Title: Kiss me, Good Night.

Disclaimer: Jeanne Rowling.

Warning: sebelum Draco dan Harry masuk Hogwarts.

Summary: Draco yang semenjak kecil selalu tidur sendiri, terkadang menganggap tempat tidurnya yang luas dan hangat terlalu dingin. Ia mempelajari Apparation secara sembunyi-sembunyi setelah melihat ayah dan ibunya menggunakannya. Kemudian suatu hari, ia Apparated kesuatu tempat yang hangat, dan nyaman untuknya tidur.

Lalalalalalaallalalalalalala …

Chapter 1: Warm Place to Sleep.

"Night, Harry." Kata Ron sambil menarik selimutnya dan Harry tidak menjawabnya karena sudah terlelap. Ron membalikkan tubuhnya kearah kanan dan tertidur.

Hogwarts tower, tempat asrama laki-laki dan ruang santai Gryffindor berada kadang terlalu dingin untuk tidur, karena posisinya di lantai tujuh Hogwarts, Harry dan Ron biasanya menggunakan piyama lengkap dan selimut tebal untuk tidur, apalagi saat musim dingin berlangsung.

Bila tidak menyalakan perapian, ruangan akan jauh lebih dingin. Mereka tidak mungkin tidur bersama-sama dikasur yang diperuntukkan hanya untuk satu orang. Yah, karena pada dasarnya siapa pula yang mau tidur dikasur bersama, mungkin anak perempuan jauh lebih sering melakukannya, tapi dua anak laki-laki yang berada diatas satu kasur yang hanya diperuntukkan untuk satu orang. Apa kata dunia?

Kapan kiranya, Harry terkadang merasa bahwa dirinya pernah tidak tidur sendirian saat ia masih kecil. Ia samar-samar mengingatnya, dan sambil lalu menganggapnya ia bersama kedua orang tuanya.

Hari ini yang merupakan hari pertamanya setelah musim panasnya. Harry mengingat-ingat apa yang ia alami tadi siang, bohong kiranya jika ia langsung terlelap. Ia hanya dalam keadaan lelah, dan malas bangun atau berbicara untuk sekedar beberapa saat.

21 July 1987

Hari itu Draco masih terlalu kecil untuk berbuat sesuatu yang besar. Draco masih terlalu polos untuk mengetahui konspirasi yang ada didunia. Draco masih menikmati hari-harinya sebagai anak satu-satunya yang dimanja kedua orang tuanya.

Ialah Draco Lucius Malfoy, yang menurut orang lain manis, tampan, dan manja. Beberapa orang lainnya khususnya ayahnya jauh lebih menyukai bahwa dirinya disebut berbakat. Ayahnya semenjak kecil cenderung keras padanya. Diusianya yang relative muda, Draco harus mampu melampaui setidaknya satu langkah dari teman-teman seusianya.

Jika anak lain mampu menyebutkan nama benda, maka Draco harus mampu menyebutkan fungsinya. Jika anak lain mampu menyebutkan angka maka Draco harus mampu menghitung perkalian. Begitulah kiranya keseharian Draco yang dipenuhi dengan belajar dan bermanja-manja.

Ibunya Narcissa, sangat memanjakannya. Apapun yang Draco inginkan selalu ia penuhi. Ruangan Draco dipenuhi mainan yang mahal. Walaupun terkadang Draco lebih suka merusakkannya dari pada memainkannya. Draco pun tak pernah kesepian, ibunya diluar waktu bermainnya terkadang mengajaknya bermain dengan anak keluarga Goyle, Crabbe dan juga Parkinson.

Namun ada yang tidak dimiliki Draco yang mungkin juga tidak dimiliki oleh anak lainnya. Kehangatan saat ia tidur. Bukan berarti kasurnya atau selimutnya tidak hangat. Bukan itu. Tetapi ia memiliki kamar yang sangat luas dan kasur yang sangat besar. Sendiri. Ruangan yang sangat luas itu untuk dirinya sendiri.

Ibu dan terkadang ayahnya hanya mengantarnya tidur, dan memberikannya ciuman selamat malam didahinya. Kemudian pergi. Draco merasa kamarnya terlalu dingin. Namun tidak juga ia dapat mengatakannya pada orang tuanya. Ia adalah seorang Malfoy dan seorang Malfoy bukanlah orang sangat bergantung pada orang lain. Walaupun terkadang ia sendiri menampiknya dengan pemikiran ia masih kecil.

Ia hampir berumur 7 tahun dan ia dipaksa untuk tumbuh seperti anak berusia 9 tahun. Mengingatnya, Draco hanya mengangkat bahunya. Mau bagaimana lagi, suatu saat nanti aku akan menjadi kepala keluarga Malfoy, pikirnya.

Draco menaikkan selimutnya sampai pada bahunya, dan membalikkan tubuhnya kearah kanan. Ia melihat keluar jendela. Hari itu masih terhitung musim panas tapi baginya udara dan suasananya sama dinginnya dengan hari apapun.

Draco membalikkan tubuhnya lagi. Ia bosan, dan tidak bisa tidur. Ia ingin tidur disuatu tempat yang hangat. Ia sendiri tidak tahu tempat yang hangat itu yang seperti apa. Berkali-kali ia berpikir untuk mencoba tidur dikamar orang tuanya, tapi ia rasa tidak mungkin. Karena baginya hanya menunjukkan kelemahan dirinya saja. Ia tidak suka menunjukkan kelemahan dihadapan ayahnya.

Ia berpikir mungkin di negara tropis. Bukan di Britania Raya, tempatnya saat ini. Ia membalikkan tubuhnya kearah kiri. Ia teringat ketika suatu saat melihat ayahnya pergi dari Malfoy Manor tanpa sapu terbang, Portkey, maupun bubuk Floo. Draco mengingat-ingatnya kembali, Apparation!

Draco bangkit dari tempat tidurnya dan mencari-mencari mengenai Apparation di perpustakaan rumahnya. Ia menemukan buku 'How to Apparated' by Joanah Lynn. Ia membacanya dengan sangat hati-hati. Pada dasarnya ia harus mampu menetapkan, dan yakin dengan tujuannya serta dengan pertimbangan yang matang, bukan karena terburu-buru ingin pergi kesuatu tempat.

Draco membacanya berkali-kali dan sampai pada resiko saat ia gagal ber-Apparated. Ia dapat membagi atau memisahkan bagian tubuhnya jika ia tidak mampu ber apparated dengan baik.

Draco menutup bukunya, dan kembali kekamarnya. Ia lebih memilih untuk tidur di kasurnya yang dingin dari pada harus kehilangan sebagian dari tubuhnya. Apalagi usianya yang hampir 7 tahun tentu belum diijinkan untuk melakukan Apparation.

Draco kembali kekamarnya yang masih gelap, sama seperti saat ia tinggalkan dengan terburu-buru keluar kamarnya. Ia memasuki kamarnya tanpa menyalakan lampunya. Ia memang belum memiliki tongkat sihir tersendiri untuk menggunakan sihir. Tapi terkadang ia dapat menggunakan sihir tanpa ucapan disuatu keadaan tertentu.

Draco merebahkan tubuhnya ditempat tidurnya, dan mengingat-ingat kembali apa yang ia ingin lakukan esok hari termasuk bagaimana caranya untuk Apparation. Ia membalikkan tubuhnya kekanan dan tetap berpikir bahwa memang tempat tidurnya terlalu dingin.

Draco kembali membayangkan tempat tidur yang hangat, menenangkan, dan tidak begitu luas. Mungkin tidak tidur sendiri juga boleh. Draco menggelengkan kepalanya. Tidur dengan oranglain, akan jadi seperti apa itu rasanya? Apalagi kalau pihak lainnya mengompol atau ngiler… dan Draco kembali lebih memilih untuk tidur sendiri tapi ditempat yang hangat, dan tidak terlalu luas.

Diruangannya, Lucius masih memegang bukunya diatas tempat tidurnya, dan Narcissa sedang bersiap-siap untuk tidur disamping Lucius, keduanya merasakan adanya guncangan kecil yang mengganggu dinding pertahanan rumah mereka. Mereka saling menatap satu sama lain.

Sihir yang mereka ketahui sebagai tanda ada seseorang yang menggunakan apparition keluar Malfoy Manor. Tiba-tiba seorang house-elf muncul dan wajahnya sedikit panik. Malfoy, melihat bahwa elf tersebut baru saja menyetrika tangannya.

Lucius menduga ada seorang pencuri yang masuk kedalam rumah mereka tanpa sepengetahuan mereka, bahkan tanpa para elves menyadarinya. Lucius bangkit dari tempat tidurnya dan berdiri dihadapan Elf tersebut, wajahnya menjadi keras, "Apa yang hilang?" tanyanya bernada mengancam.

Elf tersebut panik dan mulai membentur-benturkan kepalanya didinding, "Ma-Maafkan kami, tuan Lucius…" dan ia terisak, kemudian melanjutkannya, "Tuan Muda Draco menghilang."

Mata Lucius terbelalak, sedangkan Narcissa menjerit kepanikan. Si Elf semakin keras membentur-benturkan kepalanya didinding sambil meminta maaf berulang-ulang kali. Lucius yang kesal mengambil tongkat sihirnya dan mengutuk si Elf berkali-kali.

"Bagaimana penculik itu masuk?" tanya Lucius menganggap Draco di culik oleh seseorang dan menghentikan siksaannya pada Elf tersebut sesaat, sedangkan Narcissa menggenggam erat lengan sebelah kirinya dengan sesekali terisak.

Si Elf yang terpelanting terkena berbagai macam kutukan Lucius, bangkit dengan susah payah, "Tak ada seorang pun yang masuk ke Malfoy Manor, Tuan. Tetapi Tuan Muda Draco sendiri yang keluar dari Malfoy Manor."

"Apa! Bagaimana bisa!" Lucius marah dan mengutuk elf tersebut sekali lagi dan kemudian pergi kekamar Draco bersama dengan Narcissa. Benar saja, ruangan Draco kosong dan terdapat sedikit jejak sihir yang mampu diketahui oleh Lucius.

Lucius melihat keseluruh ruangan, dan Narcissa menghembuskan napas leganya. Keduanya tersenyum, karena mengetahui bahwa anak mereka dari besarnya sisa sihir yang ada diruangan tahu betul, Draco mampu menggunakan Apparation dengan baik.

Lucius mendekap Narcissa, dan berbisik, "Kita lihat besok pagi, apa yang akan dilakukan anak kita." Dan Narcissa tersenyum kemudian mengangguk.

"Tapi, kemana Draco pergi?" tanya Narcissa, dan suasana menegang.

Lucius menggerakkan tongkatnya, "Kita akan tahu sebentar lagi."

V^V^V^V^V^V^V^V^V^V^V^V^V^

Suasana sangat hening, tentu saja karena saat ini mungkin hampir tengah malam. Draco membalikkan tubuhnya kearah kanan, dan merasa ada hal yang aneh dengan tempat tidurnya. Ia seakan-akan tidur berhadapan dengan tembok, padahal seingatnya tempat tidurnya terdapat ditengah-tengah ruangannya.

Draco mengingat beberapa saat yang lalu, sihir ditubuhnya keluar begitu saja, sama seperti ketika Gregory Goyle mencoba menakutinya dengan ular sungguhan dan membuat ular tersebut berbalik melilit temannya itu. Atau saat ia kelelahan dan ayahnya masih memaksanya untuk belajar diruangannya, saat ia sadar seluruh bukunya terjatuh dan berserakan dari rak buku.

Draco tidak begitu memperdulikannya, dan ia hanya menganggap mungkin keinginannya yang kuat terhadap dirinya yang ingin tidur ditempat yang hangat mempengaruhi posisi tempat tidurnya. Ia tidak ambil pusing mengenai hal itu, dan merasakan bahwa tempatnya tidur saat itu memang sangat hangat.

Draco menutup matanya dan berharap keesokkannya ia dapat melakukan hal yang sama. Draco hanya ingin tidur ditempat yang hangat dan nyenyak. Draco bahkan tidak menyadari bahwa dirinya tidak dapat bergulir kearah kiri karena tempat tidurnya menyempit.

Tidurnya sangat nyenyak, dan Draco tidak begitu menyadarinya. Biasanya akan ada Elf yang membangunkannya dipagi hari, dan membantunya berpakaian serta mempersiapkan sarapan paginya bersama dengan kedua orang tuanya. Tapi hari itu tak seorang pun termasuk orang tuanya mendatanginya. Draco menganggap bahwa ia masih terlalu pagi untuk bangun tidur, bahkan hanya sekedar untuk membuka matanya.

Draco sadar pagi mungkin telah datang, setidaknya ia tidak mampu melihat apapun ketika ia membuka matanya. Ruangannya menjadi sangat gelap dan sempit…? Draco tidak mengetahui, apakah ini disebabkan oleh luapan sihir dari dirinya semalam.

Draco benar-benar tidak mengetahui dimana dirinya berada sampai ia membalikkan tubuhnya, dan menemukan sesuatu –mungkin sesosok- hangat dan bernapas di sampingnya. Draco memeluknya dan pupil matanya membesar bukan karena ia mencari-cari cahaya ditengah kegelapan tapi karena menyadari apa yang ia peluk.

Sesosok, bukan, tapi seseorang. Seseorang yang tubuhnya sedikit lebih kecil dan lebih kurus darinya. Draco tahu benar bahwa yang ada disampingnya adalah manusia, karena tepat yang mengenai mulut dan hidungnya adalah rambut, rambut pendek yang menggelitik dengan bau khas matahari.

Draco antara suka dan tidak suka dengan bau rambutnya, tapi yang jelas ia tak mempermasalahkan posisi hidung dan mulutnya. Draco memeluk –mungkin- anak itu. Tempatnya berada ia rasa sempit, bahkan sangat sempit dan gelap. Draco mengeratkan pelukannya keanak yang ia tidak kenal siapa tapi yang jelas, ia mendapatkan suatu kehangatan.

Draco merasakan anak yang ia peluk mulai bergerak perlahan. Ia menggesekkan kepalanya dan mencari tempat yang menurutnya lebih nyaman. Anak itu meninggikan sedikit kepalanya sehingga berhadapan langsung dengan wajah Draco. Draco tidak dapat melihat dengan jelas wajah anak itu. Bahkan ia tidak mengetahui anak itu laki-laki atau perempuan.

Anak itu kembali bergerak, dan mungkin merasa bahwa dirinya tidak sendiri. Draco terdiam dan menyadari, sejak kapan dirumahnya ada orang lain atau anak lain? Atau kah yang ia peluk adalah boneka sihir? Atau –ia merinding- elves? Karena ia tahu pasti aroma dari rambut anak itu bukan aroma dari salah satu temannya atau apapun yang pernah ada disekelilingnya. Sesuatu yang asing. Draco tidak memahaminya, mungkinkah luapan sihirnya menarik seseorang untuk datang kepadanya…atau..

Draco merasa anak itu bergerak lagi, dan melepaskan dirinya dari pelukan Draco. Draco mengangkat tangannya kesisinya dan menatapnya. Ruangan sangat gelap dan ia tetap tidak mampu melihat anak itu dan apa yang ia lakukan. Namun sepertinya ia sedang menggosok-gosok wajahnya.

Anak itu membalikkan tubuhnya dan meraba-raba sesuatu diatas mereka. Draco tidak tahu pasti, tapi yang jelas ia hanya berdiam diri dan tidak mengeluarkan sepatah suarapun.

Anak itu bergerak tanpa henti, "Ummhh…" dan duduk ditempatnya. Kemudian Draco sadari telah keluar dari jangkauan tubuhnya. Karena Draco sadari seperti ada ruang dihadapannya, dan kehangatannya pergi dari dirinya.

"Ada apa ini?" tanya Anak itu yang lebih menyerupai pernyataan atau pertanyaan yang diajukan bukan kepada siapapun.

Draco memicingkan matanya, sesaat sebelum ia menjawab pertanyaannya terdapat bunyi 'cklik' dan cahayapun menerangi diseluruh sisi. Draco dapat melihat dengan jelas bahwa anak dihadapannya yang memakai kacamata dan berambut hitam berantakan adalah anak laki-laki yang mungkin lebih muda darinya.

Anak laki-laki itu menyadari keberadaan Draco dan hampir berteriak namun menutup mulutnya dengan tangan kanannya, seolah-olah dirinya sendiri memaksa untuk diam. Draco terdiam, bukan karena ia tidak dapat berbicara tapi karena anak itu mengeluarkan sihir yang cukup besar seusianya. Draco merinding, antara ia kagum dan takut kalau suatu saat nanti harus dihadapkan dengan kekuatan sihirnya.

Anak itu mendesir, dan berbisik tajam. "Siapa kau! Bagaimana bisa kau masuk kekamarku!" katanya kesal sembari menahan suaranya pada taraf berbisik saja.

Draco tidak memperdulikan pertanyaannya dengan melihat kesekelilingnya. "Ini kamarmu?" tanyanya acuh, "bahkan ruang pakaianku pun jauh lebih besar dari ini." Perkataanya terdengar sedikit angkuh.

Anak itu mendekat pada Draco, "Bukan urusanmu! Siapa kau! Dan-" anak itu terhenti melihat Draco yang menyentuh pakaiannya.

"Pakaian macam apa ini?" tanyanya yang bernada mengejek, "Kau memang tidur tapi jangan menggunakan pakaian yang tak layak seperti ini." Memang benar Draco menggunakan piyama berwarna hitam, siapapun tahu piyama yang Draco kenakan berharga mahal dengan kualitas sangat baik. Sesuai dengan standar seorang Malfoy.

Anak menampik tangan Draco, "Sekali lagi ini bukan urusanmu! Keluar dari kamarku!" dan Draco kembali melihat kamarnya.

"Pantas saja aku merasa hangat disini, karena sempit." Ia sudah tidak memperdulikan anak lain diruangan itu.

Ruangan itu cukup terang bagi Draco untuk memperhatikan ruangan dan wajah anak itu. Draco mengerti, begitu rupanya..mungkin anak ini memiliki suatu hobi yang tidak biasa, "kau memiliki hobi yang aneh rupanya." Katanya santai dan tersenyum tulus. Tidak ada sindiran sedikitpun dari nada bicaranya.

Anak itu menghela napasnya, "Kau bagaimana bisa masuk kedalam kamarku, saat kamarku tetap terkunci dari luar." Katanya berusaha membuka pintu dibalik tubuhnya.

"Tentu saja bisa! Mungkin aku baru saja menggunakan apparation, ah begitu rupanya, aku memang ber-apparated." Kemudian Draco memeriksa seluruh tubuhnya, dan beberapa saat kemudian bergumam, "tidak ada yang kurang!"

Anak itu yang sedari tadi terdiam memperhatikan perilaku aneh Draco dan bertanya, "bagaimana mungkin bisa? Kecuali kalau kau setan atau kau…penyihir?"

Mendengarnya Draco tertawa kecil, aneh sekali pikir Draco anak itu menanyakan hal seperti itu, "Kau ini menarik ya? Tentu saja bisa. Apakah orang tuamu tidak pernah menunjukkan berpergian dengan sihir? Kecuali kalau kau Muggleborn." Draco sampai pada saat ini masih beranggapan bahwa anak dengan luapan sihir sebesar itu pastilah anak seorang penyihir dengan keturunan pure-blood, baiklah setidaknya half-blood.

Anak itu mengkerutkan alisnya, "Apa itu Muggleborn? Tentu saja tidak pernah meli-" mata anak itu terbelalak, "Bagaimana bisa seseorang berpergian dengan sihir, kecuali kalau… kau penyihir?" tanyanya dengan nada sedikit terkejut.

Bahkan Draco terkejut dari pada anak itu mendengar pertanyaannya. "Tentu saja, kita ini penyihir 'kan?" Draco mengesampingkan dirinya yang tidak mengusai mantra-mantra yang hebat. Ia hanya mampu menggunakan beberapa mantra kecil seperti mengambil atau memanggil suatu benda, maupun untuk menyalakan atau mematikan lampu dikamarnya.

Draco tetap menganggap anak itu penyihir, siapapun akan berpikir demikian mengingat sebesar apa kekuatan sihir yang muncul dari dalam tubuhnya. Draco melihat anak itu menggelengkan kepalanya.

"Bukan, aku bukan penyihir maupun orang-orang aneh! Aku ini normal! Bukan penyihir!" katanya sedikit emosi terhadap perkataan Draco yang menganggap ia penyihir. Hal itu membuat udara disekitar mereka bergesek perlahan yang mengeluarkan suara 'pik-pik' perlahan-lahan. Draco menyukai sensasi sihir yang dibuat anak itu, dan tersenyum. Anak itu terkejut melihat Draco tersenyum, karena biasanya saat hal seperti ini muncul maka orang lain akan menganggapnya aneh, dan menganggap dirinya patut diasingkan "Kenapa kau tersenyum!"

Draco teralihkan pandangannya kembali pada anak itu, dirinya menggelengkan kepalanya dan memilih untuk jujur, "Aku menyukai luapan sihirmu, rasanya aneh dan menggelitik. Aku menyukainya." Senyum Draco melebar saat anak itu tersipu malu.

"Kau tidak menganggapku aneh?" tanyanya penasaran.

Draco mengangkat bahunya, "Untuk apa? Aku sendiri bila emosiku terlalu tinggi untuk kuatasi akan mengeluarkan luapan sihir juga, tapi milikmu sangat unik dan aku menyukainya." Anak itu kembali tersipu, dan Draco diam-diam menyukai cara anak itu tersipu malu. "Jangan-jangan kau ini Muggleborn. Pantas saja!"

"Muggle born? Apa itu?" tanyanya.

"Seorang penyihir yang kedua orang tuanya muggle. Err..atau manusia yang tidak dapat menyihir atau tidak memiliki keturunan penyihir. Ewwww…" dan Draco tetap meremehkan muggleborn.

Giliran anak itu yang mengangkat bahunya, "Mungkin. Aku tidak mengetahui seperti apa orang tuaku." Mungkin saja, pikir anak itu. Karena selama ini ia dianggap aneh oleh paman dan bibinya.

Suasana diantara mereka menjadi mencair, dan anak itu sudah tidak mengganggap Draco sebuah ancaman, dan tidak pula mengusir Draco. Mungkin, anak itu tertarik pada Draco sama seperti Draco tertarik padanya.

Draco menatapnya diantara cahaya lampu yang cukup terang, namun tak begitu terang untuk ukuran seharusnya. Anak itu sedikit lusuh, pakaiannya yang kebesaran dan seperti pakaian bekas pakai, tubuhnya yang kurus dan kecil, dan rambutnya- Draco mengusap-usap rambutnya- yang bertebaran keseluruh penjuru arah. Tapi Draco tahu, dari penampilan rambutnya yang kasar dan berantakan, rambut anak itu memiliki bau yang khas seperti matahari dan tak disangka cukup lembut.

Draco kembali terdiam dan berpikir sampai mana pembicaraan mereka, "Orang tua mu… meninggalkanmu?" tanyanya sedikit keraguan.

Sesaat namun Draco tahu, anak itu memunculkan wajah murung yang langsung ia tutupi dengan ketegarannya, "Mungkin, tapi bukan karena sukarela. Orang tuaku meninggal karena kecelakaan mobil."

Draco tak ingin membahas lebih dalam apa itu 'mobil' karena ia tahu pasti mungkin itu benda muggle dan ia jauh lebih ingin menenangkan anak itu. Draco berdiri dari tempatnya dan mendatangi anak itu. Tepat dihadapannya Draco menepuk pundak anak itu. Dan benar saja seperti apa yang terlihat, pundak itu memang kecil, dan hal itu mengingatkannya bahwa sebelumnya Draco memang pernah memeluknya. "Luapan sihirmu sangat besar, dan kemungkinan kau akan jadi penyihir kuat nantinya,-" Draco melihat anak itu terkejut, "-dan kurasa orangtua kandungmu memang penyihir, dan pasti mereka akan bangga memiliki anak yang kuat sepertimu." Draco tidak begitu paham standar keluarga penyihir lainnya mengenai 'kebanggaan' akan keluarga diluar nama Malfoy maupun teman-temannya yang Pure-blood.

Anak itu tersenyum manis, diantara kacamatanya yang besar dan sedikit retak disisi kanan bingkainya. Draco tahu, pupil mata anak itu berwarna hijau yang terang dan cantik baginya. "Kau ini berbicara seakan-akan aku dan kau ini sungguhan penyihir. Menurutku ini lebih terkesan seperti mimpi." Dan Draco mencubit pipinya.

"Tentu saja bukan, dan aku yakin 100% kalau kita ini memang penyihir. Buktinya aku bisa muncul dihadapanmu dari rumahku." Beberapa saat setelah Draco mengucapkan hal itu wajahnya memucat. Ia baru menyadarinya, kalau ia kemungkinan berhasil ber-Apparated ke luar dari dunia sihir. Dunia para Muggle berada, dan sendiri tanpa orang tuanya.

Anak itu paham, bahwa telah menyadari adanya yang tidak beres dan bertanya, "Kau kenapa? Apakah sihirnya akan habis dijam tertentu?" tanya anak itu yang mengingat cerita mengenai Cinderella yang ia curi baca dari buku sepupunya.

Draco duduk kembali dikasur sempit anak itu, dan menatapnya kosong dengan pemikiran bertebaran kesana kemari. "Tidak bukan begitu, tapi ini pertama kalinya aku kedunia Muggle tanpa orangtuaku." Dan bahkan Draco mengingat-ingat apa dirinya memang pernah kedunia Muggle sebelumnya.

Anak itu berusaha menahan rasa kantuknya. "Apa duniamu berbeda dengan ini?"

Draco hanya mengangkat bahunya, "Aku tidak tahu, sejauh ini, tidak… kalau aku melihatmu." Draco menahan rasa ingin tahunya terhadap hal yang anak itu sebut dengan 'mobil'. Kemudian Draco menyadari hal yang lebih gawat lagi dari pada hal itu, mengenai cara dirinya untuk kembali kedunianya, kerumahnya lagi dengan selamat. Ia tidak mengetahui caranya, seingatnya ia hanya ingin tidur ditempat yang hangat.

Apparation, tapi mau dilihat dari cara apapun juga. Tempat ini, Draco melihat-lihat keseluruh ruangan tanpa melewatkan pandangannya pada anak laki-laki dihadapannya. Tempat ini tidak pernah ia datangi atau bahkan pernah ia bayangkan sebelumnya bahwa tempat sesempit ini memang ada.

Anak itu menguap dan duduk disamping Draco, dia menatap Draco dengan diam dan menanti apa yang akan Draco katakan padanya. Anak itu menatap lekat wajah Draco. "Boleh aku menyentuhmu? Apa kah penyihir itu sama rasanya seperti manusia?" tanyanya penasaran. Anak itu berpikir bahwa piyama yang Draco kenakan sangat indah, dan baginya apa yang ada didiri Draco sangat terjaga dengan baik.

Pikiran Draco teralihkan dengan pertanyaannya, ia antara ingin marah dengan oranglain yang mencoba menyentuhnya dengan tersipu malu kemudian mengijinkan anak itu untuk menyentuhnya. Draco akhirnya mengangguk perlahan.

Anak itu menyentuh Draco perlahan dilengannya, kemudian ketangannya dan sampai pada telapak tangannya. "Kulitmu sangat pucat, kalau kau tidak berbicara atau tidak menyentuhmu, aku akan beranggapan kalau kau sedang sakit-" katanya terdiam sesaat, "-dan menganggapmu hanya mimpi belaka. Aku tidak mau itu."

Draco menatapnya, dan sesaat ia berpikir kalau anak itu sedih jika dirinya hanyalah mimpi baginya, "Kenapa?" tanyanya dengan suara bernada sangat rendah.

Anak itu menggenggam tangan Draco, "Karena kau orang yang tidak menganggapku aneh saat aku dalam keadaan seperti ini." Dan anak itu tersenyum lemah, Draco pun menyukai senyum lemah itu entah mengapa.

Draco tidak mengartikan rasa sukanya terhadap senyuman anak itu seperti rasa suka terhadap lawan jenis atau kepada seorang kekasih. Tentu saja, karena ia jauh dari usia untuk itu. Ia belum menginjak 7 tahun dan rasa sukanya seperti sebatas rasa suka pada suatu hal saja. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Draco menguap. Ia melirik pada jam yang ada disisi atas tempat tidur anak itu, jam 01.43 pagi. Seharusnya ia masih tertidur. Draco melihat anak itu menguap kembali.

"Bolehkah aku menumpang tidur disini, malam ini?" tanyanya ragu-ragu. Anak itu terkejut.

"Kenapa? Kau tidak bisa kembali atau kau sedang dikejar-kejar seseorang?" pikirnya terlihat panik.

Draco bingung bagaimana menjelaskannya. Karena walaupun anak dihadapannya itu memiliki talenta sebagai seorang penyihir tapi karena ia dibesarkan dikeluarga muggle, kemungkinan besar ia tidak akan paham kalau 'Apparation' tidak dapat digunakan begitu saja oleh seorang penyihir. "Karena aku masih kecil, dan berpindah tempat itu hal yang sulit. Jadi butuh waktu untuk pemulihan tenaga." Katanya simpel, yang setengahnya merupakan hal yang sesungguhnya.

Anak itu menatap Draco dengan jeli, hingga akhirnya mengangguk, "Baiklah tapi jangan berisik, jangan sampai Bibi Petunia tahu kau menginap disini pagi nanti. Setidaknya kau harus pergi pagi nanti atau diam disini." Katanya dengan serius.

Draco terlalu mengantuk untuk menanggapinya dan memilih untuk mengangguk dan kembali ketempat tidur merebahkan dirinya. Kemudian beberapa saat kemudian disusul oleh anak itu setelah Ia mematikan lampu dan menaruh kacamatanya kembali. Draco merasa ada yang kurang darinya saat ia menutup kedua matanya.

Ciuman.

Biasanya sebelum Draco tidur, orangtuanya –ibunya pada umumnya- akan mencium dahinya. Ia merasa aneh dan sedikit terusik. Sama seperti kau makan tanpa menggunakan tanganmu. Draco melirik kearah anak itu. "Hei, boleh aku minta satu hal lagi sebelum kau tidur?"

Anak itu membalikkan tubuhnya kearahnya, dan Draco berpendapat bahwa tempat tidurnya memang sangat sempit. "Ya? Apa?"

Draco kebingungan mengatakannya, "kau jangan menertawakan hal ini. Biasanya sesaat sebelum aku tidur..ibuku akan…" Draco terdiam karena malu.

Anak itu menebaknya, "Dibacakan buku cerita? Tapi aku tidak memilikinya." Dan Draco menggelengkan kepalanya. "Lalu apa?"

Draco memalingkan tubuhnya, "Kau mau mencium dahiku?" tanya ragu.

Anak itu terkejut, "Tapi aku kan bukan ibumu! Dan aku ini laki-laki!" jelas bagi Draco kalau anak ini menolak permintaannya, setidaknya ia beruntung anak itu tidak menertawakannya.

"Iya aku tahu, aku hanya…Sudah lah, Lupakan!" Draco memalingkan tubuhnya.

Anak itu berbisik pelan sekali, Draco hampir tidak dapat mendengarnya, "Baiklah…tapi-" Draco kembali menatap dirinya, "Tapi kau juga harus mencium dahiku sama seperti aku menciummu."

Draco kebingungan, "Untuk apa?"

"Aku hanya ingin tahu rasanya seperti apa, kurasa dulu ibuku juga selalu melakukannya saat aku tertidur."

Draco tersenyum mendengarnya dan mendekati wajahnya. Sesaat ia ragu, tapi saat melihat anak itu memejamkan matanya, ia tersenyum dan memberikan ciuman didahinya dengan perlahan. Draco ingin agar anak itu mengingat bagaimana kedua orangtuanya mencium dahinya dan diam-diam mengharapkan hal itu.

Kini giliran anak itu yang mencium dahi Draco, sama persis seperti yang Draco lakukan –perlahan-lahan-. Setelah anak itu selesai mencium dahi Draco, mereka saling bertatapan. Dapat dilihatnya mata berwarna hijau yang indah, dan bibir merah yang sedikit pucat.

Draco melupakannya, "Aku belum tahu siapa namamu?"

Anak itu tidak melepaskan pandangannya, suaranya sangat lirih, "Harry Potter, dan kau?"

Dan Draco hanya menangkap namanya menjadi, "Arry? Namaku Draco Malfoy, kau panggil saja aku dengan Draco." Awalnya ia berpikir untuk memalsukan namannya, tapi rasanya tidak sopan.

"Draco, nama yang unik." Kata Harry.

Inilah yang Draco tunggu, Harry menyebutkan namanya. Dan Draco hanya tersenyum saja. Keduanya merebahkan dirinya, dan saling membelakangi.

"Night, Draco."

"Night, 'Arry."

Draco lebih memilih untuk tidur malam itu dari pada memikirkan caranya kembali kerumahnya.

~bersambung.

A/N: ini cerita pendek kok, tadinya mau dibuat One Shot. Tapi diproses pengetikan jadi panjang begini. –yawn- mungkin jadi 2 atau 3 bagian. Kemungkinan Slash / Shounen Ai, tapi kayaknya juga nggak. Tergantung yang ngeliat sih.

Jangan lupa di Review-ya.. dan baca juga Love is You…dadah…dadah…dadah..