Perasaan

Draco Malfoy x Hermione Granger

Disclaimer : Harry Potter milik J.K Rowling

Rate : T (Mungkin akan berubah menjadi M)

Warning :

GaJe, Plot dan alurnya ngga' jelas, Typo(s), fanfic pertama dan tentunya Author baru.


Adrianaa Adalson


"Draco, coba kau lihat itu!" seru Theo, lalu Draco mengikuti arah pandangan Theo.

Terlihat, Granger si rambut semak, tengah di tembak oleh salah satu senior yang ada di Kampus mereka.

"Lalu?" Tanya Draco masih tidak mengerti.

"Lalu?" ulang Theo tidak percaya.

"Kau ini bodoh atau apa? Granger itu menyukai mu!" tambahnya.

"Memangnya, kenapa?" Tanya Draco, polos.

Theo menggeleng-gelengkan kepalanya, frustasi. Apa Draco benar-benar polos? Apa dia tidak tahu? Tanya Theo dalam hati.

"Dengar, Draco! Granger itu menyukai mu. Kau lihat tadi? Granger melihat mu dengan pandangan kecewa sebelum menolaknya. Kau tahu Draco? Dia itu MENYUKAI mu! Sangat-sangat menyukai mu. Bahkan dia menolak semua yang menembaknya. Cedric Diggory, senior kita. Pernah menenmbaknya. Kau tahu kan yang terjadi selanjutnya? Dia menolaknya Draco. Dia berharap kau ini akan menembaknya!" ucap Theo sedikit kesal.

"Hentikan spekulasi mu, Theo! Tidak mungkin Granger menyukaiku. Kau tahukan yang kusukai itu Fleur. Bukan si rambut semak!"

"Aku tidak berspekulasi, Draco! Hentikan sikap kekanak-kanakanmu. Kau tahu sendirikan. Fleur itu menyukai Viktor Krum. Kau juga sudah menembaknya. Hasilnya? Kau ditolak mentah-mentah!"

"Kau juga hentikan! Kau yang bilang, cinta itu tidak boleh dipaksakan!"

"Aku akui itu. Tapi, kau tidak bisa begitu. Lima atau sepuluh kali kau menembak Fleur? Tapi tetap sama kau ditolak, Draco"

"Jangan melebih-lebihkan, Theo!" Kata Draco, yang amarahnya terpancing.

"Hei, mate. Hentikan! Kalian itu kekanak-kanakan sekali!" kini Blaise sudah kesal dengan percakapan mereka.

"Aku kekanak-kanakan? Tidak mungkin. Theo yang mulai duluan!"

"Kau ini. Sikap mu itu benar-benar seperti anak-anak. Lalu, kalau bukan kekanak-kanakan, apa? Kebayi-bayian?" geram Blaise.

"Sudah ah. Aku mau pergi!"

Theo dan Blaise, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, melihat sikap teman mereka.


"Sudah berapa cowok yang kau tolak, Mione'" kata Harry.

"Harry, dia hampir menolak semua cowok yang ada di Kampus kita. Bahkan, aku sahabatnya dia, ditolak!" geram Ron, disertai dengusan.

"Sudah! Jangan memojokan, Hermione. Lagipula dia berhak menentukan siapa yang menjadi pacarnya. Bukan begitu, Mione'?". Kali ini adik dari Ron, Ginny angkat bicara.

"Ginny, benar." Lanjut Hermione "Aku juga tidak ingin pacaran dulu. Pendidikan lebih penting daripada pacaran"

"Tapi, Hermione. Sampai kapan kau akan menunggu Malfoy? Apa dia tahu kau menyukainya? Tidak kan! Mione', kau harusnya membuka hatimu. Banyak yang mau denganmu." timpal Ron.

"Kau tidak dengar alasan Mione' tidak ingin pacaran? Menurutku itu sudah cukup" kata Ginny.

"Tidak, Ron. Aku akan menunggunya walaupun dia tidak tahu!"

"Sampai kapan, Mione'? se-kampus juga tahu, Malfoy itu suka dengan Fleur."

"Kau sudah beelebihan, Ron. Kalau kita sahabatnya, seharusnya kita mendukung dan menyemangati, Mione'" kata Harry, yang sedari tadi hanya menyesap smoothies-nya.

"Kali ini aku setuju denganmu" Ginny mengakui. Lalu Ron berkata "Kalau begitu, kita Tanya saja kalau Hermione suka dengan Malfoy. Dengan begitu, Malfoy akan menembaknya. Sudah! Simple, kan?" katanya dengan nada bangga.

"Tidak semudah itu, bodoh!"

"Ginny benar. Tidak mungkin Malfoy akan langsung menembak Hermione."

Perkataan harry barusan, membuat Hermione lemas. Dia menundukkan kepalanya memikirkan apa yang dikatakan oleh sahabatnya. Benar juga. Bagaimana kalau dia tidak menyukainya? Apa yang harus dilakukannya? Batin Hermione. Dia seharusnya sudah memikirkan konsikuensinya. Mencintai seorang Casanova adalah hal yang mustahil. Dia dicintai dan memiliki banyak penggemar. Apalagi, dia sangat menyukai Fleur, temannya. Cemburu? Pasti, dia sangat cemburu. Di tambah, Fleur tidak menyukainya. Tapi, hell. Dia masih saja menyukainya dan menambanknya. Pikiran Hermione terus berspekulasi. Dan membuatnya pusing, bukan main.

"Guys, aku pulang dulu. Kepalaku sakit"

"Kau kenapa, Mione'? mau kutemani?" Tanya Ginny.

"Tidak usah. Bye!"

Melangkahkan kakinya, membuatnya tambah pusing. Tapi, dia tidak tahan. Dia harus bisa! Setelah bergulat dengan kepalanya. Dia pun menyeret kakinya dengan gontai menuju parkiran.


Sampai kini, Draco masih memikirkan kata-kata Theo. Granger menyukainya? Tidak mungkin. Tapi, jika di pikirkan lagi, Granger memang sering memperhatikannya, saat pelajarang di kelas, di kantin. Dia kira, Granger hanya melamun. Tapi itu mustahil. Dia, berkali-kali memergokinya, tengah memandang kearah Draco. Apa mungkin itu benar-? Cukup Draco! Kau tidak boleh menyukai si rambut semak itu! Tidak boleh! Selamanya! Jika dilihat lagi, Granger memang cantik dan sedikit eerr- seksi. Cukup Draco! Hilangkan pikiran kotor mu itu! Tidak, tidak kau tidak boleh memikirkannya. Batin Draco.

"Ahhhh!" geram Draco.

Tunggu, itu dia? Draco tidak percaya terhadap apa yang dilihatnya sekarang. Granger, tengah berjalan menuju parkiran. Tapi, bukan itu. Granger terlihat cantik –sangat- di terpa sinar matahari. Rambutnya tertiup angin, membuatnya semakin cantik. Apa yang dia pikirkan? Batinnya.

Hermione tengah berjalan menuju parkiran, lalu melihat Malfoy di sana. Jantungnya, tiba-tiba berdegup kencang tidak karuan. Apa yang harus dilakukannya? Batin Hermione. Dia berusaha tenang. Tetapi, kakinya tidak dapat diajak berkompromi. Saat melangkahkan kakinya, kakinya bergemetar hebat. Dia tidak bisa begini. Bagaimana, kalau Draco melihatnya dalam keadaan seperti ini? Dia pasti bakal menertawainya. Tidak bisa. Dengan sedikit cepat, ia menyeret kakinya. Tidak lpa memeganginya agar tidak bergetar. Tidak apalah. Dari pada harus ditertawai oleh Draco. Lebih baik seperti ini. Pikirnya.

Draco, yang melihat Hermione berjalan mendekat dengan memegangi kakinya, tidak dapat untuk menahan ketawanya. Tapi ia mengurungkan niatnya, setelah melihat mukanya yang pucat tambah dengan keringat yang bercucuran di keningnya. Apa yang terjadi dengannya? Apa dia sakit?. Tanya Draco dalam hati.

"Apa kau baik-baik saja, Granger?" Tanya Draco.

Shit. Umpat Hermione dalam hati.

"Kenapa kau tidak menjawabku? Kau pucat dan juga berkeringat." Kata draco sedikit khawatir. Fakta inilah yang membuat Hermione sangat gembira. Tetapi, baru ia sadari kalau keringat mengucur keningnya. Mungkin, ini salah satu efek pertemuannya dengan Draco. Dia tidak bisa berlama-lama dengan Draco, dia bisa melakukan hal yang bodoh. Seperti halnya sekarang, dia langsung pergi meninggalkan Draco setelah mengucapkan kalau dia tidak apa-apa.

Draco sudah masuk kedalam mobilnya. Dia belum menyalakan mesin mobilnya. Mengapa Granger seperti itu ia terlihat pucat. Apa ia sakit? Kau kenapa Draco? Memperdulikan si rambut semak?. Sebagian pikiran Draco mencemaskan Granger dan yang lainnya, mencoba untuk tidak mencemaskannya.

Drrtt… drrtt… drrtt..

"Emmh?"

Drrtt…. Drrtt…. Drrtt…

dia tersadar, hpnya dari tadi bergetar. Theo? Kenapa lagi dia? Tanyanya dalam hati.

"Ada apa?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi.

"Draco?"

"Emh, ada apa? Kalau kau tidak ingin bicara, aku akan menutupnya" Geram Draco, kesal.

"Eh, jangan!" protes Theo

"Kalau begitu bicaralah"

"Baiklah, sebentar malam kau sibuk?" Tanya Theo.

"Theo, cepat katakan. Sebenarnya ada apa?"

"Blaise dan aku, ingin mengajakmu ke Three Broomstick. Kami ingin mengenalkanmu ke sesorang. Kau mau?"

"Aku tidak tahu. Nanti aku lihat. Memangnya siapa?"

"Tidak boleh, itu rahasia"

"Daah. Bye"

Siapa orang itu? Batin Draco. Jujur, dia masih memikirkan perkataan Theo, barusan.

Tunggu, Draco masih di dalam mobil. Dan parahnya, ia belum menyalakan mesin. Ia kemudian melajukan mobilnya, dengan kecepatan sedang menuju Slytherin Residence.


"Kau serius, mione?" Tanya Ginny dengan terkekeh kecil. Sore ini, dia dan Hermione, sedang bertelepon.

"Kau tidak percaya denganku, Ginny?"

"Bukan begitu. Maksudku, kau seharusnya tidak berbuat begitu. Pasti dia heran dengan sikapmu" kata Ginny.

"Aku tahu, Gin. Tapi, apa boleh buat. Daripada, aku berbuat hal yang aneh?"

"Kau benar. Jadi kau akan melakukan apa selanjutnya, Mione'?"

"Apa maksudmu dengan 'selanjutnya', Gin. Aku rasa belum melakukan apa-apa"

"Kalau begitu kau harus melakukan sesuatu, Mione'"

"Aku ini cewek, Ginny! Tidak mungkin aku menyatakan cinta. Aku juga punya malu"

"Tidak. Kau tidak harus menyatakan cinta. Tapi kau harus menyatakan cintamu secara tidak langsung"

"Huh? 'secara tidak langsung'? Bagaimana?"

"Tidak usah khawatir. Besok kita akan memulainya."

"Memulai apa? Ginny, beritahu aku kalau tid…."

Ginny terkekeh kecil, kemudian memutuskan telepon.

Ada sedikit rasa menyesal dalam diri Hermione, telah bercerita dengan Ginny. Tapi bagaimana lagi? Bercerita dengan Ron dan Harry, bukannya masalahnya hilang. Dia bakalan menjadi bulan-bulanan mereka dan bahan tertawaan mereka.


Malam ini, Draco bimbang. Apa ia akan datang atau tidak. Dirinya penasaran dengan seseorang yang Blaise dan Theo ingin kenalkan kepadanya. Jika cewek, ini akan menjadi malam yang menyenangkan untuknya. Tetapi, jika dipikirkan lagi. Ada rasa penyesalan di dalam dirinya, jika mengingat malam yang ia habiskan bersama dengan gadis-gadis jalang. Ia tidak mengerti, jikalau mengingatnya, ia teringat kembali dengan Hermione Granger.

"Ahhh!"

Draco mengacak-ngacak rambutnya, frustasi.

"Mungkin menemui Blaise dan Theo di Three Broomstick, akan membuatku lupa dengan Granger" gumam Draco, sembari mengambil Hpnya di saku jaket yang ia kenakan. Lalu mengetikkan pesan singkat kepada Theo.

Three Broomstick. Club kepunyaan ayah dari Blaise. Tidak besar, tapi yang datang kesana para sosialita. Terletak di Abbey Road. Sekarang Draco tengah berdiri di Pintu masuk club, tersebut. Saat masuk ke dalam, tidak susah mencari mereka. Dan di sanalah mereka tubuh gempal Blaise sangat mencolok. Begitu pula dengan Theo. Mereka sangat mencolok, ditemani dengan seorang cewek bersurai coklat tua, sedang duduk di salah satu meja.

"Hai, mate" seru Blaise, ketika Draco mendekati mereka.

Dan kini ia dapat melihat jelas muka perempuan tersebut.

"Hai, Draco. Lama tidak bertemu" ucap gadis tersebut sembari berdiri lalu merentangkan kedua tangannya. Draco canggung menerima pelukannya. Bau Vanilla di lehernya, menyeruak indra penciuman Draco.

"Haii….-"


salam...

ADRIanaa Adalson ^^


Hehe.. maaf ^-^ kalau ceritanya GaJe. Tadi tdk sempat membacanya ulang. Maklmum, akunya sudah tidak sabar untuk nge-published. .. RnR?

Review,, yaah.. Kalau mau ceritanya lanjut. (Maksa banget) karena ini FF pertamaku, saran dan kritik sangat diterima untuk kebaikan FF ini(haduh bahasaku-_-") jangan lupa Review. sekali lagi Review..