Annyeong minna-san!

I'm back! Arght... Hana frustasi melanjutkan beberapa fanfic yang dulu. Jadi Hana publish fanfic ini dulu. Maaf juga Hana menghapus beberapa fanfic Hana, karena Hana benar-benar pusing. Tapi fanfic yang Hana hapus semuanya ada di blogger Hana kok. Fanfic ini Hana republish karena di hapus oleh ffn. Hana minta maaf untuk para review.

Segera saja memenuhi janji Hana tentang fanfic ini! Well fanfic ini adalah Multichapter dan SongFic, hampir sama sih dengan Paparazzi tapi pokoknya ada kesan berbeda bagi Hana. OK I can't say anything else. So let's read!

Dear FanFiction Admin please don't delete this fanfic again.


Thanks a lot to all people have supported this fanfiction!


ENJOY


Kazune berjalan memasuki lingkungan sekolah sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana hitamnya. Manik sapphire-nya menatap lurus dengan wajah datar. Beberapa siswi mengerubunginya dan menodongnya dengan banyak cokelat batang, bunga, dan beberapa amplop beraneka warna. Kazune mendengus. Ia mengarahkan tangannya untuk menepis sebuah barang-barang itu.

"Menjauhlah," ucap Kazune dengan nada datar dan berlalu melewati sekumpulan fans-nya—Kazuners—dengan langkah cepat. Beberapa dari mereka—Kazuners—berteriak kecewa melihat apa yang dilakukan salah satu flower boys di Sakura Gaoka. Tapi sejenak suara mereka yang mengelukan nama Kazune terdengar lagi.

Kazune berhenti saat seorang siswi menghadangnya. Kazune memutar bola matanya malas. Dikibaskan tangannya di udara—menyuruh siswi itu menjauh. Tapi nihil. Bukannya menjauh siswi itu memegang tangan Kazune. Kazune menarik napas pelan.

"Nani?" dengan berat hati suara itu di keluarkan Kazune. Siswi itu—Mira—menatap Kazune dengan mata yang berbinar. Ia tersenyum dan perlahan melepaskan pegangan pada tangan Kazune.

"Kumohon Kazune-kun dengarkan ini," ucap Mira. Kazune menghela napas dan menanggukan kepalanya malas. Mira tersenyum simpul. Segera ia membuka mulutnya.

"Itsumo kii te ta
Favorite Song
ano kyoku no you ni
zutto kurikaeshite ni-juu-yon jikan
kimi dake REQUEST chuu~

I WANT YOU!
I NEED YOU!
I LOVE YOU!
kimi ni ae te
dondon chikazuku sono kyori ni
MAX HIGH TENSION!"

Kazune segera mengarahkan kedua tangannya untuk menutup telinganya. Ia benci ini. Ini adalah hal yang paling ia benci. Ia benci lagu. Lagu menurutnya adalah hal yang bodoh. Melihat reaksi Kazune yang jauh dari perkiraannya Mira berhenti dan menundukan kepalanya dalam. Kazune menghela napas panjang. Ia lalu menatap tajam Mira.

"Kau tahu? Suaramu jauh dari kata bagus!" seru Kazune sarkastik. Mira mengigit bibir bawahnya dan tersenyum kecut. Bayangan pujian dari Kazune yang ada dipikirannya lenyap.

Kazune berbalik dan berjalan menjauhi Mira. Perlahan tangan yang digunakan untuk menutup telinganya diturunkan. Sejenak ia terdiam dan tak menoleh ke belakang. "Jangan pernah bernyanyi lagi. Karena aku membenci lagu. Jadi diamlah," ucapnya lalu kembali berjalan.


Kamichama Karin (Chu) belongs to Koge-Donbo

Love Song © Hana Kazusa Laytis

Warning : AU, OOC, OC, Typo, SongFic, De Es Be.


Love Song © Big Bang

as backsound to chapter 1


I hate this love song I hate this love song

I hate this love song I hate this love song

I hate this love song I hate this love song

I hate this love song I hate this love song


Aku berjalan memasuki ruangan kelasku bersama Yura-sensei tergesa. Pengalaman pertamaku di sekolah baruku membuatku terasa was-was. Padahal pertama kali masuk sekolah duluku tak seperti ini. Yura-sensei segera membuka sebuah pintu dan aku berjalan mengekornya. Beberapa siswa-siswi yang tengah sibuk berbicara bungkam dan menatapku.

Yura-sensei melemparkan senyum pada semua murid di kelas. Ia meletakkan beberapa buku tebal di atas meja dan segera menatap deretan bangku di depannya.

"Baiklah. Hari ini kita mendapatkan murid baru. Silahkan perkenalkan dirimu," ucapnya Yura-sensei sambil tersenyum padaku. Aku tersenyum pelan walau agak canggung. Segera aku berjalan maju satu langkah. Aku menarik napas pelan.

"Ohayou minna-san. Watashi wa Hanazono Karin desu," ucapku dan diakhiri sedikit tubuhku membukuk.

"Baiklah. Hanazono-san kau duduk di samping Kazune-san. Kazune-san angkat tanganmu," ucap Yura-sensei. Aku menatap seorang siswa berambut blonde segera mengangkat tangan kanannya.

Aku segera berjalan ke arahnya dan duduk tepat di sampingnya. Aku meletakan tasku dan menatap papan tulis. Yura-sensei tengah menerangkan sistem pergerakan pada tumbuhan. Aku segera mengeluarkan buku catatanku dan mencatat apa yang ditulis Yura-sensei. Sejenak iris emerald-ku melirik ke arah siswa blonde di sampingku.

Kulihat name tag yang ada di cardigan hitam yang membalut kemeja putihnya. Kazune Kujyou—tulisan dengan warna emas terlihat di cardigan tepat di samping lambang sekolah Sakura Gaoka. Aku segera menatap fokus buku catatanku dan menatap beberapa tulisan yang sudah tertulis rapi di buku.

"Sekarang kerjakan buku paket halaman 287," ucap Yura-sensei lalu pergi keluar kelas. Beberapa temanku segera sibuk mengerjakan tugas ada juga yang ngoborol entah apa.

Aku menarik buku paketku dan mengarahkan pensil yang kugenggam untuk mengerjakan beberapa soal yang berkaitan dengan materi yang diterangkan Yura-sensei. Aku tersenyum dan bersenandung pelan. Salah satu lagu yang kusuka kulantukan.

Kulihat tangan kanan Kazune menutup buku paketku. Aku mendongak menatap wajahnya. Iris sapphire itu menatapku tajam. Ia mendengus kesal.

"Bisakah kau berhenti bernyanyi? Lagu-lagu yang menyatakan tentang hal-hal seperti itu sangat konyol! Suaramu juga buruk karena kau menyanyi!" ucapnya sarkastik. Aku menatapnya dengan sebelah alis terangkat. Kazune berdecih pelan. Ia lalu mengarahkan telunjuknya untuk mendorong mundur keningku.

"Bisakah kau bersikap sopan!" seruku sambil menarik telunjuk yang mendorong kepalaku mundur. Aku mendengus pelan. "Kenapa kau berpikir hal seperti itu? Bukan lagu itu indah? Dan kritik seseorang lebih halus!" lanjutku sedikit marah.

Kazune tertawa hampa lalu ia menatapku tajam. "Itu hal terkonyol yang aku ketahui! Sudahlah lebih baik kau berhenti bernyanyi! Suaramu memekakkan telingaku," ucapnya lalu menatap fokus buku paketnya.

Aku mendengus. Segera aku mengarap beberapa soal biologi. Sesekali aku mengarahkan pensilku untuk menggoreskan beberapa tulisan di kertas kosong. Segera kubuat beberapa motif abstrak di kertasku itu. Pikiranku membayangkan jika Kazune sedang kacau dan berwajah seperti yang kugambar. Sekilas aku melirik ke arah Kazune.

Kutatap beberapa poni blonde Kazune menutup wajahnya. Sejenak kuamati dia. Dia tampan. Jujur aku mengakui tampan. Hanya dia menyebalkan. Aku mendengus pelan. Mengingat beberapa kalimat sarkastik yang ia ucapkan tadi. Aku kembali fokus menatap beberapa soal di buku biologiku. Aku mendegus pelan. Ia menyebalkan. Coba ia baik mungkin akan lebih cool daripada sekarang


Bel istirahat berbunyi beberapa menit yang lalu. Keadaan kelas sudah sepi. Aku berjalan mendekati jendela. Kutatap keadaan di bawah—kelasku berada di lantai dua—yang ramai. Ada sesuatu yang mencolok saat kulihat. Seorang siswa berambut blonde berjalan bersama 2 siswa berambut hitam dan karamel.

Beberapa siswi mengekor mereka. Aku menyipitkan mataku menatap 3 flower boys itu. Sejenak iris emerald-ku membulat menatap apa yang kutatap. Si blonde itu Kazune! Ternyata Kazune adalah flower boy disini. Aku menggelengkan kepalaku pelan. Bagaimana mungkin para siswi disini bisa memberi Kazune gelar flower boy padahal ia bersikap kasar.

"Hanazono Karin ada apa?" kudengar suara perempuan terdengar lembut. Aku menoleh menatap sosok berambut indigo tengah berdiri tepat di belakangku. Iris soft brown-nya menatapku.

Kulirik siswi itu. Ia tersenyum ramah padaku. Aku tersenyum kecil walau sedikit canggung. Kutatap name tag yang ada di cardigan hitamnya. Himeka Kujyou—tulisan berwarna emas itu tertera jelas. Aku menganggukan kepalaku. Sejenak aku membuka lebar mataku. Dia bermarga Kujyou? Be—Berarti dia masih berkerabat dengan Kazune!

"Nani?" ia terlihat khawatir. Aku tersenyum pelan dan menggelengkan kepalaku pelan. Lalu tersenyum kecil.

"Tak apa," jawabku pelan. Himeka segera berjalan ke sampingku. Iris soft brown-nya menatap arah yang kulihat. Ia lalu tertawa kecil.

"Kau heran dengan Kazune-chan ya?" tanya Himeka lalu menoleh ke arahku dan tersenyum kecil. Aku menganggukan kepalaku pelan. Kudengar tawa renyah Himeka terdengar.

"Kazune-chan memang seperti itu. Aku saja yang sepupunya heran," ucap Himeka. Aku tersenyum pelan dan menganggukan kepalaku—setuju dengan ucapan Himeka.

"Dia menyebalkan," tukasku. Aku menoleh ke arah Himeka. "Tadi ia marah karena aku menyenandungkan sebuah lagu," lanjutku. Himeka menoleh ke arahku dan tersenyum kecil.

"Kazune-chan tidak menyukai lagu. Ia sangat memebencinya. Baginya lagu adalah hal yang bodoh," ucap Himeka. Aku menganggukan kepalaku mengerti. Himeka menggunakan kedua tangannya untuk menyangga tubuhnya dan menatap ke bawah.

"Sejak kapan ia seperti itu Himeka-chan?" tanyaku. Himeka tidak menoleh. Ia masih fokus menatap gerumulan fans Kazune. Ia menarik napas pelan.

"Entahlah. Aku juga tak ingat. Tapi ia selalu memarahi semua orang yang bernyanyi di sampingnya," Himeka masih fokus menatap Kazune yang tengah mengusir para fans-nya. Aku tersenyum kecil dan menganggukan kepalanya pelan. Himeka sejenak menoleh ke arahku. "Jika bernyanyi jangan bernyanyi saat dekat dengannya jika kau tak ingin di marahi," ucapnya lalu tersenyum memamerkan deretan giginya yang rapi.

Aku menganggukan kepalaku pelan. "Baiklah," jawabku. Aku menoleh ke arah Himeka. Kutatap gadis berambut indigo panjang itu.

"Himeka-chan?" panggilku pelan. Himeka menoleh ke arahku dan menaikkan sebelah alisnya. Aku tersenyum kecil dan mengulurkan tanganku. "Salam kenal!" seruku kemudian. Himeka tertawa kecil dan membalas uluran tanganku.

"Salam kenal Karin-chan," ucapnya sambil tersenyum.


Aku benci lagu cinta ini, aku tak kan menyanyi lagi


Aku menatap beberapa lembar buku catatan fisikaku yang sudah penuh dengan beberapa kalimat. Aku menatap keadaan kelas yang sepi. Hanya ada aku dan dia—Kazune—yang duduk di pojokan kelas sambil memainkan PSP hitamnya. Aku menarik napas pelan dan segera mengambil ponselku yang berada di saku rok hitam pendekku.

Aku mengutak-atik beberapa tombol di ponsel smartphone milikku. Segera aku membuka mp3 dan mendengarkan lagu Anata ga Mawaru dengan volume pelan. Kuharap Kazune tak mendengar lagu ini. Aku menarik napas pelan dan mulai meresapi beberapa instrumen musik yang terdengar.

DUAK—Kazune melempar sebuah buku padaku. Nyaris saja ponsel yang kupegang jatuh ke lantai. Aku segera mem-pause laguku dan menoleh ke arah Kazune. Aku mengusap belakang kepalaku yang sakit terantuk buku yang dilempar Kazune.

"Kenapa kau membenci lagu?" tanyaku. Kazune menatapku tajam dan segera menurunkan PSP yang awalnya digunakan untuk menutup wajahnya. Kazune mendengus pelan.

"Kenapa kau ingin mengatahui privasi orang?!" tanya Kazune ketus. Aku membalik tubuhku agar bisa menatap Kazune lebih jelas.

"A—Aku hanya ingin mengetahuinya. A—Apa itu salah?" tanyaku balik. Kazune tertawa hampa sesaat. Iris sapphire itu kembali menatapku tajam.

"Ya itu salah! Kau tak berhak tahu apa-apa!" ucap Kazune dan memberikan tatapan yang tajam padaku. "Kau tahu? Semua lagu yang kudengar adalah hal yang bodoh," Kazune semakin memberikan penekanan pada kalimat yang ia ucapkan.

"Kau salah Kazune!" seruku. "Semua lagu itu indah! Tak ada lagu yang bodoh!" aku sedikit berteriak.

Kazun memutar bola matanya malas. Derit kursi Kazune yang terdorong bergesekan dengan lantai terdengar. Kazune segera meraih PSP-nya dan berjalan keluar kelas. Sejenak saat ia berdiri beberapa langkah dariku ia menatapku tajam dan tersenyum remeh.

"Kau adalah perempuan yang sangat menyebalkan bagiku Hanazono Karin. Dan kau adalah perempuan terbodoh di mataku karena kau mengatakan bahwa lagu itu indah," ucap Kazune lalu berjalan keluar kelas.

Aku membulatkan mataku mendengar apa yang Kazune ucapkan. Kalimatnya yang kasar itu benar-benar adalah racun! Aku mengepalkan tanganku dan memukulkannya pada permukaan meja. Suara yang keras terdengar karena ulahku. Aku mengepalkan tanganku menahan amarah karena ucapan Kazune tadi.

"Kazune kau sangat menyebalkan!" jeritku memenuhi seluruh ruangan kelas. Aku mendengus sebal. Dia benar-benar anak laki-laki yang menyebalkan yang pernah kutemui!


Aku menghentakan kakiku dan berjalan menuju lantai 3 di sekolah. Kudengar dari Himeka-chan disana ada ruang musik yang luas dan outdoor. Sesekali aku mendengus mengingat beberapa ucapan sarkastik dari Kazune. Aku menaiki tangga tergesa. Sesekali aku mengeratkan peganganku pada sisi tangga mencoba melampiaskan rasa marahku pada Kazune.

Berhubung istirahat kedua panjang—sekitar 2 mata pelajaran—aku bisa pergi ke ruang musik dan bermain musik disana. Kata Himeka-chan disana sepi karena jarang sekali ada siswi atau siswa disana. Para siswa lebih memutuskan untuk bermain di taman dan para siswi lebih senang mengekora para flower boys di sekolah.

Aku tersenyum saat sampai di lorong panjang yang dindingnya berwarna putih dengan beberapa keramik pale green yang memenuhi setengah dinding. Derit sepatu hitamku terdengar menggema di seluruh lorong. Memang disini hanya ada aku. Aku menatap ke arah kanan terlihat kaca panjang bening yang menunjukan keadaan sekolah dari atas.

Aku menatap gumpalan awan yang terlihat lembut di langit. Sesekali aku melirik ke halaman sekolah. Beberapa orang terlihat sangat kecil dan aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Aku menoleh ke kiri dan menatap beberapa pintu. 'Ruang musik outdoor,' gumamku sambil mengingat deskripsi Himeka-chan dimana letak ruangan musik itu.

"Ketemu!" pekikku riang. Aku seger membuka pintu yang berada di ujung lorong. Suara derit pintu yang jelas lama tak dibuka terdengar. Aku tersenyum menatap apa yang kulihat.

Ruangan musik luas dengan lantai keramik putih dan atap otomatis yang bisa di buka. Beberapa tumbuhan seperti tulip, mawar, dan beberapa pohon bonsai kecil terlihat. Aku menoleh menatap sebuah kotak yang berisi alat musik lengkap. Aku bisa melihat keadaan langit biru yang jelas dari dalam ruangan musik. Aku tersenyum sumringah dan segera berjalan mendekati kotak berisi alat musik.

Aku memutuskan pilihanku pada sebuah gitar dengan warna light brown. Aku mengatur beberapa kunci agar pas dengan lagu yang kumainkan. Aku berjalan mendekati sebuah bangku yang berada di antara beberapa bunga tulip. Aku mendongak menatap langit dan tersenyum tipis. Aku yakin atap ruangan musik ini terbuka bila hari cerah dan tertutup bila mendung.


Aku

Oh I hate this LOVE SONG

Oh I hate this LOVE SONG


Aku tersenyum kecil dan melirik ke arah jendela yang membatasi ruangan musik dengan lorong. Aku lalu menatap ke arah sudut ruangan yang diberi spons untuk meredam suara gema. Aku menarik napas pelan. Kurasa ini adalah ruangan yang sangat nyaman. Tapi entah kenapa banyak siswa-siswi yang tak tertarik ke ruangan ini.

Aku tak mau ambil pusing. Segera aku memetik beberapa senar gitar agar sesuai dengan lagu yang akan kumainkan. Aku tersenyum kecil. Segera kupetik beberapa senarnya. Aku menunggu hingga masuk pada saat yang tepat. Aku segera membuka mulutku begitu sudah memasuki saat yang tepat.

"Na na na na na na
Na na na na na na
I wanna sleep tonight in the midnight midnight midnight
nemurenai yoru omoidasu
kitto mo hibi wo nagai
yami no naka wo kimi wo sagashi samayotteru ima mo
kimi nashi gai rarenai kurushii
hanareta hino kioku mo futari
tada kiete yuku wasurenaretekku
yagate wa kimi ga
miagatta sora wa so sad tonight kimi to sugo sena ieru wa
in the midni-i-ight midni-ight kimi e no omoi midnight
wasurenai kara so sad tonight
himi wo aishitekku no hibi wa
in the midni-i-ight midni-ight nemure wa ioru midnight."

Aku memejamkan mataku dan meresapi lagu yang kunyanyikan. Biasanya aku menyanyikan lagu ini jika aku ingin tidur. Aku tersenyum kecil. Mengambil napas sejenak dan terus memetik senar dengan beraturan. Melodi yang kusukai saat aku akan tidur ini terdengar kian jelas.

"Na na na na na na
Na na na na na na
I wanna sleep tonight in the midnight midnight midnight
Mabada kunoshu ga onyobi moto e yoku koko e
hanareta ai omo you can't do this to me
mo boku wo boku wo kurushimenai de hoshi mi
de owa kono yoru wa owerarenai kara
kono saki no kitto omo ireshite
koishikunaru no darou honto ni
aishite dakoto mou wa dakoto
hanareta kimi o
miagatta sora wa so sad tonight kimi to sugo sena ieru wa
in the midni-i-ight midni-ight kimi e no omoi midnight
wasurenai kara so sad tonight
himi wo aishitekku no hibi wa
in the midni-i-ight midni-ight nemure wa ioru midnight
kagayaku wa little star hiko ino sora
yoru soweru basho sagashi miage
kagayaku wa little star hiko ino sora
yoru soweru basho sagashi
kisetsu wa meguru no ni yoru no kawate kono ni
hoshi tachi kasowatte nemurenakute
wasurenai kara so sad tonight
himi wo aishitekku no hibi wa
in the midni-i-ight midni-ight nemure wa ioru midnight
Na na na na na na
Na na na na na na
I wanna sleep tonight in the midnight midnight midnight."

Aku membuka mataku dan tersenyum kecil. Segera kuletakan gitar itu di sampingku. Aku menarik napas lega setelah menyanyikan lagu yang membuatku nyaman itu. Paling tidak amarahku sudah tak akan meledak-ledak seperti tadi. Aku menoleh ke kaca pembatas ruang musik dengan lorong. Sejenak iris emerlad-ku membulat melihat suatu hal yang tak sudari.

"Kazune?!" pekikku dan berjalan mendekati pintu sedikit terbuka. Well Kazune sepertinya melihatku bernyanyi dari pintu. Nyaris saja jika aku tak segera mencegahnya di pintu ia akan pergi.

"Kazune!" aku berseru kecil dan memegang tangan Kazune agar tak pergi. Kazune menarik paksa tangannya. Segera tatapan datar ia arahkan padaku.

"Hei! Kau melihat apa yang kulakukan?" tanyaku.

Kazune mendengus. Manik sapphire itu menatapku datar. "Memang aku harus bilang padamu?" tanyanya ketus. Aku menarik napas pelan—mencoba untuk sabar.

"Kau melihatku bukan bernyanyi bukan? Berarti kau mendengarkan apa yang kunyanyikan! Jadi sekarang kau suka lagu?" pekikku riang. Kazune tertawa hampa. Iris sapphire itu menatapku datar dan ia mendengus kesal.

"Terserah apa yang kau ucapakan Hanazono Karin. Lagu yang kau nyanyikan sangat aneh!" serunya. Aku mengepalkan tangan menaham amarah. 'Apa dia orang yang tak berperasaan?' batinku yang sudah beberapa kali mendengar ucapan sarkastiknya.

Aku mendongak menatap manik sapphire-nya. Sejenak aku bisa melihat bahwa di tatapan mata itu ada sedikit kelegaan. Aku menarik ujung bibirku. Ia berbohong. Ia menikmati lagu yang kunyanyikan karena lagu itu bisa menenangkan pikirannya. Terbukti dari sorot matanya.

"Kau tahu? Nyanyian bisa membuat hati seseorang tenang," ucapku pelan. Kazune mendengus dan memejamkan matanya. Ia lalu membuka matanya dan menatapku tajam.

"A—Aku ta—," belum selesai kalimat yang akan ia ucapakan aku segera menyela ucapannya.

"Kau tahu bukan? Tapi kenapa kau membencinya?" selaku. Kazune tertawa hampa. Ia berjalan mendekatiku selangkah. Di arahkan tangan kanannya untuk menunjuk tepat hidungku.

"Aku tak mau kau tahu urusanku! Aku membenci semua lagu! Aku membencinya!" ucapnya berseru keras. Sorot sapphire itu memberikan tatapan yang tajam. Aku menelan ludahku kelu. Ia sangat menyeramkan sekarang.

Kazune sedikit menarik tubuhnya mundur. Segera ia berjalan berbalik dan memasukan kedua tangannya dalam saku celananya. Ia menoleh ke arahku dan memberikanku tatapan yang tajam. Ia kembali berbalik dan berjalan menjauh.

"Kau sangat menyebalkan Hanazono Karin," ucapnya lalu menghilang di tangga menuju lantai dua.


Next or End


.

.

What do you think?

Leave me your opinion in review ne!