BORN
A fanfic by Payung Hitam
I do not own Naruto
Please RnR
And if you don't like, please don't read
.
.
Juni 1999.
Setiap manusia pasti pernah jatuh cinta. Apakah itu pada pandangan pertama, pada sahabat, pada kenalan.
Termasuk dua orang itu.
Pada awalnya, mereka saling merayu, menyandarkan kepala masing masing dan menikmati indahnya bulan. Tetapi sebentar kemudian, mereka tak bisa menahan lebih lama. Nafsu dan rindu yang sudah lama dipendam.
Di taman rumah lelaki itu, lama kelamaan mereka bersandar kepada rumput yang dingin, menyentuh setiap jengkal kulit masing masing, dan kemudian memulainya.
Kebahagiaan mereka lama dan indah. Sejak peristiwa di taman, mereka seakan tak bisa dipisahkan. Meskipun usia mereka masih sangat muda, 18 tahun.
Sampai hal tersebut terjadi.
Pagi yang tak begitu cerah. Perempuan dan lelaki itu awalnya tidur dalam damai, sampai ketika perempuan itu terbangun. Perutnya mual. Ia tak tega membangunkan kekasih di sampingnya. Maka dengan langkah berat ia pergi ke toilet.
Mualnya menjadi jadi. Perempuan itu merasakan desakan untuk muntah. Maka ia berlutut, pikirannya kacau. Ia memuntahkan isi perutnya ke dalam toilet.
Lelaki itu terbangun. Ia mendengar suara tidak menyenangkan dari luar kamar. Kemudian ia menoleh ke dalam toilet, mendapati pacarnya yang duduk lemas di lantai.
"Aku pikir aku sakit. Aku habis muntah." Sebut wanita itu.
Lelaki itu terdiam sambil membopong kekasihnya ke tempat tidur.
Pikirannya sama sekali bukan ke arah sakit.
"Mengapa?" tanya wanita itu.
Lelaki itu tetap diam, kemudian menatap matanya. Pandangannya tidak bisa ditafsirkan. Kecemasan, khawatir, dan sesuatu yang ganjil, berdiam disana.
Wanita itu tidak butuh penjelasan. Sebentar kemudian ia tahu bahwa muntah itu bisa disebabkan oleh hal lain.
Sekejap ia memegang perutnya.
.
.
"Beberapa hari lagi, bukan? Sudah sembilan bulan."
"Benar. Tepat setelah bayi kami lahir, baru akan dilaksanakan upacara pernikahan."
Wanita itu tersenyum. Perutnya yang sudah membesar dielusnya, seakan memberitahu bayi kecil di dalamnya untuk bersabar.
"Tapi.. Persalinannya tidak akan dilakukan disini."
Sahabatnya terdiam. Keheranan. Sahabatnya adalah pria yang setia, bahkan ketika temannya harus menanggung malu setengah mati dengan kehamilannya, ia tetap setia mendampingi.
"Kenapa tidak disini? Konoha adalah tempat kau dan dia dibesarkan bersama. Apa kau tidak mau anakmu besar disini?"
Sekali lagi wanita itu tersenyum.
"Benar. Aku ingin dia besar disini. Masalahnya sepele, rumah sakit konoha dianggap tidak mampu oleh suamiku."
"kalian belum menikah, tapi kau panggil dia suami. Haha."
"sebentar lagi juga kami menikah." ia terkekeh.
"Jadi dimana?"
"Rumah Sakit Suna. Dia punya bidan kenalan disana. Berhubung aku akan bersalin dengan cara caesar. Pinggulku terlalu kecil untuk melahirkan normal."
Mereka berdua terdiam. Operasi. Mereka berdua tahu tidak ada diantara mereka yang menyukai operasi.
"Kapan kau akan berangkat?"
"Siang ini. Suna dekat. Kami akan sampai malam hari."
"Dan kau baru memberitahuku sekarang? Sudah hampir siang."
"Karena itulah aku datang," ia tersenyum. "Aku ingin bertemu denganmu sebelum aku ke Suna. Kau sangat berarti bagiku. Terima kasih."
Lalu mereka berdua tersenyum, kemudian berpelukan. Air mata menyelingi pelukan mereka.
Malam sudah tiba, pasangan kekasih itu sudah hampir tiba di perbatasan. Lelaki itu mengemudikan bmw-nya dengan kencang.
"Sayang, berapa lama lagi?"
Sembari menatap lurus ke jalan, ia mengacak rambut kekasih di sampingnya. "Sebentar, ya. Aku juga lelah. Lihat, kita sudah lewat perbatasan. Kita cari hotel yang nyaman, ya?"
Suna. Kota yang mewah, indah dan modern. Beberapa saat setelah mereka melewati perbatasan, muncullah suna, dengan gedung gedung pencakar langitnya yang sangat indah pada malam hari. Jalan jalan besar dan mobil mobil yang terparkir. Hotel hotel tinggi berbintang lima.
Pasangan itu berbahagia, mereka bercanda dan tertawa di dalam mobil. Ketika handphone lelaki itu bergetar, mereka masih tertawa. Dan ketika lelaki itu menunduk untuk membaca pesan di handphone-nya, tawa mereka teredam.
Pecahan kaca terbang dimana mana. Wanita itu menjerit. Jeritan yang tidak putus putus. Lelaki itu ketakutan, mobil mereka berputar dan terus berputar dengan kencang, sehingga ia tahu inilah akhir hidup mereka.
Dengan tabah, dalam waktu yang sengat cepat ia menjangkau tubuh kekasihnya, memeluk pundak dan meraih kepalanya, lalu mereka menunduk ketika mobil itu remuk menabrak pondasi bawah jembatan layang.
Tidak ada satupun yang selamat.
Itulah yang orang pikir ketika melihat mobil mereka yang remuk, kaca yang pecah dan bagian depan yang hancur.
Darah mengotori setiap bagian tubuh kedua orang itu. Ketika korban dikeluarkan dari mobil, beberapa orang menangis melihat perut si wanita. Tapi beberapa lelaki lainnya bertindak cepat. Mereka membawa pasangan yang tidak bernafas itu ke dalam mobilnya, tidak menunggu ambulans. Rumah sakit sangat dekat jaraknya, cuma satu blok. Maka dengan sangat kencang, mereka membawanya ke UGD.
Dokter sudah menyerah pada si laki laki. Begitu pun pada si perempuan.
Tapi tidak pada si bayi.
Mereka melakukan pembedahan dengan cepat. Jantung bayi sempat berhenti, namun para dokter suna tidak cepat putus asa. Mereka menolong dengan segenap kemampuannya, memakai berbagai perlengkapan untuk mengembalikan detak jantung si bayi.
Kemudian terdengar.
Lemah, tak beraturan. Gerakan naik turun pada dada si bayi. Hampir tidak ada. Kulitnya yang merah, lembut, sensitif dan suci, bergerak dengan tenang. Bahkan lelaki yang keras pun akan menangis melihatnya. etapi tuntutan pekerjaan para dokter tidak memperbolehkan mereka terbawa perasaan. Dengan sigap mereka memasang peralatan untuk menyongsong hidup si bayi.
Lebih dari itu, bayinya perempuan.
Ia bersinar, kulitnya lembut dan rambutnya sudah tumbuh.
Tetapi aneh, rambutnya berwarna merah muda. Merah muda yang menenangkan, membawa orang yang melihatnya pergi ke musim semi. Melihat taman pohon sakura yang sedang bermekaran. Setiap orang akan tersenyum melihat si bayi. Jantungnya lemah, tapi ia membuat semua orang menjadi kuat. Kecuali satu orang.
Hatake Kakashi.
Menangis. Ia menangis hampa, air mata mengalir tidak henti hentinya. Sudah cukup ia tersedu-sedu di kamar jenazah, meratapi kepergian sahabatnya yang mengenaskan.
Kini ia berdiri, dibalik ruangan kaca tempat bayi sahabatnya terbaring.
Bahkan maskernya sudah dibukanya. Ia pantang membukanya, tapi kini, melihat bayi itu, ia merasa lemah, tidak berdaya, seakan membutuhkan banyak udara. Begitu ia melepas masker, isakannya mulai timbul. Bayi itu membawa kenangan Kakashi bersama sahabatnya. Pertemuan mereka tadi siang. Ia kemudian keluar dari koridor itu, melangkah dan melangkah, duduk di depan bagian kamar jenazah, dan mengerang sedih.
Tidak cukup.
Meskipun sudah berliter air matanya, sudah keras teriakannya, rasa sedihnya masih belum bisa berlalu.
Kenapa?
Kenapa harus sekarang?
Ia tahu bertanya tidak akan mengubah apapun. Andai ia bisa membalik waktu! Andai tadi siang ia bicara dengan kekasih sahabatnya!
"ARGH!"
Ia seperti orang gila. Sudah tengah malam sekarang. Rumah sakit sudah sepi. Hanya beberapa orang yang tinggal dan mereka tidak keberatan dengan tingkah Kakashi.
Lalu Kakashi bangkit.
Ia masih terisak seperti anak kecil. Tapi ia tidak bisa disalahkan. Umurnya baru delapan belas tahun!
Tapi otaknya berjalan. Ia bukan sembarang orang, ia sudah menjadi mahasiswa ketika umurnya lima belas tahun. Kepintaran dan kebesaran hatinyalah yang membawa ia ke jalan yang benar. Ia juga berasal dari keluarga yang lebih dari kata baik-baik. Ayahnya merupakan CEO dari perusahaan desain grafis yang sangat besar. Sementara ibunya adalah rektor di sebuah universitas ternama.
Kakashi mengusap matanya. Dengan langkah yang pasti, ia menyusuri koridor yang sama, kembali ke ruangan si bayi dengan satu tekad.
Ia akan mengadopsi bayi itu.
16 tahun kemudian, maret 2015.
"Baiklah, anak anak , ehm, mohon perhatiannya. HEI! SHUT UP! Ehm, maaf, ehm. Baiklah, sekarang kita kedatangan murid baru dari Kiri. Memang baru seminggu sejak tahun ajaran baru dimulai. Kenapa musti menunggu seminggu, eh, Uchiha-kun? Hahaha"
Si Uchiha mengrinyit aneh pada guru laki laki itu.
"ehm. Ya. Ehm. Hahaha. Nah, Jadi, Uchiha-kun, perkenalkan dirimu, ya? Kelas 11-4 ini baik baik kok. Hahaha."
Uchiha tidak membalas apa apa dan langsung memperkenalkan dirinya.
"Uchiha Sasuke. 23 Juli 1999. Dari SMA 1 Kiri. Sekian."
Ekspresi mukanya tidak berubah, seakan datar tanpa perasaan, tapi anehnya membuatnya terlihat keren.
Kulit Sasuke putih, rambutnya terlihat hitam kebiruan yang kontras dengan wajahnya. Mata tajamnya ber-iris hitam dan garis mukanya tegas tapi nyaman dilihat.
"oh, kita dapat anak sok kali ini."
Terdengar bisikan dari seseorang di bangku belakang yang mengundang tawa cemeeh.
Sasuke tidak terganggu sedikitpun. Ia memang tidak berniat berteman. Hal itu hanya akan membuang buang waktunya.
"Oi! Kiba-kun! Kau temui aku istirahat nanti. Jangan memberi kesan buruk pada murid baru kita! Never!"
Sasuke bergerak tidak nyaman. Guru di sebelahnya memang guru bahasa inggris, tapi setiap ia berbicara bahasa inggris Sasuke mendapat sensasi aneh yang menjalar di punggungnya.
Mungkin itu yang orang sebut geli.
Sambil menghela napas Sasuke mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas.
Ia memilah milah penghuninya dengan cepat.
Calon fangirl. Tukang onar. Si cupu. Si sombong. Polos. Si pamer. Calon fangirl. Biasa saja. Polos. Siapa dia?
Matanya tertuju pada tempat duduk siswa perempuan di bagian paling pinggir, dan paling jauh dari pintu. Rambutnya merah muda. Awalnya Sasuke pikir pastilah dia cewek cari perhatian yang sengaja mewarnai rambutnya. Tapi begitu melihat wajahnya.. Pikirannya berkecamuk.
Wajah gadis itu pucat, tatapannya kosong sembari melihat tangannya yang diletakkan di atas meja. Tapi ada yang aneh dengan ekspresinya, seolah ia tidak peduli. Tidak peduli dengan apapun, seolah satu kelas ini hanyalah sebuah lelucon. Kulitnya seputih salju, kelihatannya halus sekali. Sasuke punya perasaan aneh ketika melihatnya. Rasanya seperti dia sangat rapuh, mudah terjatuh dan lemah. Sasuke bahkan agak heran karena gadis itu satu satunya yang tidak melihat kepadanya, padahal semua orang lainnya iya.
Tapi ia tidak melihat gadis itu lama lama. Perlu diketahui bahwa ia mengedarkan pandangannya dengan sangat cepat. Pikirannya pada gadis berambut merah muda itu pun mungkin hanya terhitung sedetik.
"Hm, yah, Sasuke duduk dimana ya? Ah! Itu, barisan kedua. Tidak bisa duduk di depan ya, haha, hm. Ada Shikamaru-kun. Di belakangnya saja."
Sasuke mulai terganggu dengan cara bicara pak guru. Apa lagi melihat keriput aneh di sebelah wajahnya saja. Sebelah lainnya malah tidak berkeriput. Tapi mengusir pikiran aneh dari kepalanya, Sasuke kemudian berjalan ke tempat duduknya. Ia melewati meja si gadis merah muda dan si 'Shikamaru'. Tas Sasuke menyenggol pulpen si gadis itu, suatu kesalahan yang paling Sasuke tidak suka. Bertindak ceroboh. Hal ini biasanya sangat jarang terjadi, dan entah kenapa memilih untuk muncul pada saat sekarang.
Terdorong untuk bersikap jantan, Sasuke dengan sikap tetap tenang membungkuk sedikit untuk mengambil pulpen itu. Saat ia menjulurkan tangannya, terdengar suara yang halus tetapi kuat.
"jangan."
Tapi seorang Sasuke tidak kaget, dan tidak pernah ragu ragu. Meskipun ia sudah mendengarkan kata kata gadis itu, ia tetap mengambil pulpennya dengan mantap. Dalam hatinya, ia kesal. Jika ia berhenti di tengah jalan, itu akan membuatnya menjadi seperti orang ceroboh yang tidak punya harga diri. Ia tidak akan mundur ketika sudah maju.
Maka dengan dingin ia kembali tegak dan menaruh pulpen itu di meja si gadis tanpa mengucap sepatah kata pun.
Lalu ia duduk di belakang Shikamaru.
"Oh, oh, berani benar kau melawan Haruno Sakura, si petarung."
Sasuke menoleh ke samping. Di belakang gadis itu, duduk seorang siswa berambut pirang, pakaiannya acak acakan dan otak Sasuke mulai menerka;
Pembuat onar.
"Siapa?"
Kata Sasuke tenang.
"Yang di depanku ini namanya Haruno Sakura. Kalau yang di depanmu ini, yang ganteng ini, namanya Uzumaki Naruto. Ha!" Kemudian ia tertawa dan tersenyum lebar. Tingkahnya membuat Sasuke sebal. Ia mengacuhkannya dan membiarkan pikirannya berjalan.
Jadi namanya Haruno Sakura.
A/N
YEAY! Sebuah prolog untuk cerita baruku. Aku harap semuanya berjalan lancar. Akhirnya setelah dulu pernah bikin fanfic waktu sd, sekarang ini fanfic pertamaku waktu sma. Gyahaha lama banget ya. Tapi ya itu lah. Aku udah punya ide cerita ini sejak lama, dan rencananya bikin ini fanfic romance, hurt comfort tapi ada thrillernya juga. Meskipun aga ragu sama thrillernya sih. Soalnya gak pinter pinter banget nulis!
Aku harap gak banyak yang bingung sama cerita ini :') tenang aja, nanti semuanya akan lebih jelas. Makanya di follow ya :') di read :') dan di review:')
Silahkan kritik! SILAHKAN! HA! SHANNARO! BATIN HAMBA SUDAH CUKUP KUAT!
Tolong masukan dan kritiknya. Aku agak ragu dengan penulisan yang kaya gini. Apakah ada yang suka? Please review. Thank you
