Baekhyun telah mengetuk pintunya sejak beberapa menit yang lalu, namun tidak satupun tanda-tanda pintu hotel mewah tersebut akan terbuka. "Sial."
Dia mengetuk beberapa kali lagi dengan lebih keras dan pintu tersebut masih belum terbuka.
"For godsake, Luhan! Ayolah!"
Pria dengan surai coklat itu telah akan menendang pintu berukir di depannya jika dalam beberapa menit ke depan masih tidak ada jawaban, namun untunglah sebelum ujung sepatunya mendarat di pintu tersebut kenopnya telah terbuka dari dalam.
"Calm down, Baek." Satu sosok berdiri di depan Baekhyun, kusut dan awut-awutan, dengan celana dan kaos yang dipakai asal. "Kalau pintunya rusak, kau yang ganti rugi."
Baekhyun memasang tampang galak dengan berkacak pinggang, eyeliner hitam tebal di mata manisnya yang sibuk menilai tampilan berantakan Luhan itupun menambah kesan garang. "Apa yang kau lakukan? Seharusnya kau sudah bersiap!"
"Bersiap untuk apa?" Luhan menyandar di pintu dengan malas dan Baekhyun tanpa kompromi lagi langsung menerobos ke dalam dengan masih memakai sepatunya.
"Jalang." Cetusnya kasar, melihat isi kamar yang berantakan dan tatapan seramnya jatuh menusuk satu sosok telanjang diatas tempat tidur yang sekarang sedang gelagapan. "Hei, cepat pakai pakaianmu. Dalam dua menit, kau sudah harus lenyap dari sini!"
Pelacur itu buru-buru berkemas dengan wajah merah padam menahan tangis.
"Hei, Baek, jangan galak begitu." Luhan menatap partner bercintanya beberapa waktu lalu yang melewati mereka dengan terburu-buru itu dengan miris. "Kasihan, kan… Lagipula aku hanya ingin sedikit bersenang-senang…"
Tidak dapat menahan amarahnya, Baekhyun menampar yang baru saja berbicara. "Dasar brengsek!" Didorongnya Luhan hingga terjatuh dan dilemparnya sepatu kets merahnya dengan ganas pada lelaki itu. "Aku tidak peduli dengan hormon sialanmu, tapi masih sempat-sempatnya juga kau disaat seperti ini, Luhan!"
Luhan hanya diam, tidak berusaha menahan sepasang sepatu yang berterbangan ke arahnya. Hanya suara nafas terengah Baekhyun yang terdengar, mereka tetap diam-diaman beberapa saat, sebelum akhirnya sang pemilik sepatu mulai bergerak memunguti sepatunya kembali dengan cemberut.
Seperti tidak pernah ditampar dan dilempari, Luhan merayu Baekhyun yang memakai kembali sepatunya. "Oh, Baekki sayang, come on~ Jangan setega ini pada pacarmu."
Baekhyun menjawab dengan ketus, tidak berniat menatap lawan bicaranya. "Aku bukan pacarmu, bajingan."
"Tapi kau berlagak begitu seperti pacarku saja." Luhan mencoba memeluk si eyeliner dan ditepis dengan kasar hingga dia jatuh terduduk lagi. "Ayolah, pacar, aku hanya bermain sekali ini saja. Tidak akan diulangi lagi, kok. Jangan jahat-jahat~ Ya?"
Baekhyun dengan jengah berbalik. Mata bereyelinernya menatap Luhan, yang terduduk di lantai dan balik menatapnya dengan memelasnya yang terbaik, kemudian dia menghela nafas kasar. "Terserah kau, dumbass! Cepat ganti bajumu yang rapi. Lima menit lagi kita berangkat."
Luhan bersungut-sungut. "Dasar tukang perintah." Tapi mereka tetap berada di mobil Baekhyun tidak sampai lima menit setelah itu.
"Kenapa harus buru-buru begitu, sih?" Memprotes cara menyetir partnernya yang ugal-ugalan, Luhan mengeluh ketika lagi-lagi rambutnya berantakan karena guncangan mobil. "Kita, toh, bukannya akan menyambut pangeran atau sejenisnya."
"Kita harus ada di rumah setengah jam sebelum mereka sampai." Baekhyun menjawab ketus, dia terlalu fokus pada jalanan. "Akan ada rapat dadakan. Begitu kata Yifan. Ini demi kepentingan semuanya."
"Ah, kepentingan itu hanya berlaku untukmu dan topengmu yang manis kekanakan itu."
Baekhyun mendelik ganas. "Diam!"
Luhan tertawa. Dia membalikkan tubuhnya pada Baekhyun, yang atensinya penuh pada jalanan, lalu mencium ujung bibirnya sekilas—berusaha mengacaukan konsentrasi si mata bereyeliner. "Lagipula aku tidak akan berpengaruh apa-apa disana."
Tangan Luhan telah menjalar kemana-mana. Menyentuh lembut kepala belakang Baekhyun, leher, punggung, dan ketika tangannya mulai turun kebawah, Baekhyun cepat-cepat menepisnya. Keningnya berkerut menahan emosi sekaligus berusaha tetap konsentrasi. "Rapat ini membutuhkanmu sebagai tokoh utama, kata Yifan. Kau pikir kenapa aku sampai menjemputmu—hentikan, Luhan!"
"Serius sekali." Luhan, yang masih sibuk mengganggu partnernya yang menyetir; kali ini dengan menggigit-gigit kecil leher yang lebih mungil, mengerling genit untuk perkataannya setelah itu. "Yah, mungkin kecuali kalau anak itu jatuh pada pesonaku, tentu aku tidak bisa berbuat apa-apa selain melayaninya—"
Mobil itu direm mendadak, membuat kedua penumpangnya nyaris terlempar menabrak kaca depan.
"Hei!" Luhan membelalak garang, antara terkejut dan marah. "Kenapa sih kau ini?!"
Namun dilihatnya Baekhyun balas melotot, eyeliner di kelopak matanya membuatnya semakin kelihatan antagonis. "Jangan main-main, brengsek! Kau sudah tahu, kan, dia itu adik Jongin dan Jongin sudah seperti saudara kita—"
"Dan kudengar dia hanya adik angkat yang polos dan baik-baik." Luhan mengangkat alis, melihat reaksi Baekhyun semakin lama semakin ganas. "Ha, jangan tegang begitu, Baek. Aku tidak tertarik dengan bocah yang tidak berpengalaman—Lain lagi kalau disuruh melayani jalang bereyeliner yang satu ini."
Pandangan Baekhyun berubah tidak fokus.
Luhan menyeringai. Tangannya bergerak lagi, tidak ditepis kali ini.
"Nah, itu dia masalahnya." Dia mendorong Baekhyun hingga terjepit diantaranya dan pintu mobil untuk menjilat cuping telinganya, kemudian tergelak puas ketika mendapat balasan berupa gigitan menggoda di lehernya.
"Siapa yang menyangka, dibalik wajah manis yang polos ini, menyimpan sejuta kekasaran dan keliaran dibaliknya?~"
"Sudah, kami sudah sampai bandara." Sehun menyelipkan ponselnya dan menjepitnya di antara telinga dengan bahu sementara kedua tangannya menjaga dua koper besar disamping kakinya yang bergerak-gerak gelisah—dari sudut matanya melihat setiap orang yang berlalu lalang selalu melirik padanya, bahkan beberapa berbisik sembari menatapnya, membuatnya gugup. Beberapa saat dia terdiam, mendengarkan suara lawan bicaranya di seberang telepon.
"Akan ada kerabat Jongin yang menjemput kami, tidak perlu cemas begitu." Surai sehitam arang tersebut bergoyang seirama gerakan kepalanya yang mengangguk-angguk. "Iya, iya, Jongin sekarang sedang membeli minuman didepan—oh, tidak, Taozi, aku tidak tersesat. Aku hanya berdiri menunggu dan menjaga koper kami. Aku, kan, bukan anak kecil lagi."
"Yah, Taozi, aku kan—" Kemudian iris hazel si kulit pale menangkap sosok yang ditunggunya sedang berjalan mendekat dengan dua cup minuman, memberi isyarat dengan matanya kearah tempat parkir. "Oh, Jongin sudah datang. Nanti kulanjutkan ya Zi, dui bu qi."
Trek
Si surai hitam mematikan ponselnya sepihak, memasukkannya ke saku hoodie-nya dan berjalan cepat dengan dua koper yang terseret pasrah di belakangnya mendekat ke arah pria dengan kulit tan tersebut, yang kemudian menukar cup minumannya dengan koper ditangan si penunggu.
"Jadi, siapa yang menjemput kita?" Sehun bertanya setelah dia dengan curi-curi menyeruput salah satu dari cup minuman ditangannya. Ugh, pahit! Dia tanpa sengaja meminum americano dingin yang bukan miliknya.
"Sepupuku, Chanyeol." Jongin, pria tan dengan surai pirang gelap yang ditunggu, menyadari ekspresi Sehun yang berubah aneh. "Kau meminum kopi milikku, ya, Sehun?" Dia tersenyum lembut ketika Sehun menjawabnya dengan ringisan, lalu berkata seraya menarik dua koper ditangannya sementara mereka berdua berjalan ke parkiran. "Kau pernah bertemu dengannya dan ibunya, Bibi Park, dulu sekali… Dulu kau memanggilnya Chanlie, tapi karena ini di Korea, jadi panggil Chanyeol saja. Masih ingat, kan?"
Sehun mengangguk mengiyakan, berusaha berjalan mengimbangi kecepatan kaki Jongin dengan kedua tangan yang memegang masing-masing cup minuman. Kali ini dia menyeruput sedikit dari cup minuman yang lain. Hmm… Ini baru bubble tea coklat miliknya. "Samar-samar. Jadi kita akan tinggal dengannya?"
"Dan dengan teman-teman kami." Jongin menghentikan jalannya dan meringis ketika orang disampingnya nyaris tersandung kakinya sendiri. "Fokus, Sehun. Hati-hati dengan langkahmu. Kau bisa menjatuhkan bubble tea coklatmu."
"Maaf." Bibirnya mengerucut menyesal. "Makanya jangan berjalan terlalu cepat, Jongin."
Si tan terkekeh, dia menarik tangan kanan yang lebih pendek untuk merangkul lengannya. "Nah, karena sudah begini, jadi jangan jatuhkan minuman-minuman itu."
Sehun tertawa, merangkul lebih erat. "Tentu saja, hyung."
.
.
.
Beyond The Pale
byunpies storyline
Main Pairs: HanHun; KaiHun; LuBaek
OOC, boyxboy content, a bit m-preg for later, crack pair(s), typo(s)
.
.
.
[PROLOG]
Luhan dijuluki Breaker atas kesuksesannya dalam mematahkan hati orang-orang. Dia hanya tahu bercinta tanpa kenal cinta, tidak pernah ingin tahu siapa dia sesungguhnya di masa lalu, karena hidupnya yang terlunta-lunta sendirian dan tidak pernah mendapat kasih sayang—hingga takdir membawanya sukses luar biasa untuk kemudian bergabung dalam rumah Joonmyeon yang membuatnya bertemu dengan Sehun, anak baik-baik yang sama sekali tidak mengenal kekerasan dunia.
Sehun tidak pernah tahu siapa dia sesungguhnya karena dia dipungut oleh keluarga Jongin yang memanjakannya sejak bayi. Dia masih tidak tahu apa-apa ketika orangtua angkatnya meninggal, masih tidak tahu apa-apa ketika Jongin menjual rumah mereka dan mengajak Sehun pindah—namun takdirlah yang membawanya tinggal bersama Jongin dan teman-temannya di Seoul untuk kemudian bertemu dengan Luhan, sang Breaker yang mengajarinya banyak hal hingga merusaknya.
Takdir-takdir yang ternyata hanya menguji ketidaktahuan mereka akan bertahan hingga batas mana.
.
.
.
I want to make something different from my fics before. With different chara, different genre. Rasanya karena pikiranku yang sudah beranjak dewasa dengan umurku, tokoh-tokoh dalam pikiranku juga ikut tumbuh bersama—rasanya pikiranku sudah tidak pantas lagi membuat school life yang kekanakan, meski sesungguhnya umurku lebih pantas membuatnya dibanding membuat yang seperti ini.
Mau buat mainpair!HanHun juga sekali-kali. I miss this cute couple very much.
Please, let me know what you think about this fic.
Just a review wouldn't waste your time, right?
To Be Continued, or Fin?
Sukabumi—15.05.2018
byunpies
P.S. If the response's good, I'll post the first chap. If no—say goodbye to this fic~
