Baekhyun dan Chanyeol sebenarnya adalah tetangga.

Semuanya di mulai sejak sebuah Minggu pagi dimana seharusnya setiap orang yang dapat merasakan hawa musim dingin yang mencekik kebanyakan memilih untuk tetap bergelung di balik selimutnya.

Namun tidak bagi Park Chanyeol, anak ini sudah bangun tengah malam hari hanya untuk membantu sang ayah dan ibu yang tengah mengepak sisa barang mereka.

Niatnya, keluarga Park akan meninggalkan mansion nya dini hari itu dan memutuskan untuk bermigrasi ke daerah sekitar Busan. Tepat pada pukul tiga dini hari mobil mewah berwarna silver milik ayah Chanyeol sudah melaju meninggalkan rumah mewah nya di Seoul. Perjalanan dari Seoul ke Busan hanya memakan waktu dua jam kurang (itu karena ayah Chanyeol yang mengendarainya). Mobil bermerk itu sudah terparkir dengan indah di bagasi rumah barunya.

Chanyeol puas menatap rumah baru yang akan ia tinggali itu. Hawa sejuk rupanya menguar di setiap sisi membuat pria dengan tingga diatas seratus delapan puluh –ah itu tersenyum lega. Setidaknya rumah yang ia tinggali bukanlah rumah yang sesak di pusat keramaian.

Setelah meminta ijin kepada orang tuanya untuk berjalan-jalan di sekitar sana, Chanyeol memutuskan untuk berkunjung ke café dua puluh empat jam di sana. Rupanya tempat itu tengah sepi saat Chanyeol mlangkah masuk. Pria dengan banyak gigi ini memutuskan untuk duduk di salah satu kursi yang dekat dengan jendela. Mungkin, menghirup udara malam yang sudah menjadi pagi sambil meminum sebuah kopi bukan hal yang buruk.

"Silahkan dinikmati."

Itu suara dari sang pelayan tempat ini. Bukanya aneh atau apa, tapi kelihatanya tempat ini salah memperkerjakan pelayan. Yang harusnya berkerja di tempat sebagus ini mestinya pegawai yang ramah dan suka tersenyum. "Bukan yang wajah nya flat begitu." Lanjut Chanyeol miris. Ia meminum kopi hangat yang sangat ia sukai itu dengan perlahan.

"Buang wajah datarmu itu pelayan bodoh. Kau akan menakuti pelanggan."

Chanyeol segera menoleh pada suara lembut itu. Chanyeol kira itu adalah pemilik tempat ini yang tengah menegur sang pelayan atau pelayan lain yang tengah mengingatkan. Namun, yang Chanyeol lihat adalah pemuda pendek dengan kaos putih kebesaran dan celana bahan selutut. Kacamata besar terlihat jelas terpajang di wajah mini nya. Chanyeol terpaku untuk sesaat.

"Kau tahu? Aku tidak mengerti mengapa aku pagi-pagi sekali seperti ini harus melayanimu. Rasanya menumpahkan juice ini padamu terdengar jauh lebih menyenangkan!" Wow, pelayan muda itu bicara banyak rupanya.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau sudah bekerja pagi-pagi begini Sehun?" Chanyeol bersumpah, ia tidak bermaksud menguping atau apa. Salahkan saja mereka yang bicara di depan umum. Yang membuat Chanyeol aneh adalah percakapan kedua orang itu terdengar akrab. Mungkin, mereka saling mengenal dekat?

"Itu tidak penting. Aku lebih tertarik mendengar ceritamu yang pagi buta begini sudah ada di sini. Apa ibumu tidak akan mencarimu? Coba jelaskan!"

Oh hell, Chanyeol juga tertarik.

"Baekbeom datang ke kamar ku pagi-pagi sekali. Dia membangunkanku untuk cepat mandi dan sekolah, tapi aku bilang hari ini aku akan membolos saja. Tapi, orang sialan itu langsung memanggil ibu, yasudah aku kabur lewat jendela."

Chanyeol rasanya ingin tertawa mendengar cerita anak itu. Walau tidak terdengar begitu lucu, namun Chanyeol merasa dirinya ingin tertawa. Ada yang janggal pada cerita anak itu.

"Dasar bodoh!" maki pria putih bernama Sehun tadi. Sekarang ia sudah duduk berhadapan dengan pemuda berkaos putih kebesaran itu.

"Yeah, Baekbeom memang bodoh." Ia meminum juice nya, sedangkan Sehun memutar bola matanya malas. "Kau yang bodoh."

"Kenapa aku?" Chanyeol bersumpah jika ia seperti melihat pria tadi melakukan aegyo.

"Mana ada yang bersekolah di hari Minggu, Byun." Malas. Sehun benar-benar malas dengan anak di depannya ini. Pria putih dengan rahang kuat itu menatap datar orang di depanya yang kini sedang bereaksi berlebihan.

"KENAPA KAU TIDAK BILANG DARI TADI, OH SEHUN?" Sehun yang masih terkaget dengan teriakan itu masih tidak sadar akan pergerakan pria di depanya. Bukan hanya Sehun yang kaget, Chanyeol juga, seorang paman yang duduk di sudut café juga. "MAU KEMANA KAU? BAYAR DULU MINUMANMU BYUN BAEKHYUN!" Sehun mengejar pemuda tadi dengan cepat.

Chanyeol masih melihat mereka yang tengah berkejar-kejaran dari dalam jendela. Senyuman mengembang di wajahnya. Tiba-tiba saja, senyumanya semakin lebar saat ia mengingat sesuatu.

"Byun Baekhyun."

Pada siang harinya, Chanyeol baru sadar bahwa ia bertetangga dengan pria bernama Baekhyun itu dan lagi, yang membuat Chanyeol terkejut adalah pria itu ternyata satu angkatan denganya. Chanyeol tahu itu saat ia memulai hari pertamanya bersekolah di sekolah menengah atas. Ternyata, Baekhyun suka berbicara (sudah Chanyeol duga), Baekhyun sangat ceria dan penuh semangat, dan Baekhyun malas mengerjakan tugas, serta Baekhyun ternyata jauh lebih pendek darinya (-_-)

Banyak hal baru yang Chanyeol ketahui tentang Baekhyun. Chanyeol juga suka saat ia berjalan bersama denganya saat pulang sekolah. Chanyeol bahagia sekali saat Baekhyun memberikan nomor ponselnya, ia juga senang saat Baekhyun tersenyum kala teman-teman sekelasnya menjodoh-jodohkan Baekhyun denganya.

Lalu, Chanyeol merasa ia adalah pria paling beruntung saat Baekhyun menerima pernyataan cintanya di depan seluruh teman-temanya (dan teman Chanyeol).


TITLE : Neighbor Complex

CAST : Park – Byun – Other

GENRE : COM-ROM

RATTING : T

AUTHOR : Wafflekid


"Sampai kapan kau akan terus menelanjangi foto itu?"

Chanyeol tersenyum saat mendengar suara yang tak kalah berat darinya. Ia sudah tahu siapa pemilik suara itu bahkan tanpa melihat.

"Sampai ia benar-benar terlanjang, mungkin." Chanyeol tersenyum geli sendiri mendengar ucapanya. Ia menatap seseorang di hadapanya beberapa saat kemudian. Alisnya terangkat seakan menanyakan ada apa.

"Kurasa kau sudah gila, kawan. Lebih baik kita berpetualang malam ini. Bagimana?" Chanyeol tahu berpetualang yang dimaksud di sini bukanya berpetualang seperti dora ataupun nobita. Tapi, mencari kebebasan di tempat yang di penuhi dengan gairah yang liar. "Aku tidak mau."

"Hey, kau itu sudah bekerja terlalu keras. Aku tahu kau lelah, bro!" Chanyeol berusaha mengabaikan apa yang di katakan pria di hadapanya ini. "Siapa tahu kau dapat yang lebih baik dari mantanmu-"

"Kris!"

Kris menghentikan aktivitas meneguk minumanya dan mengambil waktu untuk mencibir Chanyeol sejenak. "Iya-iya aku tahu, aku tidak akan membahasnya lagi."

Chanyeol menghela nafas, sebelum pandanganya berubah sendu.

"Kurasa besok kita harus kembali ke Korea."

"Baekhyun sayang, kau harus bangun. Kau mau jatah sarapanmu ku habiskan?" sialan, Baekhyun benci keluarganya yang menjadikan Baekhyun sebagai anak bungsu sekaligus adik dari Baekbeom. Putra sulung keuarga Byun itu tak pernah bosan mengganggu adik manis –sialan- nya itu karena bagi Baekbeom itu menyenangkan.

Baekhyun mengambil segelas air di meja nakasnya. Detik berikutnya terjadi begitu cepat karena tiba-tiba air dari dalam gelas sudah berpindah ke kepala dan badan Baekbeom.

"Hey, kurcaci sialan!" Baekbeom segera mengejar adiknya yang kini tengah berlari ke tengah meja makan.

"Anyeong haseyeo." Setelah membungkukan badanya, Baekhyun ikut bergabung dengan ayah dan ibunya yang sedang merapikan piring. Baekbeom memandang tajam adiknya saat ia membukukan badanya. Kemudian ia duduk di sisi kanan ayah. Sedangkan Baekhyun dan ibunya duduk di sisi kiri.

"Beom, kenapa tubuhmu basah begitu?" tanya sang ibu yang tengah menyodorkan sepiring makanan pada putra tersulungnya.

"Sepertinya mimpi basah. Diakan sudah dewasa, eomma. Sudah tua malah." Jawab Baekhyun asal. Pria manis itu kini tengah memakan rotinya yang baru saja selesai ia olesi dengan selai.

Baekbeom mendecih mendengar adiknya. "Ya, itu lebih baik daripada aku bertubuh pendek dan tidak tumbuh." Baekbeom tersenyum penuh kemenangan.

"Kau mengataiku pendek? Hey buncit! Sadarlah, aku sedang masa pertumbuhan!"

"Buncit? Dasar cebol sialan. Pertumbuhan apa? Kau sudah dua puluh dua! Kau pikir kau masih siswa SMA?"

"Ce-cebol? Yack! Kau bicara apa sih, dasar katarak! Urusi saja dulu matamu itu!"

"Baekhyun, Baekbeom! Apa yang kalian lakukan di depan kami?" sang ibu menghentikan pertikaian mereka. Sebenarnya jika dua anak itu bertengkar di depanya, itu biasa saja, namun jika di depan suaminya itu luar biasa namanya.

Mau Baekbeom ataupun Baekhyun keduanya menunduk sambil menggumam kata maaf berkali-kali.

"Baiklah buncit, cebol! Tidak ada yang mau membuka pintu? Aku mendengar ketukan dari tadi." Baekhyun secara reflex berdiri dan mengajukan dirinya untuk membuka pintu.

Baru saja knop pintu berputar dan pintu bergeser, Baekhyun merasa semburan air yang deras membuatnya basah. Dengan samar ia menatap wanita paru baya dengan pakaian khas orang bangun tidur. Pakaian mewah dan sepatu bermerk nya sudah menyatakan bahwa wanita ini penghuni rumah sebelah. Lagipula, Baekhyun kenal wanita ini.

"Dimana Chanyeol?" Tidak cukup hanya dengan menyiramnya, kini wanita itu malah meneriakinya.

"Maaf nyonya. Mengapa anda bertanya padaku?"

"Pasti kau yang menyembunyikan Chanyeol kan? Cepat suruh dia keluar! CHANYEOL! KELUAR KAU!" wanita itu berteriak keras sekali, hingga ia membuat seluruh orang di rumah Baekhyun ikut berpartisipasi. "Ada apa ini?" suara tegas tuan Byun mengalihkan perhatian wanita tadi. Walau sudah menyiram Baekhyun, namun wanita itu tidak berniat meminta maaf sama sekali.

"Putramu ini menculik putraku." Jawabnya arrogant.

"Yack! Apa yang kau lakukan pada putraku?" Ibu Baekhyun yang baru saja datang langsung meneriaki wanita tadi tepat di depan wajahnya.

"Dia menyembunyikan Chanyeol –ku!" ibu Baekhyun mendecih.

"Mungkin kau salah paham! Yang mengejar putraku itu putramu, untuk alasan apa Baekhyun menyembunyikan tihang listrik disini?"

"Siapa yang kau katakan tihang listrik? Huh?"

Baekhyun mencoba melerai kedua wanita yang nyaris akan saling mencakar itu. Namun apadaya, benar kata orang bahwa wanita memang gila jika mereka sedang marah. Baekhyun sadar itu karena pada detik berikutnya dirinya terlempar dengan mengenaskan.

"Yack! Apa yang kau lakukan pada putraku?" Ibunya Baekhyun kembali menjambak rambut wanita di depanya. Ibu Chanyeol yang tidak terima ikut membalas menarik rambut kecoklatan milik ibu Baekhyun. Ayah Baekhyun sudah masuk sedari tadi karena sakit kepala yang tiba-tiba menderanya dan Baekbeom lah orang yang mengantarnya.

"Eomma! Apa yang kau lakukan?" suara berat dari belakang berhasil menghentikan keributan itu.

Itu Park Chanyeol.

Semua yang ada di sana terdiam sejenak. Termasuk Baekhyun, sungguh mungkin juga pengaruh Chanyeol yang tiga tahun ini belajar di luar negeri, Baekhyun yang baru melihat Chanyeol lagi merasa sedikit pangling. Chanyeol yang sekarang terlihat semakin tinggi dan, ugh, tampan.

Baekhyun mendecak sebal melihatnya. Dari awal pertengkaran itu, Baekhyun lah yang selalu melerai namun keduanya tak kunjung berhenti. Tapi, saat anak semata wayang keluarga Park itu yang melakukannya keduanya langsung berhenti. Baekhyun tidak terima.

"Chanyeol? Kenapa kau ada di sana?" Chanyeol yang terlihat kesal mulai menarik ibunya meninggalkan tempat Baekhyun. Tapi sang ibu bersikukuh untuk tinggal. "Harusnya aku yang bertanya, mengapa eomma ada di sini?"

Ibunya Chanyeol menatap sang anak khawatir. Menatapnya sambil membenarkan letak dasi merah sang anak. "Eomma khawatir. Kukira Baekhyun dan keluarganya menculikmu. Lagi pula dimana kau selama ini? Seharusnya kau tetap di rumah setelah pulang dari Newyork." Chanyeol tersenyum kecil. Ia menganggap ocehan ibunya sebagai rasa peduli dari orang tua.

"Sudah berdrama nya? Bisa pergi dari rumahku?" Ibu Baekhyun melayangkan lagi pandangan menantang pada istri dan anak tuan Park itu. Baekhyun sebenarnya sudah mengingatkan ibunya untuk berkata sopan. Namun ibunya sama sekali tidak mendengar.

"Cepat pergi atau ku jadikan perkedel bokong kalian!" Baekhyun menarik tangan sang ibu untuk masuk ke dalam dan menguncinya dari luar. Kemudian Baekhyun membungkuk hormat pada Chanyeol dan ibunya yang sudah dengan sombongnya berjalan pulang ke rumahnya. Barusaja Baekhyun akan membuka pintu rumahnya untuk masuk, namun lengan itu sekali lagi menarik lengan kecilnya.

"Long time no see, dwarf!"

.

.

.

.

Café itu masih sama seperti saat pertama kali mereka berkencan. Yah, setidaknya itu bagi Baekhyun. Saat masih SMA dulu Chanyeol dan dirinya sering pergi berkencan ke tempat ini. Walau Baekhyun tidak tahu apa alasanya Chanyeol selalu mengajaknya makan di sini, dulu.

"Kau ingin bicara apa?"

Chanyeol yang awalnya terdiam sembari memandangi Baekhyun mulai kembali kesadaranya "Maafkan ibuku, Baek."

Ibu jari pria itu kini mulai mengusap bagian pipi Baekhyun yang terluka dengan penuh sayang. Baekhyun yang menyadari gelagat itu ingin segera melepaskan tangan Chanyeol dari wajahnya. Tapi ia tidak melakukanya. Terlanjur terbuai.

Baekhyun menghela nafas lelah, kemudian kembali menatap manik mata bulat pria di hadapanya itu dengan pandangan bertanya. Chanyeol lebih memilih memandangi Baekhyun dengan pandangan rindunya.

"Tak bisa kah kita kembali Baek?" Chanyeol menatap ke matanya dengan sorot yang sungguh patut di kasihani membuat tekad Baekhyun sempat melemah untuk beberapa saat. Namun, pada detik berikutnya wajah Chanyeol yang sedang memandanginya dengan pandangan memelas itu hilang seperti asap. Hancur seperti ledakan. Di gantikan dengan wajah datar pria tinggi itu.

"Sudah selesai memandangi aku nya?"

Baekhyun menautkan kedua alisnya ketika merasa wajah memelas Chanyeol perlahan-lahan mulai berubah menjadi wajah datar dengan senyuman dingin yang Baekhyun berani bersumpah bahwa itu sangat menyebalkan. Jika ini sebuah animasi, maka hancur sudah semua khayalan dan gambaran tentang Chanyeol di atas kepala Baekhyun. Dan pertanyaan itu, serius, Baekhyun ingin menyumpalkan sepatu Baekbeom saja di mulut pria itu! Ya, ternyata tiga tahun di luar negeri tidak pernah merubah sikap menyebalkan Chanyeol.

"Apa?"

Bukanya menjawab, pria dengan keebihan kalsiumnya itu malah tertawa dengan suara beratnya. Menatap Baekhyun dengan pandangan yang Baekhyun sendiri tak mengerti apa artinya. "Setelah berpisah dariku kau bahkan jadi tuli?''

Baekhyun mendengus marah. Tak pernah terpikirkan dalam dirinya sedikitpun bahwa pria di hadapanya itu akan melakukan penghinaan seperti ini. Seseorang, tolong ingatkan Chanyeol bahwa Baekhyun adalah mantan juara nasional hapkido!

"Kau mau mati?!" Baekhyun mengumpat setelahnya.

Rasa muak kembali hadir dalam diri Baekhyun ketika melihat si Park itu menyandarkan punggung nya ke kursi dan melipat kaki sehingga kaki kana nada di atas kaki kirinya, pose sombong.

"Heh, selain pendek apa kau juga seorang pembunuh?"

Tak habis pikir. Baekhyun sudah tidak sanggup lagi. Sekarang ia merasa benar-benar telah gagal, gagal dalam hal bersabar. Wajahnya sudah merah padam, dadanya naik turun, hidung nya kembang kempis, Baekhyun tidak bisa menahan lagi untuk tidak-

BRUKKK

-menendang wajah itu.

"Kau habis dari mana?" Baekbeom yang tengah bersilang tangan berdiri di samping pintu dengan angkuhnya menyambut kedatangan sang adik.

Baekhyun tersenyum miring, "Dari hatimu." Kemudian ia melangkah masuk kedalam dan menuju meja makan untuk menghabiskan makananya yang belum ia sentuh secuilpun. Oh tidak, itu hanya niatnya saja, karena sesaat ia akan merealisasakanya, tangan Baekbeom menahan langkahnya.

Jujur, ia jadi memikirkan Chanyeol.

"Kau tidak berfikir untuk kembali pada anak itu kan?" nada datarnya membuat Baekhyun yakin kali ini kakak nya itu sedang dalam mode serius. Saat Baekhyun menatapnya pun, matanya menyorotkan ke khawatiran. Yah, setidaknya Baekbeom masih bersikap seperti seorang kakak yang mengkhawatirkan adiknya. "Kau tahu? Tadi ayah pingsan karena sakit kepala. Ibu juga terluka karena cakaran bibi Park. Jadi, jangan pernah berfikir untuk berurusan lagi dengan keluarga itu, mengerti?"

Baekhyun hanya mengangguk. Lagipula, ia juga tidak pernah memikirkannya kok. Jadi daripada, Baekhyun membahas hal ini lebih lanjut, ia lebih memilih untuk mengalihkan pembicaraan saat ini.

"Omong-omong, kau tidak menghabiskan sarapanku, kan?"

Baekbeom mengkerut, kemudian ia menggeleng. "Tidak." Baekhyun pun menghela nafas lega. Setidaknya, untuk satu saat ini, Baekbeom benar-benar bersikap sebagai kakak untuknya.

"Tapi aku memberikanya pada kucing yang lewat."

Atau mungkin tidak.

Ya, sekali sialan, tetap akan menjadi sialan!

Langit sudah mulai berubah menjadi gelap, tapi Sehun belum juga di perbolehkan pulang meskipun jumlah pengunjung kafe di sana sudah mulai sepi.

"Ada apa degan wajahmu?"

Sehun yang tengah mengelap meja dengan tampang tertekuk itu mendengus melihat Baekhyun yang sudah duduk di salah satu kursi dengan posisi terbaik. Tubuhnya menghadap sandaran kursi. Sehun yang biasanya hanya akan diam dan memasang wajah sok cool nya, kali ini mendudukan dirinya di kursi yang ada di hadapan Baekhyun. Membuat yang lebih pendek sedikit tertarik.

"Taruhan, kau di paksa lembur?"

Sehun tak ada mengeluarkan sepatah kata pun. Menjadikan Baekhyun tertawa renyah –ia menganggap dugaan nya benar. Meski kenyataanya memang benar adanya.

"Demi Tuhan, ini malam Minggu, Baek." Percaya atau tidak Baekhyun sedang menyaksikan adegan di mana sahabat tuna rungu nya ini sedang merajuk. Mulut anak itu merengut dan tampak jengkel. "Setidaknya aku butuh ruang untuk bernafas."

Baekhyun tertawa lagi mendengar kalimat penuh konotatif itu. Sambil memakan snack kerupuk udang yang ia bawa sendiri. Baekhyun menghentikan tawanya saat tangan albino Sehun itu sedang merogoh kantong cemilanya dan berhasil mendapatkan satu potong snacknya. Baekhyun merengut tak suka, ia memukul tangan itu.

"Ini milikku, brengsek!"

Sehun mengaduh ketika snack curianya jatuh ke lantai. Dapat tidak, kena pukul iya! "Siapa bilang kau boleh bawa makanan luar ke sini, pelanggan?" sindir Sehun.

Baekhyun menatap yang lebih muda tidak terima.

"Kau juga ikut makan, pelayan."

Sehun mendecih.

"Tidak, kau menjatuhkanya."

Baekhyun menaruh telunjuknya di dahi Sehun, sebelum pria itu mendorong kepala tersebut. "Kau yang menjatuhkanya."

Sehun tak menjawab. Baekhyun selalu berfikiran bahwa ia menang debat ketika Sehun tak lagi bereaksi seperti sekarang. Jujur, Baekhyun hanya tidak tahu bahwa Sehun hanya mengalah.

Suara dering telepon terdengar.

Sehun maupun Baekhyun sama-sama mengecek ponsel mereka. Sehun mengeryit saat mendapat pesan yang entah dari siapa. Sedangkan Baekhyun sudah menempelkan ponselnya di telinga kirinya –menjawab panggilan seseorang.

"Ye."

"Ye?"

"Benarkah?"

"TERIMAKASIH!"

"Ya, aku akan bekerja keras!"

Baekhyun dan Sehun kini saling berpandangan dengan senyuman yang menghiasi wajah keduanya. Mata Sehun maupun Baekhyun sama-sama berbinar.

"Hyung, lemburku dibatalkan."

Sehun sedikit terkejut. Tidak, banyak. Ia menganga saat Baekhyun dengan tiba-tiba bangkit dan memeluknya erat sekali. Sehun terdiam, tidak bisa berkata-kata. Apa… batalnya lembur Sehun membuat Baekhyun sebahagia itu? –pikirnya.

"Yack, Oh Se!" Sehun melebarkan matanya saat pria yang dua tahun lebih tua darinya itu melepaskan pelukanya hanya untuk menangkup wajahnya. Tidak, hanya saja… tidakah ini terlalu dekat? "Aku di promosikan~"

Pagi itu, suasana di meja makan keluarga Byun, terlihat sedikit bersinar. Semuanya tahu, putra bungsu mereka kini sudah di promosikan menjadi kepala tim. Membuat ia tak ada henti-hentinya tersenyum sejak tadi.

"Baek, bibirmu robek, tuh!" sindir Baekbeom melihat tingkah adiknya yang semakin melebarkan senyumanya setiap saat.

"Haha, diam saja kau pengangguran!"

Baekbeom melongo tak percaya. Kemudian ia memukul belakang kepala adiknya membuat Baekhyun mengaduh kesakitan. "Naik pangkat sedikit saja kau sudah sombong!"

Baekhyun memandang kakak semata wayangnya tajam, namun kemudian berubah menjadi pandangan jahil, "Heh, jika kau masih belum dapat pekerjaan, bekerja saja denganku?" tawar Baekhyun sambil menggeplak bahu Baekbeom.

"Pekerjaan apa memangnya?" tak dapat di pungkiri, Baekbeom memang agak tertarik.

Baekhyun mendekatkan wajahnya ke telinga Baekbeom seakan ia akan berbisik, ia mengucapkanya dengan penuh penekanan "Babu."

Baekbeom pun memukul sekali lagi kepala adiknya.

"Tak bisakah kalian makan dengan tenang sekali saja! Kalian mau eomma mati muda?"

Baekhyun tersenyum dan mengecup pipi ibunya sebelum ia memutuskan untuk pergi berkerja. Ibunya benar berada dekat dengan Baekbeom hanya membuatnya naik darah, nanti bisa-bisa bukan hanya ibunya yang mati muda, tadi ia juga.

Belum sempat ia melangkah pergi dari rumahnya, ibunya menyusulnya untuk mengecup pipinya dan membawakan susunya yang lupa ia minum.

"Aku berangkat!"

"Jangan kembali!"

Dan suara menyebalkan yang menyusulnya itu menjadi penutup sebelum Baekhyun benar-benar menutup pintu, Sebelum pergi, Baekhyun dapat melihat seseorang yang tengah dihadiahi kecupan mesra oleh sang ibu di depan rumah orang itu. Baekhyun mendecih kecil melihatnya.

Meihat Park sialan Chanyeol itu.

"Eomma, Aku berankat!"

Sang ibu hanya bisa tersenyum bangga pada sang putra bungsu yang bahkan sudah di terima bekerja bahkan saat baru tiba di Korea beberapa hari yang lalu. Nyonya Park mencubit pipi Chanyeol gemas dan memeluk putranya itu. "Fighting, Chanyeollie!" Chanyeol hanya tertawa kecil melihat tingkah ibunya. Sedikit terkejut. Saat pipinya di kecup singkat di depan rumahnya. Chanyeol tersenyum canggung, ia merasa sudah terlalu besar untuk di perlakukan seperti ini. Tanpa basa-basi lagi, Chanyeol berangkat. Tak menatap lagi ibunya yang sedang beradu pandang dengan salah satu anak tetangga.

Baekhyun menyunggingkan seyuman termanisnya ketika ia baru saja memijakan kakinya di lantai gedung kantornya. Ini pertama kali dalam hidupnya ia merasa bangga pada dirinya dan kemampuan nya sendiri. Bekerja tiga tahun di sini ternyata tidak sia-sia. Sekarang ia bisa megatakan pada dunia bahwa ia benar-benar telah menjadi orang dewasa. Terutama pada Baekbeom, Baekhyun menandai orang yang satu itu.

Ia tarik sedikit tali dari tas gendong ramping hitam miliknya saat sedang berjalan menuju lift. Senyuman nya belum juga bosan menampakan diri, terkadang ia juga membungkuk hormat pada beberapa pegawai yang ia tebak adalah para senior nya. Tangan nya menekan tombol terbuka pada lift. Ia sadar, sadar betul ketika sebuah tangan menekan tombol yang sama denganya.

Berbeda dengan Baekhyun, Chanyeol terlihat sedang tersenyum mendapati beberapa sapaan dari beberapa orang gadis di sana. Chanyeol berjalan lurus menuju lift. Tepat saat tanganya hendak menekan tombol buka, seseorang telah mendahuluinya.

Baekhyun menoleh, hampir menundukan kepalanya hormat jika saja ia masih berfikir orang itu termasuk seniornya juga –yang harus ia hormati tentu saja. Tapi, saat paras tampan dengan tubuh yang tinggi yang ia dapat,

matanya melebar. Tunggu, ia tidak salah lihat, kan?

Itu kan,

"P-Park Chanyeol?"

Entah sengaja atau tidak pria setinggi tihang itu ikut melebarkan matanya. Membuat keduanya berada dalam situasi rumit yang lumayan sulit untuk di pahami. Saling memandang dan terkejut, dengan masing-masing mulut menganga dan wajah menahan kesal.

"Byun Baekhyun?"


TBC

Just wanna see, how's? i mean, my story? Maaf kalau buruk. Hanya ingin lihat bagaimana cara nulis saya, apa sudah baik atau masih buruk? hihihi. Please tell me jika menurut kalian fanfic ini layak dibilang fanfic(?)

Thanks, lav!