BTS

Gangsta!AU

Rating T untuk sementara

(tidak menutup kemungkinan naik kelas jadi M)

Tampang Not Today Era

HAREM!Yoongi

don't like don't read

not copas copas

Prolog

Sebuah mobil hitam melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan Seoul yang sedikit padat. Enam orang berambut warna warni didalamnya tidak saling berbicara sama sekali. Bukan karena mereka tak saling kenal, fakta bahwa mereka rekan kerja membuat mereka otomatis saling kenal. Mereka sibuk dengan senjata ditangan masing-masing. AK-103 dan HK416 teronggok dekat kaki dua orang yang duduk paling belakang, sementara Magnum, Desert Eagle, dan Glock 20 dipangkuan. Siapa sangka enam pemuda tampan bertampang selebriti ini adalah salah satu kelompok gangster paling berbahaya di Korea?

"Sebentar lagi sampai," pria berambut lavender yang duduk di kursi depan memecah keheningan, "Ingat strategi yang kita bahas tadi malam,"

"Tenanglah,leader, semua akan berjalan lancar," Jawab si rambut pink yang duduk di belakang si leader. Tangannya masih sibuk mengecek Glock yang dipegangnya.

Di sebelah si rambut pink, pemuda berambut golden brownmenghela nafas panjang 'ini akan jadi misi yang panjang dan melelahkan,' batinnya.

"Oh ayolah, ini akan menyenangkan!" seru seseorang dari belakang, pemuda yang dilabeli sebagai alien oleh rekan-rekannya. Badannya tak mau diam. Sigolden brownmemutar mata malas.

Ah, ini memang akan jadi hari yang panjang.

~~~

Dokter muda berkulit pucat itu merebahkan kepalanya ke meja kerja. Rasa kantuk sedikit demi sedikit menguasainya, membuatnya ingin sekali memejamkan mata dan tidur lelap. Ah, dia benar-benar rindu dengan kekasihnya –tempat tidur hangat lengkap dengan bantal empuk dan selimut kumamonnya. Jomblo menyedihkan.

Tok Tok

"Masuk," ucapnya tanpa tenaga.

Dilihatnya seorang gadis dengan jas putih panjang berjalan mendekat. Itu Umji, rekannya sesama dokter klinik 24 jam tempatnya bekerja setahun terakhir ini. Gadis manis itu menatapnya dengan sorot mata prihatin. Tangannya mengulurkan plastik putih berlogo mini market yang berada tidak jauh dari klinik.

"Kau tampak menyedihkan, Yongs," ujar Umji. Yoongi tertawa pelan. Plastik tersebut rupanya berisi kopi kalengan dan roti isi. Tanpa menunggu lama Yoongi, dokter muda tersebut, membuka roti isinya. Dia membutuhkan sesuatu untuk mengganjal perutnya yang belum diisi sejak siang tadi.

"Terimakasih," ujar Yoongi tulus, Umji tersenyum. "Belum pulang? Bukannya shiftmu sudah selesai satu jam lalu?" tanya Yoongi sambil melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"Iya, sebentar lagi aku pulang. Aku hanya ingin memberikan itu padamu, kau tampak seperti orang yang sedang sakaratul maut akibat kelaparan," kelakar Umji. Yoongi ikut tertawa.

Dengan mulut penuh roti isi, Yoongi berjalan di sebelah Umji, mengantarkan gadis itu sampai depan tempat parkir depan klinik. Bukan apa-apa, letak klinik yang berada di pinggiran kota membuat wilayah ini sepi ketika malam hari, apalagi tengah malam seperti ini. Lihat saja, selain klinik yang memang buka 24 jam, tinggal minimarket dan warung makanan yang masih buka, sisanya sudah menutup tirai semua.

"Oke, selamat bekerja. Semoga tidak ada pasien gawat darurat yang datang agar kau bisa istirahat," doa Umji tulus sambil masuk ke dalam mobilnya. Yoongi membantunya menutup pintu mobil.

"Ya, selamat beristirahat," jawab Yoongi.

Setelah mobil milik rekannya sudah tidak terlihat lagi, Yoongi berjalan kembali masuk klinik.

~~~

"Yaah, sialan, cepat jalankan mobilnya!" sileader berambut lavender berseru. Pemuda di belakang kemudi pun segera melajukan mobilnya ditengah rentetan peluru yang memberondong mobil hitam tersebut. Untunglah si kuda hitam –sebutan si alien untuk mobil mereka– menggunakan kaca anti peluru.

"Sialan bedebah itu. Bisa-bisanya menghianati aliansi lamanya sendiri! Bangsat!" teriak seseorang di kursi paling belakang. Matanya memancarkan kekesalan.

"Tenangkan dirimu Hobi!"seru siLeader.

"Kita harus kemana?" tanya pemuda berwajah cantik yang memegang kemudi. Matanya sesekali melirik rekan-rekannya di belakang dari spion.

"Rumah sakit, Jungkook tertembak di perut!"seru pemuda berambut pink panik, sementara Jungkook sigolden brown hair, bersandar padanya dengan nafas terengah-engah dan tangan penuh darah. Nafasnya mulai putus-putus.

"Jangan," ujar si rambut lavender, "Jin hyung, cari klinik kecil,"

Jin, pemuda di belakang kemudi, mengangguk patuh.

~~~

Yoongi memilih mengobrol dengan suster yang kebetulan satu shift dengannya dan kebagian jaga di meja depan dibandingkan kembali ke ruangannya. Kebetulan suster muda tersebut, sebut saja Jisoo, membawa sekantung penuh camilan. Lagipula malam ini hanya ada sedikit pasien yang harus diurus. Dan semuanya selesai diurus.

Keduanya sedang mengobrol asik –membahas boyband BTS yang baru comeback– ketika pintu depan terbuka dan enam pria masuk dengan terburu-buru. Jisoo sedikit terbatuk ketika salah satu dari mereka menggebrak meja dengan panik.

"Mana dokternya? Teman kami sekarat!" serunya.

Segera saja Yoongi berdiri dan berjalan mendekati mereka, "Saya dokter," ucap Yoongi tegas, "Siapa yang membutuhkan pertolongan?" tanyanya. Pria yang panik tadi menunjuk temannya.

Yoongi mempercepat langkahnya menuju gerombolang pria tersebut. Semuanya terluka di sana-sini, namun salah satunya tampaknya memiliki luka yang cukup parah, terlihat dari darah segar yang mengotori pakaiannya.

Jisoo tampak waspada ketika menyadari beberapa dari gerombolan pria tersebut membawa senjata di tangannya. Jemarinya segera menyambar telepon dan berniat menekan tombol angka ketika pria yang menggebrak meja tadi menodongnya dengan pistol.

"Jangan coba-coba menelepon polisi," katanya memperingatkan. Jisoo membatu saat ujung pistol tersebut terasa dingin di pipinya.

"Do –dokter Yoongi,"panggil Jisoo pelan. Yoongi yang sedang melihat keadaan pemuda yang terluka pun menoleh.

"Kau," ujar si penodong, "Obati saja teman kami. Kalau dia mati, kau dan temanmu ini juga mati,"

Bukannya merasa takut, Yoongi langsung berdiri tegak menatap datar si penodong, tidak peduli moncong pistol si penodong kini mengarah ke kepala cantiknya.

"Saya memang akan menolongnya, tidak peduli kalian penjahat kelas rendah sekalipun, karena itu kewajibanku sebagai dokter. Tapi jangan membuat kekacauan disini. Ini klinik, ada pasien yang butuh istirahat," jawab Yoongi tegas, meskipun wajahnya terlihat datar. "Jisoo, jangan telpon polisi," perintahnya.

Si penodong akhirnya menurunkan pistolnya. Yoongi berjalan menjauh menuju lorong.

"Kau mau kemana?" tanya salah satu dari mereka, "mengambil brankar," jawabnya singkat. Yoongi kembali dengan brankar yang ditariknya. Segera dokter muda itu menyuruh mereka meletakkan temannya di brankar tersebut.

"Saya akan mengobatinya dulu, setelah itu baru mengobati kalian,"ujar Yoongi, "Jisoo, obati luka-luka mereka dulu,"perintah Yoongi. Jisoo mengangguk kaku.

Sesampainya di ruang tindakan, segera Yoongi membuka jaket pasien, Yoongi sedikit kesulitan membuka kaus yang pasien gunakan karena sudah menempel dan basah dengan darah.

"Siapa namamu?" tanya Yoongi sambil tangannya masih sibuk melakukan ini itu.

Pasiennya malah balik menatapnya tajam, "Apa urusanmu!" gertaknya galak disela-sela ringisannya.

Yoongi menghela nafas, "Saya hanya berusaha melakukan obrolan kecil untuk mengalihkan konsentrasimu dari rasa sakit,"

Raut wajah waspada pasiennya sedikit berkurang, "Jungkook, kau bisa memanggilku Jungkook," kalimat itu membuat Yoongi sedikit kaget. Dia kira pemuda di depannya tidak akan mau menjawabnya.

"Baiklah Jungkook, Saya akan menggunting kausmu, kau tidak keberatan?"

Yoongi masih berusaha mengambil proyektil yang tertanam di perut berotot itu ketika salah satu teman si pasien –Jungkook– masuk tanpa permisi. Rupanya si penodong Jisoo tadi. Yoongi hanya menoleh sekilas sebelum kembali berkonsentrasi pada perut pasiennya.

"Bagaimana keadaannya?" tanyanya.

"Dia akan baik-baik saja setelah aku menjahit luka-lukanya ini," jawab Yoongi tanpa menoleh. Tangan kurusnya masih sibuk denngan benang jahit di perut pasiennya.

Si todong –begitu Yoongi menyebut penodong itu dalam kepalanya– masih terus berada di sana hingga Yoongi selesai mengurus luka-luka Jungkook. Jungkook sendiri sesekali meringis perih ketika Yoongi menyentuh luka-lukanya.

"Nah, selesai. Jungkook, kuharap kau jangan banyak dulu bergerak hingga luka-lukanya menutup sempurna. Luka-lukamu masih basah, akan perih bila terkena air atau tertekan. Istirahat dulu disini sebentar, atau kau bisa pindah ke tempat tidur sebelah sana," terang Yoongi panjang lebar. Jungkook hanya mengangguk dan tertatih menuruni brankar untuk pindah ke tempat tidur tidak jauh dari brankar. Yoongi membantunya hingga pasiennya berbaring nyaman di tempat tidur.

Yoongi kini menoleh pada si todong. Tangannya meraih kapas dan antiseptik.

"Silahkan duduk di sini," perintah Yoongi sambil menunjuk brankar.

Si todong malah menatapnya aneh, "Aku tidak–"

"Luka di kepalamu mengucurkan darah, aku akan membersihkannya," potong dokter muda itu. Tangannya menarik tangan si Todong agar duduk di depannya.

"Baiklah, siapa namamu?" tanya Yoongi, tangannya kembali sibuk dengan antiseptik dan kapas. Si todong lebih tinggi darinya bahkan ketika pria itu duduk, sehingga dokter muda itu harus sedikit berjinjit untuk menggapai kepala berdarah itu.

"J-hope, -Aah," jawabnya sambil meringis.

"Biar kutebak, bukan nama asli?" tangannya menotol-notol kapas yang sudah dibasahi antiseptik ke luka si todong –Jhope maksudnya. Pasiennya mengangguk.

Meskipun dokter muda berkulit pucat itu melakukan semuanya dengan cepat, namun gerakan jemarinya tidak kasar, seakan mencoba meminimalisir rasa sakit yang diterima pasiennya. Diam-diam si J-Hope mengagumi sentuhan lembut dari tangan pucat bagai batangan gula itu.

Sementara itu Jungkook, yang kini berbaring bertelanjang dada dengan perban di perut dan lengan, diam-diam memperhatikan dokter muda itu. Matanya menyusuri mulai dari rambut hitam dengan highlight turquoisenya, wajah manis kekanakan namun memiliki sorot mata yang galak, kulit putih pucat, leher putih jenjang (yang sepertinya akan bagus bila ditambah hiasan ruam-ruam merah), tubuh mungil dibalut kemeja putih dan jas dokter yang sedikit kebesaran. Oh, jangan lupa papan nama bertuliskan 'Min Yoongi' di dada kirinya. Jungkook akui dokter muda ini tampak menawan, terlepas dari kenyataan kalau dia laki-laku.

"Selesai," ujar Dokter muda itu. Yoongi membereskan peralatannya dan berjalan keluar ruangan, "Kalian istirahat disini, saya akan membantu Suster untuk memeriksa teman-teman kalian,"

Pintu ruangan ditutup.

"Dia cantik,"ucap si todong –J Hope– tanpa sadar. Jungkook mengangguk samar.

~~~

Jisoo tampaknya melakukan pekerjaannya dengan baik, terlepas dari kenyataan suster muda tersebut mengobati mereka dengan ketakutan akan ancaman pistol. Yoongi berjalan mendekati Jisoo, tidak diperdulikannya tatapan pria-pria berpakaian hitam tersebut. Dokter muda itu menpuk pundak rekannya, membuat si suster muda sedikit berjengit kaget.

"Kerja bagus, sudah selesai semua?" tanya Yoongi lembut merasakan ketakutan Jisoo. Suster muda itu mengangguk "Sedikit lagi dokter, tadi Suster Lisa membantuku,"

"Dimana Lisa sekarang?" "Sudah kembali berjaga di ruang rawat inap, Dok," Yoongi mengangguk. Tangannya meraih perban dan antiseptik di tangan Jisoo, "Istirahat lah, biar aku yang menggantikan,"

Jisoo menghilang di belokan lorong sementara Yoongi melanjutkan pekerjaan rekannya. Tangan putihnya dengan cekatan membalut lengan pemuda berambut lavender yang menjadi pasiennya.

"Selesai," kata Yoongi, "Ada lagi yang luka?" tanyanya. Tidak ada yang menjawab.

"Baiklah, anda bisa mengurus administrasi dan biayanya di meja administrasi. Saya undur diri dulu," dokter muda itu berjalan menjauh menuju ruangannya sendiri. Gerah juga ditatap tajam oleh orang-orang itu.

~~~

Setelah menutup pintu ruangannya, barulah Yoongi berani menunjukkan wajah ketakutannya. Boleh saja wajahnya terlihatcool dan tangguh tadi, tapi sebetulnya dalam hati, dokter muda itu takut setengah mati. Dia bahkan harus mati-matian menahan tangannya agar tidak gemetaran. Sebenarnya, bisa saja dia menunjukkan ketakutannya tadi, tapi dia tidak tega dengan Jisoo yang nyawanya bahkan terlihat tinggal setengah saking ketakutannya. Ditambah rasa tanggungjawab akibat dia satu-satunya pria yang ada di klinik malam ini.

Yoongi membuka jas dokternya dan menggantungkannya di sandaran kursi. Tangannya menutup wajah lelahnya.

Krieeet~

"Dok,"

"Aaaaa!" pemuda berkulit pucat itu berteriak kaget. Akibat semua ketegangan ini, panggilan pelan dari seseorang saja berhasil mengagetkannya.

"Ah, apa aku mengagetkanmu?" tanya orang yang memanggilnya. Yoongi menggeleng sambil tangannya masih mengelus-elus dada. Orang yang mengagetkannya hanya tertawa keras.

"Ada yang bisa ku bantu lagi?" tanya Yoongi, mengumpat dalam hati ketika menyadari suaranya bergetar.

Bukannya menjawab, pria –yang sialnya super tampan– itu malah duduk di kursi di depannya. Tersenyum hingga bibirnya berbentuk persegi, tamunya ini terlihat idiot –dan masih tampan.

"Kau sebetulnya takut, ternyata, hahahhhaha!"Sialan, orang itu malah mentertawakannya. Yoongi menatapnya kesal.

"Jadi ada perlu apa lagi?" tanyanya dengan penuh penekanan. Pria itu menaikkan bahu, "Tidak ada. Hanya memastikan kau tidak menelepon polisi," ujarnya ringan, "Kemarikan ponselmu,"

Yoongi menatapnya kesal (yang entah kenapa di mata pria alien itu malah terlihat sangat imut) "Untuk apa?"

"Apa kau tipe orang yang harus ditodong pistol dahulu baru menurut?"

Nadanya santai, tapi dokter muda itu tahu ada ancaman di dalamnya. Dengan enggan dokter muda itu memberikan ponselnya yang memang tidak pernah dipassword pada pria itu.

"Kami akan pergi sebentar lagi, jadi tenanglah, kami tidak akan membuat masalah di klinik tercintamu ini," ujarnya sambil berdiri, "Masalah biaya dan administrasi sudah selesai. Ponselmu akan kukembalikan sebentar lagi,"

Pria itu berjalan keluar. Ketika hendak menutup pintu, dia kembali menoleh, "Oh iya Yoongi-ah, pernah kah ada yang bilang padamu? Kau benar-benar seperti peri," dan pintu tertutup.

Yoongi mengerenyitkan alisnya, tidak mengerti dengan apa yang dikatakan pria tadi. Lagipula apa itu Yoongi-ah, memang mereka kenal dekat? Tidak mungkin. Dan peri? Pria itu mau mengejeknya pendek atau apa?

~~~

Keenam pria itu berkumpul di ruang tindakan, mengelilingi Jungkook si pasien paling parah. Keenamnya terlilit perban di sana sini.

"Dokternya benar-benar cantik," si todong J-Hope pertama kali membuka suara. Matanya terlihat mendamba.

"Baru kali ini aku setuju denganmu," Jungkook mengiyakan. Masih terbayang sentuhan lembut dokter manis itu di perutnya. Astaga, pikiran kotornya sudah menjalar kemana-mana.

"Dadaku bahkan berdebar ketika matanya menatapku," kali ini Jin si supir yang bicara, pemuda boncel berambut pink disampingnya mengangguk setuju.

Sileaderhanya terkekeh melihat kelakuan anak buahnya. Boleh saja mereka jadi salah satu kelompok gangster yang paling ditakuti di Korea, tapi bertemu pemuda manis saja, kelakuanya berubah jadi seberti remaja ababil yang baru kenal dunia. Menyedihkan.

"Dasar payah, baru segitu saya sudah terpesona," kali ini si alien yang berbicara, teman-temannya menatapnya kesal, "Lihat, aku dapat nomor ponselnya, alamat emailnya, bahkan selcanya,"

Semua temannya langsung membulatkan mata. Alien memang beda. Dari mana pria berwatak ajaib ini mendapatkannya. Perhatian mereka tersedot oleh layar ponsel di tangan si alien. Foto si dokter cantik sedang berpose dengan tangan membentuk huruf v dekat matanya.

"Aku mengambil ponselnya, hehehehe,"

Ah lupakan, dia memang alien.

TBC

a/n . astagaaaaah, pertama kali bikin fanfic di appsnya, muter-muter baru nemu caranya. itu pun masih kurang mudeng dan belum bener bener nyaman

errr, author comeback hhehehe (krik! krik!)

orang pada mikir, elu siapa so soan bilang comeback, ga ada yg inget juga hhahahahaha

ini Harem!Yoongi yaaaa, jadi ganti gantian nanti siapa dulu yg diceritain sama Yoongi

author sebenernya spesialis raep, jadi ga menuntut kemungkinan berubah rating jadi M hohohoo

yasudah