Title: Pain in Vain

Genre: romance, humor, horror, genderswitch

Rating: M

Warning: genderswitch, bakal jadi humor yang gaje, horronya gak bakal serem, alurnya bakal aneh, mungkin bakal ada smut,

.

Sudah diwarning yaaaaaaaaaaaa

.

Sungmin merasa jantungnya lepas dari tubuhnya saat dia hampir saja menabrak sebuah bak sampah. Untungnya dia berhenti tepat lima senitmenter di depan bak sampah itu. Dia ikut matrial arts, jadi untuk berhenti mendadak bukanlah hal yang sulit. "Fiuh.." Sungmin mendesah lega. Tentu saja, bak sampah itu terbuat dari beton dan kalau dia menabraknya…. Hiiiy.. Sungmin bahkan tidak mau memikirkan apa yang terjadi. Kepalanya pasti terbentur dan... berdarah. Dari semua jenis benda mengerikan yang ada di dunia ini, Sungmin tidak suka melihat darah. Apalagi darah segar. Walapun akhirnya dia terbiasa melihat darah. Tetap saja dia tidak suka! Sungmin mendengus kesal kepada sesosok wanita berbaju putih di depannya. "Hey! Ibu jelek! Kau mengagetkanku tahu! Dasar tidak sopan! Memangnya siapa yang mau tanggung jawab kalau aku jatuh?" Sungmin terus memaki wanita di depannya namun wanita tersebut hanya menatapnya kosong. Sungmin mendengus kesal dan dengan sedikit terburu-buru berlari dari tempat itu. "Untung saja aku ini murah hati." Sungmin kembali memaki. "Lagi pula! Siapa suruh tiba-tiba muncul di depan wajahku seperti itu? Mahkluk sialan!" Sungmin berteriak sebelum dia melanjutkan jalannya lagi. Perjalanan kerumah memang selalu begini. Biasanya Sungmin akan bersikap ramah namun karena hari ini mood-nya sedang jelek, Sungmin tidak bisa untuk tidak memaki. Sungmin merasa dunia ini tidak adil; dia sudah dipusingkan dengan nilai kuliah, keluarganya yang kacau, dan sekarang hampir mati konyol menabrak sebuah bak sampah. Terlalu berlebihan kalau sampai mati sih. Tapi, tetap saja! Sungmin pasti akan terluka.

"Cih." Sungmin mencibir. Tidak pasti kepada siapa dia marah. Sungmin hanya butuh marah. Sangat butuh. "Aku 'kan hanya ingin tidur nyenyak setelah berjam-jam mendengar ceramah Mrs. Jung." Sungmin terus saja mengeluh sampai tanpa sadar dia sudah bisa melihat halaman rumahnya. "Ah… senang rasanya bisa pulang." Sungmin menghembuskan napas lega setelah membuka pagar rumahnya.

"Aku pulaaaaaaaang." Sungmin tersenyum ceria namun sedetik kemudian dia cemberut. "Tidak ada orang? Huh! Seperti biasa. Home alone." Sungmin mengibaskan rambutnya dan mulai berjalan ke kamarnya. Sungmin menyempatkan diri untuk menatap ruang makan yang kosong. Andai saja ibunya bisa menyambutnya dan berkata, "Sungmin sudah pulang? Makan malamnya sudah siap."

Dengan hembusan napas Sungmin memasuki kamarnya dan membanting pintunya sampai terdengar bunyi dug yang keras.

"Apa kab-AHHHHHHHH..." Sungmin langsung beteriak keras saat dia melihat sesosok wanita dengan wajah berdarah sedang berdiri di dekat lemari pakaiannya. "Kau lagi! Kau mengikutiku kan!?" Sungmin memaki kesal. "Kenapa sih kalian selalu mengikutiku? Mentang-mentang aku baik hati. Huh! Seba!" Sungmin mencoba menghiraukan wanita itu dengan mengambil beberapa potong pakaian santai dari lemarinya. "Hei! Aku mau ganti baju! Sopanlah sedikit." Sungmin mendengus dan memalingkan wajahnya dari wanita itu.

Setelah mandi air hangat Sungmin bergegas menjatuhkan tubuhnya di atas kasurnya. "Saatnya tidur!" Sungmin bergumam sendiri. Dia mengambil selimutnya dan menutuupi hampir seluruh tubuhnya. "Hei! Apa kabarmu?" Sungmin memulai aktivitas hariannya; berbicara pada Bubi, bantal guling kesanyangannya. "Apa kau tahu? Orang-orang di kelas memberikanku tatapan jijik saat aku terlambat tadi! Huh! Menyebalkan! Padahal aku biasanya terlambat karena menonton film kartun. Mereka selalu bertanya jam berapa aku tidur, apa yang aku lakukan sampai tiap hari terlambat, dan lain-lain. Mereka tidak tahu saja kalau aku tidak pernah tidur. Eh.. aku tidur kok. Tapi jarang… terserahlah yang penting aku senang." Sungmin tertawa sambil memeluk bantal gulingnya. "Apa kau pikir aku gila? Beberapa orang bepikir begitu." Sungmin menghela napasnya dan mulai menitikan air mata. Kenapa hidupnya harus seperti ini? Sungmin merasa dia adalah remaja yang memiliki nasib tersial sepanjang sejarah. Kenapa juga dia bisa jadi selemah ini? Menangis sendirian tapi, sok kuat di depan orang lain. Menyebalkan sekali. Terkadang Sungmin membenci kepribadiannya sendiri. Dia sama sekali tidak dewasa. Berpikir untuk menjadi dewasa saja tidak masuk akalnya apalagi benar-benar menjadi orang dewasa. Mau tidak mau 'kan nanti dia akan menjadi dewasa juga. Biarkan saja berjalan secara alami.

"Kenapa menangis?" Sebuah suara mengagetkan Sungmin. Dia mendongak dan mulai tersenyum lebar. "Suster! Aku tidak tahu kalau kau masih di sini!" Sungmin berteriak kegirangan.
"Aku berjalan-jalan." Sosok yang dipanggilnya 'suster' pun tersenyum pada Sungmin.
"Ah.. bagitukah? Habisnya! Tadi pagi kau lupa membangunkanku! Kau tahu 'kan aku hanya tidur sekali seminggu! Huh.. jadinya aku terlambat lagi. Suster, apa kau tidak punya baju lain?" Sungmin melirik sinis pada penampilan sosok suter tersebut. Sosok itu hanya tersenyum dan menggeleng. Sungmin mulai mengamati sosok di depannya. Suster itu sebenarnya cantik, hanya saja sebagian besar wajahnya terbakar dan kakinya patah, bahkan mengelurkan darah. Seharusnya Sungmin takut, tapi keran dia sudah terbiasa Sungmin hanya cemberut menatap suster di depannya.

"Kau belum cerita kenapa kau mati –ups! Meninggal! Kau belum cerita." Sungmin berteriak senang. Mendengar cerita bagaimana seseorang mat-meninggal adalah hal yang paling disukai Sungmin akan kutukan ini, menurut Sungmin ini adalah kutukan. Bisa melihat orang yang sudah mati adalah kutukan.

"Aku terbakar." Suster itu tersenyum sedih. Sepertinya suster itu selalu tersenyum. Senyumannya seharusnya manis. Tapi, wajahnya yang hangus membuat Sungmin mendengus.

"Eh? Iya. Terlihat jelas. Wajahmu hangus." Sungmin mengerucutkan bibirnya. Kenapa rasanya di kelilingi orang-orang mati itu lebih menyenangkan dari pada berkumpul dengan orang-orang hidup.

"Kita kedatangan tamu." Suster itu berkata pelan. Sungmin sempat kebingungan namun sedetik kemudian dia ingat kalau ada sesosok ibu tua yang mengikutinya.

"Tamu? Oh iya! Ibu! Sini! Ceritakan kau mau apa dan kenapa kau bisa mat—meninggal. Aku akan membantu." Sungmin tersenyum senang kepada dua sosok asing di depannya. Sosok ibu tua yang ada di depan pintu kamar Sungmin mulai mendekat dan tersenyum pada Sungmin. Begini saja, Sungmin sudah senang kok.

.

a/n: Sungmin indigo. Bisa liat hantu gitu deh. Ada yang minat? Bakal diupdate setelah Campasionate Love tamat. Ahaha XD

sorry for typo.