Disclaimer : Harry Potter dan Katekyo Hitman Reborn bukan milik saya!

Warning : Beberapa tokoh bashing, Severitus, Timeline HP CoS, Terinspirasi dari beberapa fiction lain, Don't like Don't Read!


.

.

.


Duduk di lantai yang dingin, Harry menatap kosong ruang di hadapannya. Ia sudah berada di kamarnya yang kecil di Privet Drive selama tiga hari. Liburan musim panas baru saja dimulai dengan baik. Tentu baik, paman dan bibinya sama sekali tidak menghiraukannya, menganggapnya tidak ada.

Mungkin, kecuali satu hal. Tepat ketika mereka tiba di rumah, paman dan bibinya memberikan beberapa buku usang dan sebuah kamus bahasa Jepang. Dengan sebuah sindirian dan rasa jijik di nada bicaranya, mereka mengatakan ia harus bisa mempelajari bahasa tersebut hingga ia tak memperlukan kamus.

Tentu, terjebak di kamar selama tiga hari, Harry tidak mempunyai banyak hal yang bisa dilakukan. Meskipun curiga terhadap apa yang diinginkan paman dan bibinya, Harry tetap melakukan apa yang mereka tugaskan.

Menengok ke arah peliharaannya, Hedwig, ia merasa kasihan dengannya. Terjebak di sangkar tak dapat melakukan apapun kecuali makan dan minum dari apa yang ia sediakan. Itu pasti membuat Hedwig frustasi melihat makanan yang ia berikan hampir tak tersentuh.

Melihat lebih jauh, ia menemukan jeruji-jeruji ditahun sebelumnya kembali terpasang di jendelanya, bahkan terlihat lebih kuat. Ia tidak terlalu memperdulikannya, ia tahu teman – mungkin mantan teman – tidak akan mengirimnya surat. Ia hanya tahu itu. Yang membuatnya terganggu adalah Hedwig tidak bisa terbang bebas.

Menutup kamus yang sedari tadi ia hafalkan, ia lemparkan buku itu di tempat tidurnya yang reyot. Ia melangkah menuju teman pertamanya yang benar-benar ada untuknya. Ingin sekali Harry bisa membuka kunci sangkar Hedwig dan jeruji di jendelanya hanya untuk melepaskan Hedwig, ia tidak tega melihatnya.

Ia tidak ingin melihat Hedwig seperti sesuatu yang sekarat. Itu membuat hatinya sakit. Ia tidak ingin kehilangan teman satu-satunya yang ia miliki.

Teman – mantan, ia ingatkan sekali lagi, mantan teman – nya sudah meninggalkannya karena sesuatu tentang dirinya. Mungkin mereka memang bukan temannya, ia memutuskan.

Berawal dari pertunjukkannya sebagai Parselmouth di pelajaran Duelling bersama Lockheart dan Snape, terbukanya Kamar Rahasia, dirinya yang dianggap sebagai Pewaris Slytherin, kegagalannya menyelamatkan Ginny Weasley, adik Ron. Ia benar-benar membuat berantakan semuanya.

Ia masih ingat bagaimana keluarga Weasley yang menangis melihat tubuh dingin Ginny. Menatap bagaimana Ron yang terlihat menyesal tidak bisa ikut dengannya di kamar rahasia. Dengan itu sudah cukup membuatnya merasa Ron menyalahkannya, dan ia sadar akan hal itu.

Dan diakhiri dengan rumor bahwa dirinya adalah anak dari Snape.

What. The. Hell.

Itu bukan rumor, itu adalah kenyataan. Seminggu sebelum liburan musim panas, ia mendapatkan sebuah surat dari seekor burung hantu. Ia membukanya dan menemukan kertas yang tertanda ibunya, Lily Potter nee Evans.

Ia seketika membacanya, dan kebenaran bahwa dirinya adalah anak kandung dari Lily Potter dan Severus Snape. Snape! Dari semua orang. Dan ia tahu ayahnya yang mengorbankan hidupnya, James Potter, adalah ayah adopsi darahnya.

Ketika mendongak ketika ia mendengar seseroang yang menahan nafas dan menemukan Hermione dan Ron menatapnya dengan tatapan yang tidak percaya. Ia menelan ludahnya dan menggigit bibir bawahnya, tidak yakin dengan reaksi yang akan ia dapatkan dari teman-temannya.

Tentu, ia seharusnya dapat menduganya. Ron yang langsung memerah dan menunjuknya dengan tidak sopan dan berteriak bahwa ia sudah menduga Harry sebagai keturunan Slytherin dan tak kurang dari seorang anak Snape! Hal itu langsung membuat seluruh Gryffindor di ruang rekreasi melihat mereka dengan penasaran.

"Kau adalah Snape, itu tidak mungkin kan, Harry?" Ron menanyakannya dengan nada tidak pasti.

Ingin sekali Harry tertawa dan mengatakannya bahwa ini hanyalah sebuah kelakar dan mengolok-olok raut wajah yang dibuat oleh Ron. Tapi, Harry diam, ia tidak melakukan apa yang ia inginkan sebelumnya. Dan Ron menatap Harry dengan horor dan kemudian jijik. Tak berapa lama setelah itu, temannya keluar ruang rekreasi dengan marah dan umpatan yang membuat siapapun dapat mendengarnya.

Sekali lagi, ingin sekali Harry berteriak pada Ron, menanyakan kenapa sahabatnya itu marah-marah. Namun, niatnya terurung ketika ia melihat sahabatnya yang lain. Hermione menatapnya tak mudah, bingung. Ia terlihat ingin pergi bersama Ron, namun merasa tak enak dengan Harry.

Ia mungkin berfikir aku akan menjadi Snape!, Harry berfikir suram. "Silahkan," Hermione menatapnya bingung. "kau bisa ikut dengan Ron, Hermione."

"Ta-tapi Harry-" Hermione terlihat ingin membantah.

Namun, Harry menggelengkan kepalanya. "Aku ingin pergi tidur." Ia mengatakannya final dan beranjak ke kamarnya yang berbagi dengan anak sekelasnya yang lain. Ia tak memperdulikan bisikan dan tatapan dari murid lain ataupun menengok kebelakang terhadap Hermione yang bingung.

Yeah, this is my life, Harry berfikir suram saat menutup kelambu tidurnya dan sama sekali tidak terpikir atas apa yang terjadi besok.

Harry seharusnya menjadi lebih berprediksi atas hal ini. Ia tahu hal itu, semua orang di Hogwarts sudah mengetahui kenyataan bahwa dirinya adalah anak dari Snape. Bahkan Snape sendiri.

Harry tertawa tak lucu ketika ia mengelus bulu Hedwig yang sama sekali tidak merespon. Ia kembali teringat bagaimana orang-orang menatap tajam dan jijik padanya. Dan saat itu juga ia diseret paksa oleh Snape yang terlihat sama tak baik padanya.

Saat sampai di kantor Snape, ia didorong kasar untuk duduk dan berhadap dengan pria hidung besar itu – ayahnya. Snape tanpa basa-basi mengatakan bahwa ia adalah pembohong besar yang sama seperti ayahnya, James Potter. Tak tahukah Snape bahwa ayahnya adalah dirinya sendiri? Ia pasti sangat tuli sampai tidak mendengar gosip yang beredar.

Seolah membaca pikirannya, Snape memandangnya dengan kejam dan sinis. Dan mengatakan bahwa Harry tidak akan pernah menjadi anaknya.

Harry tidak tahu itu, tapi ia merasa sebuah tekanan di dadanya ketika ia mendengar kata-kata Snape. Muak dengan perilaku kekanakan Snape, tanpa berfikir ia menyodorkan surat ibunya tepat di hidungnya yang besar dan panjang itu.

Dengan wajah yang merah, Snape merebut surat itu darinya. Ketika Snape membaca, Harry tidak yakin apakah yang ia lakukan benar atau tidak. Ia melihat ketika Snape selesai membacanya, wajahnya sama sekali tidak dapat dibaca. Dan dengan gerakan kilat, tiba-tiba surat ibunya yang berada di tangan Snape terbakar api.

Dengan mata yang terbuka lebar tak percaya, Harry merebut surat ibunya dan berusaha memadamkan apinya. Ketakutan terhadap peninggalan satu-satunya dari ibunya akan menghilang, kini digantikan dengan harapan ketika api menghilang menyisakan sebagian dari surat itu.

Memeluk surat itu seperti akhir hidupnya. Harry menatap tajam Snape yang masih tidak bergerak. "Saya tidak perduli jika anda tidak mengakui bahwa saya adalah anak anda. Saya tidak akan menuntut apapun dari anda. Tapi, jika anda berani melakukan sesuatu pada peninggalan ibu saya, saya tidak akan memaafkan anda." Dengan itu Harry keluar dari kantor Snape tidak memperdulikan bagaimana tidak hormatnya ia.

Harry tersenyum pahit mengingat hal itu, ia juga mengingat selama satu minggu terakhir Snape akan terlihat menjauh darinya – bukannya ia merasa terganggu, ia justru merasa senang – dan bagaimana hampir seluruh murid mengganggunya, dari verbal sampai fisik. Dan Harry dapat bertahan selama itu.

Yang membuatnya bingung adalah bagaimana Dumbledore tidak menyuruhnya agar tinggal bersama Snape, bukankah pertalian darah mereka lebih dominan dibanding dengan paman bibinya? Tapi, Harry kembali berfikir, mungkin Dumbledore mengira menyatukan Harry dan Snape disebuah tempat selama beberapa bulan bukanlah hal yang baik.

Pikirannya terputus ketika pintu kamarnya dibuka dengan kasar, ia berbalik dan menemukan paman Vernon menatapnya dengan tidak senang.

"Bereskan baju-bajumu, barang-barang dan semuanya. Tidak, kecuali barang-barang bangsa kalian, jika kau berani membawanya, kau akan merasakan akibatnya." Paman Vernon mengatakannya dengan nada yang berbahaya dan Harry tahu itu bukanlah janji kosong. Yang mengejutkannya adalah kalimat selanjutnya, "Kita akan pergi ke Jepang besok."

What- oh yeah, this is my life.


.

.

.

Bersambung...


A/N :

Oh, apa kalian mengerti dari ini? Harry adalah anak dari Lily dan Snape, tapi ia juga adalah anak adopsi darah dari James yang itu berarti, Harry tetap seorang Potter.

Well, tidak banyak yang dikatakan. See you next time!

Ru Unni Nisa

Sign Out

Jaa ne~