.

.

.

"Aku menunggu ... namun apa yang kutunggu? Ya, mungkin yang kutunggu hanyalah angin. Sesuatu yang tidak bisa kulihat, sesuatu yang hanya bisa kurasakan dalam sekejap, sesuatu yang seperti tidak ada."

.

.


.

"Masa Kini, Masa Lalu, dan Masa Depanku"

.

Rate: T

.

Pairing(s): Gumiya x Gumi

.

Warning(s): Typo(s), Ejaan Yang Diragukan, kejanggalan-kejanggalan jika ada, diksi mepet, galau(?)

.


.

.

.

"Chapter 00: Masa Kini ~From a Place You are not Here~"

.

.

.

"Ah, Gumi-chan!" panggil seorang wanita berambut honey blonde sepunggung, ia melambaikan tangan kanannya dengan semangat. Sedangkan wanita berambut teal di sampingnya hanya menatap kedatangannya dan dengan santai menikmati minumannya.

Si wanita yang dipanggil Gumi–wanita berambut hijau panjang kepang satu yang baru saja memasuki tempat tersebut–menolehkan kedua manik hijaunya dan menemukan dua sosok sahabatnya yang tengah duduk di salah satu kursi kafe. Gumi–atau lengkapnya Nakayama Gumi–kemudian mengambil langkah lebar menuju meja kedua sahabatnya dan ikut nimbrung dengan mereka.

"Hisashiburi, Rin-chan, Miku." Sapa Gumi setelah dia berhasil menduduki salah satu kursi yang satu meja dengan kedua sahabatnya.

Rin–si pirang yang semangat-dengan senyuman lebar menyambut kedatangan Gumi, "Hisashiburi mo, Gumi-chan." Balasnya. Sedangkan si teal–Miku–hanya mengangguk. Gumi berpura-pura mengerucutkan bibirnya kesal.

"Kita sudah lama tidak bertemu dan kau hanya memberiku sebuah anggukan? Jahat sekali kau." Protes Gumi. Miku–atau Hatsune Miku, ups, salah sekarang Shion Miku–menghentikan kegiatannya sejenak dan menatap Gumi.

"Hisashiburi," ucap wanita teal itu kemudian, "Puas?" tambahnya. Gumi terkikik geli.

"Mou, Gumi-chan. Kau terlalu suka membuat Miku-chan sebal, itu tidak baik loh." Nasehat Rin–Kagamine Rin tepatnya–yang kini menatap kedua sahabatnya itu dengan pandangan pasrah.

"Gomen, sudah kebiasaan." Kilah Gumi, ia menatap Miku yang kini perutnya sudah mulai membesar. "Uwah, apa Hime-sama kita sedang kena mood swing?" lontarnya, dan hal itu membuat Miku sedikit kesal.

"Gumi, terlalu banyak marah tidak baik untuk kandunganku, kau tahu?" keluh Miku, Gumi hanya tertawa dan mengangguk mengerti. Ya, Miku sudah menikah dengan Shion Kaito-sensei beberapa bulan yang lalu dan kini tengah mengandung anak pertama mereka.

"Jadi untuk apa kalian memanggilku ke sini?" tanya si kepala hijau kemudian. Rin kemudian merogoh tas kecilnya dan mengeluarkan dua buah amplop dari sana, satu berwarna aqua dan satunya berwarna coklat muda. Ia lalu memberikan kedua amplop itu kepada Gumi.

"Itu adalah undangan, yang aqua dari acara reuni kita dua minggu lagi dan satunya lagi adalah untuk pernikahanku bulan depan. Gumi-chan akan punya waktu, kan?" ucap Rin, Gumi mengamati kedua undangan itu sebentar dan tersenyum.

"Tentu saja akan kuluangkan waktu untuk menghadirinya, apalagi saat sahabatku sendiri akan menikah." Ucap Gumi pasti, "Aku pasti akan mengatur waktuku nanti," lanjutnya.

Wajah Rin langsung berseri mendengar perkataan menyakinkan Gumi. Ia tahu bahwa pekerjaan Gumi sebagai perawat memang tak mudah apalagi perawat UGD sepertinya, ada saja penyakit yang harus ditangani. Tapi ia sangat senang ketika wanita itu berujar dengan yakin bahwa ia bisa datang ke dua acara penting tersebut. Miku pun ikut tersenyum, namun ia masih sedikit ragu,

"Memangnya nanti tidak apa-apa kalau kau tidak ada?" tanya Miku memastikan, Gumi mengangguk mantap. Miku tersenyum dan mengangguk.

"Baiklah, berarti aku bisa tenang." Ucap Rin, Gumi mengangkat sebelah alisnya.

"Soalnya Rin bilang, semua sahabatnya harus hadir, kalau ada yang tidak hadir ia pasti tidak akan bisa menikah dengan tenang." Jelas Miku, membuat sedikit rona merah terlukis pada pipi putih Rin. Gumi tertawa pelan.

"Ya ampun, Rin-chan. Kenapa kau berkata seperti itu?" tanya Gumi setelah ia puas tertawa, Rin menggembungkan pipinya kesal.

"Habisnya ... kalau tidak ada kalian aku tidak bisa tenang, bagaimana kalau nanti aku membuat sebuah kesalahan?" keluh Rin, Gumi dan Miku saling bertatapan.

"Tenang saja, kau pasti bisa melakukannya dengan baik." Ucap Gumi menenangkan.

"Gumi benar, memang awalnya kau pasti gugup. Tapi tenang saja, ada Len yang akan menggandeng tanganmu. Kau pasti baik-baik saja." Lanjut Miku.

Rin kemudian menatap kedua sahabatnya itu dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, ia mengangguk cepat. "Un, arigatou!" balasnya.

"Tapi tidak kusangka, waktu sudah berjalan secepat ini ya..." komentar Gumi, ia mengambil cangkir cappucino pesanannya yang baru saja datang dan meminumnya sedikit. "Rin-chan sudah akan menikah bahkan Miku sudah mau punya anak. Sungguh, waktu benar-benar berjalan dengan sangat cepat." Lanjutnya.

"Kau sendiri tidak berniat mencari pasangan hidup? Nanti kau keburu jadi perawan tua loh," komentar Miku.

"Bukan ingin ikut mengatakan perawan tua sih, tapi apa memang tidak sebaiknya Gumi-chan juga cepat mencari pasangan?" ucap Rin, ia menatap sahabatnya itu dengan tatapan sendu, "... apakah kau masih kepikiran soal Gumiya-kun?" lanjut Rin hati-hati.

Dan penyebutan nama itu membuat Gumi sedikit tersentak. Ia kemudian tertawa hampa, "Aku itu bodoh kan ya? Sudah tahu sesuatu tidak akan pernah kembali tapi aku tetap mengharapkannya." Ucapan Gumi itu kemudian membuka sesi curhatan mereka.

~xXx~

"Tadaima," salam Gumi ketika ia membuka pintu rumahnya. Sepi adalah satu kata yang tepat menggambarkan keadaan rumah tersebut. Tentu saja, orang tuanya kini menetap di tanah kelahirannya–Osaka–karena itulah ia sekarang di rumah sendirian. Gumi segera menuju kamarnya di lantai dua, menaruh barang-barangnya di atas meja kerjanya dan pergi mandi.

Jam dinding kamar wanita greenette itu menunjukkan pukul 07.58 malam ketika dia selesai mandi. Yah mau bagaimana lagi, dengan terbukanya sesi curhatan tadi dia baru bisa pulang dari kafe pada pukul 07.11, wajar kalau dia akhirnya selesai mandi pada pukul segini. Tanpa membuang waktu, Gumi segera berpakaian dan memasak makan malam. Karena ia tinggal sendirian, ia memilih untuk memasak yang simpel-simpel saja. Setelah masakannya matang, ia segera melakukan ritual makannya dan mengerjakan tugas kerjanya yang belum selesai ketika ia telah selesai makan.

Setelah menyelesaikan semua tugasnya, Gumi menyempatkan diri pergi ke balkon kamarnya dan duduk di pinggiran balkon itu sambil menyesap teh mawarnya, hitung-hitung relaksasi. "Hari ini langitnya cerah ya," ucapnya, senyum terukir indah dibibirnya.

Gumi kemudian menaruh tehnya di meja kecil yang ada di balkon dan mengambil sebuah kertas serta pena. Tak lama ia menggoreskan pucuk pena tersebut dan merangkai kata-kata di atasnya, "Untuk Gumiya-kun..." gumamnya.


Untuk Gumiya-kun,

Hei, apa kau masih ingat denganku? Jahatnya kalau kau sampai lupa denganku.

Hahaha, apa kabar Gumiya-kun? Kuharap kau baik-baik saja, karena aku di sini baik-baik saja kok. Bagaimana di langit? Apakah kau sedang melihat langit berbintang sepertiku? Atau di sana hanya ada gelap? Kuharap sih kau bisa menceritakannya padaku, namun tentu saja itu harapan konyol bukan?

Hei Gumiya-kun,

Sebentar lagi Rin akan menikah loh dengan Len-san. Kau pasti mengenalnya kan? Dia kan juga malaikat sepertimu dulunya. Miku juga sedang mengandung, aduh aku tidak sabar melihat persilangan gadis cerewet dengan sensei yang juga cerewet itu. Pasti lucu ya?

Hari ini juga aku baru dapat undangan reuni loh, pasti menyenangkan bertemu teman-teman lama. Sudah lama juga aku tidak mendengar kabar tentang teman-teman sekelasku. Pengalamanku di SMA benar-benar menyenangkan! Kau tahu kan? Jadi aku tidak sabar menghadiri reuni itu!

Yah, bukan berarti aku membenci masa SMP-ku sih, tapi kau sendiri tahu kan seperti apa aku saat SMP? ... tapi sungguh! Aku benar-benar tidak membenci masa SMP-ku kok! Soalnya kan ... masa itu adalah masa dimana aku bertemu denganmu. Dan kau juga kan yang selalu mendukungku pada masa itu untuk berubah? Hontou ni arigatou...

Hei Gumiya-kun,

Apa kau masih ingat kata-kata yang ingin kuucapkan sesaat sebelum Gakupo-kun dulu menelponku? Apa kau masih ingin mendengarnya?

.

.

'Aku ingin ikut denganmu,'

.

.

Kata-kata itu yang ingin kukatakan padamu, tapi sayang semua telah lenyap. Kau sudah tidak disampingku lagi. Gomen, kalau saja aku tidak ceroboh waktu itu ... pasti sekarang kau sudah bahagia. Walaupun mungkin kau sudah tidak di sampingku lagi ... hontou ni gomennasai...

Ah, kertasnya jadi jelek kan kalau kena tetesan air mata seperti ini, dasar...

Kalau begitu segini dulu surat dariku ya Gumiya-kun, nantikan suratku terus ya! Bye-bye~

.

.

Salam,

Dari yang selalu menyayangimu,

Nakayama Gumi


Gumi segera melipat kertas itu dan memasukkannya ke amplop berwarna hijau muda di sampingnya. Ia kemudian menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya dan membawa amplop beserta cangkir tehnya yang sudah kosong ke dalam kamar.

Dengan perlahan Gumi meletakkan cangkir teh dan amplopnya di atas lemari kecil di samping tempat tidurnya dan membuka laci atas lemari kecil tersebut. Ia mengambil sebuah kotak berukuran cukup besar berwarna coklat tua beserta kunci kecil yang tersedia di sana. Gumi kemudian duduk di atas ranjangnya dan membuka gembok yang ada pada kotak tersebut dengan kunci yang juga diambilnya. Isi dari kotak itu sendiri adalah amplop-amplop lain berbagai warna yang hampir memenuhi kapasitas kotak tersebut.

"Ternyata sudah hampir penuh ya?" gumam Gumi, ia memandangi kumpulan amplop dalam kotak itu dengan tatapan sendu. "Padahal aku sudah menulisnya, tapi sayang ... orang yang kukirimi surat ini tidak pernah mempunyai kesempatan untuk membacanya." Ucap Gumi pelan. Ia kemudian dengan cepat memasukkan amplop surat yang baru saja ditulisnya ke dalam kotak tersebut, berbaur dengan amplop-amplop yang lain, sebelum air mata kembali menodai amplop-amplop indah itu.

Gumi meletakkan kotak tersebut di samping cangkir tehnya dan mengikuti kaki jenjangnya yang membimbingnya kembali ke balkon. Ia mendongak, menatap langit malam bertabur bintang di atasnya. "Waktu aku pertama kali berharap bertemu denganmu ... juga malam berbintang seperti ini, kan? Apa hal itu bisa kembali terulang ya? Kalau bisa aku pasti berharap bertemu denganmu lagi, bukan untuk membantuku menyatakan perasaanku ... tapi untuk selalu berada di sisiku." Harapnya. Gumi akhirnya memejamkan kedua kelopak matanya dengan perlahan, bertekad dalam hati dan memohon dengan sangat.

Dan dalam malam yang sunyi itu, satu permohonan telah terkabulkan. Sebuah cahaya menghampiri kotak di atas lemari kecil kamarnya dan menghilangkan amplop-amplop dalam kotak tersebut. Menggantinya dengan sebuah amplop berwarna putih bersih bertuliskan...

.

.

.

.

.

'Untuk orang yang kusayangi, Gumi.'

.

.


A/N:

Yeay, jumpa lagi sama saia desu wa~

Chiao datang dengan side story dari RBY a.k.a Right Beside You nih~

Ada yang nunggu ngga? Ada ya? Ada kan? Pasti ada dong~ *maksa*#plak

Yep, kali ini saia bakal nyeritain Gumi~

Setting waktunya mungkin tiga atau empat tahun setelah RBY, .w.

Nah, di chapter depan saia bakal nyeritain masa lalu Gumi secara rinci, penasaran kan?~~ #dor

Btw, saia sendiri agak ngga jelas juga sih sama format cerita ini, tapi karena otak saia udah mutusin kayak gini ya... gitu deh~#woy

Cerita ini sendiri kayaknya cuman bakal sampe 4 atau 5 chapter kok, saia udah ngga mau nambah multichap panjang lagi... =_=a

Dan buat cerita yang lain ... saia nyicil deh, pasti ... cuman kapan apdetnya sih... *lirik-lirik*#dor

Pokoknya stay tune terus mantengin cerita ini ya! Otanoshimi ni~


REVIEW PLEASE!~~