Disclaimer: Masashi Kishimoto.
.
.
My Asylum
Dia tersenyum saat melihat ku.
Kau tak berubah, katanya. Aku mengerutkan kening ku saat dia berkata demikian, apakah benar-benar tak ada yang berubah dari diriku sama sekali?
Apakah dia tak melihat bahwa untuk pertama kali nya dalam 10 tahun kami tak bertemu, hari ini aku mengenakan sepatu tinggi berwarna cerah.
Apakah dia tak memperhatikan bahwa ini juga yang pertama kali nya aku mengenakan baju berwarna ceria dalam 10 tahun terakhir?
Aku mendengus pelan dan mendudukan diriku di kursi berhadapan dengan nya.
"Sudah memesan sesuatu?" Aku membuka pembicaraan, dia tersenyum singkat dan menggeleng. Dia tersenyum.
Meski tak ada hal lucu yang ku katakan, tapi.. dia tersenyum.
Itu peningkatan yang bagus. Dulu, dia hanya tersenyum bila aku memberitahu nya sebuah lelucon. Tapi kini, dia tampak 'sedikit' murah senyum.
Untuk seorang Uchiha Sasuke, tersenyum adalah hal yang sangat istimewa.
Aku mengedarkan pandangan keseluruh penjuru cafe dan memanggil seorang pelayan untuk mencatat pesanan ku. Si pelayan nampak nya terpesona oleh paras tampan yang dimiliki Sasuke.
Terlihat, saat dia menanyakan apa yang ingin dipesan Sasuke, timbul rona wajah di pipi nya. Tapi Sasuke tampak tak terusik dan terus memandangi pemandangan kota dari jendela besar di samping kami.
"Kau berubah, Sasuke" Aku tersenyum sambil menopang dagu; melihat ke arah nya.
Sasuke memalingkan wajah nya ke arah ku. "Kau tidak"
Aku mengangkat kedua alis ku-penasaran- kenapa dia terus mengatakan aku tak berubah?
"Mengapa kau berkata aku tak berubah?"
Aku menyipitkan mata ku, menyelidik kearah nya.
Sasuke menaikan satu alis nya. Aku menarik nafas dan melanjutkan perkataan ku.
"Karena kurasa, aku sudah cukup berubah. Aku mengenakan baju berwarna cerah; hal yang tak pernah aku lakukan semenjak insiden tersebut. Sepatu ku pun sudah menjadi berwarna dan menarik; tidak seperti sepatu dekil yang selalu kau permasalahkan dulu. Aku... sudah banyak berubah, Sasuke. Tidak kah kau melihatnya?"
Aku menghirup nafas seperti orang hendak menangis. Oh shit.
Sepertinya aku memang akan menangis, pandangan ku terlihat buram oleh butiran air mata bodoh yang menggenang di pelupuk mataku.
Sasuke terdiam, tapi aku bisa merasakan perasaan bersalah dari tatapan matanya. Aku melihat nya menghirup nafas berat dan mengusap rambut hitam nya ke arah belakang, lalu tersenyum miring.
Aku membulatkan kedua bola mataku.
Sasuke tak pernah tersenyum seperti itu.
"Apakah kau tau arti dari 'kau tak banyak berubah' itu, Sakura?" Sasuke menatap ku dengan lembut. Aku memalingkan wajah ke arah jendela besar. Sambil mengelap hidung ku, menggedikan bahu.
Dia tersenyum geli dan menggenggam tangan ku.
"Umur kita sudah 27 tahun, Sakura. Dan kita telah bersahabat sejak kecil. Apakah kau belum juga bisa memahami perkataan ku?"
Aku mengedipkan mataku. Itu dia, hingga kini aku masih kesulitan memahami maksud dari apapun yang Sasuke perbuat atau yang dia katakan.
"Kau yang ku maksud tak berubah adalah, jiwa mu. Aku sama sekali tak membahas penampilan mu-bukan berati aku tak memperhatikan nya juga- Kau cantik, Sakura. Sangat cantik. Kau terlihat lebih 'hidup' dan berwarna. Tapi, aku yakin itu bukan bersumber dari pakaian yang kau kenakan. Tapi, dari jiwa mu yang sejak dahulu, memang tak mengizinkan mu untuk menyerah."
"Tak pernah kah kau sadari itu? 11 tahun yang lalu, saat tragedi tersebut. Bisa saja kau menyerah dan memutuskan untuk meng akhiri hidup. Tapi, tidak. Jiwa mu tak mengizinkan nya, hati nurani mu berkata 'kau harus hidup'. Dan, lihatlah Sakura yang sekarang. Sakura yang sama dengan jiwa yang semakin bersinar. Dan, itulah kau Sakura. Jiwa yang tak pernah mati. Seperti api abadi"
Aku membulatkan kedua mataku saat cengkraman tangan Sasuke semakin menguat di jemari ku. Airmata berhasil lolos dari kedua pelupuk mataku.
Aku menangis. Entah apa yang membuat ku menangis.
Apakah karena Sasuke yang berkata panjang lebar, kesadaran nya, kata-katanya, tatapan matanya atau... Ya, memang karena Sasuke.
Sasuke menghirup nafas panjang dan menghembuskan nya dengan lelah.
"5 tahun di Amerika. Apa disana ada seseorang yang membuat mu 'lebih hidup' seperti sekarang?" ujarnya.
Aku mengangguk perlahan, tatapan mata Sasuke seolah menyembunyikan sesuatu. Seperti... terkejut?
"Oh, ya? siapa?Mengapa kau tak pernah bilang kepada ku tentang itu di telepon? padahal kita sering berbincang. Apakah dia keturunan asli sana? Bagaimana tampang nya? Apa pekerjaan nya? Siapa namanya? Oh ya tuhan. Aku harus mengetahui siapa lelaki beruntung itu, Sakura"
Sasuke terlihat bersemangat namun kacau disaat yang bersamaan. Dia tak pernah bicara panjang berbasa-basi seperti ini.
Aku mengelap hidung ku dengan tissue, "Kenapa kau jadi 'Tuan serba ingin tahu'?"
Aku terkekeh kecil. "Kau benar-benar ingin tau siapa dia?"
Sasuke terlihat berpikir sesaat, lalu menganggukan kepalanya.
"Baiklah. Lelaki itu bukan keturunan asli sana. Dia orang Jepang."
Sasuke membulatkan matanya terkejut, ada sebesit kehancuran disana.
"Dia tampan, sangat tampan. Aku mengenalnya dengan baik. Dia lelaki yang sangat perhatian dan menawan. Dia tak pernah memiliki kekasih sebelum nya, walaupun banyak sekali wanita yang mengejarnya."
Sakura melirik ke arah Sasuke yang masih menyimak cerita nya dengan wajah tegang.
"Dia memiliki rambut hitam yang indah. Matanya sangat menawan dan suara nya pun menenangkan, dia seorang arsitek terkenal di Tokyo. Keren bukan? bahkan lelaki itu masuk jajaran pengusaha muda berpengaruh di Jepang. Selama aku di Amerika, tak ada satu hari pun aku berhenti memikirkan nya. Bagaimana tidak? Dia rutin menelepon ku setiap jam 8 malam. Dia terus berbicara tentang hari nya yang melelahkan dan menanyakan kabar ku, Dia adalah cinta pertama ku. Walaupun dia tak pernah menyadari nya tapi.."
" Sakura-"
Aku tersenyum grogi ke arah nya " Sudah tau siapa yang ku maksud?"
Sasuke membulatkan matanya tak percaya, satu butir airmata meluncur dari mata kanan nya.
"Ya, nama lelaki yang berhasil membuat ku 'hidup' adalah, Uchiha Sasuke"
Saat itu juga, aku merasakan Sasuke mendekap ku erat. Sangat erat.
Entah kapan dia sudah berpindah tempat menuju samping ku. Aku kini berada di pelukan nya. Pelukan yang sangat aku rindukan.
Sasuke mengecup puncuk kepalaku dengan keras "Maafkan aku, Sakura. Maafkan karena aku terlalu lama untuk menyadari nya"
Aku menggeleng sambil menghirup aroma Sasuke sebanyak-banyak nya. "Kau tidak salah; tidak pernah salah. Aku bahagia, setidak nya kini kau mengingat segalanya "
Sasuke melepas pelukan nya dan memegang bahu ku "Apakah sekarang sudah terlambat?"
Aku menggeleng "Tak pernah ada kata terlambat, Sasuke" Aku mengelap air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya.
"Apakah terdengar aneh bila aku melamar mu tanpa sebuah cincin?"
Aku menahan nafas terkejut mendengar penuturan nya, lalu tekikik pelan.
"Kau selalu melakukan hal aneh, Sasuke. Tapi, untuk kali ini. Kurasa kau bisa ku maafkan"
Sasuke mengambil sebuah kentang goreng curly dan memasangkan nya dengan hati- hati di jari manis ku.
Aku tertawa lebar melihat ulah nya itu. "Ya, cincin yang bisa dimakan terdengar enak"
Sasuke tersenyum pasrah, "Well, Will you marry me, Haruno Sakura?"
Aku menggoyangkan jari ku yang sudah terpasang cincin kentang goreng di hadapan nya,
"Of course, i do" Kami pun terbahak bersamaan.
Sasuke mendekap ku lagi dan mengecup pipi dan dahi ku berulang kali. Bibirnya tak henti tersenyum dan menunjukan raut bahagia.
Raut yang tak pernah kulihat sejak 10 tahun yang lalu.
...
Yup, new story with a weirdo idea. I got this when im in daydreaming in the class. Hopefully, you like it. And dont forget to review and like meee _
Maafkan aku bila kalian menemukan banyak sekali typo atau salah penggunaan kata. Tell me, aku akan memperbaiki nya, di fic selanjutnya! ^_^
Love you,
Kendalls_
