Ohayou! Konichiwa! Konbawa, minna! Blue hadir kembali dengan fict Blue yang terbaru! Kangen nulis fanfic multichapter, Blue mempersembahkan kisah NaruHina multichapter! Hehehe... Karena, setelah Blue lihat-lihat dan Blue voting (?) ternyata para readers lebih suka membaca fict yang multichapter ketimbang oneshot. Apa karena multichapter itu rasa penasaran yang ditimbulkan oleh cerita tersebut lebih besar daripada oneshot ya? Mungkin saja. Hahahay! XD *kumat*

Okay! Di sini, Blue menceritakan NaruHina yang berbeda dengan kehidupan aslinya. Yah, sedikit bocoran saja sebelum membacanya bahwa cerita ini agak sedikit mengikuti alur cerita Twilight. Tapi, dijamin MURNI! Tidak menjiplak! Hanya karakternya saja yang sama karena Naruto akan dijadikan vampire di sini ^^. Namun, sifat dan kelakuannya jauh beda dengan karakter tokoh di Twilight. Baiklah~ Selamat membaca!

Summary: Dia itu apa? Ketika aku memandang matanya, aku bisa merasakan sebuah rahasia besar yang terselip ribuan kata di balik bibirnya yang memucat itu. Sebenarnya, siapa dia? Warning: OC, Misstypo, dll.

Disclaimer: Om Kishi! Om Kishi! Om Kishi! *ngangkat bendera bergambar wajah Om Kishimoto*

Enjoy it!


Bloody Lover

Sebuah puri kastil tua di sebuah pedalaman hutan terpencil diselimuti kegelapan yang kelam. Beberapa ekor mamalia bersayap berkeliaran mengelilingi puri tersebut dengan suara kepakan sayap mereka yang terdengar nyaring. Seorang anak kecil berambut pirang bermata biru tengah bermain bola di pekarangan kastil yang luas itu. Matahari sore hampir tenggelam, anak berambut pirang itu menendang bola terlalu kencang hingga masuk ke dalam hutan.

" Naru-chan, ayo masuk. Hari mulai gelap." perintah seorang wanita cantik berambut merah pannjang muncul dari pintu kastil.

" Sebentar, Ibu. Apa aku boleh mengambil bolaku? Bolaku menggelinding ke dalam hutan." ujar Naruto—nama bocah itu— menunjuk-nunjuk hutan yang mulai gelap. Langkahnya menjauhi kastil. Semakin dalam memasuki hutan dan semakin menjauhi kastil. Sampai akhirnya, Naruto menemukan bola berwarna merah miliknya menggelinding di perbatasan Nature Hill dan hutan arah ke rumahnya.

" Di sini kau rupanya. Ng?" Naruto melihat sesuatu yang bergerak di balik pohon pinus yang tinggi. Penasaran, Naruto melangkahkan kakinya ke arah Nature Hill. Seorang gadis kecil berumur sekitar dua tahun lebih muda darinya sedang merangkai bunga membuat sebuah mahkota bunga. Rambutnya berwarna indigo sebahu dengan jambang rambutnya lebih panjang daripada rambut belakangnya.

Matanya berwarna ungu keabu-abuan yang tampak sayu memperlihatkan wajah polos pemilikinya. Kedua pipinya selalu diwarnai dengan warna merah yang merona menambah kesan manis di pikiran Naruto.

" Nona Hinata, hari sudah sore. Tua besar menyuruh kita segera pulang." seorang lelaki berbadan tegap berambut abu-abu panjang dengan mata berwarna biru menghampiri gadis kecil bernama Hinata itu.

" Ah, iya. Yagura-san, apa mahkota buatanku bagus?"

Pria bermata biru itu tersenyum, " Ya. Sangat bagus."

" Baiklah. Ayo kita pulang~!" ujar Hinata bernada riang menggandengan tangan Yagura. Sekilas, pandangannya melihat sekelabat bayangan bocah kecil yang memperhatikan dirinya. Hanya sekilas karena sedetik kemudian bocah itu menghilang.

" Anda melihat apa, Nona?"

" Ah, ti-tidak... Tidak ada apa-apa."

Naruto terpukau. Ya, dia terpukau dengan gadis kecil tadi. Atau tepatnya jatuh cinta? Ada perasaan aneh yang menjalar ke setiap tubuhnya membuat aliran darahnya bergejolak panas. Ia merasakan detak jantungnya tak beraturan dan nafasnya terdengar tersengal-sengal. Wajahnya memanas seketika. Gadis kecil tadi benar-benar membuat Naruto mendadak menderita asma...

-o0o-

Esoknya, Naruto kembali ke Nature Hill. Namun, dia tidak menemukan gadis kecil yang ditemuinya kemarin. Tetapi, telinganya mendengar sebuah suara tangisan kecil di balik pohon pinus.

" Hiks... Hiks..."

Naruto melihat gadis yang kemarin dilihatnya tengah menangis memegangi lututnya yang mengeluarkan darah.

" Hey, mengapa kamu menangis?"

Hinata terkejut melihat bocah berambut pirang yang tersenyum lebar kepadanya. Hinata sedikit mundur ketakutan melihat bocah asing yang tak pernah dilihatnya itu.

" Tidak usah takut. Aku bukan orang jahat kok. Kenapa lututmu?" tanya Naruto berjongkok di depan Hinata.

Hinata meluruskan kakinya, " A-aku terjatuh..."

" Oh, terjatuh. Sini, aku obati." Naruto menyedot darahnya dan membuangnya ke tanah lalu merobek lengan bajunya menutupi luka Hinata erat-erat agar menghentikan pendarahannya.

" Selesai! Lukamu sudah kututup, jadi tidak akan infeksi."

" A-arigatou gozaimasu..."

" Siapa namamu?"

" H-Hyuuga Hinata..."

" Aku Uzumaki Naruto! Salam kenal!" seru Naruto mengulurkan tangannya sambil menyengir lebar. Hinata mengangguk kecil sambil tersenyum kecil.

" Apa yang kau lakukan di sini?"

" Uhm... Setiap sore aku selalu ke sini..."

" Sendiri?" Hinata mengangguk.

" Ti-tidak ada yang mau berteman denganku. Ma-maka dari itu, aku selalu ke Nature Hill karena bunga-bunga ini mau berteman denganku." kata Hinata menyentuh kelopak bunga cosmos.

Naruto mengerutkan dahinya heran.

" Kalau begitu, aku mau jadi temanmu!" seru Naruto memamerkan deretan giginya yang putih. Hinata terkejut.

" Be-benarkah?"

" Ya! Aku mau menjadi temanmu!"

Ini adalah suatu keajaiban untuk Hinata. Selama ini, dia hanya bisa bermain sendiri. Bukan karena tak ada yang mau berteman dengannya, namun ayahnya, Hyuuga Hiashi, sering melarangnya bermain dengan anak-anak dari kalangan biasa atau bawah. Yang akhirnya menyebabkan dia dijauhi karena dikira sombong. Itu semua karena Hiashi. Semenjak perkenalannya dengan Naruto, Hinata menjadi riang dan ceria karena mempunyai teman. Setiap sore, Naruto selalu datang ke Nature Hill untuk menemu Hinata. Dan, menjelang matahari terbenam Naruto harus kembali ke kastil.

Namun... Sesuatu terjadi yang menyebabkan mereka terpisah karena suatu kesalahan fatal...

" Ah, bolaku!" pekik Hinata saat lemparannya meleset dari Naruto dan masuk ke dalam hutan.

" Biar aku ambilkan!"

" Ma-matte!" Naruto melesat masuk ke dalam hutan diikuti oleh Hinata.

Hari semakin gelap, namun bola Hinata belum juga ketemu. Naruto melihat matahari yang hampir tenggelam di balik langit jingga dengan perasaan cemas. Dia harus kembali ke kastil tetapi dia harus mencari bola kesayangan Hinata. Perlahan demi perlahan, matahari mulai menghilang.

" Kumohon... Jangan sekarang..."

" Ah! Naru-kun, bolaku ketemu!" seru Hinata mengangkat bolanya sambil berlari ke arah Naruto.

" Syukur—Uh?"

" Naru-kun?"

Terlambat, matahari telah tenggelam sepenuhnya. Dan, memunculkan bulan dari balik langit yang mulai gelap. Sekeliling mereka menjadi gelap gulita. Hinata bisa melihat mata Naruto yang awalnya biru berubah menjadi merah semerah darah. Tubuhnya menjadi dingin, kulitnya yang berwarna tan berubah menjadi putih sepucat mayat. Matanya menatap tajam ke arah Hinata dengan tatapan haus darah. Di kedua sudut bibirnya dengan jelas terdapat dua taring keluar. Hinata terkejut melihat perubahan fisik Naruto yang begitu drastis.

" Na-Naru-kun...?" Hinata hendak mendekati Naruto, namun Naruto melihatnya dengan tajam dan bermasud untuk mencakar Hinata dengan kukunya yang mulai memanjang.

" Graaaaooooo!"

" Kyaah! Na-Naru-kun? I-ini aku! Hi-Hinata!"

Naruto benar-benar gelap mata. Kini, dia tak lagi mengingat siapa yang kini berada di hadapannya. Larangan untuk darah garis keturunan Namikaze adalah tidak boleh terkena cahaya bulan atau melihat bulan entah itu sabit atau purnama. Karena, mereka percaya bahwa cahaya bulan dapat menghancurkan kekuatan mereka. Jika terjadi, dia akan berubah menjadi vampir. Bloody Vampire.

" Uaaaaaarrrrrghhh!"

" Uh-uh-hiks-hiks... Na... Naru-kun... K-kau kenapa...?"

Naruto terus mengejar dan menyerang Hinata. Pepohonan di sekitar mereka menjadi tumbang karena cakaran dari Naruto.

" Graaahhhh!"

" KYAAAHHH!"

Gras!

Betis Hinata terluka parah. Naruto berhasil mencakar betis Hinata ketika Hinata tersandung batu. Ada perasaan aneh saat Naruto melihat Hinata yang menangis kesakitan. Kepalan Naruto mengendur ketika hendak menghampiri Hinata. Namun...

Dzing! Dor! Dor! Dor!

" Ugh! Graaaauuuuhh!"

" Jangan dekati dia, makhluk terkutuk !"

Hinata menengok ke arah selatan. Dia menemukan sesosok pria berambut coklat panjang memegang sebuah senapan yang moncongnya diarahkan ke kepala Naruto. Yang dikenal sebagai kakaknya, Hyuuga Neji.

" Nii-Niisan...?"

" Lari dari dia, Hinata! Cepat! Dia adalah Bloody Vampire!" seru Neji mencodongkan kembali senapannya.

Hinata tertegun. Bloody Vampire? Bukankah itu adalah vampire yang sangat terkutuk dan hina yang sudah musnah beratus-ratus tahun yang lalu? Kenapa masih ada keturunannya? Naruto adalah Bloody Vampire? Hinata tidak percaya. Tidak mungkin. Tidak mungkin Naruto adalah seorang vampire.

" Cepat lari, Hinata!"

Lutut Hinata gemetar. Antara ingin lari dan tetap di tempat. Mata lavendernya berkaca-kaca melihat Naruto yang berubah beringas seperti seekor serigala kelaparan. Dia ingin mendekat, tetapi rasa takut menyelimuti dirinya ketika Naruto menyerangnya tanpa pandang bulu.

" CEPAT LARI!"

" !" mendengar Neji mulai membentaknya, Hinata langsung lari sekencang-kencangnya meski darah terus mengucur dari betisnya dan ia terus meringis kesakitan. Air matanya berjatuhan ke tahan menahan rasa kecewanya yang mendalam. Hinata tak tahu apa yang dia rasakan, tapi ia merasakan ada sesuatu yang menyesakkan dadanya.

" Seharusnya aku sadar bahwa Hinata mempunyai teman seperti kau." kata Neji mengarahkan moncong senapannya ke arah Naruto.

Neji menarik pelatuknya dengan telunjuknya. Peluru melesat dengan cepat menuju ke kepala Naruto. Sebelum akhirnya peluru itu menembus kepala Naruto, seorang lelaki bertubuh tegap menangkap peluru tersebut sambil memeluk Naruto dari belakang. Mata Neji melotot melihat pria berambut pirang yang sama seperti Naruto.

" Tch. Namikaze Minato..."

" Seharusnya kau tak berada di sini, Naruto..."

" Cih!" Neji kembali mencodongkan senapannya, sebelum Neji kembali melontarkan pelurunya, Minato mengibaskan jubahnya lalu menghilang bersama Naruto. Merasa kehilangan jejaknya, Neji akhirnya masuk ke dalam mobilnya.

-o0o-

" Ugh!" Naruto meringis ketika Minato mendorongnya keras ke sofa.

" Apa yang kau lakukan? Kau sudah tahu batas waktu, bukan? Kenapa kau berbuat nekat seperti itu?" tanya Minato dengan nada tegas.

" Aku menolong temanku yang mencari bolanya di dalam hutan."

" Menolong? Aku tahu kau baik, tapi kau juga harus sadar waktu! Akhirnya, kau juga yang terancam 'kan?"

" Sudahlah, Minato-kun... Yang penting dia sudah pulang dengan selamat." ujar Kushina menyibak rambutnya.

" Tentu saja. Kalau aku tidak muncul menyelamatkannya, dia pasti tertangkap oleh keturunan Hyuuga dan keberadaan kita bisa diketahui oleh masyarakat." kata Minato melipat tangannya.

Naruto hanya mendengus sebal mendengar keluhan ayahnya. Ini karena faktor ketidak sengajaan. Bukan karena dirinya yang ingin menjadi vampire kembali.

" Ya sudahlah. Makam malam sudah aku siapkan. Lebih baik kita makan dulu."

Minato langsung menuju ruang makan melepaskan semua perasaan kesalnya, Naruto masih terduduk di sofa sambil menggerutu tidak jelas.

" Hyuuga Hinata..."

" Huh?"

" Hyuuga Hinata... Gadis kecil yang tadi kau tolong, bukan? Aku bisa melihatnya."

" Lalu kenapa?"

" Gadis yang lucu..."

" Huh. Jangan menyindirku, Miru-neechan." ketus Naruto melipat tangannya sebal memandangi seorang gadis yang dua tahun lebih tua darinya. Rambutnya berwarna hijau gelap dengan mata orange seperti ruby. Tubuhnya selalu dibalut oleh jubah panjang yang menutupi seluruh tubuhnya hingga kakinya.

" Aku tak menyindir. Aku bisa melihatnya dari sini, Orange-chan." kata gadis bernama Hatako Miruka itu.

" Sudah kubilang, jangan panggil aku seperti itu, neechan! Kau menyebalkan!"

" Terserah aku mau memanggilmu apa. Karena kau adikku." ucap Miru menyentil dahi Naruto pelan.

" Uh. Dasar bodoh." gerutu Naruto memegangi dahinya.

Semenjak kejadian itu, Hinata tak pernah lagi datang ke Nature Hill. Setiap sore, Naruto selalu menunggunya sambil memandangi mahkota bunga yang dirangkai Hinata untuk dirinya. Hari demi hari pun berlalu, Naruto terus menunggunya hingga mahkota bunga tersebut kering. Karena gadis yang ditunggunya tak kunjung datang, Naruto memutuskan untuk pergi ke rumahnya meski resikonya besar. Hinata pernah memberitahukan arah rumahnya pada Naruto sehingga Naruto tak sulit menemukan rumahnya.

Naruto mengambil jubah hitam bertudung miliknya dan memakaikan ke tubuhnya. Tangannya mengenggam erat mahkota bunga buatan Hinata. Tanpa sepengatahuan Minato, Naruto melesat keluar dari hutan itu dan menuju ke sebuah kota kecil dekat perkebunan teh. Langit masih tampak cerah, masih ada waktu sebelum matahari terbenam.

" Ini dia." gumam Naruto setelah sampai di rumah yang megah bertingkat dua dengan pekarangan rumah yang begitu luas. Tapi, ada yang janggal.

Suasana rumah itu terlihat sangat sunyi. Sepi. Seperti tak ada penghuninya... Mungkinkah...?

Naruto melangkahkan kakinya ke pintu depan rumah Hinata. Dengan tangan yang bergetar, ia mengetuk pintu yang terbuat dari pahatan kayu eboni dengan pelan.

Naruto diam menunggu jawaban dari penghuninya dengan tenang.

5 menit...

7 menit...

Tok... tok... Naruto mengetuk pintu tersebut sekali lagi.

Hingga 15 menit lewat, tak ada sahutan apapun. Naruto langsung membuat kesimpulan.

" Keluarga Hyuuga pindah ke Osaka seminggu yang lalu." sahut seorang pria paruh baya di depan pintu gerbang klan Hyuuga. Naruto sedikit terkejut dan memutar tubuhnya ke belakang mencari sang empu suara. Seorang kakek tua memakai baju putih polos tengah berdiri di depan pintu gerbang memandangi Naruto.

" Pindah?"

" Ya. Ke Osaka. Seminggu yang lalu."

" Kenapa mereka pindah?"

" Entah. Aku tidak tahu pasti alasannya yang jelas. Yang aku dengar, mereka pindah karena putri Hyuuga terancam nyawanya. Segeralah pulang. Sebentar lagi hujan akan turun." ujar kakek itu lalu pergi. Benar saja, sedetik kemudian hujan mengguyur bumi dengan derasnya. Dengan langkah gontai, Naruto pergi menjauhi rumah kosong itu. Sebersit rasa kecewa dan sesal membekas di hatinya begitu dalam. Air hujan jatuh ke kelopak matanya seperti menangis walau ia tahu bahwa keturunan Namikaze tidak bisa menangis. Menatap mahkota bunga buatan Hinata dengan tatapan sendu. Merindukan senyumannya yang manis. Kini, hanya kenangan pahit yang tertinggal. Cinta pertamanya telah hilang. Satu hal. Naruto akan terus mencari Hinata.

.

.

.

.

.

TBC...


Okay, Blue tahu kalau ini short. Masalahnya adalah waktu. Kalau tidak dibuat pendek begini, nanti malah tidak jadi. Lagipula, ini 'kan masih prolog. Hehehe... *smirk* yak! Ini fict NaruHina multichapter Blue yang ke tiga dan semoga para readers menyukainya ya? Harap, harap, harap, harap, diharapkan reviewny! *maksa* Arigatou gozaimasu! ^^