Summary: Gadis itu adalah orang awam berbakat unik. Lelaki itu adalah orang yang hidup dalam sesuatu yang tidak dipercaya orang. Bagaimana nasib membawa mereka, saat takdir mempertemukan mereka?
Disclaimer: karakter Nartuo yang dipakai disini bukan kepemilikan saya. Masahi senseilah pemiliknya…
Hai semua…
Oke, ini memang bukan hal yang mestinya saya lakukan… Tapi, saya kepengen nulis tentang ini… Jadi, mohon dimaklumi…
Mengenai cerita lainnya, sedang dalam pengerjaan juga kok. Nanti juga diupdate...
Oke, kita mulai!
Baka Tantei Seishiro Amane present...
THE EXORCISM
CHAPTER 1: HE IS SHAMAN, SHE IS JUST A GIRL
Shaman adalah seorang yang mengurusi antara roh dan manusia. Sebagai seorang yang berkomunikasi, bersentuhan dan berinteraksi dengan makhluk gaib, shaman menjadi orang yang penting dalam posisi pemerintahan….
Ino Yamanaka menutup buku tua itu. Dia kembali dalam kesibukannya membersihkan gudang keluarganya. "Ino, kenapa? Ada sesuatu?" Lelaki besar berambut gondrong cokelat memandangnya dari pintu gudang. Dia baru saja mengeluarkan sebuah patung keramik besar.
"Tidak apa-apa, Chouji. Cuma sedikit lelah. Kakek benar-benar menyimpan barang dalam jumlah besar... Kalau begini, bisa-bisa baru sore selesainya." Ino berkata, menghela napas. Dia ditugaskan menyortir buku dan tulisan kaligrafi. Yang masih bisa dibaca dan ingin dibaca, dibawa kedalam. Buku dan tulisan berharga akan dikirim ke jasa penyimpanan barang berharga. Dan yang tidak berguna, ditaruh di tempat sampah.
Ino memandang buku catatan kakeknya, yang beru saja dibacanya. Semestinya, buku itu tidak berarti apa-apa, dan isinya tidak informatif atau menghibur bagi kebanyakan orang. Tapi, untuk sebagian lainnya, itu buku yang cukup berharga. Ino adalah sebagian kecil itu.
Chouji tertawa mendengar kata-kata Ino. "Yah, kakekmu kan kolektor barang unik. Dia memiliki dari pecahan piring yang dipakai kaisar sampai senjata dan zirah perang Sekigahara. Dia dihormati di segala penjuru negeri lho. Eh, biar aku ambil pedang itu." Chouji berkata, sambil menjulurkan tangannya ke pedang yang ditaruh di sebelah kaki Ino.
Ino menahan tangannya. "Jangan. Yang ini... Agak bermasalah..." Chouji terdiam sebentar, lalu mengangguk mengarti. "Baju zirahnya aman, ambil saja dulu. Aku akan 'bicara' dengan yang ini."
Chouji mengambil baju zirah tua itu. "Kau tidak apa-apa, ditinggal sendiri?" Chouji bertanya. Ino memberinya pandangan menenangkan. "Oke... Tolong hati-hati..."
Ino tersenyum. Sahabatnya sejak kecil itu memang orang yang sangat peka dan perhatian. Terutama, untuk orang-orang seperti Ino. Orang yang bisa melihat dan menyentuh makhluk gaib.
Ino terlahir dengan bakat itu. Menurut orang tuanya, bakat itu muncul pada Ino, karena kakak nenek buyut nya dulu adalah Miko tingkat atas yang berurusan dengan hal semacam ini.
Ino menghela napas, lalu memegang pedang itu. "Yang berdiam di dalam pedang, tolong muncullah. Aku datang hanya untuk bicara."
Muncul asap dari pedang itu. Asap itu berputar-putar, lalu memadat menjadi wujud manusia. Seorang roh lelaki berambut hitam panjang dengan yukata cokelat muncul dihadapan Ino. "Ada keperluan apa, nona?"
Ino menelan ludah. 'Ini bagian yang sulitnya.' "...Aku ingin anda melepaskan diri dari pedang ini... Pedang ini akan diserahkan pada negara, dan mereka tak akan membiarkan 'sesuatu' menempel pada pedang ini... Komohon, cerilah tempat lain." Lelaki itu terdiam. Dia memandang Ino, lalu tertawa kecil.
"Jadi begitu... Ternyata, shaman jaman sekarang ramah dan sopan, ya... Dulu sih, mereka akan berteriak 'Pergi, roh jahat!' atau semacamnya..." roh itu memperhatikan Ino lagi. "Oh, atau kau seorang Miko? Shaman biasa tidak berwajah secantik dirimu."
Wajah Ino sedikit memerah. Walau dari roh, dia mendapat pujian. "Err... Maaf, aku bukan Shaman atau Miko. Aku hanya gadis biasa. Aku diminta orang tuaku membereskan gudang..." dan dia menceritakan tentang dirinya. Itu beresiko, kalau roh itu jahat, mereka akan menyerang dan berusaha mengambil alih tubuh, saat mereka tahu orang yang berbicara dengan mereka bukan Miko.
Tapi Ino merasakan firasat baik dari roh ini. "Hmm... Kau tahu, nona? Menceritakan hal ini pada sembarangan roh bisa mengundang bahaya..." Ino mengangguk. "Oke! Aku akan jadi pelindungmu!" Ino memandangnya bingung.
Lelaki itu tertawa, lalu mengubah bajunya. Dia kini memakai hakama putih yang familiar bagi Ino. "Anda ini... Jangan-jangan..."
"Ya. Aku ini mantan Shikigami. Pembuatku adalah Onmyouji level atas. Dia menciptakanku sebagai roh petarung dan pelindung. Saat melakukan perjanjian, aku bisa memakai seluruh kekuatanku. Kau tertarik?"
Ino berpikir sejenak. 'Tidak buruk... Aku juga bisa menanyakan tentang 'dunia belakang' pada lelaki ini...' "Err.. tuan..."
"Yahiko. Panggil aku Yahiko." Roh bernama Yahiko berkata sambil membusungkan dada.
"Aku sangat tertarik... Namun, aku tidak tahu perjanjian yang harus dilakukan..." Jelas Ino. Yahiko berpikir sejenak.
"Aku dapat mendeteksi aura kekauatan gaib. Semua yang memiliki bakat, dan memakainya, dapat kucari. Kita akan cari orang yang bisa melakukannya." Katanya percaya diri.
Ino menghela napas. Pengusir setan dan semacamnya adalah topik yan selalu ada di TV. Tapi, sejauh yang dia lihat. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak bisa mendeteksi roh-roh kecil yang bermain di sekitar kepala mereka sendiri. Kalaupun ada, biasanya mereka sulit ditemui, atau meminta bayaran selangit untuk jasanya.
Ino pun menceritakan keadaan itu pada Yahiko. "Bagaimana, Yahiko-san? Sulit kalau mengikuti rencanamu."
"Kita akan menemukan cara. Untuk sementara..." dia melepas semacam 'ikatan' nya pada pedang itu, lalu menempel pada gelang perak yang dipakai Ino. Gelang perak kuno pemberian kakeknya yang selalu dikenakan kemanapun dia pergi. "Aku akan tinggal disini. Tidak apa-apa, kan?"
Ino mengangguk. Lalu, setelah mengucapkan 'sampai jumpa', dia masuk kedalam gelang. Ino menghela napas. 'Setidaknya, pedangnya bebas.' Dia membawa pedang itu keluar. Setelah menyerahkannya pada ibunya, dia diminta ibunya membeli beberapa keperluan.
Dia berjalan melewati gang aneh yang selalu membuatnya merinding. 'Kuharap tidak terjadi apa-apa.' Dia kadang melihat siluman berjalan melewati tiang listrik di sisi kiri gang itu. Dia lewat, tidak menyadari sepasang mata kuning berpupil vertikal memandanginya dengan haus darah.
Lelaki itu berjalan tanpa memperdulikan rasa sakit di kakinya. Dia tdak ingat sudah berapa jauh dia berjalan. Jaket panjang dantas ransel besarnya kini terasa seperti beban berat, karena lelah. "Hoi, istirahat sana. Kau terlihat seperti akan mati, tahu."
Dia memandang dibalik tudung jaket yang menutupi seluruh kepalanya, membuat orang-orang tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya. Seekor rubah dengan sembilan ekor melambai berjalan di sebelahnya. Dialah yang tadi berkata. Akhirnya, dia memutuskan untuk beristirahat di sebuah kuil. Dia duduk, lalu minum dari sumur disana. Dia juga mengisi botol airnya.
Seorang miko melintas. "Oh, selamat datang..." dia tidak bisa menebak dengan jelas. 'Tuan? Atau nona? Bajunya... semacam pengelana atau pengembara?'
Dia terdiam sejenak, lalu berkata. "Err... Selamat datang di kuil Hyuuga. Saya Miko pemilik tempat ini, Hinata Hyuuga." Hinata membungkuk.
Lelaki itu terdiam. Dia membalas salam Hinata. Dia bergumam. "Inikah kuil Hyuuga..." Hinata tersenyum.
"Hanya kuil bagian. Kuil utamanya ada di utara. Tepatnya, di pusat kota. Tempat ini dikhususkan untuk pelatihan calon Miko. Saya penjaga sekaligus pemilik tempat ini." Hinata berkata dengan tenang, walau dia agak khawatir dengan apa yang dibawa lelaki itu.
Rubah itu berbisik pada Lelaki itu. "Hoi, dia bisa melihatku." lelaki itu terdiam sesaat.
Memutuskan bahwa bawaan lelaki itu tidak berbahaya, Hinata berkata. "Apa anda butuh sesuatu? Saya bisa memesankan kitsune Udon kalau anda dan teman anda kelelahan." 'Apa dia juga sama dengan temannya ya?'
Rubah itu tertawa. "Diamlah, Tamamo." Lelaki itu berkata.
"Kekekekeke... dia mengira kau juga rubah, bocah. Sudah ke-5 kalinya kau dikira rubah juga... Makanya, sudah kubilang buka tudung kepalamu. Kau juga sering dikira penjahat buronan atau orang mesum karena hal itu, bodoh." Tamamo mengejek sambil tertawa.
Hinata langsung salah tingkah. "Ma-maaf, karena tidak ada orang yang mengelana lagi, kukira..." kata-katanya terputus.
"Tidak apa-apa. Kami hanya perlu duduk sebentar. Lagipula, muridmu menunggu." Dia menunjuk. Benar saja, beberapa anak berumur sekitar 12-13 tahun mengintip. Hinata segera bergegas pergi.
Rubah itu memandang sekitar. "Tempat ini memiliki gerbang dunia siluman. Apa perlu dipindahkan atau ditutup?"
Lelaki itu memandang ke langit. Melihat dua siluman burung sedang bercengkrama dengan burung gereja di atap salah satu rumah. "Tidak. Kita buat filter saja." Tamamo tidur melingkar di lantai kayu kuil.
"Ahhh... Aku selalu suka kuil. Apalagi yang masih berfungsi seperti yang ini. Perasaan sakral tempat ini membuatku tenang..." Katanya, menghela napas. Lelaki itu melepas tas ranselnya. Dia mengeluarkan sebuah surat kepemilikan rumah.
"Menurut alamat yang tertera... Semestinya kita tidak jauh Lagi..." Katanya. Tamamo memperhatikan informasi yang tertera.
Dia membuat bentuk rumah itu berdasarkan informasi dari surat itu. "Dua lantai, sepuluh kamar, lima kamar mandi luar, plus dua kamar mandi dalam... Dengan dapur dan taman cukup besar... Aku bisa membawa yang lain. Sepi sekali kalau hanya berdua." Lelaki itu mengangguk.
Hinata kembali setelah memberi tugas. "Mencari rumah?" dia bertanya saat melihat rumah yang dibentuk oleh Tamamo.
Lelaki itu menjelaskan. "Ohh... Alamat ini... Tiga blok dari sini, ke arah sana... Maaf, areal itu agak... 'Ramai'." Kata Hinata.
Dia menunjuk tempat dimana pintu dunia siluman berada. Lelaki itu menghela napas. Tiba-tiba, mereka bertiga merasakan aura jahat. Lelaki itu segera membuka tas besarnya. Mengambil gelang perak dan memakainya. Hinata mengambil panah dan busur.
Dia memanggil shikigami dari kertas berbentuk orang. "Hoo... Bukan hanya sekedar pelatih..." Tamamo berkata. Dia telah mengubah ukurannya menjadi sebesar singa.
"Jangan banyak bicara. Ada orang yang dikejarnya." Lelaki itu naik, dan rubah itu meluncur terbang. Tudungnya tersingkap, memperlihatkan rambut pirang keemasan yang acak-acakan.
Ino berlari dengan ketakutan. Walau bukan pertama kalinya dia dikejar siluman, tapi ini baru pertama kalinya dia dikejar siluman yang ingin memakannya.
Yahiko menahan pergerakannya. "Maaf, kalau saja kita sudah melakukan perjanjian..." Ino menggeleng. Bantuan dari Yahiko sangat berguna. Mungkin dia sudah dimakan kalau Yahiko tidak memantrai kaki siluman berkepala sapi bertubuh laba-laba itu.
"Kemari kau! Aku akan menelanmu dalam sekali telan, nona!" siluman itu tertawa, lalu kembali mengejar.
"Yahiko-san, apa itu?" Tanya ino, sambil berlari menjauh.
Yahiko menghela napas. "Gyuuki. Siluman yang tinggal di gunung dan hutan. Siluman kuno, dan jarang terlihat sejak banyak gunung dijadikan kuil. Dia suka memperkosa dan memakan wanita yang melewati gunung." Ino menatapnya horor.
Dia memandang Gyuuki yang mengejarnya, lalu lari semakin kencang. Dia berbelok, dan menemukan bahwa itu gang buntu. Dia berbalik, Gyuuki sudah ada di depan pintu masuk jalan itu. Dia menyemburkan jaring, membuat Yahiko dan Ino terperangkap.
"Kau pilih yang mana? Bunuh, setubuhi, lalu dimakan? Atau disetubuhi, bunuh, lalu dimakan?" dia menjilat pipi Ino.
Yahiko berusaha melepaskan diri. "Percuma, Shikigami. Jaringku memiliki kemampuan menempel pada apapun yang disentuh. Kalau bukan dengan serangan elemen api level atas, atau senjata mistis, benda itu tak akan lepas."
Ino mulai menangis. 'Siapapun, tolong aku!' dia memohon dalam hati.
"Kitsunebi."
Api biru menerjang, membuat Gyuuki melompat mundur. Ino bermandikan api biru yang membakar habis jaring itu, namun tidak merasakan sakit atau panas. Dia memandang ke depan. Seorang lelaki, umurnya terlihat tidak jauh darinya, duduk diatas rubah besar dengan sembilan ekor.
"Hanabi, belenggu bumi."
Akar-akar besar menjerat Gyuuki. Ino memperhatikan, seorang Miko dengan roh wanita kecil berbaju mirip dengan Yahiko berdiri di belakang.
Lelaki itu memandang Ino. Dia menggumamkan mantra, lalu memanggil roh air, yang segera membersihkan wajah Ino yang tadi dijilat Gyuuki. "Air liur Gyuuki mengundang siluman. Hanya mampu dibersihkan oleh air suci kuil atau air khusus yang dipanggil roh air. Kau tidak apa-apa?"
Lelaki itu mendekat. Mata biru pucat Ino bertemu dengan mata biru terang lelaki itu. "Aku tidak apa-apa, errr..."
Dia menjawabnya. "Aku Naruto. Naruto Namikaze. Nona sendiri?"
"Ino Yamanaka. Dan ini Yahiko. Apa anda yang mengendalikan Kyuubi itu?" Kata Ino dengan kagum. Dia pernah membaca, bahwa Kyuubi adalah siluman terkuat yang pernah ada.
Naruto memandang Rubah itu. "Namanya Tamamo. Yah, tidak bisa dibilang mengendalikan sih… Aku mengalahkannya, lalu membebaskannya dari kutukan yang membuatnya tidak bisa pergi kemana-mana. Dia mengikutiku sejak saat itu."
Tamamo berteriak. "Hoy! Aku tidak mau berurusan dengan laba-laba! Panggil bosnya , dong!"
Naruto tertawa. "Dasar…" dia lalu menggumamkan mantra.
Yahiko memucat. Ino menanyakannya. "Tidak mungkin… masa dia akan memanggil 'itu'?" Jawabnya horor.
Muncul portal besar. Sesosok yang cukup besar, walau tidak sebesar Gyuuki muncul. Seorang wanita bertubuh dari kepala hingga pingggang wanita, dan sisanya tubuh laba-laba. Dia berambut pendek putih, dan bermata ungu. Di keningnya, semacam mata tambahan kecil berjejer.
Dia terlihat sangat cantik dan menawan, kalau tidak dilihat dari pinggang kebawah. Wanita itu berkata. "Ada perlu apa, tuan?" suaranya terdengar memikat.
Naruto berkata dengan bosan, tidak terpengaruh oleh daya pikatnya. "Jorou Gumo, tolong urus anak buahmu disana. Dia berusaha menyerangku."
Ino memandangnya bingung. "Jorou Gumo? Yahiko, dia siapa?"
Yahiko menjelaskan. "Siluman yang jauh lebih kuno. Jorou Gumo, pemimpin seluruh siluman laba-laba. Terkenal sebagai pemikat lelaki. Dia tidak gemar memakan manusia, tapi dia akan memakan setiap lelaki yang tidak mampu memuaskannya. Ingat ini, Ino. Semua siluman terlahir dari perasaan negatif manusia yang bertumpuk.
Gyuuki lahir dari perasaan anak yang kehilangan ibunya karena dibunuh. Jorou Gumo lahir dari perasaan wanita simpanan yang ditinggal lelaki yang lebih memilih istrinya, juga perasaan istri yang diselingkuhi.
Mereka adalah contoh kelam perasaan manusia. Keberadaan mereka akan kekal selama manusia masih memiliki perasaan itu. Cara ini adalah cara yang tepat, mengirim mereka kembali ke dunia siluman, daripada membunuhnya." Kata Yahiko menjelaskan.
Jorou Gumo menatap Gyuuki. "Ayo pulang. Kau akan dicincang kecil-kecil kalau melawan." Katanya. Gyuuki mengangguk dengan wajah pucat. Setelah dibebaskan, dia segera melompat ke portal.
Jorou Gumo berubah menjadi seorang wanita biasa. Dia mendekati Naruto. "Bagaimana kalau memberi sedikit hadiah, hmm?" dia memandang dengan sedikit nafsu kepada Naruto.
Naruto hanya memandangnya dengan sekresi bosan, lalu berkata. "Nanti kukirimkan permen kapas." Dia terlihat kesal, namun akhirnya pergi juga.
Dia dan Miko yang dilihat Ino tadi kini berada dihadapannya. "Saya Hinata Hyuuga dari kuil Hyuuga... Anda... Ino Yamanaka, kan? Saya sudah memperhatikan anda sejak lama. Anda memiliki bakat besar."
Ino membungkuk. "Saya... tidaklah seberbakat itu. Saya tidak mampu menangani hal tadi seperti anda berdua."
"Itu butuh latihan. Kau bahkan menarik perhatian Gyuuki yang tidak akan keluar dari persembnyiannya, dan membuatnya berlari di areal terbuka seperti ini." Kata Naruto.
Yahiko angkat bicara. "Aku ingin mengikat perjanjian dengan nona ini. Kalian dapat membantu kami?" Naruto memperhatikannya.
"Kau... ciptaan Hashirama Senju? Bagus, perlindungan darimu akan membuatnya aman." Naruto segera mengeluarkan gulungan.
Ino menyerahkan gelangnya. Naruto memperhatikannya. Dia menunjukkan gelangnya juga. "media yang bagus." Ino terkejut, ternyata gelang kakeknya memiliki pasangan.
Dia merapal mantra dari gulungan, lalu meletakkan tangan Ino di atas gelang. Yahiko memancarkan cahaya beberapa detik. Saat cahaya menghilang, Yahiko mengenakan baju perang besar berwarna perak. Dia memancarkan aura yang menenangkan.
"Kau sekarang aman, Yamanaka-san. Tapi, kalau bisa jangan berurusan lebih jauh. Ini berbahaya, dan tak ada lagi pengajaran resmi tentang hal2 semacam ini," Kata Naruto. Dia naik ke punggung Tamamo. "Kalau kau cukup kurang beruntung, mungkin kita akan bertemu lagi. Selamat tinggal." Dia pergi meninggalkan Ino.
Hinata memutuskan mengantarnya. Dia memberi tahu orang tua Ino, bahwa Ino menolongnya mencari muridnya yang tersesat. Untungnya belanjaan yang dipesankan tidak hilang saat dijatuhkan.
Malamnya...
Ino memandang gelang peraknya. "Yahiko-san, menurutmu dia shaman sekuat apa?"
Yahiko tertawa. "Yahiko saja, Nona. Dia kuat. Sangat kuat. Seingatku, penciptaku, Hashirama Senju, adalah orang yang mengurung Kyuubi itu dalam kutukan khusus yang membuatnya tidak bisa keluar dari kuil ruah di Ozorezan. Juga memasang segel berlapis, membuat tidak seorangpun dapat masuk ke dalam teritori yang diberikan pada Kyuubi.
Dia mengalahkan Kyuubi, yang berarti menerobos segel Hashirama... dan melepas Kutukannya... Yah, dia sangat kuat." Ino bangkit dari tempat tidurnya. Dia memandang jendela.
"Hmm? Rupanya, rumah besar itu didatangi pemiliknya ya?" dia menunjuk bangunan besar berjarak tiga rumah dari rumahnya. Lampu menyala dari rumah itu, dan terlihat jelas aktivitas pemilik rumah di dalamnya, walaut tertutup tirai. "Sepertinya cukup ramai..." Dia bergegas turun, memberitahu ibunya. Yahiko memandang jendela rumah itu.
"Yah, sepertinya mereka akan berjumpa lagi..."
Ino pergi dengan Nikujaga yang terbungkus rapi di tangannya. Dia pergi bersama Chouji. Sebagai keluarga pemilik restoran , Chouji membawa kitsune udon dalam jumlah besar. Ino telah memberitahukan soal Yahiko pada orang tuanya, berbohong kalau Hinatalah yang melakukan perjanjian. Dan juga memberitahu bahaya yang akan terjadi kalau Ino dibiarkan tanpa penjagaan. Tapi, dia menceritakan yang sebenarnya pada Chouji.
"Setiap kali kulihat, rumah ini terlihat semakin besar saja..." Chouji berkata. Ino menggelengkan kepalanya.
"Kau selalu bilang begitu kalau lewat sini. Lagipula, kenapa membawa Kitsune udon? Andalan kalian kan Yakiniku..." Kata Ino, saat mereka mendekati gerbang rumah itu.
Chouji mengangkat bahu. "Ibuku yang bertemu mereka. Saat ibuku mempromosikan restorannya dan berkata akan memberi servis gratis sebagai percobaan, mereka menanyakan apa ada Kitsune udon. Dan kata ibu, mata mereka berbinar saat ibuku menjawab ya. Yah, moto restoran kita, kan 'Memenuhi keinginan pengunjung'... Jadi Ibuku memberikan Kitsune udon."
Ino mengangkat alis. 'sekelompok orang penggemar Kitsune udon? Pasti keluarga yang dekat... Sepertinya, aku pernah baca deh. Apa ya...' dia berpikir serius, tidak menyadari Chouji menekan belnya.
Seorang gadis muda, sekitar 14 tahun, membuka pintunya. "Selamat malam. Kami para tetangga datang membawa hadiah sebagai perkenalan..." Chouji berkata dengan santai. Ino yang tersadar pun ikut mengiyakan.
Gadis itu memandangi mereka sesaat, lalu mengisyaratkan untuk masuk. Dia berlari kecil melewati jalan batu. Di depan pintu, seorang lelaki seumuran dengannya menunggu. Gadis itu berbicara dengan bahasa isyarat. "Oh... Ayo, silahkan masuk. Kenalkan, aku Renji. Dia Rangiku." Lelaki berambut cokelat tua itu berjalan. Gadis berambut putih bernama Rangiku itu mengangguk.
Renji menangkap kebingungan Chouji dan Ino. "Dia bisu. Saat masih bayi, dia menderita sakit aneh. Saat sembuh, pita suaranya tak berfungsi." Ino memandang iba. Rangiku menariknya menuju ruang makan.
Disana, sekitar 5 orang lagi sedang duduk di meja makan. Chouji manyadari setiap dari mereka berbeda, seperti tidak berhubungan darah, namun yang diperhatikan Ino bukan itu.
Di ujung meja, seorang lelaki yang familiar memandangnya terkejut. Dia lalu menepuk keningnya. "Tentu saja... Karena itulah kau ada disana tadi siang... Kau tinggal di sekitar sini, ya?" dia menggelengkan kepalanya. Rambut pirang keemasannya melambai perlahan.
Mata biru cerahnya bertemu dengan mata biru pucat Ino. Ino terlalu kaget, hingga nyaris menjatuhkan makanan yang dibawanya. Akhirnya, dia angkat bicara.
"Na-Naruto san?"
Bagaimana? Please review!
Baka Tantei Seishiro Amane sign out.
