Halo semuanya, ini adalah fic keduaku...
Mohon para senpai dan yang lainnya bersedia untuk membaca fic buatan newbie disini... Dan maaf jika sebentar-sebentar saya rewrite-nya karena begitu saya membacanya, banyak kata yang diulang serta banyak kesalahannya.

Warning : Memakai Pov's, Misstypo, AU dan mungkin OOC kelas berat...

Status : Rewrite

Disclaimer : Bleach punya Tite Kubo

.

.

.

~Chapter I : Prolog

Sode no Shirayuki POV¤

Aku tidak tahu ini mimpi atau kenyataan, tapi semua ini terlihat sangat nyata dimataku.

Dimana aku? Mengapa aku disini? Itulah pertanyaan yang terlontar pertama kalinya dibenak ku saat melihat tempat atau lebih tepatnya ruangan yang berukuran 3X4 M ini.

Dalam pencahayaan yang minim, aku dapat mengidentifikasi semua yang ada. Tidak ada yang istimewa disini, hanya ada sebuah meja kayu dengan sebatang lilin diatasnya. Lilin itulah yang menjadi penerangannya. Secara keseluruhan ruangan itu kosong tapi, satu hal yang membuatku ketakutan akan tempat ini. Yaitu, ruangan ini penuh akan bercak-bercak darah. Baik dilantai maupun didinding tidak terlepas dari bercak tersebut. Baunya yang khas itu semakin menambahkan bahwa ini semua bukanlah ilusi semata.

Aku mulai beranjak kemeja kecil tersebut. Menatap semua yang ada. Mencari sesuatu yang berguna nantinya, tapi tidak ada yang istimewa. Aku mulai berpikir apa yang akan kulakukan nanti tapi, sebuah guncangan menyadarkanku untuk kembali kenyataan. Dan karena guncangan itu pula membuatku terhempas kelantai dengan kerasnya.

Aku meringis kesakitan. Tanganku secara tidak sengaja menyentuh sesuatu. Tapi aku tidak dapat melihatnya karena benda itu berada dibawah meja yang tidak dapat dijangkau oleh cahaya. Aku segera menariknya kedalam cahaya dan begitu benda itu berada dalam pencahayaan, mataku membulat seketika.

Ternyata benda itu tidak lain adalah sebuah tulang yang berlendir. Masih baru- itulah perkiraanku.

Aku segera melepaskan benda tersebut dari genggamanku dan mundur menjauhinya. Tapi saking paniknya, aku pun terpeleset sehingga kepalaku membentur sesuatu. Darah dari kepalaku mulai mengalir dan pandanganku mulai terganggu. Tapi aku harus keluar dari ruangan ini.

Aku kembali bangkit dengan susah payah. Mataku secara tidak sengaja tertuju pada sebuah pintu yang tidak memiliki gagangnya. Pintu tersebut terbuat dari kayu yang kelihatannya sudah sangat tua usianya. Warna scarlet pun menghiasi pintu tersebut.

Aku segera menuju kepintu tersebut. Menatapnya lebih jelas apakah itu sebuah pintu atau bukan. Kemudian aku meraba pintu tersebut dan mulai mendorongnya perlahan. Tapi pintu itu tidak bergerak. Terkunci- pikirku.

Aku mundur beberapa langkah kemudian mulai mendobraknya. Tapi pintu tersebut seakan melekat pada dinding. Namun suara yang dihasilkan dari dobrakan itu membuatku yakin bahwa di pintu itu ada sesuatu. Mungkin jalan keluarnya.

Aku kembali mendobraknya beberapa kali dan pada dobrakan terakhir, pintu itu pun terbuka dan terhempas ketanah bersamaku.

Awalnya aku senang bisa keluar, namun itu semua belum berakhir. Kini aku telah berada pada sebuah lorong panjang seakan tidak berujung dengan pintu yang saling berhadapan. Jarak pintu-pintu tersebut kurang lebih 4M dari lainnya. Dan keadaan lorong itu lebih gelap dari tempatku sebelumnya. Lilin yang tadinya ingin kugunakan, telah meleleh menyisakan cairan putih yang masih hangat.

Aku mulai menyelusuri lorong tersebut dengan meraba-raba pada dindingnya. Tapi anehnya, dinding itu seakan mengeluarkan sesuatu. Telapak anganku mulai terasa basah.

Aku merasakan bahwa itu adalah sebuah cairan. Warnanya tidak bisa kulihat karena lorong itu gelap. Tapi baunya yang khas itu membuatku yakin bahwa itu adalah darah. Mataku membulat untuk kedua kalinya.

Aku segera berlari menembus kegelapan. Beberapa kali aku tersandung sesuatu tapi tidak kupedulikan. Semakin aku berlari, kegelapan itu mulai berubah menjadi kemerahan. Dan perlahan keadaan lorong tersebut mulai dapat kulihat. Keadaannya tidak jauh beda dengan ruangan itu. Tapi disini kemuraman dan kengerian terpancar dengan jelas.

Rasa lelah mulai terasa disekujur tubuhku, mau tak mau aku terpaksa berhenti sejenak dan mulai mengistirahatkan tubuhku pada salah satu dinding yang kelihatannya 'normal'. Nafasku yang tadinya memburu mulai kembali teratur.

Kemudian, aku kembali menyelusuri lorong tersebut. Tapi begitu tahu bahwa jalan yang kulalui ini adalah buntu. Aku segera berpaling kearah aku datang, kemudian, kembali menatap dinding yang berada tidak jauh lagi dari didepan.

Tapi ada sesuatu yang menarik perhatianku pada dinding tersebut. Aku pun bermaksud untuk mendekatinya tapi sesuatu yang berwarna hitam itu mulai bergerak, mengurungkan niatku untuk mendekatinya.

Perlahan warna lainnya, yaitu warna merah mulai timbul tepat ditengah-tengah warna hitam tersebut dan semakin menyerupai sebuah mata bagi siapa yang melihatnya.

Tiba-tiba mata didinding itu mulai mengeluarkan sesuatu layaknya sebuah mata yang tengah menangis. Tapi cairan yang dikeluarkannya adalah darah, sangat kontras dengan warna ini. Mataku kembali membulat untuk ketiga kalinya.

Aku segera berpaling menuju ketempatku datang. Dinding disekitarku mulai mengelupas dan mengeluarkan darah dari celah-celahnya. Aku segera berlari sekencangnya tapi kimono lusuh yang kupakai ini membuatku sedikit kerepotan. Kecepatan darah yang dihasilkan itu akhirnya berhasil mendahuluiku dan terus meninggi. Kakiku mulai terasa berat dan tiba-tiba ada sesuatu menarik kakiku sehingga aku pun tercebur kedalam darah tersebut.

Pandanganku mulai mengabur dan darah itu mulai memenuhi paru-paruku. Disaat-saat terakhir, aku melihat banyak tengkorak dan potongan tubuh yang melayang-layang didepanku. Beberapa roh mulai terlihat menjulurkan tangannya kepadaku. Iringan suara piano pun mengalun kemudiannya. Dan semua menjadi gelap.

To be Continoue...

.

.

Author note's : Bagi yang mereview, tolong beritahu apakah bahasanya kurang dipahami atau berat, apakah gambarannya tidak jelas dan lainnya. Agar saya dapat memperbaruinya lagi..

.

.

mind to review?