Hidan menatap bosan kepala kuning beserta rambut pirang yang tergerai berantakan di atas meja.
Yamanaka Ino, dan fase sakit hatinya yang kembali dimulai lagi.
Pemuda bersurai keperakan itu sudah terlalu bosan dengan itu. Menjadi rekan kerja dari si gadis selama empat tahun lebih telah membuat Hidan lebih dari tahu kapan-kapan saja harus berepot ria menghadapi gadis yang tengah patah hati. Jadilah ia di sini, duduk di cafe dengan secangkir kopi hitam yang telah mendingin.
Malam sudah larut, dan cafe tempat di mana mereka berpijak sudah akan ditutup. Para pekerjanya sudah mulai membereskan meja-meja serta kursi ke tempatnya. Secara implisit mungkin, mencoba mengusir dua orang pengunjung yang entah kenapa masih terus bertahan meski jam buka tinggal menunggu beberapa menit lagi.
Hidan bergerak tak nyaman. Pandangan dari para pekerja cafe membuat ia merasa tak enak.
"Oi, cafe-nya sudah akan tutup," ucap sang pemuda.
Sementara kepala pirang di hadapannya tetap bergeming.
Hidan menaikan sebelah alisnya, mulai curiga bahwa gadis di hadapannya tertidur semenjak tadi.
"Oi, Ino," panggilnya, kali ini sambil mengoyangkan pelan bahu sang gadis.
"Berisik." Balasan ketus Hidan terima dari balik helaian pirang. "Aku bisa dengar kok." Dan kepala pirang itu akhirnya bergerak; menunjukan wajah berantakan dari sang empunya. Mata yang sembab, pipi memerah, dan make up yang luntur.
Hidan enggan mengomentari. "Ayo pergi."
"Tidak mau." Suara serak Ino membuat Hidan sedikit berjengit. Tiga jam menangis sudah pasti akan membuat suaranya sejelek suara mesin tua. "Aku masih mau mengenang dia di sini."
"Mengenang orang sudah mencampakanmu?" Hidan mendengus. Kadang logika seorang wanita membuatnya bertanya-tanya.
"Kau, dan mulut menyebalkanmu." Ino memutar mata yang sedikit bengkak dengan lelah. "Tak bisakah kau bersikap baik pada gadis yang tengah patah hati?"
"Ini patah hatimu yang ketiga kali di tahun ini, Nona," jawab Hidan acuh. Pemuda itu sudah berdiri dari bangkunya dan mengulurkan tangan. "Ayo."
"Aku tidak mau," ucap Ino bersikeras.
"Apa gunanya kau duduk di sini, meratapi lelaki brengsek yang mungkin sedang tidur dengan selingkuhannya?"
Ino bergeming.
"Bangun, dan mulai hidupmu lagi. Aku lelah menghadapi Ino yang bodoh karena cinta."
Gadis pirang itu menatap tangan yang terulur di depan wajahnya. Dua detik, dan gadis itu tersenyum.
Ini kali ketiganya di tahun ini mengalami patah hati, kali ketiga pula di tahun ini, Hidan ada di sampingnya; mengulurkan tangan serta membiarkan telinganya panas mendengar curahan hati sang gadis.
Mungkin lelaki yang ia sukai telah pergi mencampakannya, namun bila masih ada satu-dua orang yang peduli di sampingmu; bukankah sudah cukup untuk mengangkatmu untuk kembali bangkit?
.
.
.
.
.
"There are some people in life that make you laugh a little louder, smile a little bigger, and live just a little bit better." —anonymous.
.
.
.
.
.
Disclaimer: Saya bukan pemilik sah dari series Naruto. Naruto adalah milik Masashi Kishimoto. Dan tidak ada keuntungan komersil yang saya dapat dari pembuatan fanfiction ini.
A/N:
Gagal paham ini apaan, tapi yang penting kekejer ngepostnya :''')) dedikasi untuk event Love4Ino 2016.
