Song 1 : Pyramid, Iyaz ft. Charice
-Jenny VDL-
Shauty's love is like a pyramid
We stand together 'till the very end
There'll never be another love for sure,
Iyaz and Charice here we go
'Apakah cinta ini?' Kanon bertanya dalam hati. Ia memandang Schneizel-sama, pangerannya, cintanya. Pangeran ini selalu berada di depannya. Dan dia selalu berada di belakangnya. Berdiri dengan angkuhnya. Akan selalu ada sampai akhir, akan selalu mencintainya.
Stones, heavy like the love you've shown
Solid as the ground we've known
And I just wanna carry on
Schneizel menatap punggung asistennya itu. Sudah waktunya ia tidur. "Selamat malam, Schneizel-sama." Kanon membungkuk sebelum menutup pintu kamar tuannya. Schneizel menatap langit-langit kamarnya. 'Kanon, kau mencintaiku?' Schneizel mencoba-coba berbagai kemungkinan, tapi selalu berakhir pada kesimpulan yang sama, Kanon mencintainya. 'Itu terlihat... jelas,' gumamnya dalam hati. 'Sudah waktunya tidur'. Ia menutup matanya.
We took it from the bottom up
And even in a dessert storm
Sturdy as a rock we hold
Wishing every moment froze
"Highness, teh anda." Suara pelayan memecah kesibukan mereka. Kanon berjalan menyambut teh dari pelayan itu. 'Teh anda, Schneizel-sama." Kanon meletakkan cangkir teh tuannya di hadapannya dan mengambil miliknya. Ia duduk di sofa di ruangan itu, menyeruput tehnya sedikit, sambil mengobrol santai dengan tuannya. Schneizel membiarkan dirinya larut dalam suara hangat asistennya, sementara Kanon berharap waktu ini berhenti, atau setidaknya minum teh bersama selama-lamanya. Ia ingin selalu bisa menatap wajah tuannya, bukan hanya punggungnya. Berharap. Entahlah, berharap untuk apa. Keduannya tidak ingin mengakuinya, hanya bisa beteriak dalam hati masing-masing.
Now I just wanna let you know
Earthquake can't shake us
Cyclones can't break us
Hurricanes can't take away our love
Ah, bukan, bukan tidak ingin mengakuinya, tidak tahukah kamu, bahwa keduanya merasa sangat sakit? Sakit karena terus menahan perasaan masing-masing, berusaha menahan sebuah kalimat yang indah sekaligus menyakitkan. Bukan, bukan tidak ingin mengakuinya, hanya tidak bisa mengakuinya. Dunia tidak mengijinkannya, mereka tahu. Tapi, dalam hati masing-masing, mereka berteriak, menangis, bersumpah untuk saling mencintai, berjanji tidak akan meninggalkan satu sama lain, bukan hanya earthquake, cyclones atau hurricanes, bahkan kematian tidak akan memisahkan mereka. Cinta yang tak akan berakhir, namun tak terucapkan. Yang terucapkan malah, "Schneizel-sama, besok kita akan ke Mesir, Area 16."
Pyramid, we've built this on a solid rock
It feels just like it's heaven touch
Together at the top, like a pyramid
And even when the wind is blowin
We'll never fall just keep on goin
Forever we will stay, like a pyramid
Like a pyramid, like a pyramid, hey
Like a pyramid, like a pyramid, hey
Like a pyramid, like a pyramid, hey, hey
Schneizel menatap bangunan kuno di hadapannya, menyentuh batu-batu yang menyusunnya, takjub. Piramida itu tersusun dari batu-batu yang saling mendukung, saling bertautan, bersama-sama, hingga terlihat amat kokoh. Kanon memandang piramida itu dan tersenyum. 'Mereka tidak akan runtuh karena angin, mereka kuat karena bersama. Schneizel-sama, apakah menurutmu aku pantas di sebelahmu? Sudah cukup membuatmu kuat?' tanyanya dalam hati. "Ayo kembali, Kan-" Schneizel berbalik dan menemukan Kanon yang... meneteskan air mata? "Ada apa, Kanon?" Kanon buru-buru berbalik dan berlari, "Akan saya siapkan mobilnya."
Cold, never ever when you close
We will never let it fall
A Story that never told
Something like a mystery
Sekalipun di hotel Mesir, Kanon tetap menjalankan tugasnya setiap malam. Schneizel berbaring di tempat tidurnya. "Schneizel-sama, saya membawakan selimut tambahan." Kanon meletakkan selimut itu disamping tuannya. "Iklim Mesir benar-benar lucu ya, Siangnya panas sekali, tapi malamnya dingin sekali," kata Schneizel sambil mengambil selimut tambahan. "Itu karena daerah Mesir yang terletak di padang pasir, Highness." Kanon melihat tuannya yang kesulitan dengan selimut tambahan buru-buru mengambil selimut itu dari tangan tuannya. "Biar saya saja Highness, silahkan berbaring." Schneizel membaringkan tubuhnya, sementara Kanon membentangkan beberapa selimut itu diatas tubuh sang pangeran. "Selamat malam, Higness." Kanon membungkuk sebelum keluar dari kamar tuannya. Ia menutup pintu itu dan mengucapkan sesuatu yang tidak akan pernah didengar oleh tuannya, sesuatu yang akan tetap menjadi rahasianya, seperti misteri. "Good night, love."
And every step we've took we grown
Look how fast the time has flown
The journey to the place unknown
We're going down the history
"Sudah berapa tahun kita bersama, Kanon?" Schneizel menatap mata biru di hadapannya. Kanon membuang pandangannya, menatap lantai di bawahnya. "A-aku tidak ingat, maaf." Dalam hatinya Kanon ingin menangis, 'Tidak ingatkah engkau berapa lama kita bersama, my prince?'. Schneizel menatap aidenya. Kanon membungkukkan badannya dan berkata, "Saya sedang tidak enak badan, bolehkah saya izin istirahat?" Schneizel menatap Kanon yang membungkuk, ia tidak ingin menggali lebih dalam, tidak ingin membuat ia terluka. "Ya, Kanon." Dengan pelan dan hormat Kanon keluar dari ruang kerja tuannya, berharap ia tidak terlihat berbeda, walaupun ia tahu itu sia-sia. Ia mengenal tuannya sangat baik, ia tahu tuannya tahu, tapi tidak apa, ia harap. Sesampainya di kamar hotel, Kanon hanya bisa menangis, menangis tanpa suara. 'Semua ini akan berakhir ke mana?'. To the place unknown, they are going down the history, as prince and aide, haha.
Earthquake can't shake us
Cyclones can't break us
Hurricanes can't take away our love
Kanon yakin, cintanya ini tidak akan berakhir. Walau gempa bumi, badai dan topan sekalipun, cintanya takkan hilang. Cinta yang hanya untuk pangerannya.
Like a pyramid I wanna show you
That I love you so much that we gonna get through
Even when it's storms, I will never go
I wanna be the one to keep you safe
Before it was a love, I care more than enough
Holding to one another be the cover when it's rough
"KYAAAA!" Kanon bisa mendengar teriakan dan pecahan kaca menusuk telinganya. Ia bergegas keluar kamar, menuju tuannya. Ia menggenggam pistol di balik bajunya. Ia berlari, berlari menuju tuannya. 'Teroris Mesir? Bukankah kedatangan Schneizel-sama dirahasiakan?'. Kanon membuka pintu ruangan tuannya dan bersyukur tuannya masih berada di sana, tanpa luka. Di sebelahnya Gino terlihat siap untuk bertarung. "Schneizel-sama, kita harus cepat pergi." Schneizel mengangguk. Tiba-tiba langkah mereka dihentikan oleh beberapa orang berpakaian khas tentara perjuangan Mesir. Mereka menodongkan senjata, Kanon segera menjadi tameng bagi tuannya.
Salah seorang yang terlihat sangat angkuh menyapa Schneizel, "Selamat siang, Schneizel el Britannia, bagaimana perjalanan anda selama di Mesir, ah bukan, Area 16?".
Schneizel menjawab dengan tenang, "Selamat siang, senang bertemu anda. Saya juga sangat senang selama berada di sini. Area 16 sangat menakjubkan."
"Ah, begitukah? Oh ya, sungguh tidak sopan saya ini, perkenalkan, nama saya Abdel Ghonim Sabah." Mata Schneizel membelalak. Ia tahu nama ini, nama pemberontak psikopat dari Area 16, pembunuh yang tidak banyak bicara. Kanon juga tahu nama itu, ia tahu tuannya berada dalam masalah.
"Tampaknya anda tidak asing dengan nama saya. Nah, bawahanku, bantai mere-"
'BRUGGHH!' Sebuah knightmare pink menginterupsi perkataan Abdel Sabah. Menyadari adanya kesempatan bagi Schneizel untuk kabur, Abdel berteriak, "Cepat bantai mereka!"
Semuanya berjalan dengan cepat, Schneizel berhasil diselamatkan ke dalam knightmare, sedangkan Kanon, sebagai tameng hidup harus menerima beberap peluru yang salah satunya menembus dadanya.
Oh, mother nature or disaster won't stop our happy ever after
Schneizel menggenggam tangan Kanon. Kanon yang berada di batas hidup-matinya. Schneizel tidak peduli lagi, yang ia inginkan hanyalah berada di sisi Kanon, berdoa agar ia tidak meninggalkannya. Schneizel membiarkan air mata yang membasahi pipinya. Ia bukanlah orang yang percaya pada Tuhan, tapi untuk kali ini, ia meminta padaNya, mengemis agar Kanon tetap hidup. Masih ada kata yang belum diucapkannya. 'Kumohon'
"Oh, mother nature or disaster please don't stop our happy ever after"
-Jenny VDL-
This is my first song fict, hope you like it.
So angsty.
