Bungou Stray Dogs © Asagiri Kafka & Harukawa Sango
A short drabble dedicated to Akashiki Kazuyuki
Tidak ada kata lain yang lebih tepat menggambarkan seorang Dazai Ozamu kecuali pengkhianat.
Ya. Orang yang sengaja memutar punggungnya, membangun dunia baru dan meninggalkan yang lama.
Berita terburuknya?
Oh, kawan lama kini dipandangnya sebagai musuh. Selalu dihadiahi senyum meremehkan setiap kali berpapasan. Seolah-olah diempas dengan kenyataan bahwa dunia yang ia tinggali sekarang jauh lebih nikmat ketimbang dulu; ketika ia menjadi anjing mafia di dunia bawah tanah. Mereka selalu, selalu bersama. Terjerat dalam hubungan platonis yang memerangkap Akutagawa dalam konflik tak terelakkan.
Yah. Mereka selalu, selalu, dan selalu bersama—
Dulunya.
Sebelum ia mengibaskan ekornya begitu saja di depan hidung Akutagawa, dan pergi tanpa benar-benar mengucapkan selamat tinggal. Tidakkan perilakunya begitu kurang ajar, mengingat Akutagawa mendedikasikan seluruh waktunya demi pria itu?
Demi Dazai, Akutagawa berlatih. Peningkatan abilitas rashomon-nya dibayar nyawa—batuk-batuk itu buktinya, dan tidak juga Dazai melihatnya.
Ia memang tidak pernah benar-benar memandangnya.
Hanya sekali mata mereka bertemu, dan napas Akutagawa bagai diikat kuat-kuat oleh iris dingin Dazai. Ia tercekat. Ia tersedak; namun tidak sekalipun matanya menatap tanah.
Ada ketakutan dalam dirinya, bahwa ketika Akutagawa berpaling, Dazai tidak akan pernah lagi menatapnya.
Ia melangkah. Mendekat. Jatu Akutagawa melompat, namun fokusnya terdistraksi.
"Aku tidak melihatmu berusaha," nada malas Dazai menembus batuknya. Cengiran mengejek itu menusuk dada Akutagawa secara imajiner; ia bisa saja memuntahkan darah kapan saja. "Kalau aku musuhmu, nyawamu sudah habis—"
Tubuh kurus terlempar ke dinding. Akutagawa mengerang. Menahan agoni.
"—tepat di sini."
Lutut Akutagawa membentur tanah. Merintih, menggeram, ia kembali bangkit. Ia ingin marah, meluncurkan rashomon-nya tepat di perut Dazai Osamu—
—namun hal itu tak kunjung ia lakukan.
Memegang kepercayaan bahwa Dazai melakukan ini demi kebaikannya (walau beberapa kali ia ditampar oleh realita), Akutagawa berusaha. Ia berusaha, berjuang, memotong waktu hidupnya sendiri, dan bagai kecanduan berusaha menggapai Dazai.
Seluruh gesturnya, ekspresinya, kedut-kedut pada otot itu seolah berkata: lihat aku!
Tapi, sampai akhir mereka berada di bawah atap Port Mafia, Dazai meninggalkannya dalam keadaan tenggelam.
Dan Akutagawa membenci dirinya sendiri sebab begitu impulsif mencintai Dazai Osamu, pengkhianat itu.
