Disclaimer: All Samurai Deeper Kyo Character belong to Kamijyo Akimine.

All OC character belong to me :3

Warning: Standard Warning Apply, still learning after all :')

Let The Story Begin...

.

.

.

"Tsuki, tangkap!" Sahut gadis bersurai serupa sinar mentari seraya melemparkan sebuah tongkat kayu. Seekor peranakan serigala-malamute berwarna putih berlari mengejarnya dan menangkapnya dengan sempurna. Tsuki dengan ceria membawa kembali tongkat yang digigitnya kepada sang majikan. "Pintar" Puji sang gadis.

"Tokito...ayo pulang" Sahut suara seorang wanita yang bisa dibilang seri dewasa dari sang gadis namun dengan rambut lebih panjang ketimbang ia yang hanya berambut sebahu.

"Iya ibu" Ujarnya. Gadis itu berlari menghampiri ibunya diikuti Tsuki yang setia mengekor dibelakangnya.

.

.

.

TOKITO POV

"Tadaima" Salamku.

"Okaeri, Tokito" Sapa ibuku dari dalam seraya mengulas senyuman. Dalam balutan kimono warna peach dengan corak bunga peach, begitu mencerminkan kecantikannya yang bersahaja juga dan elegan. Rasanya beliau lebih cocok berada di istana sana menjadi permaisuri raja atau istri penjabat tinggi. Bukan digubuk tengah gunung yang bahkan tetangga terdekat saja berjarak lima kilometer, ditambah lagi tanpa kehadiran seorang suami. Ya, aku sejak kecil sama sekali tidak mengetahui siapa ayahku atau minimal bagaimana sosoknya. Ibuku selalu sedih tiap kali kutanyakan soalnya. Karena itu aku lebih memilih tidak mengungkit lagi soal itu. Dan setiap kali ada pria yang berusaha masuk kedalam hatinya, ibu menutup peluang untuknya rapat-rapat. Dari situ dapat kusimpulkan betapa beliau mencintai ayahku itu.

"Tokito..." Tegurnya. Astaga, aku melamun.

"Aku...mandi dulu, bu" Ujarku mengalihkan pembicaraan dan berlari menuju kamar mandi. Ibuku hanya memandangiku dengan tatapan heran.

END TOKITO POV

.

.

.

Hitoki, ibunda Tokito, memandang lesu pada getong tembikar yang biasanya berisi beras, kini kosong melompong. Rupapanya tatapan sendu itu ditangkap oleh iris serupa amber milik putri semata wayangnya. Ia tahu, hidup ditengah keprihatinan tak berujung seperti ini membuatnya harus siap kelaparan kapan saja. "Aku...akan mencari pekerjaan ke kota" Ujarnya memecah keheningan dan menangkap atensi Hitoki. Dengan tegas Hitoki menggelengkan kepalanya.

"Terlalu berbahaya sayang, ibu tak mau..." "Aku gak mau kita mati kelaparan" Potongnya. Hitoki terdiam. Tentu dia tahu bahwa hanya mengandalkan hasil kebun yang tak seberapa takkan bisa menghidupi mereka, terlebih dimusim kemarau panjang begini. Namun disisi lain ia pun tak sampai hati melepas putrinya bekerja dikota. Dari yang ia dengar, banyak orang jahat yang menjerumuskan remaja putri menjadi gadis penghibur dan dia tentu tak mau itu terjadi padj Tokito. Bagaimanapun Tokito putrinya, darah dagingnya dan harta paling berharganya.

"Pokoknya Tokito tetap akan cari kerja. Dengan atau tanpa izin dari ibu" Ujar Tokito tegas. Hitoki terdiam, ia berusaha menahannya namun bagaimana? Ia sendiri pun sebenarnya kewalahan menjadi tulang punggung keluarga. Ditambah tubuhnya yang lemah membuatnya tak dapat bekerja berat.

"Baiklah, tapi ada syaratnya..." Ujar Hitoki. Tokito terdiam menahan nafas. "Ibu tidak mau kau bersinggungan dengan dunia malam dalam bentuk apapun dan ibu tak mau pekerjaan yang mengancam nyawamu, mengerti?" Ujarnya. Tokito mengangguk faham. Syarat yang tak terlalu sulit, toh inipun untuk kebaikannya. "Bawa Tsuki dan Yuki bersamamu. Pastikan kalian selalu bersama, saling menjaga, oke?" Tambahnya. Yang dimaksud Hitoki adalah anjing dan kuda peliharaan mereka. Tokito mengangguk mantap.

.

.

.

Cahaya matahari belum menampakan sinarnya diufuk timur, namun sang gadis dengan surai serupa sinarnya sudah bersiap-siap berkelana mencari penghidupan lebih baik untuknya dan ibunya. Tokito mengecek pelana yang terpasang dibadan kudanya yang berbulu putih bersih juga lash yang mengikat leher Tsuki terpasang dengan sempurna ditali kudanya (bayangin aja sendiri). "Makan ini selama diperjalanan" Ujar Hitoki memberikan kotak bambu yang dibungkus kain kotak-kotak yang diterima Tokito. Gadis itu mengangguk lalu memeluk orang yang paling dikasihinya itu.

"Aku akan kirim kabar dan uang, ibu tenang saja" Katanya. Hitoki mengangguk, didekapnya tubuh mungil putri semata wayangnya ini. Tak terasa waktu sudah terlewat dua puluh tahun semenjak ia melahikan Tokito kedunia ini. Tokito melepaskan pelukannya lalu mengulap kepala seekor anjing betina sejenis Tsuki berwarna abu. "Jaga ibu ya, sutaa" Kataku yang disambut goyangan mengucapkan salam perpisahan, aku pun menaikin Yuki lalu melesat menembuts jalanan hutan beriringan dengan Yuki yang berlari disampingku.

.

.

.

TOKITO POV

Perlu menempuh perjalanan selama dua hari sebelum sampai kekota. Dan akhirnya kami pun sampai. Suasana hening berganti dengan hiruk pikuk orang dengan berbagai macam kegiatannya. Kepalaku agak pusing melihat semua kekacauan ini walau pernah ke kota bersama ibu sebelumnya. Aku pun turun dari atas Yuki dan menuntunnya. Siapa tahu kan ada lowongan pekerjaan. Pemberhentian pertamaku adalah papan pengumuman. Pasti setidaknya ada sesuatu disana.

Mataku mencermati satu per satu lembaran informasi yang terpampang disitu. Keningku berkerut, semua lowongan yang ada disitu untuk yang berusia minimal dua puluh lima tahun. Apa aku harus memalsukan umurku saja, ya? Ah kurasa tidak juga. Dengan posturku saja aku dikira berumur enam belas tahunan. Apalagi memalsukan umurku lima tahun lebih tua.

Tiba-tiba mataku menangkap sebuah lowongan ditoko kelontong. Minimal umurnya 19 tahun dan tidak memerlukan keahlian khusus. Kurasa aku memenuhi persyaratannya.

.

.

.

"Maaf, sudah ada yang mengisi untuk posisi itu" Ucap si pemilik toko. Aku menghela nafas kecewa, hilang sudah kesempatan pertamaku. "Ng...bagaimana kalau kau coba ke toko sebelah? Aku dengar pemiliknya sedang mencari kuli angkut. Mungkin kudamu bisa jadi nilai lebih" Tawarnya. Sinar harapan muncul dimataku. Tanpa pikir panjang aku mengucapkan terima kasih lalu segera beranjak.

.

.

.

"Permisi" Ujarku.

"Selamat datang tuan, anda mau beli apa? Disini tersedia semuanya, ada diskon khusus untuk pembelian grosir" Sapa seorang lelaki ramah. Hah tuan? Aku wanita hei!. Tapi kuputuskan untuk tidak memprotesnya. Lagipula bukankah lebih aman berada dalam identitas laki-laki ditengah kota besar ini?.

"Maaf paman, aku...aku dengar disini lagi butuh kuli angkut. Apa mash ada lowongannya? Aku punya kuda" Kataku. Lelaki itu tampak sedikit kecewa namun segera menyembunyikannya. Ia memasang pose berpikir dan mengamatiku dari atas kebawah.

"Kau...terlihat tidak menjanjikan" Ujarnya. Apa? Tidak menjanjikan katanya?. Ucapannya itu seketika menohok harga diriku. Aku mengepalkan tangan menahan emosi yang berkecamuk, bagaimanapun dia calon bosku dan aku harus memberikan kesan pertama yang baik.

"Aku...aku jamin tuan tidak akan kecewa" Kataku memasang senyum dipaksakan. Lelaki itu meraih tanganku dan menilainya.

"Hump, cari saja tempat lain. Tangan seperti perempuan begini takkan bisa mengangkat beban berat." Ujarnya. Sudah cukup! Kutarik janggutnya dan menatap lurus kearah matanya.

"Dengar ya pak tua, tangan ini sudah dipakai untuk membunuh dua puluh ekor beruang. Apa kau mau bergabung bersama mereka?" Bentakku. Keringat dingin mengucur dipelipisnya, sorot matanya memancarkan ketakutan. Dengan cepat ia menggelengkan kepalanya. Kuhempaskan tubuhnya hingga membentur tumpukan kentang dibelakangnya lalu berbalik keluar. Huh, aku tidak butuh atasan yang tak menghargaiku.

"Menarik" Ucap seorang pria. Kulihat seorang pria berambut kribo mengenakan kacamata bundar hitam bersandar didekat pintu masuk toko. Celana bunga-bunga yang berpadu dengan baju model kimono serta pipa tembakau yang terselip dimulutnya menggambarkan secara sempurna model pria mesum yang biasa ibuku ceritakan. Aku tak menghiraukannya dan menarik kekang Yuki lalu berjalan keluar dari toko itu.

"Hei...hei...hei, tunggu dulu, tuan" Panggil pria itu yang tak kuduga menyusulku. Aku berusaha tenang dan tak menghiraukannya. "Tuan, aku dengar anda mencari pekerjaan, kan? Saya ada pekerjaan bagus untuk anda, tuan" Katanya. Tawarannya yang menggoda, tapi kalau itu artinya aku berakhir menjadi wanita penghibur, enggak, deh.

"Aku gak butuh, pergilah" Kataku.

"Aku jamin anda tidak akan kecewa. Gaji 10.000 Ryo seminggu dan anda dapat tempat tinggal beserta semua fasilitasnya" Ujarnya tak pantang menyerah. Mataku terbelalak, 10.000 Ryo? Seminggu? Itu bahkan lebih dari gaji selama setahun ditoko sialan itu.

"Apa pekerjaannya?" Tanyaku. Pria itu tersenyum penuh kemenangan.

"Mari ikut saya, tuan" Ajaknya. Aku terdiam, kueratkan peganganku pada tali kekang Yuki. Apa dia akan membawaku ke tempat mesum? Tapi bukankah dia tidak tahu kalau aku wanita?. Mendadak aku menyesali keputusanku menyembunyikan jati diriku. "Kau ikut atau tidak?" Tanyanya. Aku terhenyak, segera aku berlari menyusul pria yang sudah berada didepan.

END TOKITO POV

.

.

.

tbc


(a/n) Sebelumnya author mau minta maaf sama minna yang uda nunggu kelanjutan dari fic SDK pertama (Through Those Windows) yang masih mandeg sampe sekarang. Konsep sudah ada cuma belum dapet feelnya...T-T. Mohon minna sabar yaa pasti beres kok tapi entah kapan :3 #digetok.

Enywei ini cerita author full kasih non-OC untuk tokoh utamanya. OC nya cuma segelintir doang. Idenya sudah lama kepikiran tapi baru sekarang sempet eksekusi. Berhubung Hishi-chan kekurangan pair straight #digetok xD# jadi author bikin deh dengan pair Tokito :3.

Terakhir author mau minta maaf kalau ada typo, soalnya main copas aja tanpa cek, mayeeees -.-

Review ? :3