarkan perkataan Siwon. Jika memang akan seperti itu, dia tak akan berkipir dua kali untuk membangun sebuah komitmen dengan Caroline. Semoga saja seperti itu.

"Oh. Siwon, aku akan melihat rumah setelah menyelesaikan pemotretan"

Jaejoong tiba-tiba teringat dengan sebuah rumah yang dibelinya beberapa minggu yang lalu. Dia sangat tertarik dengan rumah itu, sebuah tempat tinggal yang dikelilingi banyak pepohonan. Tempat sangat sangat tenang, dia bisa merasakan kenyamanan berada di sana.

"Sebenarnya aku tak percaya kau benar akan membeli rumah itu. Jika kau ingin, di sini banyak. Kau tak perlu mencari tempat sepi seperti itu"

"Ani, aku suka suasana yang seperti di sana. Kau tahu kan aku menyukai tempat tinggal yang dikelilingi banyak pohon?"

"Di sana sangat sepi" Siwon menyelah lagi. Jaejoong jadi tak mengerti mengapa manager yang juga sahabatnya ini tak menyukai keputusannya membeli rumah itu. Itu bukan sekedar tempat yang bisa dijadikannya berlindung, rumah itu adalah rumah masa depan Jaejoong. Kelak saat dia bukan lagi Kim Jaejoong seorang model terkenal, rumah itu akan menemaninya. Tentu saja dengan Caroline sesuai apa yang dia mimpikan.

"Aku ingin jauh dari kehidupanku yang sekarang. Di sana aku bisa lebih tenang"

Siwon menyerah untuk berdebat lagi dengan Jaejoong. Pria itu memilih melanjutkan lagi konsentrasi menyetirnya. Apartmen Jaejoong memang agak jauh dari apartmen tadi, kira-kira satu jam waktu yang mereka tempuh.

"Di sana aku akan membangun sebuah keluarga"

Jaejoong meneruskan perkataannya tadi. Sebuah keluarga kecil, Caroline dan anak-anak mereka nantinya. Tampaknya Jaejoong terlalu jauh memikirkan masa depannya. Tak ada yang tahu apa yang terjadi besok, bahkan satu jam kedepan. Takdir seseorang dikemas bagaikan sebuah paket. Diawali dengan pertemuan manis, cinta bertumbuh dengan sendirinya. Tapi kemudian menjadi pahit karena perpisahan. Hanya kenangan yang bisa menghibur.

Berita tentang pembunuhan semalam sudah tersebar luas. Ini merupakan pekerjaan yang butuh perhatian kusus dari pihak berwajib. Kepolisian distrik Seoul mengusut kasus ini dengan teliti, apa saja yang tertinggal di TKP, sekecil apapun adalah bukti yang dapat mengungkap siapa pelaku pembunuhan itu. Dari beberapa temuan di dalam mobil itu, ada satu yang paling menyakinkan penyidik. Bebepa helai tissue yang sudah terkoyak dengan noda darah terselip di sana. Mereka harus melakukan pemeriksaan terhadap tissue ini.

Tim forensic kepolisian tak mendapati sidik jari di tubuh maupun pakaian yang dikenakan korban itu. Mereka meyakini jika pelaku bukan amatiran. Sangat sempurna menghabisi nyawa seseorang di tempat yang terkenal aman, sebuah apartmen dengan penjagaan 24 jam. Hal itu tak membuat mereka menyerah untuk terus menyelidikinya, tissue yang mereka temukan diserahkan pada bagian forensic. Mungkin saja pada bendah itu ada sedikit angin segar.

Kasus-kasus pembunuhan yang terjadi sebelumnya cukup membuat mereka frustasi. Tak bisa melanjutkan kasus itu dan menutupnya begitu saja. Tak ada yang bisa dijadikan tersangka, dituding terlibat dengan kasus-kasus itu. Kali ini mereka harus bisa mengetahui siapa pelaku dari kasus semalam. Dan mungkin saja ada kaitannya dengan kejadian yang lalu.

#Next day….

Bagaikan mendapat angin segar, apa yang diungkapkan bagian forensic menambah semangat penyidik untuk mengungkap kasus ini. Sidik jari seseorang tertinggal di helai tissue itu. Mungkin pelakunya tak sadar sudah membuang tissue itu di sana, meinggalkan bukti itu. Selanjutnya adalah mencocokkan siapa pemilik sidik jari itu. Beberapa orang yang pernah terlibat dengan kesus serupa, segera dipanggil untuk diinterogasi. Tak ada satupun dari orang-orang itu yang memiliki kecocokan dengan bukti itu. Mereka memutar lagi rekaman cctv di basement itu. Dua orang pemuda terlihat masuk kedalam mobil korban. Mereka jadi tahu jika dua mobil di samping mobil korban adalah mobil pelaku. Bukan satu orang, tapi beberapa orang yang terlibat. Wajah dua pemuda itu tak jelas, mereka mungkin tahu keberadaan cctv sehingga menundukkan kepala saat keluar dari mobil itu. Sesuatu yang bisa menjadi bukti lagi, mobil yang digunakan para pelaku. Baik Nomor, cat dan merek semua di catat untuk ditelusuri. Ternyata tak cukup rapi dalam menghilangkan jejak mereka.

#Next day…

Tak butuh waktu lama untuk menemukan siapa para pembunuh itu. Polisi yang melakukan pengintaian akhirnya mendapatkan foto-foto mereka. Malam ini mereka akan melaksanakan penangkapan sesuai dengan rencana. Tim mereka mengetahui sebuah klab yang biasanya di datangi empat pemuda itu. Polisi memang segaja tak mengekspos gambar-gambar empat tersangka itu ke media, mereka memilih untuk lebih dulu menutupinya, kemudian saat para tersangka itu ditangkap, berita tentang penangkapan dan pengungkapan kasus itu akan di salurkan. Siasat yang bagus untuk menghindari percobaan melarikan diri yang selama ini banyak terjadi saat mereka mengemborkan penangkapan penjahat-penjahat dengan kasus serupa.

Pimpinan tim memerintahkan beberapa polisi untuk melakukan penangkapan ke dalam klab, sementara yang lain berada di luar klab – mengantisipasi hal-hal yang mungkin saja akan terjadi saat mereka coba meloloskan diri. Satu langkah lagi dan mereka akan menikmati hasil dari usaha mereka. Selama beberapa tahun terakhir sedikit kasus pembunuhan yang bisa mereka ungkapkan, selebihnya hanya menjadi catatan tanpa pengungkapan yang jelas. Tak ada bukti yang menguatkan siapa dalang dibalik kasus-kasus yang terjadi. Kasus yang sekarang mereka bongkar saja tak membuktikan berkaitan dengan salah satu kasus yang pernah terjadi sebelumnya.

Mirotic Club Bar….

#Yunho PoV#

Hentakkan musik berirama cepat berpadu dengan kerlap-kerlip lampu disko menambah panas suasana klab saat ini. Orang-orang berdesakan – saling memamerkan kebolehan masing-masing meliukkan tubuh mereka. Aku hanya duduk mengamati semua itu. Sesekali mataku berpendar, mencoba mencari sosok yang kulihat beberapa hari lalu ada di sini. Tapi walaupun mengarahkan mata kesetiap sudut, aku tak menemukannya justru menemukan pemandangan panas di depanku. Pasangan Yoochun dan Junsu, sedari tadi hanya memamerkan kemesraan mereka padaku dan Cahngmin yang duduk sendiri tanpa pasangan.

"Bisakah kalian berdua mencari tempat yang lebih sepi?"

Aku berdecak melihat tingkah Yoochun dan Junsu yang sepertinya sengaja mengumbar kemesraan di depanku dan Changmin. Aku meneguk lagi segelas Martini dengan cepat. Pasangan di depanku tak bergeming, justru semakin mendekatkan tubuh mereka satu sama lain. Saling berbagi ciuman.

" Bilang saja kau irih pada kami berdua" kata Yoochun akhirnya setelah tadi hanya asik membagi kemesraan dengan Junsu. Aku mendecakkan lidahku, kemudian tersenyum kecut pada mereka berdua. Bukan karena marah, tapi aku tahu dia sedang menggodaiku.

"Hyung, kau tak pergi bertemu dengan Hyorin?"

"Changmin – ah. Jangankan untuk bertemu, Yunho sama sekali tak tertarik dengan Hyorin"

"Eh?" Bukankah gadis itu cukup cantik?"

"Dia tertarik pada seorang model.."

Aku yang dari tadi hanya mendengar dan mengamati perkataan mereka, mulai terpancing. Dengan sedikit kesal aku meraih bungkusan Mariyuana dan melemparnya begitu saja ke arah Yoochun . "Yah, kau memang tak bisa dipercaya" kataku. Bungkusan itu tepat mengenai kepala Yoochun. Aku melihatnya tersenyum penuh arti ke arahku. Aku mendecakkan lidah berkali-kali.

"Kau hampir saja merusak kualitas barang ini" sahut Yoochun asal. Tak ada hubungan melempar bungkusan itu dan merusak kualitasnya. Dia menyimpan kembali bungkusan itu di atas meja. Senyum anehnya kembali terarah padaku. Aku tak dapat menyembunyikan senyumanku, perlahan tarikan terjadi pada kedua ujung bibirku. Apa yang Yoochun katakan memang benar, aku menyukai seorang model pria bernama Kim Jeejoong.

"Tunggu… Model yang mana maksudmu?" Aku melirik Changmin, tampaknya dia sangat penasaran dengan model yang diucapkan Yoochun tadi. Aku tak akan membiarkan Yoochun semakim memebeberkannya.

"Aku takut bukan bungkusan lagi yang dia lempar, tapi gelas itu"

"Yunho hyung, setelah aku amati, dia memang sangat menarik"

Aku berdecak lagi mendegar Junsu ikut-ikutan bersuara. Dia dan Yoochun memang tak bisa menjaga rahasia. Ku lihat senyuman aneh mereka masih saja terlukis di wajah mereka. Sedangkan Changmin, dapat kulihat dia makin penasaran. Dia akan tahu dengan sendirinya, dan berhenti mengenalkan aku pada teman-teman gadisnya.

"Tampaknya kalian sedang bersenang-senang…" sebuah suara yang menginterupsi perbincangan ringan kami. Refleks aku membalikkan kepalaku melihat kebelakang ke arah suara tadi. Ada beberapa pria berdiri di sana, dan aku tahu siapa orang-orang ini, polisi. Tapi, ada apa ini? Ketakutan mulai menghinggapiku, aku yakin hal yang sama juga dirasakan Yoochun, Junsu dan Changmin. Aku harus menanggapi dengan santai.

"merayakan sesuatu, huh?" pertanyaan polisi ini semakin membuatku curiga ada susatu hal buruk yang akan menimpah kami. Aku berusaha menepis semuanya dan berpikiran ini hanyalah pemeriksaan biasa seperti yang sudah-sudah. Klab malam seperti ini memang sering mendapat pemeriksaan dari kepolisian. Semoga seperti itu.

"Mariyuana?"

Polisi yang dari tadi berkoar-koar itu sudah duduk di sebelahku. Tangannya meraih bungkusan yang tersimpan di atas meja. Tampaknya dia sedang mengamati bungkusan itu. Itu memang mariyuana, dan mariyuana sangat dilarang.

"Kau mau? Ambil saja semuanya dan bagikan untuk teman-temanmu"

Shit.. aku mengumpat dalam hati. Apa yang Changmin katakan? Oh Tuhan. Ini benar-benar akan menjadi masalah besar. Bagaimana bisa dia menawari barang terlarang untuk polisis? Aku tetap berusaha tenang, mataku kemudian melirik wajah berwibawa di sebelahku duduk. Polisi ini seperti tak menghiraukan perkataan konyol Changmin. Tapi tidak dengan beberapa polisi lainnya yang berdiri di depan kami. Mereka mengarahkan pistol sejajar dengan kepala kami. Ini harus dihentikan, bersikap tenang dan menanggapi semuanya dengan wajar.

"Jadi apa maksud kalian? Dan kalian bisakah menyingkirkan pistol-pistol itu?"Yoochun angkat suara. Aku membuang napas legah, sempat terpikir Yoochun akan berkata aneh seperti Changmin. Kali ini aku bisa melihat wajah Yoochun yang tadi penuh dengan senyuman, agak mengeras. Dia mungkin sama khawatirnya dengan aku. Bagaimana jika ini menyangkut pembunuhan yang sudah aku dan Yoochun lakukan?

"Kalian pilih saja aku harus mendakwa kalian atas kasus apa.. Narkoba… atau pembunuhan.?"

Apa yang aku takutkan benar-benar terjadi. Ini masalah besar, bukan sebuah lelucon. Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh. Pepatah yang sangat tepat menggambarkan apa yang terjadi sekarang. Ada apa ini? Bukannya selama ini kami melakukannya dengan teliti dan sangat rapi. Tapi mengapa sekarang bisa terungkap? Berbagai pertanyaan terus menggerogoti kepalaku.

"pembunuhan..."

"Tutup mulutmu…"

"Kalian yang harus tutup mulut.."

Bunyi tembakan terdengar bersahut-sahutan. Semuanya terjadi sangat cepat, asap yang keluar dari senjata-senjata yang mereka gunakan tadi, bertebaran di mana-mana. Pecahan-pecahan botol, gelas juga beberapa lemari yang terbuat dari kaca, menjadi seperti hiasan di atas lantai.

"Jangan bergerak.. !" beberapa polisi berlari mendekat pada keempat pria tampan itu. "Kalian kami tangkap karena kasus kejahatan berat"

Menyerah? Tentu saja itu bukan cirri khas kami. Dengan cepat, pistol yang masih kami genggam terarah pada polisi-polisi itu, peluru meluncur dengan cepat dan tepat sasaran. Tanpa berpikir lagi kami berlari meninggalkan klab melalui pintu belakang. Beberapa polisi yang melihat langsung mengejar, suara-suara tembakan kembali terdengar.

Jaejoong mengamati isi lemari pendinginnya, banyak sekali makanan juga bir di dalam. Siwon memang agak berlebihan membelinya tadi, tapi setidaknya model tampan ini tak perlu keluar untuk berbelanja lagi. Saat ini dia berada di rumah yang baru dibelinya beberapa minggu yang lalu. Dan selama satu minggu ini, dia akan menghabiskan waktu libur di sini. Pertemuan dengan orangtua Caroline beberapa hari lalu, sangat berkesan di hatinya. Pria ini sempat membayangkan tak akan nyaman berhadapan dengan orangtua Caroline. Tapi semuaanya salah, mereka menyambutnya dengan baik, hangat. Jaejoong mengambil dua kaleng bir dan membawahnya ke ruang tengah. Bicara tentang ruang tengahnya, Jaejoong menatanya senyaman mungkin untuknya berlama-lama duduk, ataupun tiduran sambil menonton film-film yang sengaja dia bawa. Di ruangan ini ada dua sofa hitam panjang yang empuk, berhadapan langsung dengan tv.

Suara bel pintu yang berbunyi menghentikan langkahnya menuju ruang tengah. Jujur saja itu sangat mengagetkannya. Siapa yang datang mengunjunginya malam-malam begini? Tidak mungkin Siwon. Manager sekaligus sahabatnya itu sudah pergi hamper setengah jam lalu – bertemu dengan kekasihnya. Dan Jaejoong yakin Siwon tak akan pernah membiarkan kekasihnya menunggu berjam-jam. Caroline juga tak mungkin datang malam-malam begini. Dan seingatnya, tak ada yang tahu keberadaan rumah barunya ini. Dia memang sengaja merahasiakannya dari banyak orang, bahkan keluarganya juga belum diberitahu. Lalu siapa yang menekan bel di luar sana? Jaejoong jadi takut sendiri membayangkan yang tidak-tidak.

Setelah menormalkan ketakutannya, perlahan tangannya menyentuh knob pintu dan membukanya. Benar-benar seseorang yang sama sekali tak Jaejoong kenali. Seorang pria tampan berpakaian serba hitam, jaket kulit dan celana jeans. Penampilannya agak kusut, ia seperti habis berlari sangat jauh. Dapat Jaejoong dengar deruh nafasnya. Jaejoong masih berdiri tanpa berkata apa-apa, pria di depan tersenyum padanya di balik kegalauan dari wajahnya. Jaejoong juga balas tersenyum tapi seperti dipaksakan. Bukannya dia sombong, tapi Jaejoong tak kenal dengan orang ini. Meski pria itu tak terlihat jahat, tapi tak salah jika Jaejoong harus waspada.

"Siapa namamu?"

"Eh?" Jaejoong tersentak, jujur saja kaget. Kenapa orang ini yang bertanya? Seharusnya Jaejoong yang bertanya siapa dia.

"Jaejoong, Kim Jaejoong. Kau tak mengenalku?" tanyanya, jujur masih tak percaya. Dia begitu percaya kalau drinya sangat terkenal, tapi pria di hadapannya ternyata tak mengenal siapa dia.

Pria berpakaian serba hitam itu menengok kebelakang seperti sedang mengamati sesuatu di sana. Jaejoong penasaran dan juga ikut melirik ke depan, tak ada apa-apa di sana.

"Namaku Jung Yunho . Kim Jaejoong ssi, kau bisa membantuku?"

"Eh?"

"mereka mengejarku, aku butuh tempat untuk bersembunyi. bisakah kau membantuku bersembunyi di sini?"

Sudah beberapa menit setelah Jaejoong mengajak Yunho masuk ke rumahnya. Mereka duduk berhadapan di ruang makan. Sampai saat ini, tak ada yang bersuara. Entah mengapa Jaejoong seperti tak berdaya tadi, membiarkan orang asing ini masuk, duduk berhadapan dengannya seperti mereka adalah teman. Jaejoong juga tak menanyakan apa yang terjadi, siapa yang Yunho maksud 'mereka' yang mengejarnya.

"Kim Jaejoong ssi, maaf merepotkanmu. Aku akan pergi"

"Kau akan pergi?"

Dia hanya menganggukan kepalanya.

"Bukannya kau bilang ada yang mengejarmu? Mungkin mereka masih disekitar sini. Jika kau mau, kau bisa tetap di sini" Jaejoong tak tahu dengan apa yang dia katakan, semuanya meluncur begitu saja dari bibirnya. Jaejoong tak mengenal sedikitpun pria di depannya, dan sudah begitu yakin memberikan tempat dalam rumahnya.

"Aku tak mau merepotkanmu, Jaejoong ssi"

"Aniyo, aku tak merasa direpotkan. Lagipula tadi kau meminta bantuanku, aku akan membantumu" Lagi kata-kata Jaejoong tanpa sadar, semua terdengar seperti meyakinkan Yunho untuk tetap di sini. Yunho menatap Jejoong dengan senyuman yang terulas dibibirnya. Demikian juga Jaejoong membalas senyuman itu dengan senyumannya. Jaejoong jadi berpikir terlalu jahat kalau dia membayangkan Yunho adalah orang jahat.

Kim Jaejoong merasa tidurnya agak tak nyaman, ada yang sedang menganggu pikirannya saat ini. Jung Yunho, seorang pria asing yang mungkin saja sudah tidur, berbaring di sofa pada ruang tengahnya. Model tampan ini memang mengijinkan Yunho tidur di sofa, rumahnya memiliki dua kamar tidur. Tapi hanya kamarnya yang sudah lengkap, sedangkan kamar yang lain masih kosong. Tak mungkin jika ia membiarkan Yunho tidur di kamar yang tak ada ranjangnya.

Perlahan Jaejoong membuka pintu kamarnya, dan berjalan ke ruang tengah. Penasaran juga dengan pria yang berada di sana. Ia ingin memastikan apa pria itu sudah tidur, atau sedang melakukan apa. Udara jadi lebih dingin saat malam begini, dan mungkin saja pria itu memerlukan sesuatu.

Ia menghentikan langkah begitu kakinya menjejak lantai dingin di ruang tengah. Agak gelap, rupanya Yunho sengaja tak menyalakan lampu. Ia dapat melihat orang yang menganggu tidurnya ini, masih duduk menyandarkan punggungnya di sofa. Jaejoong jadi berpikiran jika mungkin saja pria itu tak bisa tidur, sama sepertinya.

"Yunho ssi, kau belum tidur?"tanyanya, ia mendekat dan berdiri di samping sofa.

Yunho agak terkejut, ia segera menoleh pada Jaejoong. "Aku tidak mengantuk" jawabnya. "kau juga?"ia balik bertanya.

Jaejoong jadi terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Tak mungkin jika ia jujur dan bilang kalau ia tak bisa tidur karena terus memikirkan Yunho. Aishh, sungguh tak mungkin jika mengatakan itu. "Aku.. AKu mau mengambil bir" kata Jaejoong terbata-bata, juga tak menyambung dengan pertanyaan Yunho.

"Jaejoong ssi, kau punya yang lebih beralkohol?"

Sudah dua botol tequila yang Yunho habiskan. Tampaknya pria tampan ini sudah agak mabuk, dan tak mampu lagi untuk botol ketiga. Sedangkan Jaejoong hanya meminum bir, sama sekali tak berpengaruh pada kesadarannya. Dalam hal minum, bisa dibilang dia peminum yang hebat. Jaejoong sering pergi minum-minum dengan Siwon, managernya itu sangat cepat mabuk. Mau tak mau Jaejoong yang harus membayar semuanya, dan juga memapah managernya sampai di apartment.

"Rasanya jadi sangat panas"

Yunho tiba-tiba bicara setelah tadi mereka hanya diam, sibuk dengan botol-botol minuman masing-masing. Entah ada sihir apa dalam perkataa Yunho tadi. Jaejoong memutar kepalanya ke kiri, melihat Yunho yang sedang melepaskan jaket dan kaos yang menutupi tubuhnya. Tubuh bagian atas yang telanjang itu, membuat Jaejoong terpanah dan tak bosan untuk menatapinya, jujur saja dia memuji tubuh seksi Yunho.

Jaejoong merasakan bagian dadanya tiba-tiba saja bergetar, Yunho membalas tatapannya dengan mata musangnya yang mampu menaklukan setiap mata yang melihat. Mata besar Jaejoong jadi tak ada apa-apanya. Mata mereka bertemu untuk pertama kalinya sedekat, dan selekat ini. Dan saat Yunho mendekatkan wajahnya pada wajah Jaejoong, serta menyetuhkan bibir mereka, Jaejoong tak bisa berbuat apa-apa untuk mengelak atau apapun itu. Mata besarnya ikut terpejam, terbuai dengan apa yang di lakukan Yunho. Sensasi nyaman yang tak pernah Jaejoong bayangkan sebelumnya. Ciuman Yunho di bibirnya semakin dalam, Jaejoong juga mengimbangi dengan melumat bibir atas Yunho. Tangannya dengan sendirinya menyentuh tengkuk Yunho, memberi pijatan hangat di sana. Semua meningkat dengan cepat, tak hanya saling menekan, melumat, Yunho juga memasukka lidah basahnya ke dalam mulut Jaejoong, dan lagi-lagi Jaejoong dibuatnya tak berdaya. Tak ada dua sisi yang berdebat dalam otak model tampan ini. Jaejoong sangat sadar dengan apa yang mereka lakukan. Jaejoong begitu menikmati sentuhan di bibirnya. Suara-suara keluhan tertahan keluar begitu saja. Jaejoong merasakan tubuhnya lebih menghangat. Yunho membuatnya berbaring di atas sofa tempat mereka duduk, tubuh setengah telanjangnya ikut menindih tubuh Jaejoong. Jaejoong hanya pasrah, menikmati apa saja perlakuan pria asing ini atas tubuhnya. Jaejoong tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, yang dia tahu sekarang Yunho memberikannya rasa nyaman yang belum pernah dia dapatkan dari siapapun.

….

Satu hal yang Jaejoong sadari saat ini, Caroline bukan satu-satunya orang yang mampu menarik perhatiannya sejak pertama bertemu. Tapi juga pria ini, pria yang sama sekali tak dia kenali , sudah menarik perhatiannya lebih daripada Caroline. Pria yang sama sekali Jaejoong tak tahu apa-apa tentangnya, dengah sangat mudah membuat dadanya berdebar hebat, darahnya berdesir nyaman, membuat tubuhnya lemah dalam dekapan hangat Yunho.

….

TBC….