Warning : Slash! OOC, Creature fic
Disclaimer : J.K ROWLING
Bittersweet Heartbeat
Malam yang indah di bawah bulan purnama. Cahaya-nya yang redup menyinari sebuah rumah yang tidak terlalu besar di tengah hutan. Rumah tersebut terbuat dari dinding beton dengan cat putihnya yang mulai berubah warna menjadi abu-abu dan juga di tumbuhi tanaman rambat yang sudah terlihat mati. Dari luar, nampak rumah tersebut sangat kotor dan tak terawat. Bahkan berandanya penuh dengan debu dan beberapa daun mati yang diterbangkan oleh angin. Aura suram terpancar dengan sangat jelas di sana dengan kaca-kaca jendela kotor dan buram.
PRANG!
Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar bunyi yang amat keras. Bunyi yang menyerupai sebuah benda yang jatuh ke lantai dan pecah. Dalam waktu sebentar suara itu teredam oleh sunyinya hutan dan malam seakan tak ada yang terjadi sebelumnya sebelum suara teriakan seorang pria yang naik 2 oktaf benar-benar memecah malam.
"AAAAAAAAAAA!" Suara tersebut berasal dari sebuah ruangan kecil yang terdapat di tengah rumah. Suaranya menggema di setiap lorong dan ruangan yang ada di rumah tersebut. Setiap orang yang mendengarnya pasti langsung terkena serangan jantung dan pingsan.
BRAK!
"Ada apa!?" kata seorang pria seusia remaja dengan nada panik setelah ia membuka pintu kayu ruangan yang merupakan asal suara mengerikan tersebut dengan sedikit kasar. Pria itu memakai kemeja putih, jas hitam, dan celana hitam ditambah dengan kacamata bulat jadul yang menutupi mata emeraldnya dan jangan lupakan rambut coklat berantakannya.
"Ah!? Tidak apa-apa Son. Guci kesayangan ibumu pecah..." jawab pria yang barusan mengeluarkan suara teriakan. Remaja yang dipanggil Son tersebut cuma terdiam di tempat sambil menghela napas berat saja. "Sudah tidak usah khawatir..." lanjutnya. "Kreacher! Kreacher!"
"Yes, Master?" jawab Kreacher. Peri rumah yang mengabdi pada pemilik rumah suram tersebut.
"Perbaiki guci ini dan bereskan kekacauan yang lain," perintah masternya. Kreacher hanya mengangguk lalu, tanpa berkata apa-apa lagi dan hanya dengan menjentikkan jari, guci itu sudah kembali ke bentuk semula lalu melayang menuju rak tempatnya berasal."It's done, right? Harry son. Terima kasih Kreacher," katanya lagi.
"Anytime, sir," jawab Kreacher lalu menghilang.
"Dad... ini sudah ketiga kalinya kau memecahkan barang yang sama," kata Harry cukup kesal juga dengan 'false alarm' yang dilontarkan ayahnya. Nama remaja tersebut adalah Harry Potter. Nama ayahnya adalah James Potter. Pria yang hampir sama dengan Harry hanya saja rambutnya hitam dengan mata berwarna hazel.
"Aku tahu Harry. Hanya sedikit... ceroboh saja," elak James. Keduanya diam sejenak sebelum suara bel pintu rumah berbunyi sebanyak 3 kali. "Itu pasti Sirius dan Remus," ucap James untuk menghindari tatapan kesal anaknya dan berjalan menuju pintu masuk. Kreacher yang awalnya hendak membuka pintu dihalangi oleh James. "Tak usah Kreacher. Biar aku saja yang buka," James-pun membuka pintu dan Sirius langsung memeluknya dengan erat.
"Senang bertemu denganmu kembali Prongs!" ucap Sirius.
"Aku juga. Hallo Remus!" sapa James tapi sedikit tidak ditanggapi dengan Remus yang lebih memilih untuk memegang kepalanya. "Ah.. bulan purnama. Cepatlah masuk kalian berdua," Tanpa mengucapkan kata lagi, Sirius segera menarik Remus untuk masuk. Remus didudukan di ruangan tadi yang diasolasikan sebagai ruang tamu. Sirius memeluk Harry dengan kangen sebelum ia duduk di sebelah Remus.
"Akh... sepertinya aku kehilangan kesadaran lagi," kata Remus.
"Sudahlah Moony... kau tidak sampai membunuhnya kok," kata Sirius.
"Membunuh? Membunuh siapa?" sahut Harry.
"Penyihir..." jawab Sirius.
"WHAT!?" teriak Harry kaget.
"Aku tidak sengaja...! Tiba-tiba bulan purnama nampak dengan terang dan... dan..."
"Tenangkan dirimu Remus, ini minumlah..." James memberikan sebuah piala kepada Remus. Remus hendak meminumnya tapi tidak jadi setelah melihat apa yang ada di dalam piala tersebut.
"Maaf James... kalau boleh aku minta air saja..." Remus meletakan piala di meja yang ada di depannya sebelum Sirius mengambil piala itu dan melihat isinya.
"Ooh..." Sirius mencium cairan yang ada di piala itu. "Darah rusa?"
"Yang masih baru tentunya," jawab James lalu menjentikkan jarinya dan munculah Kreacher lagi. "Ambilkan air untuk Remus," perintah James dan Kreacher menghilang lagi lalu kembali dengan piala berisikan air dan diberikan kepada Remus.
"La-lalu penyihir itu..?" tanya Harry masih penasaran.
"Masih di hutan... aku sendiri bingung kenapa bisa ada penyihir yang sampai di kedalaman hutan ini. Mereka pasti cukup berani untuk melewati daerah troll-troll bau tersebut atau ber-apparate," jelas Sirius kemudian meminum darah yang ada di pialanya. "Oh, dan aku menemukan dia di jalan," Sirius kemudian mengeluarkan seekor weasel merah dari sakunya dan meletakan di lantai. Weasel itu berjalan mendekati Harry tapi berhenti beberapa senti sebelum menjelma menjadi remaja seusia Harry dengan rambut merah tentunya.
"Ron!" panggil Harry.
"Sirius... sakumu sesak!" ucap Ron menatap Sirius dengan pandangan tidak suka.
"Sorry, Weasley. Dan selamat atas pernikahan kakakmu Bill dengan seorang Siren," kata Sirius.
"Thanks Sirius... Harry! Lama tak jumpa," Ron memeluk sahabatnya. "Ayo kita ke kamarmu! Ada banyak yang mau aku ceritakan!" katanya lagi.
"Ku rasa lebih baik kita berjalan-jalan saja Ron. Di sini pengap dengan warewolf dan vampire tua," kata Harry melirik kepada 3 orang dewasa yang masih duduk.
"HEI!" teriak ketiganya membuat Harry dan Ron tertawa tertahan sebelum keluar dari ruangan tersebut.
"Jangan lupa pulang sebelum matahari terbit Son! Aku tak mau melihat wajahmu melepuh lagi," ingat James.
"Alright! We're leaving!" kata Harry sebelum keluar dari rumah tersebut.
"So... sepertinya kau sudah terbiasa dengan Kreacher," Sirius mulai membuka pembicaraan lagi.
XXXX
Harry dan Ron berjalan-jalan di tengah lebatnya pohon-pohon tinggi hutan yang ia diami. Sunyi dan hanya ditemani suara jangkrik ataupun kunang-kunang yang lewat. Ada juga binatang-binatang malam seperti burung hantu dan rubah.
"Perjalanan kemari sungguh melelahkan. Apalagi berada di dalam saku Sirius!" kata Ron. "Bagaimana dengan gigi taringmu? Ku-dengar gigimu sempat tumpul karena pancaran matahari beberapa waktu yang lalu."
"Sudah sembuh..." jawab Harry meraba pipi kanannya yang pernah melepuh karena terkena matahari. Ia bahkan masih ingat rasa sakit dan perihnya saat hal itu terjadi. "Hah... aku ingin cepat menjadi vampire dewasa agar aku tak perlu melepuh lagi," komentar Harry.
"Sabar Harry... kau masih harus menunggu 100 tahun lagi."
"Bloody hell...! Umurku sekarang 117 tahun. 100 tahun lagi itu sangat lama!"
"Tidak untuk kita Harry. Kau vampire dan aku siluman weasel. Waktu bagi kita bukanlah hal yang penting."
"Berbicara soal waktu aku teringat pada gadis muggle yang kau sukai. Siapa namanya kalau tidak salah...? Er..? Harmonie?"
"It's Hermione.." jawab Ron pelan. Ron yang adalah siluman weasel sebenarnya sedang menjalin hubungan dengan gadis dari dunia manusia bernama Hermione Granger. Keduanya bertemu ketika Hermione menyelamatkan Ron yang hampir mati diserang oleh kucing peliharaannya. Sejak itu, Ron menyamar menjadi manusia dan mendekati gadis tersebut.
"Dia belum tahu kau adalah siluman?" tanya Harry yang hanya dijawab dengan gelengan kepala.
"Kau harus lihat muggle jaman sekarang Harry. Ini abad 21. Mereka sudah benar-benar canggih! Dan sedikit diantara mereka yang percaya bahwa kita ini ada."
"Aku mengerti perasaanmu..." Keduanya sampai di sebuah danau yang cukup luas. Sinar rembulan membuat air yang ada di danau tersebut mengkilap. Ron dan Harry duduk di atas rumput di pinggir danau.
"Bagaimana kabar dia?" tanya Ron menyinggung seseorang yang pasti sangat dikenal oleh keduanya. Harry menatap Ron sebentar sebelum mengalihkan pandangannya menuju danau.
"Sibuk... aku menerima surat bahwa dia akan pulang minggu depan dari Itali. Aku tak sabar menanti-nya pulang! Dia akan membawakan-ku darah orang Itali," jawab Harry antusias apalagi menyangkut darah.
"Dia akan membunuh!?" ucap Ron setengah berteriak sangking terkejutnya. Well, Ron masih berpandangan bahwa vampire meminum darah dengan cara cukup extrim. Harry masih mengerti pemikiran sahabatnya. Padahal akhir-akhir ini ia hanya minum darah hewan dan jarang sekali meminum darah manusia. Itu-pun bila ada yang kebetulan masuk hutan dan Harry hanya mencicipi sedikit saja. Tidak sampai benar-benar membunuh korbannya walau menimbulkan trauma dan shok hebat bagi sang korban.
"Bukan membunuh, Ron. Dia membawa menggunakan botol. Dari bank darah, mungkin? Aku tidak tahu. Yang pasti, aku ingin mencoba darah orang Itali!"
"Aku sih lebih memilih makan daging ayam kalkun ketibang minum darah," Ron mengambil sebuah batu lalu melemparkannya ke dalam danau untuk mengusir rasa bosan.
"Justru kalau kau ingin minum darah, identitasmu harus dipertanyakan!" Keduanya tertawa sebentar sebelum hening.
Suara gemerisik dedaunan mengisi keheningan mereka. Angin yang berhembus secara perlahan ke arah mereka berdua membawa aroma lain yang tercium oleh indra penciuman Harry yang peka. Harry terdiam lalu tiba-tiba saja berdiri tegak dan menengadah menatap bulan. Tentu saja hal ini membuat Ron bingung.
Suasana jauh lebih hening dan dingin dari sebelumnya. Air danau bahkan tidak bergerak dan mengeluarkan suara. Angin yang berhembus tadi tiba-tiba diam membisu. Harry menarik napas panjang untuk menghirup sisa-sisa aroma yang diterbangkan oleh angin dan memastikan dengan pasti aroma tersebut adalah aroma yang sangat ia sukai.
"Harry?" panggil Ron.
Harry tidak bergeming dengan panggilan Ron. Ia menoleh ke arah belakang, menatap lurus ke dalam pohon-pohon hutan yang gelap. Perlahan seperti orang kerasukan, ia berjalan menjauhi Ron dan hendak masuk ke dalam hutan sebelum Ron yang kesal karena diabaikan menarik tangannya.
"Harry! Kau kenapa!?" teriak Ron.
"Darah..." ucap Harry pelan. "Bau darah..." Ron yang mendengarya membelakkan mata dan melepaskan cengkramannya pada tangan Harry. Harry memejamkan matanya sebentar sebelum membukanya lagi dan mata emerald Harry berubah menjadi merah. Harry berjalan mundur pelan sebelum akhirnya berlari masuk ke dalam hutan dengan cepat.
"HARRY! TUNGGU!" teriak Ron berubah menjadi weasel dan berusaha mengejar kecepatan Harry.
Harry berlari menembus hutan dalam kecepatan tinggi. Menghindari pohon-pohon dengan gesit. Kini ia hanya mengandalkan insting vampirnya untuk mengikuti bau darah yang sangat semerbak dan memikat. Matanya berkilat di tengah kegelapan. Harry menyeringai menampakkan sepasang gigi taringnya yang panjang dan tajam.
Semakin lama bau darah itu semakin dekat. Harry berhenti beberapa meter dan bersembunyi di balik sebuah pohon ketika matanya menangkap sebuah tubuh tergeletak di tanah berlumuran darah merah.
Dari tempatnya berdiri, Harry bisa melihat bahwa itu adalah tubuh seorang pria yang sepertinya lebih tinggi darinya. Ia tak bisa melihat wajah orang tersebut karena ditutupi tudung jubah hitam yang orang itu kenakan. Yang Harry tahu sekarang, bahwa ada 3 luka menganga di dadanya dan darahnya yang berwarna merah merembes melalui pakaian yang ia kenakan. Tubuh orang itu tidak bergerak. Hanya jarinya saja yang bergerak meremas-remas tanah. Suara rintihan bisa terdengar jelas di telinga Harry. Orang itu masih hidup. Perlahan tapi pasti, Harry mendekati orang tersebut dan berusaha menyentuhnya.
To Be Continue
Hallo,
saya kembali dengan fic di fandom ini lagi
Maaf kalau masih pendek sebenarnya chap 2 sudah siap. Tinggal di edit lagi dan lebih panjang.
Thx untuk Ryna Hitsune teman sekolah saya yang sudah mau datang dan menjadi tukang edit, tukang ketik walau OOT, tukang photo dan pembantu beresin kamar
Sekali-kali Harry jadi vampire unik juga :)
RnR please and Thank You
