Toshiki Kai selalu berharap kalau ini bukanlah mimpi.
Toshiki Kai mendambakan kebahagiaan—kehilangan orang tua sejak kecil, tumbuh dalam isolasi ditengah keramaian, dan hingga akhirnya, kehilangan orang yang paling ia kasihi—dia tak pernah mengharapkan itu. Walau hanya sekali, dia berharap kebahagiaan ini bukanlah sekilas harapan yang Tuhan tunjukkan sebelum menjatuhkannya kembali ke dasar kesengsaraan.
Namun dia nyata; Aichi Sendou yang kini bersandar di bahunya, memandangi hamparan bintang-bintang di langit malam yang gelap, menggenggam tangannya dengan lembut. Aichi Sendou yang mengingatkannya akan warna biru yang ia sukai. Aichi Sendou yang selalu mengingatkannya bahwa kebahagiaan ada di luar sana, menantinya untuk menemukan mereka.
Dan disini ia, hanya duduk dalam diam bersama orang yang ia cintai, telah tenggelam dalam kebahagiaan. Keputusasaannya seolah hanya mimpi sekilas, terkubur abadi dalam senyum Aichi Sendou, menghilang dalam kegelapan yang tak akan ia kunjungi sekali lagi.
"Kai-kun?" Bisikan Aichi selembut angin, namun dia masih dapat mendengarnya dengan jelas. "Kai-kun, kenapa kau menangis?"
Kedua manik emerald mengerjap, dirasakan selaput tipis mulai mengaburkan pandangannya, dan ia mengusir air yang mulai mengalir di wajahnya dengan tangan yang masih bebas. "Aku hanya begitu bahagia," digenggamnya tangan Aichi lebih erat, namun lembut sekaligus. "bolehkah aku menerima begitu banyak kebahagiaan seperti ini?"
Senyum manisnya mengembang—senyum yang selalu ia sukai, lebih indah dari konstelasi bintang yang telah mereka lihat bersama setiap malam—dan tangan mungilnya berpindah untuk menyeka garis basah yang menodai wajahnya. "Tentu saja." Dengan lembut, ditangkupnya kedua sisi wajahnya. Kedua manik birunya melembut. "Kita akan menemukan kebahagiaan bersama-sama."
"Kalau begitu," ditariknya laki-laki yang lebih kecil darinya dalam pelukannya, mengecup puncak biru di kepalanya selembut mungkin. "teruslah bersamaku. Jangan tinggalkan aku lagi—di saat sedih dan sulit, di saat bahagia, tetaplah di sisiku."
Aichi tak bergeming sebentar. Tak lama, Toshiki merasakan kedua tangannya mengait di punggungnya. "...Apakah itu..."
"Tentu saja." Dirangkulnya Aichi lebih erat lagi. "Aku bersumpah, dibawah langit malam yang kau sukai ini."
Aichi memeluk laki-laki itu lebih erat, dan bahkan tanpa melihat, ia tahu wajah Aichi kini begitu merah.
"...Aku juga berjanji." Nada suaranya bergetar, namun Toshiki lebih tahu dari siapapun—Aichi serius, dan itu cukup untuk membuatnya bahagia.
Bisakah ia menerima kebahagiaan seperti ini? Ia yang telah hidup dalam kesedihan tanpa ujung dan berlumur dosa—akankah dia yang lebih berkuasa merebut kebahagiaannya sekali lagi?
Namun kini, ia putuskan untuk menyingkirkan pikiran itu.
Biarlah ia berbahagia sebentar—asalkan laki-laki itu berada di sisinya, dia pasti dapat menemukan kebahagiaan ditengah zaman tergelap-pun.
.
.
.
End.
fluff gagal apa iniiii saya kepengaruh episode terakhirnya LM nggak kuaaat ;;A;; #desh gomen saya nggak bisa bikin fluff, jadi nggak jelas gini aaaa _(:'3/
i don't own cardfight! vanguard.
