Minna-saaan~
Misa hadir kembali dengan first fic di fandom Naruto. Dan ini two shoot pertama Misa.
Oke, langsung dibaca saja ya?
Jangan lupa tinggalkan reviewnya :D
.
.
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Genre: Romance and Angst
Rated: T
Pairing: NarufemSasu
Warning: gajeness, two shoot, abal, typo(s), OOC, AU, alur kecepetan, ganti-ganti POV,mencoba untuk angst tapi tidak berhasil, dll. don't like don't read, and no flame nyoo..
Attention: fic ini sedikit rumit dan berantakan alur dan tulisannya. Jadi mohon maaf bila readers kurang mengerti.
Keterangan: Naruto: 22 tahun, kuliah semester 4 (semester akhir)
Sasuke: 20 tahun, kuliah semester 2.
.
.
Regret
Chapter 1
By: Misa Yagami Hitsugaya
.
.
Terkadang hidup tak sesuai keinginan. kenyataan yang kelam menyesatkan kita dalam situasi sulit yang tak kunjung usai. Mimpi pun hanyalah mimpi, bukan cermin yang memantulkan kenyataan..
.
Sinar matahari masuk melalui sela-sela kamarku. Berusaha membangunkanku, menyorotkan cahayanya tepat di wajahku. Membuatku mau tak mau harus membuka mata. Lelah.. itulah yang aku rasakan. Masalah yang bertumpuk beberapa hari ini memaksaku untuk terus terjaga. Tak mengijinkan menutup mata walau sejenak. Kubasuh wajahku dengan air segar. Kupandangi wajahku. Tiga garis melintang di kedua pipiku, kulit kecoklatan, dan mata blue shapire yang tampak tak bersinar. Memang tak ada yang menarik dariku. Aku, Uzumaki Naruto, tak tau lagi harus berbuat apa..
.
Pagi yang hijau segar dengan hawa yang hangat. Kulirikan mataku ke arah kalender. 2 mei. Sudah masuk musim panas rupanya. Onyx ku tenggelam sejenak, kemudian kembali terbuka. Helaan napas keluar saat aku beranjak ke kamar mandi. Dadaku kembali berdenyut sakit bila memikirkannya. Sedih, itulah yang kurasa. Aku, Uchiha Sasuke, mencoba untuk tegar, tapi tidak bisa..
.
Selamanya kita tidak bisa terus menjadi anak-anak. Tentulah ada masa depan yang harus di jalani. Seperti apapun masa depan itu..
.
*flashback: ON*
Sebuah france restaurant menjadi saksi kagalauan hatiku. Kucoba untuk tidak gentar. Meski orang di hadapanku ini bisa menerkamku seperti macan. Atau membekukanku dengan hawa dingin yang keluar dari auranya.
"Uzumaki Naruto.." panggilnya tegas.
Aku tak menjawab, tapi langsung menolehkan wajahku ke arahnya. Beliau, Uchiha Fugaku, merupakan pemimpin dari Uchiha corporation, sekaligus ayah dari kekasihku, Uchiha Sasuke. Jujur, aku selalu merasa tak berkutik saat berhadapan dengannya.
"Tentu kau sudah tau apa yang ingin ku bicarakan denganmu."
Aku menahan nafas. Ya, tentu saja aku tau apa tujuannya mengajakku bertemu. Pasti, soal Sasuke. Ayah Sasuke ini memang tak menyetujui hubungan kami. Alasannya mudah.. karena ia tidak ingin punya besan miskin..
"Aku sudah lelah untuk membicarakan ini denganmu, Uzumaki. Jauhilah Sasuke!" suaranya terdengar lugas dan menusuk.
"Sadarilah posisimu! Sadarilah keadaanmu! Kau sama sekali tak pantas untuk Sasuke!" ucapnya kini agak membentak.
Emosi mulai menguasaiku. Memang sejak tadi aku hanya diam. Tak melawan sepatah kata pun. Bohong kalau aku bilang tak mencintai Sasuke dan akan meninggalkannya dengan senang hati. Tapi bagaimana pun, aku menyadari keadaanku. Orang tuaku sudah meninggal, tanpa mewariskan sepeser pun uang. Hanya hutang yang bertumpuk. Caci maki dari para rentenir. Pandangan rendah semua orang terhadapku. Membuatku muak pada hidup.
Aku, ingin Sasuke bahagia. Bersamaku..
"Sasuke tidak mencintaiku karena harta! Ia tulus, begitu pun aku. Apa anda tak dapat merasakan hal itu?" kutahan emosiku. Menghadapi orang ini memang butuh kesabaran besar.
"Lalu kalau kau menikah dengannya, apa yang bisa kau berikan untuknya? Tak ada kan? Aku tidak ingin putriku kelaparan! Karena kau tidak bisa menafkahinya!" kata-kata itu begitu tepat masuk ke relung hatiku. Sejenak aku diam, memikirkan perkataannya.
"Dan tentu, kau sangat menyayangi pamanmu kan?"
Aku tersentak. Kenapa pamanku di libatkan dalam masalah ini? sejak orang tuaku meninggal, aku tinggal dengan adik ibuku, Iruka Umino. Satu-satunya keluarga yang aku miliki saat ini. kami hidup bahagia, sampai setahun lalu paman Iruka sakit keras. Kanker otak. Sehingga aku harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhanku, di tambah biaya pengobatan paman Iruka.
"Kudengar, sebuah rumah sakit di Jerman berhasil mencoba metode alternatif dalam penyembuhan penyakit kanker."
Beliau menghentikan sejenak ucapannya.
"Aku punya penawaran untukmu. Bagaimana, kalau aku merujuk pamanmu untuk dipindahkan ke rumah sakit di Jerman yang aku ceritakan tadi? Tentu saja, segala urusan administrasi dan biayanya menjadi tanggunganku."
Aku tertegun. Benarkah apa yang ia katakan? Paman Iruka.. akan sembuh?
"Tapi, aku tidak bisa membiarkan Paman Iruka sendirian! Dan aku pun tak bisa meninggalkan kuliahku begitu saja! Aku-"
"Sudah pasti kau juga akan pindah ke Jerman, Naruto. Kau dan Iruka akan kupindahkan ke Jerman. Disana, ada cabang Uchiha corp. Aku menawarkan padamu pekerjaan disana, setelah kau lulus kuliah. Pamanmu sembuh, pendidikan dan pekerjaanmu terjamin, kehidupanmu akan lebih layak, dan akulah yang akan membiayai semua itu. Bukankah itu cukup untukmu?"
Benar.. itu semua sudah cukup untukku. Semua yang kuinginkan akan terpenuhi. tapi.. pasti ada imbalan yang harus kubayar..
"Semua itu akan terwujud, hanya dengan satu syarat.. Tinggalkan Sasuke!" sudah kuduga, pasti 'ada udang di balik batu'.
Aku berdiri dari tempat dudukku. Aku tidak mau melepas Sasuke. Meski apapun alasannya!
"Maaf, Tuan Uchiha. Penawaran anda memang sangat menarik untuk saya. Tapi, saya tetap tidak akan meninggalkan Sasuke. Saya sangat mencintainya." Ujarku yakin.
"Pikirkanlah baik-baik, anak muda! Kau tidak akan bisa membahagiakan Sasuke! Apa kau mau Sasuke menghabiskan masa hidupnya hanya untuk mengurusi rumah tangga dan pamanmu yang sakit-sakitan itu? Menahan lapar karena tak ada makanan yang bisa dimakan! Aku tidak mau Sasuke seperti itu! Bagaimana pun ia adalah putri ku! Cobalah mengerti perasaanku yang ingin melihat putri ku bahagia di dalam hidupnya!" ia sedikit membentak. Tapi tetap terdengar dingin dan tegas. Cukup mengubah jalan pikiranku..
"Kumohon.. Uzumaki Naruto.. Lepaskanlah Sasuke.. biarkan ia hidup bahagia." Uchiha tak pernah memohon, prinsip yang pernah kudengar dari Sasuke.
Tapi apa yang aku lihat dan dengar ini? seorang Uchiha Fugaku, pemimpin dari Uchiha Corp. Memohon agar aku melepas Sasuke, putrinya. Membuang jauh-jauh harga dirinya, untuk saat ini, demi kebahagiaan putri terkasih.
Apa yang harus aku lakukan? Di satu sisi, aku sungguh sangat mencintai Sasuke. Tapi di sisi lain penawaran Tuan Fugaku ini menarik hatiku. Lagipula, argumen sang Uchiha di depanku menggoyahkan keyakinanku. Ya.. aku harus memilih.. dan aku memilih..
"Baiklah Uchiha-sama. Aku terima tawaranmu itu." Ucapku. Semoga, keputusan ini tepat..
Kulihat ia sedikit kaget dengan perkataanku. Tapi kemudian ia kembali bersikap biasa.
Semoga dengan ini, semuanya akan bahagia..
*flashback OFF*
.
+misamisa+
.
Kulangkahkan kakiku masuk ke area kampusku, Universitas Hosenka, Konoha. Kubiarkan rambut hitam kebiruanku terurai. Sebenarnya, tak ada semangat sedikit pun untuk masuk kuliah saat ini. tapi aku tetap pergi. Toh di rumah pun hanya akan menambah rasa sakit. Terutama bila melihat wajah ayahku. Semua ini gara-gara hari itu..
*flashback ON*
Matahari mulai terbenam. Tawa riuh mengiringi perjalanan pulang kami. Aku sangat menyukai suasana hangat ini. semua berkat kekasihku, Uzumaki Naruto. Ia selalu membangkitkan suasana, membuatku melupakan tampang jaim ketika bertemu dengan orang-orang. Aku lebih sering tersenyum. Aku benar-benar mencintai Naruto.
"Ne, Sasuke, bagaimana kalau kita pergi ke pantai?" tanya Naruto. Tumben sekali ia mengajakku ke pantai.
"Boleh, sekalian melihat sunset ya." Jawabku.
Ia tertawa pelan, kemudian mengelus rambut panjangku. Aku selalu suka saat ia mengelus rambutku dengan halus. Kamipun pergi ke pantai.
.
Kudengar tawanya yang lucu, menurutku. Jarang sekali kudengar tawanya ini. aku selalu berusaha untuk membuatnya nyaman, membuatnya selalu memperlihatkan senyum terindahnya. Tapi, di balik tawa dan senyumku hari ini, aku menyimpan suatu rencana.. hari ini.. aku akan memutuskan hubunganku dengan Sasuke, seperti perjanjianku dengan Uchiha Fugaku.
"Ne, Sasuke, bagaimana kalau kita pergi ke pantai?" ajakku.
Ku rasakan ia sedikit terkejut.
"Boleh, sekalian melihat sunset ya." Jawabnya.
Kuelus pelan rambutnya. Sungguh, aku sangat mencintainya..
.
Semilir angin membelai kulitku, aroma pantai yang tercium membuatku merasa nyaman. Aku suka sekali pergi ke pantai, apalagi bila bersama dengan orang di sampingku ini, Naruto.
"Indah ya.." kudengar ia bergumam. Kulirikan mataku ke arahnya. Kulit tan yang terbias sinar matahari tenggelam, mata blue shapire yang selalu bisa memasungku dalam keindahan sejati. Tapi entah kenapa, rasanya ada yang aneh dengan mata itu. Terlihat sendu, dan menyembunyikan sesuatu.
"Ada apa Naruto?" tanyaku. Ku lihat ia sedikit menegang. Sepertinya memang ada yang sedang di sembunyikannya.
Ia menghela napas sejenak. "Kudengar kau di jodohkan oleh ayahmu, Sasuke.." ia berujar lirih. Aku tersentak, mengapa ia bisa mengetahui hal itu.
"Darimana, kau tau?" tanyaku. Sungguh, aku tak pernah menceritakan hal ini pada siapa pun. Aku tidak ingin orang-orang tau, apalagi Naruto yang tau. Aku takut harus berpisah dengannya.
"Hehehe, kau tidak akan bisa menyembunyikan apapun dariku. Aku tau semuanya." Kulihat cengiran rubah terpampang di wajahnya.
Aku terdiam, tak berniat membuka suara sedikitpun. Sampai Naruto mengucapkan sesuatu yang membuat jantungku terasa berhenti berdetak.
"Ne, Sasuke, bagaimana kalau kita putus saja?" aku tersentak. Putus? Ia bilang, putus? Tidak! Akutidak mau!
"Apa maksudmu Naruto? Kenapa kau bicara bagitu?" aku membentak. Apa aku punya salah padanya?
"Aku, ingin putus denganmu, Sasuke." Jawabnya.
"Kenapa? Apa aku berbuat salah padamu? Jelaskan padaku Naruto!" aku menggenggam erat lengannya, mencoba meminta penjelasan.
"Aku tidak akan bisa membahagiakanmu Sasuke. Aku yakin, kau akan lebih bahagia bila bersama pria lain."
"Tapi aku tidak mau! Aku tidak mau berpisah denganmu Naru!" aku memeluk tubuhnya. Tak ada respon. Ia terdiam. Semoga ini hanya mimpi..
"Maafkan aku, Sasuke. Aku, tidak bisa terus bersama denganmu." Ucapnya.
"Kenapa? Apa karena ayah? Ayah mengatakan sesuatu padamu?"aku melepaskan pelukanku, menatap tepat ke arah matanya.
"Mengertilah perasaan ayahmu Sasuke. Ia ingin kau bahagia. Ia ingin kau hidup berkecukupan. Dan aku tidak mungkin memenuhi semua itu."
Aku tercekat. Ternyata benar, semua ini ulah ayah. Tapi kenapa semudah itu Naruto termakan omongan ayah?
"Lalu bagaimana dengan perasaanku? Mengapa kau tidak memikirkan perasaanku? Apa hanya segitu saja arti diriku untukmu Naruto?" air mata meluncur mulus di pipiku. Hatiku sakit meneima semua kenyataan ini.
"Maafkan aku, Sasuke." Ia berujar, kemudian melangkah pergi. Aku terdiam, tak berusaha mengejarnya. Aku menangis lirih..
Matahari terbenam ini terlihat begitu menyakitkan. Seandainya, waktu berhenti. Tentu matahari ini tidak akan terbenam.
*flashback OFF*
.
+misamisa+
.
Aku menghela napas. Keputusan sudah di ambil, dan tidak akan bisa di ubah lagi. Satu minggu lagi, Sasuke akan menikah dengan seorang pria bernama Hyuga Neji. Hyuga Neji adalah pewaris tunggal dari Byakugan corporation. Aku tersenyum miris. Tepat pada hari pernikahan Sasuke, aku akan pindah ke Jerman, sesuai dengan janji tuan Uchiha Fugaku.
Ketika kakiku sampai di depan ruang kuliahku, kulihat Sasuke sedang duduk di bawah pohon dan membaca buku. Demi Tuhan, aku ingin sekali memeluknya, mengelus rambutnya, saat ini juga. Tapi itu tidak mungkin. Aku yakin dia pasti membenciku sekarang. Kulihat ia menutup bukunya, dan mengangkat wajahnya. Pandangan kami bertemu. Tapi hanya sebentar, sampai aku mengalihkan pandanganku dan masuk ke dalam ruang kuliah.
.
Aku duduk di bawah pohon Oak besar, di tengah gedung kampusku. Sedikit menghilangkan rasa bosan, aku membaca buku. Tak terasa sudah setengah jam aku membaca. Mataku pun mulai lelah, dan ku putuskan menutup bukuku. Kuangkat wajahku yang sedari tadi tertuduk saat membaca. Dan saat itu aku melihatnya, blue shapire yang sangat kurindukan. Aku sedikit terkejut mendapati ia sedari tadi memperhatikanku. Tapi ia memalingkan wajahnya dariku, kemudian melangkah masuk ke dalam ruang kuliahnya. Kugigit bibir bawahku. Menahan semua gejolak yang ada dalam dadaku. Aku ingin bicara dengan Naruto. Setidaknya, aku ingin memperbaiki hubungan kami yang retak, sebelum aku menikah minggu depan. Aku ingin kami bersama lagi, di waktu yang semakin sempit ini..
Kalau begini terus, waktu kami akan terlanjur habis. Dan semuanya hanya akan jadi penyesalan yang takkan mungkin bisa diperbaiki..
.
To be continue..
.
Aku sadar kegajean dari fic ini. maaf ya, padahal aku pengen bikin angst, tapi sepertinya gagal. Hiks *pundung di pojokkan*
Nyo nyo, silahkan sumbangkan(?) review readers sekalian di kolom review di bawah ini.
Sampai jumpa di chap depaaan~ *lambai lambai tangan*
