Gaara, Sakura, dan Sasori. Kembar merah yang elit dengan kepribadian berbeda, namun mendapat satu julukan yang sama, para pembuat onar. Mencoba memulai kembali kehidupan mereka di tempat dan sekolah baru. Namun apa daya jika sumber masalah lain telah menunggu mereka./"Oi kau, singkirkan warna mencolok itu"/"Anak baru ya? Dasar kampungan"
.
.
.
.
.
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
.
Triple Redhead
.
.
.
Angin bertiup pelan menerbangkan butiran-butiran pasir yang memenuhi seluruh permukaan desa Sunagakure. Matahari bersinar terik seperti biasa, awan-awan tipis terlihat menemani raja siang yang duduk di tahtanya. DI bawah teriknya matahari, tepatnya di bawah tiang bendera International High School of Sunagakure, berdiri dua merah dan satu merah muda dengan malas menghadapi gurunya yang tengah mengomeli mereka di depan.
"Haruno!"
"Ya?/Hm?/Huh?"
"Apa kalian memperhatikan apa yang kukatakan"
"Ya/Hn/Hm"
"Astaga, kalian benar-benar membuatku kesal, berdiri lah di sini sampai bel berikutnya berbunyi!" Guru tersebut berjalan dengan frustasi dan wajah yang sangat kesal meninggalkan tiga muridnya yang tampaknya tak terusik sama sekali dengan kemarahan gurunya.
"Sakura-nee" panggil si merah dengan manja yang mendapat sebuah delikan tajam dari yang dipanggil.
"Ada apa Sasori?" Sakura menjawab dengan nada yang sangat ketus. Siapa yang tidak kesal berdiri di tengah lapangan saat matahari terik seperti ini?.
"Nee-chan jahat" mata Sasori mulai berlinangan dengan air mata sedangkan Sakura buru-buru menenangkan adiknya.
"E-eh, ada apa Saso-kun? Apa kepalamu pusing? Atau kau lelah?"
Sasori menepis tangan Sakura yang berniat merangkulnya.
"Sakura-nee jahat, jahat sekali, aku ngga mau lagi temenin nee-chan"
"T-tapi aku…aku… hiks… Gaara-nii…hiks"
Si merah yang terakhir menghela panjang nafasnya memperhatikan tingkah kedua adik kembarnya yang sering membuatnya bingung. Mereka sanggup mencaci dan dicaci oleh siapa saja, tapi ketika salah satu dari mereka melakukan hal sepele seperti tadi, keduanya menangis seperti anak kecil. Gaara memeriksa singkat keadaan sekitar, memastikan keberadaan guru. Mendapati keadaan aman, ia tarik kedua adiknya menuju parkiran.
"Kita mau kemana Nii-san? Nanti sensei bakal hukum kita lagi" Sasori mencoba menahan Gaara yang menarik tangan kanannya.
"Tidak apa Sasori, kan ada Gaara-nii"
"Huh, aku tanya ke Gaara-nii, bukan kepadamu"
Sebelum tangisan Sakura pecah, Gaara menolak paksa adik-adiknya ke bangku belakang mobil mereka untuk mencegah terjadinya perdebatan mengenai siapa yang duduk di depan. Setelah dipastikan kedua adiknya duduk dengan aman dan nyaman, ia tutup pintu mobil dan bergegas menuju bangku supir. Ditancapnya gas menghiraukan panggilan penjaga sekolah. Yang penting saat ini adalah mendamaikan kedua adiknya.
Mereka tiba di sebuah kafe kecil yang jauh dari sekolah. Kafe ini adalah salah satu tempat favorit mereka bertiga. Suasana tentram dan tenang, makanan dan minuman yang lezat, serta musik jazz yang mengalun lembut, sempurna. Gaara duduk diikuti kedua adik-adiknya yang masih menolak untuk berbicara, ya ampun. Seorang pramusaji yang telah mengenal ketiga pelanggan tetap itu menghampiri meja mereka dengan senyum.
"Aa, mau pesan apa para Haruno?"
"Chocolate Milkshake" Pramusaji tadi hanya geleng kepala mendengar pesanan yang selalu diucapkan dengan serentak. Disengaja atau tidak? Entahlah. Sepeninggalan pramusaji tadi, Gaara memulai aksi mendamaikan kedua adiknya.
"Sasori, minta maaf lah pada Sakura" Sasori berniat menolak namun terlalu takut untuk membantah Gaara. Lagi pula, setelah dipikir-pikir, ia salah telah membentak kakaknya hanya Karena masalah sepele. Efek terlalu panas sepertinya.
"Nee-chan, aku minta maaf" Sasori berbicara dengan menunduk dan nada penuh rasa bersalah. Sakura tersenyum dan mengelus surai merah adiknya.
"Tak apa Saso-kun, aku juga minta maaf" Dan keduanya pun berpelukan diiringi mata berkaca-kaca dipenuhi rasa bersalah. Gaara menghela nafas dengan lega melihat kedua adiknya berbaikan lagi. Ah, persaudaraan.
.
.
.
Sebuah Porsche Panamera merah melaju pelan menyusuri jalanan kota Suna membawa tiga Haruno menuju rumah. Langit yang mulai gelap membuat Sasori yang berposisi sebagai supir berbelok memasuki jalanan sepi yang merupakan jalur tercepat menuju rumah mereka. Setelah melaju beberapa menit, Sasori terpaksa memberhentikan mobilnya. Jalanan dihadang oleh beberapa remaja pria yang masih berseragam dengan acak-acakan yang sedang berkumpul dan merokok, menghiraukan klakson yang Sasori bunyikan.
"Oi bajingan, minggir, kami mau lewat" Sakura menjulurkan kepalanya dengan malas. Tampaknya kalimat Sakura berhasil menarik perhatian mereka.
"Hei manis, tentu saja kami akan minggir, jika kau turun ke sini dan bermain bersama kami"
Cklek…
Tap…tap…tap…
BUGH…
"Jaga mulutmu" Gaara berjalan kembali menuju mobil setelah melayangkan tinju yang keras ke remaja yang baru saja menggoda Sakura.
"Kau, berani-beraninya, serang dia" Semuanya berlari menuju Gaara, siap menghajar pria yang berani meninju ketua mereka. Dengan sigap Gaara menghindari semua pukulan mereka yang membuat mereka saling memukul satu sama lain. Sasori dan Sakura turun dari mobil dan membantu Gaara yang dikeroyok. Tidak butuh waktu lama, mereka bertiga berhasil menumbangkan semua siswa berandalan tersebut.
Mereka bertiga berbalik menuju mobil setelah 'membersihkan' jalan. Tak ada satu pun yang menyadari ketua tadi bangun membawa sebilah pisau. Ditariknya Sakura yang berjalan di belakang dengan cepat menyandera Sakura. Gaara dan Sasori berbalik mendengar teriakan kaget dari Sakura.
"Bersujudlah memohon maaf padaku, maka adikmu akan bebas"
Gaara dan Sasori saling berpandangan dengan malas. Sementara Sakura menyeringai seram. Dengan cepat Sakura menyikut ketua berandalan tersebut. Ditepisnya tangan yang memegang pisau lalu berbalik dan menendang kakinya dengan keras membuatnya berlutut.
BUGH…
"Itu untuk mulut kotormu"
BUGH…
"Itu untuk tangan kotormu"
BUGH
"Dan itu untuk kelompok bodohmu" Sakura mengakhiri dengan meludahi ketua yang tidak berdaya dengan wajah babak belur serta pelipis dan bibir yang sobek.
"Nii-san, kau sadar kan mereka siswa SES?" Sasori bertanya dengan panik disambut dengan Gaara yang memasang wajah kesal.
"Kuso!"
"Ah, sudahlah kalian berdua, skors 3 hari tidak begitu buruk" Sakura berlalu dengan malas menuju mobil. Gaara dan Sasori lalu menghela nafas mendengar Sakura yang cuek seperti biasanya. Mereka berdua pun mengikuti jejak si merah muda menuju mobil. Kali ini Sakura yang mengemudi, berhubung ia hanya sedikit berkontribusi dalam menghajar siswa-siswa tadi. Tidak lama kemudian mereka tiba di kediaman Haruno yang megah. Sakura turun dari mobil lalu menyerahkan kunci pada seorang satpam yang berjaga di dekat gerbang kemudian berjalan menuju pintu depan rumahnya yang diikuti kedua kembarannya.
Mereka membuka pintu lalu masuk setelah melepaskan dan merapikan sepatu mereka. Ketiganya menaiki tangga menuju kamar untuk beristirahat. Namun sesosok pria yang sudah sangat mereka kenali menghentikan gerakan ketiganya.
"Haruno Gaara, Haruno Sakura, Haruno Sasori, darimana saja kalian?" Sakura dan Sasori memicingkan mata melihat sumber suara kemudian dengan serentak melanjutkan perjalanan menuju kamar mereka. Sementara Gaara tak bergeming dari tempatnya berdiri memperhatikan tingkah kedua adiknya.
"Sakura, Sasori, kembali ke sini!" Sekali lagi suara yang sama menghentikan langkah Sakura dan Sasori.
"URUS SAJA URUSANMU SENDIRI" Teriakan yang disusul dengan bantingan pintu memenuhi ruang tengah tersebut. Pria tadi menghela pelan nafasnya dan mengalihkan perhatian pada Gaara yang diam tanpa mengeluarkan suaranya.
"Da-"
"Kami membolos dan pergi ke kafe lalu menghajar berandalan yang menghalangi kami. Dan jangan berani menginjakkan kakimu lagi di lantai dua." Gaara lalu pergi menuju kamarnya meninggalkan pria tadi yang menatapnya penuh arti.
.
.
.
.
.
Tok…tok..tok..
"Gaara-nii" dua tangan tak berhenti mengetuk, menggedor tepatnya, sebuah pintu putih yang menjadi akses menuju kamar Haruno sulung.
Cklek...
"Ada apa?" Gaara membuka pintunya dengan malas dan mengantuk.
"Kami mimpi buruk, kami tidak berani tidur sendirian" Sakura menjelaskan dengan suara manja ditambah dengan Sasori yang menatap Gaara dengan penuh harap"
"Huft, masuklah" Gaara bergeser membiarkan kedua adiknya masuk. Ia tidak mengerti ikatan batin seperti apa yang mereka miliki. Ketika satu bermimpi buruk maka yang lain pasti bermimpi buruk walaupun mimpinya tak selalu sama. Ya, ia juga baru saja mengalami mimpi buruk, itulah sebabnya ia bangun. Terkadang ia berpikir, kalau saja ada yang mengetahui sisi lain dari Sakura dan Sasori, apa yang mereka pikirkan?.
Gaara memiliki 3 single bed di kamarnya. Karena kejadian tidur sekamar ini sudah sering terjadi semenjak mereka kecil. Oleh Karena itulah Gaara mendapat kamar yang lebih luas dengan 3 single bed di dalamnya. Dan sebentar lagi Sakura dan Sasori akan kembali meributkan hal yang tak penting.
"Aku perempuan, jadi aku yang di tengah, Sasori di pinggir saja"
"Tapi aku yang paling kecil, jadi aku yang seharusnya di tengah"
Dan mereka terus meributkan siapa yang mendapat posisi di tengah hingga akhirnya Gaara berjalan menuju tempat tidur yang tengah dan langsung melanjutkan tidurnya. Sakura dan Sasori pun menghentikan perdebatan mereka kemudian langsung menuju tempat tidur yang kosong. Meskipun bandel, keduanya sangat menghormati kakak mereka sehingga mereka tidak berani membantah Gaara.
"Oyasumi Gaara-nii, oyasumi Saso-kun"
"Oyasumi Gaara-nii, oyasumi Sakura-nee"
"Oyasumi"
.
.
.
.
.
"HARUNO! Sudah berapa kali kalian kuberi skors karena berkelahi?"
"Tidak tahu sensei"
Saat ini Gaara, Sakura, dan Sasori sedang berada di kantor kepala sekolah. Tak ada sedikit pun rasa takut di wajah mereka. Oh, tidak juga, Sasori terlihat sedikit tidak enak, Gaara datar seperti biasa, sedangkan Sakura cuek saja dengan omelan dari kepala sekolah mereka. Merasa tidak mendapat tanggapan berarti, kepala sekolah menaikkan nada bicaranya.
"Kau Gaara, seharusnya kau memberikan contoh yang baik bagi adik-adikmu, seharusnya kau menjaga mereka, bukan mencelakai mereka. Kau benar-benar kakak yang buruk" Kepala sekolah menunjuk-nunjuk Gaara.
"Sebagai kakak harusnya ka-" Kepala sekolah menghentikan kalimatnya karena terkejut dengan Sasori yang menepis kuat tangannya yang menunjuk Gaara.
"Orang sepertimu yang tidak tahu apa-apa tidak pantas menceramahi Gaara-nii. Jangan berani-beraninya kau arahkan lagi telunjuk kotormu ke Gaara-nii" Sasori menatap kepala sekolah dengan dingin. Kepala sekolah yang tak pernah menyaksikan Sasori berlaku demikian terkejut dan sedikit takut melihat tatapan Sasori yang biasanya hangat dan ramah itu menjadi dingin seperti sekarang.
"Kenapa kau masih membelanya Sasori? Jelas sekali ia membawa kalian ke arah yang tidak baik, dia su-"
BRAK…
"Tutup mulutmu pak tua! Tak perlu kau ceramahi kami, kami keluar dari sekolah ini. Ayo kita keluar dari ruangan busuk ini" Sakura menarik kedua kembarannya keluar dari ruang kepala sekolah. Sementara kepala sekolah masih terdiam, terkejut dengan amarah Sakura dan Sasori yang belum pernah disaksikannya secara langsung.
Sementara itu Sakura masih menarik kedua saudaranya, yang ditarik ikut saja kemana pun Sakura membawa mereka. Pertama Sakura menyeret mereka menuju kelas untuk mengambil tas lalu mereka pergi menuju bagian administrasi untuk meresmikan keluarnya mereka dari IHSS. Berita keluarnya kembar Haruno menyebar luas dengan cepat. Hal ini terlihat dengan banyak siswi yang mulai menangis, menyayangkan kenyataan kalau mereka tidak akan bertemu lagi dengan Gaara dan Sasori mulai besok. Tak kalah, beberapa siswa juga menghampiri Sakura berniat menyatakan perasaan sebelum terlambat walaupun digagalkan oleh deathglare dari Gaara.
Pokoknya, bagi siswa-siswi, hari itu adalah hari berkabung. Hari dimana mereka berpisah dengan si kembar tiga Haruno yang ikonik. Bunga-bunga bertebaran diiringi tangisan dan kata-kata cinta menemani perjalanan ketiganya menuju parkiran sekolah. Mengapa jadi dramatis seperti ini ya?.
Gaara memasuki mobil dan menyalakan mesin. Sakura pun mengisi kursi depan di samping Gaara yang kemudian diikuti Sasori setelah sebelumnya 'dadah' ria kepada para penggemarnya. Gaara mengemudikan mobilnya menuju gerbang sekolah dan berhenti sebentar di pos satpam.
"Ji-san, kami keluar dari sekolah ini, maaf telah membuatmu mendapat banyak masalah" Sakura menatap satpam yang matanya telah berkaca-kaca.
"Jangan pernah kembali." Ujar satpam tadi dengan mata berkaca-kaca. Setelah Sakura menyelesaikan pamitnya pada pak satpam, Gaara kembali menjalankan mobil melewati gerbang, meninggalkan IHSS menuju rumah mereka. Tidak ada satupun yang bersuara, mereka sama-sama menikmati musik klasik yang mengalun pelan memenuhi mobil. Tak butuh waktu lama, mobil memasuki kediaman Haruno. Ketiganya masuk langsung menaiki tangga menuju "kawasan" milik ketiganya. Di ruang tengah itu mereka mengistirahatkan diri.
"Gaara-nii, sekarang kita bagaimana?" Tanya Sasori serius.
"Kita pindah ke Konoha, bagaimana menurut kalian?" Sakura langsung duduk mendengar pertanyaan Gaara.
"Kita akan pindah rumah? Akhirnya" ia dan Sasori mulai berbagi rencana kehidupan yang baru di sana, Gaara menaikkan alisnya mendengar rencana aneh yang tidak masuk akal dan penuh fantasi dari adik-adiknya.
"Tapi kenapa ke Konoha?" tanya Sakura setelah selesai berbagi fantasi.
"Kita sudah berulang kali pindah sekolah, kurasa akan sulit menemukan sekolah yang menerima kita. Di Konoha ada Bibi Tsunade"
"Kalau begitu, kupikir sebaiknya kita berubah di sana, kalian tahu, supaya kita tidak harus pindah sekolah lagi"
"Aa, ide yang bagus Sasori, aku akan jadi Sakura yang lembut dan pendiam"
"Ide yang bagus, tapi kita bahas itu nanti di perjalanan, sekarang kemasi barang kalian, aku akan menelepon Bibi Tsunade, kemungkinan kita berangkat besok pagi." Gaara mengambil smarphone berwarna merah tuanya. Sedangkan Sakura dan Sasori dengan semangat berlari menuju kamar mereka. Setelah berjalan 15 menit, Gaara memanggil adik-adiknya kembali. Setelah keduanya kembali, Gaara membuka suaranya.
"Kita berangkat pukul 12 siang nanti, hmm, kita hanya punya waktu dua jam untuk bersiap-siap. Kita mulai bersekolah besok pagi." Gaara mengakhiri pengumumannya dan disambut dengan Sakura yang mengacungkan tangan.
"Etto, nanti kita tinggal dimana?"
"Aku akan meminta bantuan Itachi-nii untuk mengurusnya serta mengurus identitas baru kita. Selama di sana kita akan menggunakan marga milik ibu. Kita akan tinggal di rumah sederhana yang jauh dari kemewahan. Aku tidak ingin kita menarik terlalu banyak perhatian lagi, bagaimana menurut kalian?"
"Tidak masalah, selama Gaara-nii dan Sakura-nee ada, aku tidak memiliki masalah apapun" Sasori menjawab dengan yakin, begitupun dengan Sakura yang mengangguk yakin menyetujui pernyataan Sasori.
"Hm, kalian memang adik-adikku" Gaara tersenyum tipis dan mengacak pelan rambut kedua adiknya. Setelah sedikit membahas rencana mereka, ketiganya berbalik menuju kamar masing-masing untuk berkemas.
Setelah menghabiskan waktu satu setengah jam, Gaara keluar dengan beberapa koper dan sebuah ransel. Rambutnya yang masih sedikit basah meneteskan air pada jaket hijaunya yang melapisi kaus merah tua di dalamnya. Celana katun berwarna senada turut melengkapi penampilannya dan diakhiri dengan sebuah sepatu kets merah tua.
"Sakura, Sasori, kalau sudah selesai turun ke bawah langsung, aku tunggu kalian di bawah"
"Baik Gaara-nii"
Gaara menuruni tangga tak lupa membawa semua barang bawaannya. Ditemuinya seorang pelayan lalu menitip pesan beserta sebuah surat. Pelayan tersebut hanya mengangguk tanpa berani bertanya lebih lanjut.
Tak lama setelah itu, Sasori turun dengan kemeja coklat yang dibiarkan terbuka memperlihatkan kaus putih polos. Jeans putih beserta high-tops sneakers bewarna hitam putih ikut menemani atasan yang dikenakan Sasori. Rambut merahnya berantakan seperti biasa. Setelah menunggu 15 menit, Sakura turun dari tangga. Slip-on putih yang membalut kedua kakinya menapaki tangga dengan tidak sabaran. Dress merah muda di bawah lutut yang ia kenakan bergerak tak beraturan mengikuti gerakan gadis enerjik tersebut.
Setelah mengecek kelengkapan barang, mereka duduk di teras, menunggu jemputan dari Itachi. Ya, mereka tidak akan membawa mobil mereka ke Konoha, ingat kan rencana mereka?. Jadi beginilah mereka sekarang, duduk manis di depan rumah menunggu jemputan dari Itachi. Setelah setengah jam, sebuah mobil keluarga berhenti di depan pagar mereka dan mulai membunyikan klakson.
"Hai adik-adik kecilku" Itachi menyapa ketiganya selagi membantu mereka memasukkan barang ke dalam mobil.
"Hai Itachi-nii, maaf sudah membuatmu repot" Berbeda dengan Sakura, Gaara dan Sasori mendenguskan nafasnya mendengar panggilan Itachi kepada mereka. Hei, Itachi tidak salah. Setelah selesai memasukkan barang, ketiganya pamit pada pelayan yang mengantarkan mereka menuju gerbang. Lalu ketiganya masuk mengikuti Itachi yang sudah menghidupkan mesin. Akhirnya mereka pun melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan Suna.
.
.
.
Sementara Itu.
.
.
.
"Teme, kudengar aka nada anak baru"
"Hn"
"Berita ini sangat bisa dipercaya, aku mendengar sendiri nenek menanyakan bangku kosong untuk tiga siswa baru"
"Hn"
"Ah, kau tidak seru. Hei Hinata-chan"
'Murid baru? Menarik'
.
.
.
.
.
To
Be
Continue
.
.
.
.
.
Hai minna, saya kembali dengan fic baru, hehe. Gaada yang bisa saya bilang sih. Cuma pengen curhat dikit, kadang rada males gitu ketika dapat review dikit, yah, Cuma dikit yang tertarik. Tapi tenang, saya tetep lanjut kok walaupun yang review dikit, tapi ya semangatnya itu, huhu.
Lagi pula, saya butuh kritikan dari kalian semua, saya tahu bener ini fanfic masih jauh banget dari kata sempurna, jadi, mohon dikritik dan dikasih saran ya senpai sekalian.
Ceritanya aneh? Saya sendiri juga rada gimana gitu bacanya, hehe.
Pengen nanya, selain Sakura, siapa sih pair yang cocok sama Sasori? Hehehe.
Itu aja deh dari saya, hope you enjoyed my story :)
Sampai di sii dulu, jangan lupa review.
Bye minna~
Banda Aceh, 12 November 2016, 12.08 WIB
Rainzu no Nagi-chan
