Disclaimer : Aoyama Gosho


Senin, 17 Maret 2014

8.26 PM

Suara gesekan sepatu dengan daun-daun yang gugur menjadi suara utama di hutan yang sepi itu. Langkahnya tergesa-gesa seperti sedang dikejar setan, ah, bukan, ini lebih menyeramkan dibading setan. Kali ini ia berhenti, punggungnya bertumpu pada salah satu batang pohon. Ia berusaha menormalkan detak jantungnya. Dengan sekali gerakan, ia menyambar botol minumnya dan meneguknya hingga tandas.

Laki-laki itu mengusap keringat di dahinya dengan lengan bajunya. Ia kembali menyumpah-nyumpah. Saat merasa keadaan sudah normal kembali, ia mendengar suara itu lagi. Suara helikopter yang berputar-putar di atasnya. Sambil mencibir, ia memlempar botol minumnya yang sudah kosong dengan asal. Ia mulai berlari lagi, kali ini dengan lebih cepat. Sambil berlari, ingatannya berputar kembali pada kejadian beberapa waktu lalu.

7.45 PM

Lelaki itu keluar dari kerumunan dengan susah payah. Setelah berjuang setengah mati selama setengah menit, akhirnya ia berhasil terbebas dari kerumunan manusia itu. Ia menghela napas lega sambil mengenakan masker. Setelah merasa tenang sedikit, ia menaikkan jaketnya untuk melihat jam tangan bulatnya. 7.45. Pas dengan waktu yang tertera di kartu tantangannya.

Baru saja ia akan keluar dari tempat itu, ia merasakan bahunya di tepuk oleh seseorang. Seketika, tubuhnya menegang. Ia memejamkan matanya dan menarik nafas secara teratur, 1-2-1-2, salah satu usahanya untuk melepaskan diri dari rasa tegang.

Setelah merasa sedikit tenang, ia menoleh untuk melihat siapa yang menepuknya. Orang itu masih muda, mungkin sebaya dengannya. Rambutnya hitam dan cukup tinggi. Ia kenal orang ini, ia adalah detektif SMU yang baru muncul setelah lama hilang, Shinichi Kudo.

Menyadari siapa yang menepuknya, tubuhnya kembali tegang. Apa maksud orang ini menepuknya? Melaporkan tindakannya?

Shinichi seperti merasa perbedaan sikap tubuhnya, dengan santai ia melepaskan tangannya dan tersenyum kecil.

"Tegang ya?" katanya dengan nada menyebalkan.

"Ada perlu apa denganku?" Ia menjawab dengan nada datar.

"Hei, tidak perlu pura-pura, aku tahu kamu adalah bintang utama mala mini. Iya kan, tuan Kaito Kid?"

Kaito kid menatapnya dengan was-was. Sebenarnya, ia agak sedikit jengkel. Kalau sudah tahu dirinya adalah Kaito Kid, buat apa berbasa-basi seperti ini?

"Iya, iya. Ini aku. Sekarang, apa maumu?"

"Tidak ada." Katanya polos. Kid semakin bingung. Memang setiap isi otak detektif itu seperti ini ya?

Merasa lawan bicaranya sedang kebingungan,akhirya Shinichi buka mulut. "Justru aku yang bingung, buat apa kamu repot-repot kesini?"

"Aku hanya kasihan sama kakek itu. Lagi-lagi berlian yang dibelinya palsu. Lagipula, jika semua berlian tantangannya palsu aku juga jadi serba salah menerima tantangannya. Diterima, hanya buang-buang waktu. Di tolak, ya gengsi juga." Kata Kid panjang lebar tanpa bisa di cegahnya. Merasa sudah bicara terlalu banyak bicara, ia menjadi salah tingkah. Dengan gugup, ia membetulkan letak topinya.

"Sudah kuduga." Kata Shinichi sambil mengangguk-angguk. Kid kembali menatapnya dengan heran. Kalau sudah tahu ngapain nanya lagi?

Seperti membaca pikiran Kid, Shinichi menjawab. "Hanya penasaran. Omong-omong, tumben hari ini kamu gak nyamar jadi perempuan atau yang lebih heboh lagi. Hari ini kamu cuma pake kostum abis itu, poof, menyamar jadi anak SMU biasa. Atau lebih tepatnya tidak menyamar?"

"Aku hanya lagi malas saja."

Tiba-tiba, Kid seperti teringat sesuatu. Ia langsung menatap Shinichi dengan pandangan menyelidik. Merasa diperhatikan dengan cara seperti itu, Shinichi menjadi risih. "Apaan sih?"

"Gak, biasanya yang mergokin aku itu anak kecil berkacamata. Tapi tumben hari ini dia gak nongol."

"Aku adalah anak itu." Shinichi berkarta sambil nyengir jahil.

Kid kembali menatapnya dengan heran. Tetapi, ia teringat bahwa anak kecil itu bukan anak kecil biasa. Kasusnya saja menyangkut hidup dan mati. Mungkin saja Shinichi adalah anak itu. Entah dengan cara apa dia bisa kecil. Entahlah. Sebagian misteri memang lebih baik tidak diungkapkan.

"Baiklah . Kalau kamu tidak ada keperluan lagi denganku, aku pergi dulu sebelum udara di Concert Hall ini habis." Kid melepas sebentar maskernya untuk menghirup udara, lalu memasangnya lagi.

Shinichi tertawa lalu mengibaskan tangannya. "Ya sudah pergi sana. Aku gak bakal lapor soalnya kamu gak nyuri, tapi cuma bagi-bagi info tentang perbedaan jenis berlian palsu dengan yang asli."

Kid nyengir sekilas, lalu dengan cepat berbalik badan dan berjalan keluar dari Concert Hall yang megah tapi sesak ini. Baru saja ia berjalan 7 langkah, lengannya di tahan dan ditarik paksa. Masih setengah shock, ia berputar dan mendapati siapa yang menariknya.

Di depannya, seorang gadis muda berambut coklat pendek menatapnya dengan antusias. Cih, Kid mencibir. Ia tahu siapa gadis ini. Ia adalah Sonoko, putri konglomerat keluarga Suzuki.

"Anda tuan Kaito Kid kan?" katanya dengan nyaring.

"Hahh?" Kid berpura-pura bego.

"Tidak usah bohong! Tadi aku mendengar sekilas percakapanmu dengan Kudo. Cuma sedikit sih, tapi aku tahu anda adalah Kid!" mukanya berbinar-binar.

Kid masih berpikir keras tentang apa yang akan diucapkannya saat suara teriakan bergemuruh dibelakang mereka.

"HEI ITU KAITO KID! TANGKAP DIA!" suara bass yang familier ditelinga Kid membahana itu penjuru ruangan. Kid kenal baik orang itu, Inspektur Nakamori.

Sonoko terlihat gugup sendiri. Kalau tidak salah dengar, Kid mendengar Sonoko berucap 'oops'. Tiba-tiba, tanpa ada angin ataupun hujan, Sonoko mencium pipi Kid. "Selamat tinggal, tuan!" lalu ia mendorong Kid.

Dengan masih setengah kaget , Kid mengusap pipinya yang berbekas lipstick Sonoko. Tanpa berpikir lagi, ia berbalik dan berlari sekencang-kencangnya. Sekilas, ia melihat ekspresi panic Shinichi, ini pasti diluar rencananya. Tapi ia tidak punya waktu banyak. Pengejaran sudah dimulai. Semua sudah mulai.

8.28 PM

Kid masih berkejar-kejaran dengan helicopter diatasnya. Harusnya, helicopter akan berhenti mencarinya sebentar lagi.

Setelah berhasil lari dari Kyoto Concert Hall, Kid segera berlari menuju Kyoto Station dan membeli tiket dengan asal. Dan, hasilnya, ia berhasil sampai di Higashiyama, salah satu distrik di Kyoto.

Selama di kereta, ia memerika seluruh tubuhnya untuk mencari alat sadap atau tracker, tetapi nihil. Anehnya, polisi masih bisa mengejarnya. Ternyata, di dirinya terdapat tracker, tetapi bukan dalam alat. Lipstick. Yap, bekas lipstick Sonoko ternyata bisa medeteksi keberadaan Kid. Entah darimana bisa ada alat semacam itu, tetapi sungguh, lipstick itu sangat mereotkan. Kid sampai harus mencuci mukanya menggunakan sabun untuk membersihkan bekas lipstick tersebut.

Setelah berhasil mengapus bekas lipstick tersebut sepenuhnya di toilet stasiun Higashiyama , Kid langsung berlari menuju hutan terdekat. Untunglah, ia berada di Higashiyama yang masih memiliki hutan. Hal menguntungkan lainnya adalah, hari ini adalah hari terakhir festival Hanataro1, sehingga jalan-jalan dipenuhi oleh manusia yang ingin menikmati lentera dan live performance. Hal ini bagus untuk menghambat para polisi.

Kid berlari semakin dalam menuju hutan. Tas ranselnya memukul-mukul bahunya seiring dengan langkahnya. Fokusnya terpecah saat ia mendengar suara krincingan dari dalam sakunya. Spontan, ia memegang sakunya untuk menahan keluarnya suara tersebut. Ia baru ingat, ia menaruh fuurin2 mini pemberian Aoko di kantongnya.

Kid berhenti sebentar untuk mengambil nafas. Kedua tangannya bertumpu pada lututnya. Ia menyapu pandangan ke kanan dan kiri, semuanya pohon berjenis sama. Tiba-tiba, perhatiannya tertuju pada sesuatu di sebelah kanannya.

Dengan perlahan, ia mengampiri tempat tersebut. Tempat tersebut sedikit terbuka dibanding tempat lain, tetapi lokasinya agak menurun. Tempat ini cocok untuk bersembunyi. Kid menuruni lembah kecil itu dengan hati-hati. Ia tidak mau terpeleset dan menarik perhatian helicopter diatasnya.

Kid bersyukur memiki penglihatan malam. Maksudnya, penglihatanya di malam hari lebih baik daripada kebanyakan orang lain. Untuk saat-saat darurat seperti ini, penglihatan malam adalah satu-satunya indra yang paling berguna.

Setelah berijingkat-jingkat beberapa saat, akhirnya Kid sampai di bawah lembah tersebut. Lembah tersebut ternyata luas. Dari yang bisa dilihatnya, Kid menyimpulkan bahwa lembah ini adalah tempat berkemah. Ini ia simpulkan dari beberapa petak tanah yang sudah diberi tanda, seperti tanda bekas tenda didirikan.

Kid bersender pada salah satu batang pohon. Nafasnya tersengal-sengal. Suara helicopter terdengar lagi, tetapi kali ini Kid cukup optimis. Tempatnya sekarang tidak akan terlihat kecuali para polisi mau meresikokan diri mereka masuk ke hutan malam-malam.

Benar saja, setelah 10 menit berputar-putar di atas, helicopter tersebut seakan menyerah dan pergi. Kid tersenyum puas, tetapi masih belum mau keluar dari tempatnya. Ia memilih menunggu sekitar 10 menit lagi untuk memastikan bahwa helicopter tersebut sudah benar-benar pergi.

10 menit berlalu dengan sangat lama. Terutama pada Kid yang sudah kelelahan dan dehidrasi. Kid memaksakan diri membuka mata dan berdiri. Tangannya bertumpu pada batang pohon yang tadi menjadi tempat bersendernya. Ia berjalan dengan gontai menuju tempat dimana ia turun tadi. Kali ini ia harus mendaki.

Ia mendaki dengan lemas. Kakinya seperti tidak menjejak dibumi. Dan lebih parahnya lagi, ia mendaki sambil memejamkan matanya. Baru saja ia mendaki beberapa langkah, kakinya tergelincir. Kid terjatuh dan berguling kembali ketempatnya tadi. Sayangnya, Kid terlalu lemah untuk bangkit. Ujung tasnya sobek karena terkena dahan pohon yang kasar. Ada isi tasnya yang keluar tetapi Kid tidak punya tenaga untuk memikirkannya.

Lalu hal itu terjadi. Tubuh Kid berguling terus hingga kepalanya menabrak pohon tempat tadi ia bersender. Kid hanya bisa merasakan bahwa kepalanya sangat sakit karena benturan, setelahnya hanya gelap.

Selasa, 18 Maret 2014

7. 43 AM

Seorang gadis berjalan dengan setengah melompat sambil bersenandung ringan. Di tangan kanannya, ia menenteng sebuah keranjang yang masih kosong. Rencananya, ia ingin memetik beberapa bunga.

Ia sampai pada tempat yang sudah dikenalnya luar dalam. Area perkemahan dekat rumahnya. Ia mulai berjalan menuju tempat sekumpulan bunga aster. Sesekali, ia menyelipkan beberapa helai rambut cokelat kemerahannya yang tertiup angin ke belakang telinganya. Setelah selesai dengan bagian ini, ia beranjak untuk pergi ke bagian selanjutnya.

Ia berhenti tepat di tengah area perkemahan itu. Ia berhenti dan memejamkan matanya. Ia menunggu sensasi itu datang lagi, sensasi yang hanya bisa dirasakannya pada musim semi. Lalu, yang ditunggu-tunggunya datang. Angin musim semi menerpa tubuhnya dengan lembut. Angin tersebut membawa aroma yang sangat wangi dari beberapa macam tumbuhan musim semi.

Inilah yang paling disukainya. Memejamkan mata dibawah matahari hangat musim semi sambil merasakan angin. Sensasi yang menggelitik bulu romanya. Gadis itu membuka matanya sambil tersenyum. Inilah musim semi, musim yang paling disukainya.

Ia melanjutkan langkahnya kesudut area. Tetapi, perhatiannya teralih pada sesuatu. Ada sesuatu dibalut kain warna hijau tergeletak di ujung sana. Tidak, bukan kain, melainkan jaket. Jantung gadis itu serasa berhenti. Dengan perlahan, ia menghampiri seseorang itu. Saat sudah berada sekitar 5 langkah darinya, ia melihat sesuatu berwarna merah menodai rumput di sekitarnya. Darah.

Reflek, gadis itu memekik lalu berlari. Keranjang bunga yang berisi bunga aster terlepas dari tangannya. Dengan secepat mungkin, ia berlari menuju rumahnya dan memanggil ayahnya.

Semua berjalan cepat, gadis itu memanggil ayahnya dan orang lain. Mereka segera menuju area perkemahan itu lagi dan memeriksa keadaan orang tersebut. Setelah diperiksa oleh ayah dari gadis itu, dipastikan bahwa lelaki itu masih hidup, tetapi sangat lemah.

Dengan beramai-ramai, lelaki itu dibopong menuju rumah si gadis dan dibaringkan. Setelah lukanya di bersihkan, barulah bisa diketahui bahwa lelaki ini masih sangat muda. Mungkin masih 17 tahun. Semua orang menatap pemuda ini dengan cemas, berharap si laki-laki cepat sadar. Namun, hanya Tuhan yang tahu kapan lelaki ini akan membuka mata.

1.43 PM

Pemuda itu akhirnya membuka mata. Orang-orang disekelilingnya segera menghela nafas lega. Semua orang menatapnya dengan penasaran. Sedangkan, pemuda itu hanya menatap mereka dengan bingung.

"Ughh.." erangnya saat berusaha bangkit.

Seseorang bapak-bapak segera menahannya dan menyuruhnya kembali berbaring. Dari pakaiannya, bisa ditebak bahwa orang ini adalah seorang biksu.

"Jangan dipaksa, nak."

Pemuda itu memejamkan mataya, lalu membukanya lagi. Ia menelan air liur untuk melancarkan tenggorokannya. "A..aku dimana?" katanya serak.

Biksu itu terlihat ragu sejenak. "Umm.. kamu ada di rumah saya. Beberapa saat lalu, anak saya menemukanmu tergeletak pingsan di dekat sini."

"Pingsan?" pemuda itu terlihat bingung.

"Ya."

"Dimana ini?"

"Higashiyama, Kyoto?"

Pemuda itu terlihat semakin bingung. "Kyoto?" ia mencoba mengingat sesuatu, tetapi nihil. Ia tidak bisa mengingat apapun.

"Ya." Kata biksu didepannya yang terlihat ikutan bingung. "Bisa adik beritahu nama adik dan alasan mengapa adik bisa berada disana?"

Pemuda itu memejamkan matanya lagi. Berusaha mengingat. Tetapi hampa. Ia tidak bisa mengingat apapun, bahkan namanya sendiri. Dengan lemas, ia menggelengkan kepalanya yang sedang berbaring di atas futon. "Entahlah, saya tidak ingat apa-apa."

To Be Continued~

1 Pada hari ini, jalan-jalan di Higashiyama dihiasi oleh ratusan lentera.

2 Japanese wind chimes


Moshi moshi!

Hai akhirnya kebuat juga ini cerita. huu banyak banget tugas sekolahnyaaa T^T #Kokmalahcurhat

yap. tema kali ini adalah romance.. hehe maaf kalo agak aneh /

thanks for reading, and review please? 1 review means a lot to me!

thanks! lafyu guys~

-nisnis-