Naruto milik Masashi Kishimoto
Healer milik OzellieOzel dan ainirahmi26
.
.
.
.
Namanya Uchiha Sasuke. Seorang aktor papan tripleks eh maksudnya papan atas. Aktor yang mukanya sedatar dan semulus jalan tol, dengan sifat luar biasa anehnya. Sudah sombong, pedenya tingkat dewa ditambah kenarsisan yang melebihi penemunya. Walau narsis tapi dia sedingin kulkas yang ada di planet pluto. Dan dia narsisnya secara diam-diam. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya. Sasuke orang yang tidak mau kalah dalam hal apapun. Ia ingin menjadi nomor 1 tidak pernah mau menjadi nomor 2.
Ditakdirkan menjadi seorang Uchiha mau tak mau membuatnya jadi egois begini. Dia tidak akan mengalah pada siapapun, bahkan jika itu adalah kakak kandungnya sendiri. Keinginan kuat untuk bersaing sudah mendarah daging hingga sulit untuk dilenyapkan. Belum lagi image dingin yang harus dipertahankannya sebagai karakteristiknya. Itu merupakan tolak ukurnya sebagai aktor di dunia hiburan.
Aktor yang telah diakui mendunia oleh majalah terkenal. Dengan sifat dinginnya membuat para perempuan, dari usia muda hingga ibu-ibu kompleks mengagumi ketampanannya. Sifatnya arogan tapi tertutupi dengan kesan bad boy yang melekat padanya.
Dengan warna rambut yang berwarna dark blue, ditambah mata sepekat malam dan setajam silet eh maksudnya setajam elang. Ia sukses mengikat para gadis dengan karismanya. Ditambah kesan bad boy dan sexy dari auranya menambah nilai plusnya.
Tak ada satupun wanita yang bisa mengabaikan eksistensi seorang Uchiha Sasuke. Mereka akan berteriak bahagia jika melihat si tampan ini, baik melihat secara langsung, maupun tidak. Bahkan jika gambar Sasuke terpampang di poster ataupun papan reklame, para wanita pasti akan berteriak heboh sangking terpukaunya.
Jangan ragukan bakat akting yang ia miliki. Tak ada yang mampu menyainginya sejak 10 tahun yang lalu. Ia masih dipuja-puja oleh penggemarnya.
Maka dari itu tak jarang para penyanyi memintanya menjadi model video klip sebuah lagu. Sebenarnya banyak label rekaman yang memintanya untuk mencari peruntungan di dunia industri tarik suara, hanya saja dibatalkan. Pasalnya, suara Sasuke sangat datar dan tidak memiliki karakter penjiwaan lagu yang kental. Jadinya, pesan yang disampaikan oleh lagu tersebut tidak tercapai ke penikmatnya.
Maka dari itu, daripada mempermalukan nama agensinya, lebih baik Sasuke tidak usah bernyanyi. Dia difokuskan pada seni peran saja. Jangan tanya kenapa dia bisa mendapat bagian itu, karena hampir semua scene yang pernah diperankannya, memiliki karakter cowok bad boy. Jadi tidak sulit baginya untuk berlakon di sebuah drama.
Dan mari kita lihat apa yang sedang dilakukan kulkas berjalan ini.
"Jadi kau ingin putus dariku?" tanya Takeshi dengan aura mengintimidasi.
"I-iya aku mau putus darimu! Kau berbohong padaku, katanya tidak akan berpaling ke yang lain tapi buktinya..." Perempuan itu tampak gugup.Dan suara benturan pun terjadi. Sang perempuan tampak ketakutan.
"Kau bilang putus? Cih, itu tak akan pernah terjadi, Sayang," cemooh Takeshi sambil menyeringai. Ia menghimpit tubuh sang gadis yang kini semakin bergetar ketakutan karena tatapan membunuh Takeshi yang selama ini selalu menghantuinya hingga gadis itu semakin menempel pada tembok di belakangnya.
"Kau gila!" Dia mencoba kabur, namun tak berhasil. Matanya terbelalak kala melihat benda hitam dan dingin yang tertuju pada keningnya.
"T-Takeshi-kun, maafkan aku."
Takeshi tak mengindahkan permohonan maafnya. Hatinya sudah terlanjur sakit akan gadis itu. "Mati kau!" desisnya lalu menekan pelatuk pistol hingga peluru melesat ke dalam kepala gadis tersebut.
Suara tembakan terdengar keras di telinga pendengar. Dan tokoh perempuan mati mengenaskan. Suara gemuruh penonton membuat jengah Sasuke yang sedang menonton film terbarunya. Dimana ia memainkan peran seorang psikopat.
"Satu lagi korban, kasihan sekali manisku ini."
Sasuke menatap bosan film tersebut. Ia sudah hafal ceritanya. Tapi kenapa ia disuruh untuk menontonnya? Tapi karena bakat aktingnya, ia mampu terlihat tertarik. Detik-detik terus berlalu diganti menit, dan menit diganti oleh jam.
Dan tepat dua jam berlalu. Keriuhan tepuk tangan dari penonton membahana di seluruh area bioskop. Gala premier film Killing My Love yang sedang naik daun begitu menarik antusiasme para penikmat film. Apalagi dengan keberadaan Uchiha Sasuke yang sengaja dihadirkan untuk meramaikan hari pertama penayangan film tersebut.
Bakat akting yang dimiliki Uchiha Sasuke masih tetap memukau sejak sepuluh tahun debutnya. Tentu saja hal itu juga berpengaruh dengan fisiknya yang semakin tampan dan seksi dimata penggemarnya. Tak jarang banyak penggemar fanatik yang melakukan banyak hal agar dapat memegang Sasuke secara langsung dan mengklaim dia sebagai pacarnya.
Huh dasar kids zaman now batin para orang tua. Yang tak sadar umur tapi menggemari akting coret tapi ketampanan dari Sasuke. Dan dibalas oleh anak muda dasar Mom-mom zaman jigeum.
Ya beginilah nasib dari Uchiha Sasuke.
Sebetulnya ia bercita-cita sebagai arsitek tapi karena dorongan ibu dan kakaknya yang suka menonton drama negeri ginseng, mereka memaksa Sasuke untuk menjadi aktor dari usia belianya, yaitu enam belas tahun. Sedangkan Sasuke mau-mau saja, karena ada jalur untuk hobinya yang terpendam bisa disalurkan.
Hobinya adalah narsis secara diam-diam. Dan narsisme yang diidapnya sudah stadium akhir alias akut. Sudah tak tertolong alias kronis. Makanya ia selalu membasmi para pendatang baru dengan gebrakan-gebrakan terbarunya. Ingat ia ingin selalu menjadi nomor satu. Tak pernah mau dikalahkan oleh orang lain.
Dan sekarang wartawan sedang mengerumuninya seperti semut yang berkumpul jika ada gula. Ia memberi senyum separuh andalannya. Ia masih tetap stay cool.
"Uchiha-san, apa benar Anda sedang menjalin hubungan dengan Terumi Mei?"
"Uchiha-san, apakah Anda dan Terumi Mei berada di Hotel Tokyo? Papparazi memiliki foto kalian? Apa itu benar?"
"Uchiha-san, tolong klarifikasinya?"
Sasuke keluar dari bioskop terlebih dahulu. Para bodyguard melindunginya dari hadangan para penggemar yang sudah berdiri menunggunya lewat. Mereka tak membiarkan sedikitpun ada tangan yang bergerilya di sekitar tubuh idola masa kini yang digandrungi para remaja perempuan.
"Sasuke-kun!"
"Kyaa Sasuke-kun!"
Sasuke hanya memasang tampang datar meski banyak yang teriak-teriak memanggil namanya dengan penuh pemujaan. Ini sudah jadi makanan sehari-hari buatnya. Jadi, tak ada yang harus dilebih-lebihkan dari masalah tersebut.
Kini Sasuke telah aman dari kerubungan para penggemar. Dia sudah berada di dalam mobil Alphard hitam yang dikemudikan oleh Suigetsu, asisten pribadinya. Sementara manajernya, Uchiha Obito, yang tak lain merupakan sepupunya juga, kini telah duduk di sebelah Suigetsu.
"Semakin hari penggemarmu semakin beringas saja, Sasuke." Obito mengeluh. Dia mengamati kerah kemejanya yang robek lantaran ditarik oleh kerumunan penggemar Sasuke yang memohon untuk dipertemukan dengan sang idola.
Sasuke menyeringai. "Kau benar! Mereka seperti anjing yang tak pernah makan steak tenderloin," cemoohnya pada penggemarnya sendiri.
"Jangan bersikap seperti itu pada penggemar!" Suigetsu tersenyum singkat. "Bagaimanapun mereka juga yang mempertahankan nama Sasuke di dunia hiburan."
Mendengar nasehat Suigetsu, sontak saja Sasuke mendelik tak suka. Posisinya seolah dia adalah anak kecil yang perlu dibimbing dan sudah jelas dia tak suka itu. "Menyetir saja, tak usah banyak komentar!" ujarnya sinis. "Lagipula apa yang kukatakan benar, bukan? Tanpa mereka sekalipun, aku masih bisa survive. Penggemar itu hanya sekumpulan orang kurang kerjaan."
Obito menoleh ke belakang. Matanya memicing tajam pada sepupunya tersebut. "Awas kau termakan omonganmu sendiri!" ujarnya memperingatkan.
"Sudahlah, Obito-nii. Tak usah diperpanjang, aku sudah mengantuk! Butuh istirahat!" Intonasinya meningkat. Tampaknya emosi Sasuke sedang tidak stabil.
"Terserahlah! Yang jelas aku sudah memperingatkanmu, Sasuke." Obito mengalihkan perhatiannya pada jalanan kota. Tak ada yang menyadari jika sejak tadi Suigetsu menyeringai.
Kena kau, Sasuke soraknya dalam hati.
.
.
.
.
.
Sementara itu disisi lainnya, seorang wanita cantik bersurai indigo sepinggang, terlihat mencibir akting sang bintang papan atas. Televisi di ruang kerjanya sejak tadi menayangkan teaser Killing My Love yang entah sudah keberapa kali diputar sebagai ajang promosi. Belum lagi ada tayangan yang menunjukkan betapa antusiasmenya warga Jepang menyambut film tersebut. Gadis remaja yang berteriak histeris kala idola mereka beradu akting dan menunjukkan kebolehan masing-masing dalam berlakon. Sayangnya, wanita ini bukan lagi remaja yang haus akan pria yang hanya bermodal tampang itu. Menurutnya, Uchiha Sasuke adalah aktor standard jika dilihat dari kemampuan aktingnya. Baginya semua ekspresi Sasuke datar-datar saja.
Dari awal kemunculan bintang ini tidak membuat sang wanita berteriak kegirangan. Ia justru merasa jengah. Sebagai perempuan, dia merasa harga dirinya tercoreng akibat perilaku penggemar remaja zaman sekarang, khususnya perempuan, yang terlihat sudah masuk dalam kategori obsesi akut terhadap idolanya.
Mereka begitu memuja sang idola, sampai melakukan tindakan nekat demi bisa berjumpa atau bahkan memeluk sang idola. Mereka melakukan hal-hal memalukan yang sering di cap negatif oleh orang yang lebih tua.
Bukan bermaksud membenci, ia hanya tidak suka dengan perangai Uchiha Sasuke. Terlihat sekali dari gaya bicara, raut mukanya yang terkesan arogan, dan tak ada sopan santunnya.
Pernah suatu hari, di sebuah reality show yang mana menampilkan Sasuke dan Senju Hashirama. Si Uchiha itu sama sekali tak bersikap ramah pada seniornya di dunia peran seni. Bahkan saat Hashirama tersenyum padanya, Sasuke hanya menjawab dengan anggukan singkat tanpa membalas senyumnya. Tetapi ya memang beginilah dunia hiburan.
Sang wanita mengambil map yang paling tinggi di atas tumpukan map lainnya di atas meja. Dia kembali berkonsentrasi dengan dokumen-dokumen penting yang menunjukkan grafik para pasiennya. Ia adalah Hyuga Hinata. Seorang ahli psikolog terkemuka di Jepang. Usianya memang masih terbilang muda, baru menginjak 25 tahun, dikarenakan bakat dan kecerdasan yang diturunkan oleh leluhurnya membuatnya berhasil menyelesaikan pendidikan S2 di Berlin dengan jurusan kedokteran psikologi. Hal itu membawa Hinata sebagai ahli psikolog termuda.
Sejak kecil Hinata selalu berpindah-pindah negara, karena ayahnya merupakan seorang konselor kedutaan Jepang yang sudah beberapa kali ditugaskan di berbagai negara. Semejak itu pula dia belajar untuk menghargai perbedaan. Ia selalu melihat hal cara pandang di setiap daerah yang ia tinggali. Dan memotivasinya untuk menjadi psikolog seperti saat ini.
Hinata masih membaca rentetan grafik yang menunjukkan peningkatan para pasiennya. Sesekali dia menuliskan sesuatu pada catatannya. Tiba-tiba saja ketukan pintu terdengar.
"Masuk!" serunya tanpa menghentikan kegiatannya.
"Permisi, Hinata-san, ini ada berkas yang harus ditandatangani segera." Seorang asisten bername tag Rara berjalan dengan langkah anggun memasuki ruang kerja Hinata. Senyum ramah tersungging di bibirnya kala melihat sang bos yang sedang sibuk dengan segala tugas-tugasnya. Dia meletakkan berkas-berkas yang harus ditandatangani oleh Hinata sebelum diberikan kepada PresDir Hyuga Company.
Hinata melirik sejenak, kemudian menghela napas panjang. "Banyak sekali, apa ada masalah dalam perusahaan?" tanyanya dengan suara serak. Tangannya meraih gelas yang sejak tadi tergeletak di sudut meja. Dia meneguknya perlahan hingga sisa air tinggal seperempat gelas.
"Tidak ada, hanya saja ini ada beberapa berkas kerja sama antara Hyuga Company dengan perusahaan lainnya. Lalu, ini ada rekap data keuangan dari 5 tahun yang lalu." Rara, sang asisten dalam bidang bisnisnya pun tersenyum lumrah. Dia mengerti betapa lelahnya Hinata yang seorang psikolog dan merangkap sebagai pemimpin perusahaan yang diwariskan ibunya.
Sebenarnya, kedudukan sebagai Direktur Hyuga Company dipegang oleh kakak sepupunya, Hyuga Neji. Namun dia sedang cuti guna menikmati bulan madu.
"Aku ingin liburan bersama istriku Tenten, aku sedang malas berkencan dengan tumpukan dokumen, jadi selamat berjuang."
Itu adalah kalimat terakhir sepupunya sebelum lenyap dari hadapannya. Sungguh rasanya ia ingin mencekik leher sang kakak yang begitu tega membiarkannya kesusahan sendiri.
"Ada yang harus saya kerjakan lagi, Hinata-san?" tanya sang asisten.
"Tidak ada, kamu bisa kembali bekerja atau istirahat. Ini sudah malam. Jaga baik-baik kondisimu," kata Hinata sambil tersenyum.
Bibir Rara menipis. Seharusnya kata-kata itu lebih layak dirujukkan pada Hinata yang justru kini tampak begitu lelah. "Bagaimana dengan Anda?"
"Tak apa. Aku ingin membereskan semua dokumen ini. Pulanglah, ini sudah larut." Hinata kembali fokus menelaah dokumen kesehatan pasiennya di ruang kerja pribadinya. "Suamimu pasti sudah menunggu di rumah." Dia mengerling dan Rara tersipu malu.
"Baiklah jangan terlalu capek ya Hinata-san." Rara membungkukkan tubuhnya seraya pamit meninggalkan ruang kerja Hinata.
"Iya, terimakasih."
Hinata kembali berkutat dengan tumpukan dokumennya. Ia sudah meminum tiga cangkir kopi. Untuk membuatnya terjaga saat lembur seperti ini.
Hyuga Health Clinic adalah tempat Hinata bekerja. Dia adalah pemilik praktek kesehatan yang fokus pada ahli kejiwaan. Ini adalah salah satu hal yang membanggakan untuknya. Di usia semuda ini sudah memiliki usaha yang cukup menjamin.
Klinik ini sudah enam bulan beroperasi. Banyak orang-orang yang hampir putus asa dan kini semangat untuk menyambung asa dan membatalkan niat-niat kotor yang sempat menghantui mereka. Hinata merasa bangga dengan apa yang dilakukannya. Menyadarkan orang-orang yang ingin mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Nuraninya terpanggil.
Gaara is calling...
Sejenak dia mengalihkan pandangan pada ponsel pintar yang sejak tadi diacuhkannya. Dia melirik Sejenak guna melihat sang penelepon. Perlahan senyumnya melebar. Dia mengenal betul siapa itu. "Moshi-moshi."
"Hai, Hinata. Apakah kamu lembur hari ini?" tanya seseorang bernama Gaara.
Hinata menghela napas panjang kala mendengar intonasi parau dari suara sang penelepon. "Iya aku sedang lembur. Aku akan sibuk selama beberapa hari." Dia berdiri dari armchair. Dia merenggangkan otot-otot tangannya yang pegal karena sejak tadi menulis saja.
"Benarkah?" Terdengar raut kekecewaan yang kentara. "Padahal aku ingin mengundangmu ke reuni alumni kita."
Alis Hinata tertaut. "Maaf, Gaara, kali ini aku tak bisa ikut. Tapi aku janji di lain kesempatan aku ikutan, deh."
"Ya sudah, jangan terlalu capek ya... Salam buat kakak dan adikmu."
Hinata tersenyum kecil. "Iya nanti aku sampaikan."
"Ya sudah, selamat bekerja, Hinata."
"Iya, Jaa," kata Hinata mengakhiri komunikasi mereka.
"Jaa"
Sambungan telepon itupun terputus.
Hinata mengerutkan dahi kala melihat banyaknya tugas yang harus diselesaikannya malam ini. "Baiklah Hinata, ayo selesaikan pekerjaan ini." Dia berusaha untuk menyemangati diri sendiri. Percuma jika dia seorang ahli kejiwaan tetapi tak bisa menyemangati diri sendiri.
"Sepertinya dia tidak bisa hadir."
Gaara meletakkan ponselnya di atas meja. Dia menatap dua lelaki yang sejak tadi hanya berdiam di sofa sambil sesekali memakan french toast.
"Tck, sayang sekali." Salah satu pria itu mendadak kesal. Tampaknya pertemuannya dengan sang ahli kejiwaan sangat dinantikan olehnya.
"Cih, merepotkan kalian." Sementara yang satunya hanya mendecih.
.
.
.
TO BE CONTINUE
NB: Bab ganjil dikerjakan oleh Ai dan bab genap, saya.
Terima kasih sudah menyediakan waktu luang kalian untuk membaca kisah ini.
Sincerely,
OzellieOzel
