Disclaimer:

Naruto © Masashi Kishimoto

I'm Cold As Ice © Furasawa99

Warning:

OoC, AU, crackpair, multi-chapter, etc.

Genre:

School-Life

Romance

Friendship

Rated:

T

.

.

Happy Reading!

.

.

Konoha Arts High School. Sekolah menengah atas yang menyeimbangkan antara prestasi akademik dengan prestasi dalam bidang kesenian itu baru saja memulai tahun ajaran baru. Di aula, puluhan murid berkumpul untuk memulai apel awal tahun. Sejumlah di antara mereka ada yang berbisik ria. Haruno Sakura, siswi divisi seni musik sedikit mendelik pada sekumpulan siswi yang sedang membicarakan sesuatu.

"Kudengar, akan ada murid baru yang akan diperkenalkan di altar nanti, lho."

"Eh? Bukankah murid baru setiap tahun pasti ada? Lalu kenapa perlu diperkenalkan di altar?"

"Iie. Dia berbeda. Konon dia pindahan dari sekolah bergengsi di Suna dan cukup gemilang prestasi bidang keseniannya. Pasti itu sebabnya dia patut untuk diperkenalkan."

"Untuk dijadikan panutan dan motivasi murid lainnya juga, huh? Woah, aku jadi tak sabar melihatnya."

"Um, dia pasti adalah lelaki yang keren dan tampan."

TWICH

Perempatan di pelipis gadis beriris emerald memperlihatkan kejengkelannya pada pembicaraan para siswi penggosip yang berbaris di belakangnya. Sakura yang sudah resah oleh pencemaran suara di belakangnya kini menoleh dan memandang dua gadis di belakangnya.

"Bisakah kalian diam sampai apel ini selesai?" ujar Sakura dingin.

Dua siswi yang berbisik di belakangnya sontak tertawa hambar.

"Ahaha, Sakura-san, err, gomennasai." ujar Yukata sambil membungkuk hormat begitu juga Matsuri.

Sakura yang melihatnya hanya kembali menghadap ke depan mengabaikan mereka. Beberapa saat kemudian, seisi aula bertepuk tangan usai penyampaian amanat pembina apel a.k.a kepala sekolah. Kemudian, seisi aula langsung hening begitu seseorang berseragam sama kini berjalan menghampiri kepala sekolah di podium.

"Akasuna Sasori. Mulai sekarang, dia adalah siswa di Konoha Arts High School. Tak lama lagi dia pun akan menjadi kebanggaan dan pencetak prestasi bagi sekolah ini." ujar Senju Tsunade, sang kepala sekolah dengan penuh kebanggaan. "Sasori-kun, bisakah kau perkenalkan dirimu?"

"Akasuna Sasori dari kelas 3, divisi seni rupa. Juara 1 Olimpiade Seni Rupa Nasional. Juara 3 Olimpiade Seni Ukir Se-Asia Timur. Juara 2 Olimpiade Seni Lukis perwakilan Asia di Paris. Yoroshiku gozaimasu." ujar Sasori sambil membungkuk sekilas.

Tak lama, riuh tepukan tangan seisi aula memekakkan telinga Sakura. Sakura hanya mendengus melihat perkenalan sosok murid baru itu. Sesekali dia berdehem pada sekumpulan siswi di barisannya yang mengagum-ngagumkan sosok murid baru yang berparas rupawan itu.

"Sakura," panggil gadis dengan ponytail yang berbaris di sebelah Sakura. Terdapat pin divisi seni tari pada blazernya. Dia sahabat Sakura, walau mereka beda divisi. Sakura membalas dengan gumaman. "Kau juga murid kebanggaan sekolah ini. Kau pencetak prestasi seni musik di banyak ajang yang diikuti Konoha Arts High School. Kau bahkan penulis lirik untuk salah satu penyanyi yang pernah membeli rekomendasi lagu dari sekolah seni ini. Kurasa, kau dan dia akan menjadi rival. Bahkan walau kalian berbeda bidang." imbuh Ino sambil terkekeh.

"Jangan anggap aku mau dekat dengannya maupun bersaing dengannya, Ino. Aku tidak berminat."

.

.

.

Seorang lelaki berambut merah maroon dengan mata sayu tampak mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin. Hari ini kegiatan divisi maupun pembelajaran di kelas belum aktif. Sasori berpikir untuk mencoba membaur dengan kudapan yang disediakan di kantin sekolah barunya ini. Dia baru akan melangkah menuju salah satu kedai sebelum seseorang dari belakang tanpa sengaja menabraknya.

Bruk

"Eh? Go-gomen, hm!" ujar sosok beriris cornflower blue sambil membantu Sasori bangun.

"Dasar Deidara. Jangan suka ceroboh begitu, baka!" seseorang berambut klimis yang tiba menyusul mengumpat menyalahkan Deidara. Namun tak lama kemudian iris magentanya membulat. "Eh? Kau itu murid baru kan?" tanya Hidan pada Sasori.

Sasori mengangguk sekilas.

"Woah itu artinya kau satu divisi denganku, hm?" Deidara meraih tangan Sasori secara spontan seolah akan berjabat tangan. "Namaku Deidara Sang Pangeran Divisi Seni Rupa, hm. Kalau dia ini Hidan, hm. Dia dari divisi seni musik, hm." ujar Deidara antusias.

Dahi Hidan menampakkan empat sudut yang berkedut. Sedangkan Sasori hanya memandang Deidara datar.

"Ngomong-ngomong, kau ini orang yang irit bicara, huh?" celetuk Hidan pada Sasori.

.

.

.

Derap langkah memburu terdengar di koridor gedung lantai dua. Langkah kaki sepatu hak tinggi itu terdengar lebih pelan saat berada di depan ruangan dengan pintu yang bertulisan "Lyricist Room".

Brak

Pintu ruangan didobrak dan sosok itu mengejutkan gadis bersurai soft pink yang sedang duduk berkutat dengan gitar, buku, dan penanya. Ya, Senju Tsunade baru saja mengejutkan Sakura yang sedang asyik menulis lirik seperti biasa.

"Haruno Sakura, akan ada proyek besar untukmu." ucap Tsunade antusias. Sakura menautkan alisnya pertanda bingung dan dengan demikian Tsunade melanjutkan kalimatnya. "Carilah murid di sini yang cukup mampu. Bekerjasamalah dengannya dan buat komik yang akan membuat dunia gempar!"

"Nani?!" Sakura berdiri dan menjatuhkan buku lirik dan penanya tanpa sengaja.

.

.

.

Komik. Entah ada angin apa sampai Konoha Arts High School menuntutnya untuk membuat karya yang bahkan terlampau jauh dari bidangnya yang sebenarnya. Tak bisa dipungkiri memang Sakura terlalu cerdas memutar otak menulis kisah yang dilantunkannya dalam sebuah karya musik. Namun Sakura terlalu kaget manakala dipercaya untuk menjadi penulis alur bagi komik yang akan dibuat Konoha Arts High School untuk dipamerkan dalam pameran manga sekolah dari seluruh provinsi. Terhitung bukan pertama kalinya sekolah ini mewakili kota Tokyo dalam event kesenian tingkat provinsi. Walau begitu tetaplah Sakura bingung harus dengan siapa dia bekerja sama. Sakura tidak lebih dari sekedar gadis cuek yang hanya akan melakukan ini-itu secara individu. Lagipula siapa yang pandai menggambar untuk proyek komik ini?

"Akasuna Sasori." celetuk Ino sebelum menyedot lemon tea yang baru tiba di meja mereka beberapa menit lalu.

Sakura mendelik sekilas. Kemudian mendengus tak suka. Sejak berada di kantin, Sakura terus bertopang dagu dengan raut bosan itu. Dia benci harus diajak bekerja sama.

"Hey! Kau dengar aku tidak? Lagipula dia kan pintar menggambar. Buktinya pernah juara olimpiade seni lukis." ucap Ino yang sebal akibat diabaikan. "Tapi kudengar, dia itu sosok yang individual. Dia juga terlalu dingin untuk bersosialisasi. Kurasa akan sulit bagimu." imbuh Ino lagi.

Sakura menghela napas kasar. Bukan hal tabu jikalau kabar tentang murid baru selalu menyebar dengan cepatnya. Apalagi Yamanaka Ino termasuk anggota komunitas gosip sekolah, sudah pasti dia tau. Tapi haruskah Sakura peduli? Tidak, gadis sedingin es itu tak akan peduli pada apa pun. Pasti.

"Hn, pada akhirnya aku selalu melakukan monolog. Seperti bicara dengan pahatan es berbentuk manusia saja. Sakura, jadi siapa yang akan kau ajak bekerja sama?!"

.

.

.

"Seperti bicara dengan boneka barbie yang terbuat dari es, hm. Hidan, cepatlah kembali! Aku tak bisa lama-lama dengan spesies yang irit bicara ini, hm!" Deidara memukul-mukul meja kantin dengan frustasi.

Sepuluh menit yang lalu Hidan pergi memesan makanan. Sepuluh menit sudah dia melakukan monolog selama bersama Sasori. Sedangkan Sasori sendiri hanya menggores-gores crayonnya di atas buku gambarnya dengan kalem. Bagaimana pun dia memang seniman. Menciptakan seni dengan mengabaikan ajakan bicara dari seniman lainnya.

"Ternyata kau pandai menggambar." celetuk Hidan yang muncul dengan sebuah nampan yang diletaki tiga mangkuk ramen. Tidak disadarinya lelaki berambut pirang dikuncir yang duduk di seberang Sasori kini menatapnya tajam. "Ah, kenapa kau tidak bantu Sakura menggambar untuk proyek komiknya saja?" imbuh Hidan lagi.

FLASHBACK

Hidan sedang berdiri di depan barisan antrian ramen. Tepat di sebelahnya, Sakura dan Ino sedang mengobrol. Kebetulan meja mereka memang dekat dengan kedai ramen tempat Hidan membeli. Pemilik manik magenta itu menoleh setelah merasa ada yang menarik-narik belakang blazernya. Rupanya itu Ino, yang duduknya tepat di dekat barisan antrian.

"Hidan, apakah kau bisa menggambar?" tanya Ino polos.

"Eh? Aku-"

"Tentu saja dia tidak bisa, Ino. Kalau kau mau membantuku, tidak usah minta tolong dia. Kalau dia bisa menggambar, dia pasti tidak satu divisi denganku." sahut Sakura sinis.

"Ah, benar juga." balas Ino sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

TWICH

Satu lagi yang menambah empat sudut berkedut di pelipis lelaki tinggi itu. Telinganya lumayan panas kali ini.

"Hidan, Sakura dipercayai Tsunade-sama untuk pembuatan komik yang mewakili Tokyo dalam pameran manga tingkat provinsi. Apakah kau tau siapa yang mampu membantu dalam penggambaran karakternya?"

FLASHBACK END

"Hey! Kau mau atau tidak?" Hidan menggebrak meja kantin dengan bentakan yang memekakan telinga. Dia sudah sangat sabar menunggu lelaki berambut merah maroon itu menjawab.

Sasori hanya diam sambil tetap menggores crayonnya. Satu langkah lagi dengan pemberian gradasi warna, dan selesai.

Hidan dan Deidara membulatkan mata tak percaya. Hidan tersentak bersamaan dengan Deidara yang meneguk ludah.

"Itu gambar yang indah, hm." gumam Deidara sambil menunjuk hasil gambaran Sasori.

Dalam selembar bidang datar itu, tiga sosok lelaki tampak tersenyum cerah menghadap penikmat gambar. Sosok berambut merah maroon yang berdiri di tengah pada gambar itu menyunggingkan senyum lebarnya yang menampakkan deretan giginya yang cemerlang. Di sisi kanan, ada sosok berambut pirang menunjukkan senyum yang sama cerahnya begitu juga sosok beriris magenta yang merangkul sosok yang digambar berambut merah maroon itu.

Arsiran dan goresan crayon yang menciptakan gradasi yang sempurna itu membuat Deidara dan Hidan tersenyum takjub. Melihat itu, membuat sang seniman yang sedingin es itu tersenyum sama lebarnya seperti yang ada pada gambar, walau dirinya tak menyadari senyumnya itu sekali pun.

.

.

.

Akankah gundukan salju itu kelak berubah wujud menjadi hamparan bunga wangi musim semi? Akankah kepingan salju yang berguguran tergantikan kelopak bunga sakura yang berguguran? Pasti. Selalu ada musim semi selepas musim dingin. Sebagaimana sesuatu yang indah itu akan ada dan mendekatkan mereka dengan sendirinya. Bahkan walau masing-masing dari mereka sedingin es sekali pun.

TBC

A/N:

Maaf request-annya baru jadi sekarang. Multi-chapter pula, jadi bikin nunggu update lagi deh. *sigh*

OoCnya tampak sangat ya? Maaf, ini disengaja biar sesuai alur(?) *kicked*

Fict ini terinspirasi dari lirik lagu yang dalam dari Grup Hip-Hop Korea EPIK HIGH yang lagunya bertajuk "It's Cold". Beruntung lagu yang mem-baper-kan itu membuat Fura dapat ide cerita *sigh again*

Ya sudah, makasih deh sudah pada baca. Fura pamit ya ^-^)/

Mind to Review?