I'M SORRY

.

.

DISCLAMER: MASASHI KISHIMOTO

SASU - HINA

warning: 18+

.

.

CHAPTER ONE.

Summary: "Jika kamu percaya pada dirimu sendiri, maka tidak ada yang dapat menghentikan mu untuk mencapai apa yang kau inginkan." Dulu itu adalah motto yang paling aku percaya, dulu sebelum si brengsek Hyuuga menghancurkan kehidupanku.

"Jika dunia adalah istana, maka harta adalah singgasana, kesenangan adalah mahkota, wanita adalah piala,dan kekerasan adalah tahta yang paling berkuasa." Inilah motto hidup yang kini kupercaya.

...

Tokyo. Hiruk pikuk perkotaan tetap hidup meski waktu menunjukkan tengah malam, bahkan para makhluk nokturnal lebih memilih menyingkir dari pada menyelami kerlap-kerlip pelita kota.

"Hiks … hiks …"

Di sebuah kamar bernuansa abu-abu pun tak kalah bising dengan hiruk pikuk perkotaan. Kamar itu dipenuhi suara decitan ranjang king size, alunan isak tangis geraman tertahan.

Dan melodi tamparan yang menggetarkan hati.

"Ck. Hentikan tangisan cengengmu itu, jalang."

Entah sudah berapa kali dalam sehari ini sosok mungil itu menerima tamparan dan makian kasar.

"Sakit, hiks ..."

Lagi, bahkan kini ujung bibirnya kembali mengalirkan segaris cairan pekat. Di sisi lain seseorang dengan tubuh kokohnya tak sedikit pun mengurangi tempo surga dunianya. Sesaat kemudian sosok itu tampak menyatukan alis, lantas melepas penyatuannya dan mengambil lakban di atas nakas.

Lagi dan lagi. Pemilik surai raven itu melayangkan tangannya pada sepasang pipi gembil yang telah teraliri air mata, lalu meremas kasar rahang wanita mungil yang setiap lengannya terikat di kepala ranjang.

"Ketahuilah, jalang, mulutmu tak lebih baik dari pada vaginamu, ck. Murahan."

Lakban sepanjang 30 cm kini telah membungkam mulut pemilik surai coklat dan melingkar hingga kebagian belakang kepalanya.

Sosok bertubuh kekar pun melanjutkan perjalanannya menuju puncak kenikmatan, bahkan semakin cepat dan kasar, tanpa peduli bahwa tubuh mungil dengan pakaian yang telah terkoyak di bawahnya semakin deras mengalirkan likuid bening.

Flashback On

Pagi yang cerah yang telah menyapa. Garis horizontal di ufuk telah mengelak digantikan oleh sinar mentari yang siap merangkak untuk mendidihkan setiap ubun-ubun di tengah hari.

"Buku? Siap. Alat tulis? Siap. Handphone, siap," Di sebuah kamar bernuansa biru lembut, seorang gadis tampak sibuk memeriksa isi tasnya.

"—penampilan?"

Lantas gadis itu memutar tubuh mungilnya menghadap cermin besar yang langsung menampilkan sosok bak malaikat.

Ia mengenakan sepasang flat shoes hitam berhiaskan pita dibagian atas, kaus kaki putih yang membalut kaki jenjangnya. Rok lipit hitam mencapai atas lutut, kemeja putih, dasi hitam dan blazer hitam. Leher jenjangnya, pipi gembil dan mata bulannya, surai coklat dengan jepit lavender di sisinya. Ah, jangan lupakan poni ratanya dan senyum manis dari sepasang bibir meronanya yang semakin menambah kesan malaikat yang disandangnya.

"Astaga, Hanabi apa kau berniat terlambat di hari pertamamu sekolah? Cepatlah turun, aku akan menunggumu di luar!"

Teriakan dari lantai bawah berhasil membangunkan lamunan gadis mungil itu, Hanabi. Hanabi pun segera bergegas turun.

"Iya Nii-san, tunggu sebentar!"

Dengan terburu-buru Hanabi menegak segelas susu coklat di ruang makan.

"Selamat pagi, Otou-san. Ugh, Tou-san aku merasa Nii-san akhir-akhir ini seperti sedang PMS."
Hanabi mengadu sejenak sedangkan Hiashi hanya terkekeh melihat tingkah kedua anaknya.

"Hanabi."

"I-iya, Otou-san?"

Setelah panggilan datar dari Hiashi, suasana meja makan berubah menjadi tegang.

"Kau menyuruh Katon-san untuk ke bagian barat."

Itu bukan pertanyaan, lebih ke pernyataan.

"Ano ... Tou-san, a-aku hanya minta tolong padanya untuk mengamb—"

Belum usai mengungkapkan alasannya, Hanabi terinterupsi oleh tepukan lembut pada kepalanya.

"Ini ke-dua kalinya kau mencuri asisten Tou-san, Hanabi. Apa kau lupa, hm? Kagoshima memerlukan 16 jam perjalanan, dan itu artinya Tou-san akan kehilangan asisten selama 2 hari, itu pun jika perjalanan Katon-san tidak ada kendala. "

"Ano ... Gomen, hontou ni gomennasai, Tou-san."

Hiashi menatap lembut pada putri kesayangannya yang menunduk sambil meremas jemarinya sendiri.

"Astaga, bukankah Neji sudah menunggumu."

Hanabi lantas menatap wajah paruh baya yang sedang memamerkan senyum lembut.

"Tou-san?"

"Bergegaslah, kau sendiri yang bilang kalau Neji sedang PMS."

Hanabi bahkan tak mampu untuk mengontrol tarikan tak kasat mata di setiap ujung bibirnya setelah mendengar kalimat terakhir Hiashi. Tak ingin semakin membuat kakaknya semakin marah, Hanabi pun mengecup pipi kanan Hiashi yang melanjutkan sarapan yang terinterupsi oleh Hanabi.

"Ini yang terakhir Hanabi, jika kau kembali mencuri Katon-san, Tou-san akan menghukummu. Dan katakan pada Neji, jangan terlalu mengebut."

"Ha'i, Tou-san. Aku berangkat. Jaa."

Hanabi pun melangkah keluar rumah—bukan rumah, tapi mansion Hyuuga—, untuk mengarungi hari sebagai siswi baru di Tokyo National High School.

Hari terus bergulir matahari telah kembali ke peraduannya. Hanya cahaya sebesar kuning telur yang kini menghiasi pekatnya langit.

Dini hari tepat menunjukan sudut 30°. Seperti biasa jika kau melangkah memasuki mansion Hyuuga, saat ini suasananya sangat sunyi, mengiringi para penghuninya mengarungi dunia mimpi. Dingin, jangan lupa merapatkan mantelmu karena malam hari pada musim ini di Tokyo sangat dingin. untuk malam ini kusarankan kau jangan masuk lebih dalam, karena suasananya sangat mencekam, bahkan kau takkan sanggup mengambil nafas barang setitik pun. Puluhan mayat bergelimpangan dengan organ yang berhamburan bagai onggokan daging dalam pembuangan.

Pekatnya aroma darah menusuk penciuman. Berpuluh pasang pantofel melangkah sembarangan menanti perintah selanjutnya dari sang 'Bos' sambil mencari posisi guna menodongkan senjata api ke tempurung kepala seorang paruh baya bersurai coklat yang baru saja terikat di tengah ruangan oleh beberapa kepercayaan sang 'Bos'.

Plak.

"Hik ... lepas, siapa kalian? Tolong ... Tou-san, Nii-san, hik ..."

"Simpan suara sumbangmu itu, Hyuuga."

Suara gaduh terjadi saat sang 'Bos' muncul sambil menyeret paksa surai coklat gadis mungil yang mengenakan dress tosca selutut.

"Tou-san, akh."

Usaha Hanabi untuk membebaskan ayahnya yang terikat berakhir dengan tarikan kasar pada rambutnya.

"Lepaskan dia atau isi dari ini akan berhamburan sekarang juga."

"Nii-san, tolong. Hiks ... Nii-san."

Tanpa terdengar suara derap kaki, Neji muncul dengan menodongkan SIG P250 DCC ke arah surai hitam yang melawan gravitasi.

Sang 'Bos' tak gentar sedikit pun, bahkan kini ia menunjukkan senyum pongahnya.

"Aksi heroikmu sia-sia saja, Hyuuga."

Seseorang bersurai pirang pemilik tiga tanda lahir disetiap pipinya itu menempelkan moncong dari L96 A-1 miliknya pada kepala Neji, yang disusul suara kokangan senjata.

Dalam sekejap pistol dalam genggaman Neji itu terlempar dan disusul tubuh Neji yang tersungkur setelah menerima tendangan keras pada bahu oleh pemuda dengan tampang pemalas dan diikuti dua orang di belakangnya.

"Duduklah. Serahkan saja gadis itu padaku."

Sang 'Bos' pun merebahkan tubuhnya pada kursi tinggi yang dibawa oleh anak buahnya. Setelah sekilas melirik Neji yang kini telah terikat, lantas dengan sigap pria ber-IQ lebih dari 150 tadi menggengam erat kedua lengan Hanabi yang terikat di belakang tubuh mungilnya.

"Jangan menatapku dengan mata yang siap untuk dicongkel keluar, Hiashi."

sosok rupawan itu berucap datar dengan seringai bak dewa kematian.

"Siapa kau? Apa urusanmu dengan keluargaku?" Hiashi berujar rendah sambil berusaha mengontrol amarahnya yang siap meledak kapan saja.

"Kheh," Pemilik mata onyx itu terkekeh sejenak.

"Astaga kau tidak berubah, Hiashi, tapi tampaknya kau sudah pikun. Apakah kau lupa padaku?"

Sosok angkuh itu memamerkan seringai yang semakin lebar.

"Padahal pertemuan tunggal kita benar-benar selalu terkenang dalam memoriku." Dalam sekejap seringai lebar itu tergantikan dengan sepasang bibir yang terkatup rapat tanpa lengkungan berarti.

"Siapa kalian hah? Lepaskan ikatan ini. Dasar menjijikkan, kalian akan tahu akibatnya! Cepat lepaskan, bodoh! Kalian—"

"Maaf ya, suaramu sangat tidak cocok untuk berkicau di dini hari."

Dengan sigap pria dengan surai klimis sewarna malam itu melakban mulut Neji.

"Kau juga mau?"

Tawarnya pada Hiashi yang hanya dijawab dengan menatap tajam semua anggotanya dengan gigi bergemeletuk.

Pria pemilik senyum sarkatis itu lantas menggidikan bahu karena Hiashi tetap tak bersuara.

"Shikamaru!"

Seseorang bersurai yang terikat bak nanas itu menghampiri sang 'Bos' sambil menyeret paksa Hanabi.

"Duduk."

Shikamaru dengan baik menangkap isyarat 'Bos' yang menepuk pangkuannya.
Kemudian dengan kasarnya pria itu memaksa Hanabi untuk duduk di pangkuan 'Bos'.

"Gadis kecilmu cukup cantik Hiashi—" Sosok berkulit pucat itu mengangkat tangannya guna menyisihkan surai lembut gadis pada pangkuannya karena menghalangi onyx-nya untuk menjelajahi paras ayu yang dipenuhi air mata.

"Kira-kira kau akan laku berapa di pasaran?"

"Lepaskan aku, ahh!"

Teriakan Hanabi menggema saat sepasang telapak tangan meremas kasar payudaranya.

"Cukup, kumohon hentikan! Katakan apapun yang kau inginkan. Harta? Uang? Bahkan nyawaku, Tapi kumohon bebaskanlah mereka!" Hiashi berucap dengan menunduk dan suara yang bergetar, lantas disambut dengan seringai lebar dari lawan bicaranya.

"Tentu aku menginginkan nyawamu Hiashi. Astaga, aku hampir lupa. Kita belum berkenalan. Maka izinkanlah aku untuk memperkenalkan diri, namaku Sasuke Uchiha, dan yang di sampingku—"

"Naruto Uchiha—" Seseorang bersurai pirang yang dari tadi hanya mengamati kini maju selangkah sejajar dengan 'Bos' yang baru saja memproklamirkan diri sebagai Sasuke Uchiha.

"Apa nama kami berdua mengingatkanmu akan sesuatu? Kenapa tubuhmu bergetar?"

"Dobe, kau salah. Bukan nama Sasuke atau Naruto yang membuat tubuh tua bangka ini bergetar tapi marga Uchiha yang kita miliki."

Tempo isakan Hanabi kian cepat karena sepasang tangan tak hentinya meremas payudaranya.

Sasuke menghentikan aksinya saat tawa bagai orang gila pecah dalam ruangan itu.

"Uchiha, hahaha. Uhh, sudah lama aku menanti kalian, kalian hanya sekelompok keparat dan bajingan yang brengsek. Hahaha, apa yang akan kalian lakukan—"

"Hentikan—" desis Sasuke tajam.

"Aku bahkan ingat dengan malam itu, yah malam itu! Kalian berdua adalah sepasang anak cengeng hahaha—"

"Kubilang hentikan!"

"Ya, kau lah Sasuke Uchiha yang berasal dari benih pria rakus, angkuh dan pongah. Dari rahim pelacur kegatalan, jalang—"

Untaian kemarahan Hiashi terhenti saat Sasuke bangkit dengan kasar dan melangkah ke arahnya tanpa peduli pada Hanabi yang tersungkur.

"Selain tua bangka yang pikun, ternyata kau juga tuli Hiashi."

Hiasi terkekeh mengabaikan tarikan kasar Sasuke pada rambutnya dan lebih merasa bangga pada dirinya karena berhasil memancing musuhnya.

"Uchiha memang sempurna, ayah seekor tikus, ibu murahan dan kau, hahaha! Apa kau akan membunuhku lalu—"

Blar!

Omong kosong Hiashi terhenti, bahkan bernapas pun tak lagi mampu karena tubuhnya kaku menatap nanar pada isi kepala yang berhamburan yang baru saja meledak tepat di sampingnya, dengan cipratan anyir yang mengenai sebagian wajah rentanya.

Entah kapan Sasuke melangkah untuk membuka dan menutup lakban guna memasukan granat sebesar ibu jari kedalam mulut Neji. Tidak ada yang menyadarinya.

"Neji. Putraku."

"Nii-san ... hik, Nii-san ..."

"Aku suka lantunan tangis dari pelacurmu Hiashi, karena itu lebih merdu dari pada pidato busukmu."

Ruang tamu mansion Hyuuga kini hanya terisi oleh tangisan histeris dari Hanabi yang meronta dari cengkraman Sasuke.

Plak

"Dasar jalang, apa kau hanya bisa berteriak dengan mulut muyang menjijikan itu?" bentak sasuke kasar.

"APA YANG KAU INGINKAN HAH? KAU INGIN BALAS DENDAM? CEPAT LAKUKAN, BUNUH AKU SEKARANG JUGA KEPARAT! URUSAN MU HANYA PADAKU, SIALAN." Hiashi berteriak putus asa.

Sasuke hanya membalas dengan evil smirk yang menyimpan berbagai kelicikan.
Masih dengan seringai, tangan Sasuke merangkak pada celah paha Hanabi.

Sasuke melempar pakaian dalam hanabi tepat di depan Hiashi.

Hiashi balas menatap Sasuke tajam seakan siap untuk mencabik setiap inci dari tubuh Sasuke.

Sedangkan Sasuke kembali pada kursinya dengan menyeret Hanabi yang semakin histeris ketakutan.

"Ketahuilah Hiashi, tiba-tiba saja saat ini aku ingin bernostalgia, ahh, tapi kenyataan membuat posisi kita tertukar. Jadi perhatikan ini, Hiashi!" Sasuke mengahiri ucapannya sambil melepas lilitan sabuknya, dan disusul dengan suara resleting.

"Nii-san, hentikan. Ini sudah cu—" Naruto menepuk ringan bahu Sasuke.

"CUKUP KAU BILANG, APA KAU LUPA APA YANG BAJINGAN INI LAKUKAN PADA KITA, HAH?"

"Tapi—"

"Jangan mencoba untuk menghentikanku, Naruto!"

Satu tamparan berakhir di pipi gembil Hanabi.

"Beruntunglah kau, jalang, karena aku melakukan ini padamu. Meski banyak pelacur yang mengantri padaku dan mereka lebih baik darimu."

Sasuke menampar pipi tembam Hanabi, kemudian memaksa Hanabi untuk mengangkang di atas pangkuannya.

Naruto hanya mampu menghela nafas kasar menatap sendu pada semua tindakan kakaknya.

"Shika."

"Mendokusai na ..." menerima isyarat dari Naruto, Shikamaru langsung memerintahkan pada semua anggota mereka untuk berbalik. Memberi privasi pada sang 'Bos' untuk memulai aksi asusilanya.

"Hentikan itu, brengsek! Jangan mencoba untuk melakukan itu pada putri ku, Uchi—"

"AHH, SAKIT ... LEPAS.. APA ITU HIKS ... KAMI-SAMA ... KELUARKAN, CEPAT KELUARKAN ITU, AAHHH!"

Teriakan pilu Hanabi memecah keheningan malam, bahkan mampu membungkam dan menghantam Hiashi hingga tubuh rentanya bergeter hebat.

Beberapa orang kepercayaan Sasuke hanya mampu menggeleng lemah, meratapi nasib dari bungsu Hyuuga.

Ruangan itu menjadi lebih mencekam, yang hanya diisi oleh rintihan Hanabi. Seringgai Sasuke lenyap seketika digantikan oleh kening yang berkerut setelah miliknya berhasil menembus dinding pertahanan terakhir dari Hanabi.

Perlahan. Sasuke menaik turunkan tubuh ringkih Hanabi dengan kasar. Jika saja ada yang memperhatikan dengan teliti, mungkin akan ada yang menyadarinya, bahwa tubuh Sasuke sedikit bergetar dengan nafas yang tidak teratur. Selang beberapa saat seringai Sasuke kembali bertengger pada paras rupawannya.

"Hiashi, pelacur mu lumayan manis—" Sasuke menjilat jemari panjangnya yang terlumuri cairan putih kemerahan. Sasuke memperlebar tarikan ujung bibirnya.

"Hiashi, untung besar jika pelacurmu ini di—"

Suara tembakan beruntun terdengar.

"BAJINGAN, SIALAN KAU, UCHIHA. BAHKAN NERAKA AKAN MEMUNTAHKAN KALIAN."

Hanya ekspresi datar yang ditunjukan Sasuke, seakan Hiashi hanya menodongkan sebilah sendok padanya. Semua anggota kini kembali siaga setelah 2 orang yang tumbang terkena tembakan acak dari Hiashi.

"Hiashi, turunkan revolver itu. Atau tubuhmu akan berhamburan disini." Naruto yang pertama kali mengokang senapannya dan diikuti oleh semua anggotanya.

"HAHAHAHA ... BUSUK, KAU UCHIHA, KLAN PEMBAWA SIAL, PONGAH, BAJINGAN—"

Sasuke bangkit lalu merapikan penampilannya setelah melepas penyatuannya dengan Hanabi yang sedari tadi masih terisak.

"Uhh ... bahkan aku masih bisa merasakan setiap inci dari pijatannya."

"Ittai... hik ..." lengkingan Hanabi kembali mengalun saat tarikan kasar pada rambutnya oleh Sasuke.

"BAJINGAN, LEPASKAN TANGAN KOTORMU DARI PUTRIKU."

"Kaulah yang kotor, Hiashi."

"LEPASKAN TANGAN MU, UCHIHA, KHE ... AKU BENAR-BENAR MENYESAL KARENA TIDAK MEMBUNUH DUA BOCAH CENGENG 20 TAHUN YANG LALU."

"Tou-san, hiks ... Tou-san" Hanabi terus menggumamkan panggilan untuk Hiashi, hanya sekadar untuk meyakinkan diri. Bahwa sosok yang menggenggam revolver dan berkata kasar di hadapannya adalah ayahnya yang sesalu menjadi teladan hidupnya.

"Yah, dan kau akan mati di tangan kedua bocah cengeng itu Hia—"

"OMONG KOSONG, MATI KAU UCH—"

DOR!

DOR!

DOR!

Gema muntahan peluru dari senapan Naruto diikuti oleh senapan anak buahnya tepat sebelum telunjuk Hiashi menarik pelatuk ke arah Sasuke.

Kemudian Sasuke memberi isyarat untuk menghentikan tembakan.

Bruk.

Tubuh paruh baya itu tumbang setelah terkoyak oleh puluhan timah panas dari berbagai arah.

"TOU-SAN! HIKS, TOU-SAN! LEPASKAN AKU, BRENGSEK. TOU-SAN! KAU BRENGSEK!"

"Ck, jalang."

Sasuke menarik paksa lengan Hanabi untuk menjauhi kubangan merah.

"TOU-SAN ... BRENGSEK, KAU BAJINGAN! TOU-SAN!"

"Dasar jalang. Shika urus pelacur ini."

"LEPASKAN AKU. BRENGSEK, TERKUTUK KALIAN, HIKS ... TOU-SAN, TOU-SAN, HIKS ... TOU—"

"Mendokusai. Sekarang

apa?" Setelah menghela nafas kasar Shikamaru lantas membopong Hanabi yang pingsan layaknya karung beras.

"Sai, kau urus yang disini. Bakar habis, buat seolah kecelakaan, jangan tinggalkan jejak."

"Oke." balas Sai sambil memamerkan senyumannya pada Sasuke.

Dini hari tepat menunjukan pukul 03:00. Sasuke meninggalkan mansion Hyuuga. Range Rover keluaran terbaru tampak melaju cepat membelah kesunyian malam.

=========== TO BE CONTUNUED ===========

Salam salam semua.. (baca: garuk kepala, senyum GeJe) :D

saya masih newbie, dan dengan PeDe tingkat dewa saya mempublis fic yang bisa bikin mata sakit, merah dan berair, segera hubungi dokter. :D

Fic ini udah tersusun di buku dari beberapa bulan yang lalu, dan baru sekarang punya keempatan buat publish. :)

Terima kasih buat Ethernal Dream Chowz yangsudah berbaik hati buat refisi ini. :)

Terimakasih buat reader yang udah berkenan membaca ini, dan mohon bantuannya untuk kritik/saran yang membangun.

.

.

Akhir kata ReView Please. ^-^