Introduction

"Luna!" Ginny berteriak ditengah-tengah aula besar, menarik perhatian murid-murid lain yang menatapnya dengan heran. Seketika itu pula muka Ginny memerah dan ia menundukkan kepalanya,"Apa yang kau katakan?" Ginny mendesis.

"Aku hanya bilang-" tapi kata-kata Luna Lovegood tidak terselesaikan karena Ginny mengambil tangannya dan menariknya keluar aula besar."Ginny, aku hanya bilang kalau kau dan Draco Malfoy itu berjodoh," ujar Luna Lovegood tak bersalah.

"Jangan keras-keras," Ginny berteriak,"Dari mana sih kau dapat ide seperti itu?" Ginny mendesis.

"Ini bukan ide, Ginny. Inilah hal yang dikatakan para peri terhadapku," jawab Luna polos.

"Pe-peri?"

"Ya,"

"Luna, tak ada yang namanya peri," ujar Ginny kesal,"Bahkan didunia sihir,"

"Itu tidak benar, Gin" protes Luna,"Aku melihatnya kemarin, dan mereka yang memberitahuku. Ayolah, aku perlihatkan mereka," Luna menarik tangan Ginny dan mereka berlari menuju halaman. Tak ada murid diluar karena ini adalah akhir minggu diawal Desember.

"Luna, disini membekukan" ujar Ginny, membujuknya untuk kembali ke kastil.

"Itulah mengapa kita tidak pernah melihat mereka, Ginny," ujar Luna,"Karena mereka hanya keluar saat musim dingin," Luna berlari mendahului Ginny, melintasi tepian danau hingga ketepian hutan terlarang.

"Luna, tunggu" seru Ginny dan berlari mengejar Luna. Akhirnya Ginny berhasil mengejar Luna yang sekarang mulai berjalan memasuki hutan."Luna, apa yang kau lakukan?" tanyanya terengah-engah,"Ini hutan terlarang,"

"Jadi?"

Ginny memutar bola matanya,"Namanya saja sudah terlarang, Luna"

"Oh, ayolah Gin," bujuk Luna,"Mereka menunggu kita," dengan keras kepala Luna terus melangkah tidak mempedulikan perkataan Ginny.

"Kenapa kau ada di Ravenclaw?" Ginny bergumam kalah dan mengikuti Luna.

Mereka berjalan beberapa meter lebih jauh, semakin jauh Ginny merasakan seluruh tubuhnya semakin membeku, semakin jauh Ginny merasa semakin tidak enak,"Lihat, Luna. Tak ada yang namanya peri," bujuk Ginny,"Ayo kita pulang,"

Luna tiba-tiba berhenti, ia memutar tubuhnya 360O, menatap berkeliling pepohonan cemara disekelilingnya,"Shhhh..." gumamnya sambil meletakkan jari telunjuk didepan bibir, isyarat untuk diam.

"Luna..."

"Ini aku Luna," ujar Luna lembut bukan kepada siapa-siapa, matanya menelusuri pepohonan,"aku membawa teman, dia baik sekali. Tidak apa-apa, keluarlah,"

"Luna, ayo kita pergi," desak Ginny.

"Ayo peri yang manis," seru Luna,"Keluarlah,"

"Luna, tak ada yang namanya-" perkataan Ginny terputus ketika ada cahaya keemasan berkerlip dari pohon cemara. Tidak hanya satu, ada belasan, mungkin puluhan. Mata coklat hangat Ginny melebar dan mulutnya jatuh terbuka karena shock. Kerlipan cahaya itu mengelilinginya. Ginny mengamati kerlipan cahaya itu lebih dekat. Dan ternyata, Luna benar! Itu memang seorang peri, bentuknya seperti apa yang pernah diceritakan buku-buku cerita yang ia pernah baca, tubuhnya berbalutkan daun berwarna hijau tapi tidak menahan tubuh dan sayapnya berkilau keemasan, mereka menggunakan sepatu-sepatu kecil dan rambut mereka yang berwarna coklat digelung keatas."Ini-ini tidak mungkin," gagap Ginny ketika ia mengulurkan tangannya, hendak menyentuh peri-peri itu. salah seorang peri hinggap dijaru telunjuk.

'Hallo, Ginevra Weasley,' ujar suara seseorang dikepala Ginny.

Sekali lagi, mata Ginny melebar,"Kau-kau bisa bicara dikepalaku?" tanyanya terkejut.

'Kami bicara dengan siapapun yang kami mau,' jawab suara dikepalanya,'Melalalui telepati,' Ginny bisa melihat kalau peri yang hinggap ditanggannya tersenyum geli.

"Makhluk apa kau ini?" tanya Ginny.

'Kami peri Himpkipuckey,' jawab suara dikepalanya.

"Peri Himpkipuckey," ulang Ginny,"Kenapa aku tidak pernah tahu tentangmu. Kau tak ada dibuku sekolah,"

'Oh, ayolah, Ginevra Weasley' ujar suara dikepalanya,'apa kau berpikir buku sekolah mencakup segala hal? Peri Himpkipuckey dianggap sudah punah karena kami tidak pernah menampakkan diri kami. Jika orang-orang menemukan kami, mereka akan menggunakan kami untuk mengetahui masa depan, mereka akan mengurung kami. Kami adalah klan terakhir dari jenis kami yang tersisa. Kami hanya menampakkan diri kami saat musim dingin kepada orang-orang yang tidak mempunyai niatan sekecilpun untuk menggunakan kami dan tidak akan membeberkan keberadaan kami," jelas suara dikepalanya.

"Tunggu, tunggu" ujar Ginny,"Apa maksudmu dengan menggunakan kalian untuk mengetahui masa depan?"

'Kami adalah peri peramal, Ginevra' jawab suara dikepalanya,'Namaku Christabell,'

"Christabell," Ginny mengulangi.

Luna tertawa geli,"Christabell perlihatkan kepadanya ramalan yang kau perlihatkan kepadaku," pinta Luna.

'Oh, baiklah,' jawab Christabell,'Ginevra,' ujar Christabell,'bersiap-siaplah,'

Tepat saat itulah penglihatan itu muncul seperti gambar film kedalam otak Ginny. Ia melihat dirinya sendiri, mengudara dengan sapu terbang, memperebutkan sebuah snitch kecil keemasan dengan seorang seeker lain yang terus menempel disisinya. Gerakan Ginny begitu cepat dan hebat, tapi si seeker lain juga tidak kalah hebat. Snitch itu meluncur kearah tanah, tanpa ragu-ragu Ginny langsung meluncur kearah tanah, mengikuti si snitch. Tapi seeker lawan tampak ragu-ragu. Ginny mendahuluinya dengan mudah, dan berhasil menangkap snitch hanya belasan senti dari tanah. Ia jatuh ke tanah dengan bunyi gedebuk. Tapi Ginny malah tertawa senang.

Si seeker lawan turun dari sapunya, ia seorang lelaki muda tampan berambut pirang keperakan dan bermata kelabu."Kau mengalahkanku lagi," ujar si lelaki muda. Tapi ia tersenyum dan mengulurkan tangannya. Ginny menerimanya."Kukira kau seorang chaser,"

Ginny tertawa,"Kurasa aku hanya hebat diberbagai posisi,"

"Mommy," terdengar teriakan, Ginny menoleh dan melihat seorang anak lelaki tampan yang tidak lebih dari lima tahun. Anak lelaki itu berambut pirang dan persis seperti si lelaki muda, tapi matanya yang familiar berwarna coklat dan penuh kehangatan. Ginny tersenyum dan memeluk si anak lelaki,"Mommy, kau hebat sekali," ujar si anak lelaki bangga.

"Ah, jadi ayah nggak hebat, ya?" si lelaki muda bertanya, pura-pura tersinggung.

Si anak lelaki tertawa,"Daddy hebat, kok" ujarnya,"Tapi Mommy lebih hebat,"

Film itu selesai. Ginny mengerjap-ngerjapankan matanya untuk beradaptasi."Apa-apa itu?" tanya Ginny.

'Itu adalah masa depanmu, Ginevra' jawab Christabell.

"Masa depanku?" seru Ginny tidak percaya,"Dengan-dengan," Ginny mengingat si lelaki muda, mengingat rambutnya yang pirang keperakan dan matanya yang kelabu,"Dengan Malfoy?"

"Sudah kubilang, Ginny" timpal Luna.

Ginny membelalakkan matanya,"Oh, diamlah, Luna" seru Ginny kesal,"Aku akan rela kehilangan sembilan belas tahun kehidupanku jika aku bahkan mencium si brengsek itu," Ginny bersumpah.

'Hati-hati dengan sumpahmu, Ginevra' Christabell memperingatkan.

"Oh, aku tidak peduli," gumam Ginny.

Christabell tersenyum dan terbang pergi dari tangan Ginny.'Sampai jumpa, Ginevra,' ujarnya,'Sampai jumpa, Luna' kemudian Christabell dan peri-peri yang lain kembali terbang kepohon cemara dan menghilang dibalik dahan dan ranting.

"Ayo, Gin" ajak Luna,"Kita harus pergi," ia mengambil tangan Ginny dan menariknya.

Beberapa hari telah lewat, dan Luna tak pernah diam membicarakan tentang masa depan Ginny. Untung saja Luna bukanlah tipe yang besar mulut. Tak ada orang yang tahu tentang peri Himpkipuckey.

Sementara itu suasana natal terus menyebar. Misteltoe-mistletoe tumbuh dimana-mana. Dan seorang anak Slytherine telah menyihir mistletoe-mistletoe itu. jika ada seseorang murid yang berdiri tepat dibawah mistletoe maka orang itu tidak akan bisa bergerak sebelum seseorang dari lawan jenis menciumnya.

Sudah banyak sekali orang-orang yang terjebak. Ron harus mencium Lavander yang membencinya sejak mereka putus. Ron dengan Luna, kejutan, kan? Harry harus mencium Hermione yang notabene adalah sahabat baiknya. Bahkan guru-guru juga banyak yang terjebak. Ginny pernah melihat Snape mencium Profesor McGonnagall. Bisa membayangkan tidak?

Tapi, untung saja Ginny belum pernah terjebak.

Ginny dan Luna tengah berjalan di koridor kosong, "Ginny, aku sedang berpikir tentang putera kalian," ujar Luna, Ginny tidak mendengarkan,"Dia tampaknya tampan dan manis sekali. Oh, dia mirip sekali dengan Draco. Tapi, dia punya matamu," mata Luna penuh kekaguman,"Kau akan menamakannya siapa?"

Tiba-tiba Ginny merasakan tubuhnya tidak bisa digerakan,"Luna," serunya kesal,"Apa yang kau lakukan?"

Luna membalikkan badannya, tampaknya baru sadar kawannya tertinggal,"Apa?" tanya Luna tidak mengerti.

"Kau memantraiku," ujar Ginny,"Aku tidak bisa bergerak,"

"Aku tidak-" kata-kata Luna terhenti ketika ia menatap kelangit-langit.

Ginny mengikuti tatapannya,"Oh, sial" umpatnya, sebuah mistletoe tumbuh tepat diatasnya.

"Well, well, lihat siapa yang ada disini," ujar suara menyebalkan yang familiar,"Weasel dan Lonny," Ginny menatap Draco Malfoy yang tengah menyeringai dengan tatapan benci. Kenapa ia harus berada ditempat yang salah dan diwaktu yang salah?

"Pergilah, Malfoy" bentak Ginny.

"Oh, begitukah," ujar Draco Malfoy,"Padahal aku mau menawarkan bantuan, lho"

"Jangan coba-coba pikirkan," desis Ginny.

"Tapi, aku tidak melihat orang lain yang bisa membantumu disini," Draco melihat sekelilingnya. Memang, benar. Dikoridor hanya ada mereka bertiga.

"Pergilah," bentak Ginny.

"Kemudian apa yang akan kau lakukan? Menunggu disini sampai ada seorang cowok lewat atau kau mau menyuruh Loony mengumumkan di aula besar kalau kau butuh seorang cowok menciummu? Ya, hebat sekali."

"Ginny, kurasa kau harus menerima bantuannya," ujar Luna.

Ginny menatap Luna tidak percaya, temannya sendiri mengkhianatinya.

"Loony saja punya otak, Weasel"

Ginny mendesah benci,"Oke, lakukan dengan cepat," perintahnya. Draco menyeringai dan berjalan mendekati Ginny. Satu meter...lima puluh senti...dua puluh lima...lima belas...

Ginny menutup matanya.

Sepuluh...lima...

Ginny merasakan bibir Draco yang hangat di bibirnya. Hanya sedetik. Kemudian ia tidak merasakan kehangatan itu lagi. Bagus, Draco melakukan apa yang disuruh. Maka Ginny membuka matanya.

Tapi tidak ada Malfoy didepannya. Tidak ada Luna. Bahkan tampaknya, seluruh Hogwarts telah menghilang dalam sekejap mata. Apa itu mungkin?

Sebagai gantinya Ginny berdiri ditengah kerumunan orang-orang yang berdesakan. Ia tidak memakai seragam sekolahnya lagi, tapi sebuah jubah panjang yang menutupi tubuhnya. Ginny melihat asap putih membumbung diatas kerumunan orang. Tempat ini terasa sangat familiar. Kemudian tanpa sengaja matanya menatap sebuah plankat, Peron 9 ¾.

Seseorang menyentuh pundak Ginny, secara otomatis Ginny menoleh. Rahang Ginny langsung jatuh ketika ia melihat orang yang menyentuh pundaknya."Mal...Malfoy?" ujarnya.

"Malfoy?" Malfoy menaikkan satu alis, kemudian tertawa,"darimana datang kata itu lagi Gin," Ginny hanya bisa menatap Malfoy, tercengang dengan reaksinya,"Gin, kau juga seorang Malfoy, ingat?" tambahnya ketika tawanya reda sambil tersenyum. Ya, benar-benar tersenyum.

Apa maksudnya?