Title : 30 Days with Miracle
Author: Arinna Neo Conquerra
Rating : T, biar aman :3
Pairing : Shizuo x Izaya
Disclamer : Durarara! punyanya Oom Narita, bukan sayah =.=V
Warning : Gaje, OOC, de el el.
Because it's my first fanfiction ever, and I'm new in this world (masih polos #plak). Please go easy with me! :3
Chapter 1 : What Happened!?
Apa kalian percaya dengan keajaiban?
Awalnya aku tidak percaya. Sejak dulu aku beranggapan bahwa keajaiban itu sama mustahilnya dengan alien. Tapi, hey, Headless Rider saja nyata, mengapa keajaiban tidak? Hmm… Entahlah. 'Keajaiban' itu memang seperti alien. Hampir mustahil, tapi bukan berarti tidak mungkin. Mungkin, keajaiban memang ada. Mungkin aku saja yang belum menemuinya. Atau mungkin aku memang pernah mengalaminya, namun aku tidak sadar bahwa itu 'keajaiban' karena cara berpikirku yang idealistis. Hidupku sebagai seorang informan terhebat seantero Tokyo membuatku terlalu sibuk untuk memikirkan dalam-dalam tentang hal sepele macam itu. Karena itu, kuputuskan untuk tak memikirkan tentang itu lagi.
Sampai suatu hari, aku, Orihara Izaya, suatu hari didatangi 'keajaiban' itu sendiri.
Ada beberapa manusia yang menyebut bahwa kehidupan adalah 'keajaiban'. Betapa menakjubkannya kehidupan itu, sehingga mereka bilang itu 'ajaib'. Dulu ketika aku membaca kalimat itu dari sebuah buku psikologis humanism positif, aku tertawa. Kehidupan itu ajaib? Bagiku biasa saja. Berjuta-juta, bahkan miliaran sampai triliyun manusia hidup di dunia ini. Bagian mananya yang ajaib? Aah, manusia memang menarik. Hal yang biasa dialami miliaran manusia dianggap sakral dan ajaib. Saat itu, aku berpikir begitu. Tak pernah terlintas di pikiranku bahwa suatu hari aku sendiri akan memahami langsung makna 'ajaibnya hidup', berhubung aku selalu menganggap bahwa diriku immortal. Tapi toh, hari itu datang juga.
Hari itu adalah hari yang terlihat biasa. Langit saat itu sudah menggelap, seperti akan hujan. Aku mendapati diriku berdiri ditengah keramaian Ikebukuro. Orang-orang bergegas pulang untuk menghindari hujan yang sepertinya akan datang tak lama lagi. Tapi aku hanya terdiam. Pikiranku kosong. Aku bahkan tak ingat apa yang sedang kulakukan sehingga aku bisa berdiri disini. Aku hanya berdiri terdiam memandang langit, itu saja.
Kemudian aku menyadari ada yang aneh. Meski aku berdiri ditengah keramaian manusia, tidak ada yang terlihat menyadari keberadaanku. Baiklah, aku memang sudah biasa diperlakukan begitu. Tidak ada yang mau berurusan denganku. Mereka di kota ini sudah tahu apa akibatnya jika mengacau dengan Orihara Izaya. Tapi ini… tidak biasa. Mereka seolah tidak tahu aku ada disini. Seolah tak ada yang bisa melihatku. Keherananku bertambah saat seorang gadis melewatiku begitu saja seperti sedang melewati angin kosong. Tunggu, ini benar-benar aneh. Gadis tadi baru saja MENEMBUS tubuhku. Seperti menembus udara. Dan, dan dia berjalan menembus tubuhku! Maksudku, bagaimana bisa seorang manusia berjalan melewatiku seolah tubuhku terbuat dari ilusi?! Tunggu, seorang pria juga berjalan menembus tubuhku—
Oke, ini aneh. Benar-benar aneh. Mereka berjalan melewati tubuhku seperti melewati ruang kosong. Ini hanya perasaanku atau memang mereka baru saja menembusku seperti tidak ada apa-apa disitu? Tapi jelas-jelas aku berdiri disini! Oh, tunggu. Aku juga bisa berjalan melewati mereka! Tubuhku… terlihat transparan dan ringan sehingga aku bisa melewati mereka. Uh, transparan? Bagaimana bisa? Aku berjalan menuju bangku ditepi jalan dan… aku menembusnya...
Aku melewati beberapa manusia lagi, dan berusaha mengambil atau menyentuh benda apapun disekitarku. Tapi semuanya melewati tubuhku seolah aku tidak nyata, dan tubuhku terlihat seperti terbuat dari angin atau sejenisnya. Aku mulai panik. Ada apa sebenarnya!? Bagaimana bisa? Aku tidak bisa menyentuh apapun! Dan tidak ada yang bisa melihat maupun mendengarku, seolah aku tak ada disini! Ada apa sebenarnya!?
Setetes air jatuh dari langit, menembus telapak tanganku yang tembus pandang, dan jatuh ke tanah. Aku jatuh terduduk, melihat makin banyak air hujan yang menembus tubuhku dan jatuh ke tanah begitu saja seolah tubuhku tidak eksis di dunia nyata. Dalam kebingungan, aku mendengar suara yang begitu familiar yang membuat jantungku hampir meloncat dari tempatnya karena kaget;
"Izaya!?"
