Venomania - After The Madness

Duke Venomania sudah tak ingat berapa lama dia tertidur. Yang dia rasakan hanyalah luka di dadanya yang masih menusuk. Dia tak bisa menggerakkan anggota badannya, badannya mati rasa.

"Apa aku sudah mati? Semuanya tampak gelap.. Tapi kalau aku mati, tak mungkin aku bisa berbicara sendiri...," gumamnya dalam hati. Dia berusaha lagi untuk membuka matanya, dan berhasil! Entah itu yang kesekian kalinya dia mencoba membuka mata dan akhirnya Duke tahu dia masih hidup. Dia melihat langit2 ranjang tempat tidur yang dikenalnya, tempatnya memadu hasrat dengan para wanitanya dulu.

"Ugh...!," keluhnya sambil menahan sakit di dadanya. Perlahan dia ingat dengan apa yang terjadi. Dia memeluk seorang wanita cantik bergaun biru, tapi kemudian dia terluka dan tumbang.. Dan hal terakhir yang diingatnya adalah wajah Gumina – pujaan hatinya, yang pergi meninggalkannya dengan dingin. Duke pun menghela nafas panjang. Kini seluruh dada-nya ikut sakit, tidak hanya lukanya.

Bangsawan berambut ungu panjang itu mencoba bangun dari tidurnya, dan setelah bersusah payah dia akhirnya bisa bersandar pada bantalnya yang gemuk. Dia melihat bahwa luka-nya telah diobati dan diperban dengan rapih. Aroma obat herbal yang kuat merebak dipenjuru kamar yang gelap itu. Duke menoleh kearah jam besar yang terletak dipojok kamarnya – jam menunjukkan pukul 7 malam. Dia mendapati roti, buah-buahan dan pot air dimeja kecil samping kasur.

Tenggorokannya pun meminta dibasahi, dan tanpa menunggu lama – diminumnya air sebanyak yang bisa ia teguk. Ah, rasanya jauh lebih baik. Duke berusaha berdiri, dan keluar untuk mencari tahu. Berharap seseorang ada. Berharap Gumina ada, Gumina yang kembali, Gumina yang menolongnya. Dia berjalan pelan menyusuri lorong gelap. Biasanya lilin-lilin menjadi penerang, tapi kali ini gelap. Ya, sudah tak ada orang lagi disini. Mana mungkin lilin akan menyala sendiri?

-GRATAK-

Duke Venomania mendengar bunyi sesuatu dari arah ruang utama. Dia bergegas menuju kesana, namun karena badannya lemas, dia hanya bisa berjalan pelan. "Gumina? Gumina, jawablah!," panggilnya – namun tak ada jawaban. Tapi Duke tetap memasang telinga, terdengar jelas suara orang melangkah, lalu berlari menutup pintu.

Duke sampai di ruangan utama. Dia melihat meja panjang tempatnya sering makan malam, sofa tempatnya sering mencumbu wanita-wanitanya. Sekarang sudah tidak ada siapapun lagi. Dia berjalan dan duduk di kursi tengah meja makan itu, pikirannya kosong. Ditariknya nafas panjang, walau tidak membuatnya benar-benar lega. Apa yang telah hilang, tidak akan pernah kembali. Sejak awal, gadis itu juga tidak pernah menyukainya. Cintanya bertepuk sebelah tangan, dan dia tak bisa berbuat apa-apa.

-KRIEET-

Duke segera bangkit dari tempat duduknya karena menyadari ada seseorang yang membuka pintu utama. Dia bergegas berlari menuruni tangga, menuju pintu depan. Sesampainya disana, dia tak menemukan siapa-siapa. Pintu yang sudah tertutup rapat, dibuka olehnya. Tapi tidak ada seorangpun. Hanya malam yang gelap dan pekat, dan deru angin bersahutan. Dalam hati kecilnya ia berharap kalau-kalau yang menolongnya dari kematian adalah Gumina Glassred – Aristokrat yang juga teman masa kecilnya. Duke sangat mencintai wanita mungil itu, tapi sayangnya cinta itu tak pernah bersambut.

Dia menutup lagi pintu besar itu, dan beranjak pelan kembali ke ruang utama. Sekonyong-konyong dia masih bisa merasakan bayangan para wanita berkeliaran mengikutinya, termasuk pula Gumina. Masa itu sudah berlalu. Ia bahkan tidak ingat lagi sudah berapa lama sejak saat semuanya melarikan diri. Tapi Duke menyadari bahwa sepertinya ada yang mengurus dirinya, dia berharap bahwa seorang dari wanita-nya ada sekarang juga, untuk menemaninya..

"Siapapun tidak masalah.. Aku tak ingin sendiri..," rintihnya pelan. Tapi tak ada yang menjawab. Dia hanya bisa melangkah pelan, kembali ke ruang utama dan merebahkan diri di sofa beludru berwarna ungu pekat. Dia menutup matanya dengan lengan kanannya, dan mencoba tidur. Tapi matanya terasa hangat, diikuti butir air mata turun perlahan dari pelupuknya. Yang dia lihat hanya Gumina, wajah gadis itu terbayang begitu dalam. Keinginan untuk bertemu lagi kuat terasa, tapi itu tidak mungkin terjadi lagi.

-BLAM-

Terdengar suara pintu tertutup, cukup keras. Duke segera bangun dari sofanya, dan bergegas turun. Dia mendapati sekelebat bayangan hitam dalam kegelapan. "Siapa itu?," sergahnya sambil menuruni tangga dan mendekati orang berkerudung hitam sebadan itu. Karena gelap dan tertutup kerudung, Duke tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas. "Kamu siapa? Apa maumu?," tanya Duke sekali lagi – tapi orang itu hanya diam dan mundur, hingga akhirnya terpojok ke pintu.

Sekilas, tubuhnya terlihat kecil. Duke Venomania segera membuka kerudungnya – berharap kalau Gumina datang.. Tapi betapa kagetnya dia melihat paras wanita yang dikenalnya. Rambutnya yang panjang tergerai keluar. Meski dalam kegelapan, Duke bisa mengenali wanita itu. Dia Lukana Octo, wanita pertama yang datang padanya. Gadis cantik itu tidak berani menatap padanya, dia hanya menunduk.

Duke tercengang, meski sempat kecewa karena bukan orang yang dia harapkan – tapi tetap memberi gadis itu pelukan erat. "Kamu-kah yang sudah menolongku?," bisiknya pelan, dan Lukana mengangguk. "Kenapa kamu melakukannya?," tanya Duke lagi, tapi gadis itu hanya diam. "Baiklah, simpan itu untuk kamu ceritakan nanti...,"

Duke pun duduk bersandar di sofa ruang yang telah selesai menyalakan penerangan, datang menghampirinya sembari membawa seember kecil air beserta keranjang yang entah apa isinya. "Saya akan ganti perban luka-mu, tuan," ucap Lukana sambil melepaskan perban dan bebat yang ada ditubuh Duke. Begitu semua perban terlepas, terlihat luka tusuk yang cukup dalam, sekiranya sudah mengenai jantung-nya. Tapi entah keajaiban apa yang membuatnya masih hidup.

Dengan sigap, Lukana segera membuka sebungkus obat herbal dan dioleskannya diatas perban baru – dan segera ditempelkan lagi keatas luka menganga itu. "Ukh..!," keluh Duke menahan perih, sakitnya luar biasa. Tapi gadis itu sigap menyelesaikan tugasnya. Diapun beralih membasahi handuk kecil dengan air yang ada dalam ember itu, dan mengusap wajah bangsawan ungu yang masih meringis menahan sakit.

Setelah selesai dengan wajah, Lukana pun membasuh tubuh Duke dengan pelan agar tidak menyakitkan lukanya. Begitu selesai, gadis itu beranjak pergi dan Duke pun membaringkan diri lagi. Dia sibuk memikirkan apa alasan gadis itu menolongnya. Sihirnya sudah tidak bekerja sama sekali, jadi gadis itu pasti melakukannya atas dasar keinginan sendiri.. Sembari menghela nafas panjang, dia berharap seandainya gadis yang dicintainya-lah yang melakukan semua ini..

"Tuan, apa tuan ingin makan sesuatu?," tanya Lukana dari balik lorong gelap dipojok ruangan. Mengingat perutnya belum terisi apapun, Duke mengiyakan dengan isyarat tangan – yang hanya dimengerti wanita-wanitanya dulu. Lukana pun menghilang dalam gelap. Ruang itu kembali sepi, sesekali terdengar Duke menghela nafas.

Selang beberapa waktu – yang terasa sangat lama bagi Duke, terdengar suara langkah kaki Lukana datang diiringi semerbak aroma masakan. Sontak perut pun keroncongan, memaksa Duke untuk bangun dan duduk manis di meja makan. Lukana menghidangkan masakan sederhana – steak ayam. "Mohon maaf, karena keterbatasan bahan.. Saya hanya dapat membuatkan ini..," gumam Lukana sambil menunduk dalam-dalam.

Duke mengusap pelan kepalanya, "Terima kasih. Begini juga tidak apa..," dan mulai makan dengan lahap. Lukana tersenyum simpul, lalu duduk disebelah kanan Duke. "Maaf tuan, bukan saya yang tuan harapkan datang. Tapi semoga tuan baik-baik saja setelahnya," tiba-tiba gadis itu bersuara, dan mengagetkan Duke.

"Kenapa kamu menolongku? Kenapa kamu begitu memperhatikanku meski tahu kamu bukan orang yang kuharapkan?," tanya pria itu sesaat disela-sela proses makannya. Lukana hanya tersenyum kecil, "Bukan apa-apa," sanggahnya cepat, dan dia berdiri dari tempat duduknya, mengenakan lagi kerudung hitamnya. "Saya pulang dulu tuan. Senang melihat tuan sudah siuman.," pamitnya sambil menghilang dalam gelap.

Duke menarik nafas panjang, "Itu bukan jawaban.. Lukana... Kembalilah besok..," gumamnya setelah Lukana tak lagi terdengar berada dalam mansion mewah itu. Setidaknya masih akan ada harapan untuk bertemu Gumina..

Hari pun berganti. Duke terbangun dan mendapati dirinya tertidur di sofa. Badannya terasa tidak nyaman mungkin karena posisi tidur yang salah dan tempat yang tidak nyaman. Sesekali, luka di dadanya masih menimbulkan perih yang menyakitkan, tapi itu bukanlah hal yang mengganggu. Duke segera menuju ruang mandi untuk membasuh wajah. Kesegaran air pegunungan cukup untuk membuatnya segar. Dan setelah kain handuk mengeringkan wajahnya, Duke pun kembali ke ruang utama.

"Selamat pagi, tuan.," sapa seseorang kepadanya. Duke segera menoleh – Lukana! Gadis itu datang lagi, dan dia membawa sekeranjang sayur mayur. "Ah.. Oh.. Pagi..," jawab Duke dengan terbata-bata. Ia cukup terkejut dengan kehadiran gadis itu kembali di mansion-nya. Tampaknya selama dirinya tak sadarkan diri, Lukana sudah mengurus dirinya dan istana kosongnya itu dengan baik. Lukana langsung bergerak menuju dapur dan tidak keluar lagi.

Dipenuhi rasa penasaran, Duke segera mengekori Lukana. Dikepalanya sudah banyak sekali pertanyaan yang harus ia dapatkan jawabannya. Dia mengintip dari celah pintu dapur yang tidak tertutup rapat gadis berambut merah muda itu sedang membersihkan sayuran dan tidak menyadari kehadirannya. "Lukana..," panggil Duke pelan dari luar, mengagetkan gadis itu. Dia segera meninggalkan tugasnya dan membukakan pintu untuk Duke. Tanpa menunggu lama, pria tegap itu segera merangsek masuk dam memojokkan Lukana ke meja.

"Aku punya banyak pertanyaan yang harus kamu jawab.. Tanpa terkecuali..," tegasnya pada gadis itu. Lukana tampak kaget, tapi kemudian dia mengangguk. Duke pun membiarkannya mengatur 2 kursi dapur – ia duduk bersandar pada meja dan Lukana didepannya. "Tuan, apa tuan tidak keberatan kalau saya sambil menyiapkan masakan? Saya kuatir jam makan siang akan segera tiba.," tanya gadis itu sambil mengangkat sayur yang dicucinya dan memindahkan banyak barang ke meja besar itu – dan lalu segera menyalakan tungku dan memasak air dalam panci besar.

"Tidak masalah, tapi kamu harus menjawab semuanya.," jawab Duke tanpa melepaskan pandangan matanya sedikitpun dari gadis itu. Semua yang dilakukannya diamati Duke dengan seksama. Walau hampir tidak pernah mengetahui urusan dapur, tapi sekarang ia tahu, untuk menyiapkan masakan saja, gadis itu sudah sangat sibuk kesana kemari. Begitu Lukana duduk di kursi dan memotong-motong bahan masakan dengan cepat, Duke menyusun pertanyaan-pertanyaan yang ingin ditanyakannya.

"Ah.. Aku ingin tahu, sudah berapa hari aku tidak sadarkan diri?," tanya Duke setelah berpikir beberapa menit. "Hampir 2 minggu, tuan.," jawab Lukana pendek – ia lebih sibuk dengan pekerjaannya. Duke kaget, "Hampir 2 minggu? Bagaimana caramu sehingga aku masih bisa bertahan tanpa makan dan minum? Kamu memanggil tabib darimana?," tanyanya cepat – karena kebingungan.

"Tuan memang sekarat 2 minggu yang lalu. Saya sempat melihat anda, tapi saya lebih memilih untuk pulang. Tapi saya tak bisa meninggalkan anda begitu saja, jadi saya putuskan untuk kembali lagi dengan membawa teman saya yang seorang tabib. Tiap hari saya meminumkan madu dan susu kepada anda, tapi mungkin anda tidak ingat. Anda sering mengigau dan berkeringat hebat dimasa kritis, tapi untunglah seminggu terakhir ini kesehatan anda berangsur membaik. Jadi saya bisa pulang ke rumah.," terang Lukana dengan cepat.

Duke terdiam. Dia tidak ingat apapun. "Apa yang kamu lakukan dirumah? Kamu punya keluarga? Dimana rumahmu?," tanya Duke lagi. "Saya tinggal di Asmodin selatan dan saya bekerja sebagai penjahit. Orangtua saya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Tuan mungkin sudah tidak ingat, tapi Tuan pernah memesan pakaian kepada saya, dan saya mengingatnya sampai sekarang.," papar Lukana sambil memotong daging kecil-kecil. Ia bekerja dengan cepat.

Diingatkan oleh masa lalunya, Duke pun perlahan-lahan mengingat kalau keluarganya turun temurun adalah pejabat tinggi di Asmodin, sebuah kota didaerah tenggara Kerajaan Luciel. Ayah Venomania dulu adalah bawahan ratu Luciel dan menurun hingga kepadanya. Hingga ratu Luciel berganti menjadi seorang ratu kecil berumur 14 tahun yang sangat kejam. Tapi Duke Venomania pintar merayu sang ratu, sehingga hanya kota miliknya yang tidak dihancurkan kerajaan besar Luciel. Dan Duke yang pernah membuat kontrak terlarang dengan setan, ia mampu menarik banyak gadis dari mana saja untuk menjadi istrinya.

Namun suatu hari, seorang pria yang menyamar menjadi wanita datang dan berusaha membunuhnya karena kehilangan kekasih hati yang terpikat oleh pesona Venomania. Sampai disana semua ingatannya seolah terputus, tidak ada yang tersisa kecuali wajah Gumina yang ia cintai – pergi meninggalkannya dengan dingin. Teringat akan itu, Duke merasakan sakit hati yang amat sangat. Tetapi ia tahu, ia mendapat kesempatan lagi untuk mencari Gumina dan menyampaikan isi hatinya.

Duke pun teringat akan sesaat sebelum ia mencari kekuatan untuk memikat wanita, dia pernah melakukan kunjungan ke daerah Asmodin selatan, dan dia baru teringat mampir di toko penjahit lalu memesan pakaian disana. Dia menatap Lukana, "Aku ingat, aku memesan setelan jas ungu pertamaku padamu.," ucapnya sambil memperhatikan gadis itu. Lukana menoleh padanya dan tersenyum.

"Satu hal lagi, kenapa kamu melakukannya?," tanya Duke tanpa menunggu lebih lama. Lukana berdiri dari tempatnya duduk, segera melanjutkan proses memasak. "Kalau ditanya kenapa, aku tidak tahu harus menjawab apa, Tuan. Aku hanya tidak bisa membiarkan seseorang tewas didepan mataku. Apalagi tuan tanah yang pernah memesan padaku.," jawabnya sambil menyibukkan diri dengan memasak.

Bangsawan itu mengangguk. "Lukana, apa kamu tahu dimana keluarga Glassred berada sekarang? Apa mereka masih tinggal di Asmodin?," tanya Duke cepat. Gadis itu menggeleng, "Keluarga Glassred sudah pindah ke Mammona seminggu yang lalu, tuan. Dan tidak ada kabar lagi.," jawabnya. Duke menghela nafas. Mammona? Itu sangat jauh dari sini, perlu waktu 5 hari perjalanan dengan kereta kuda dan itu belum termasuk waktu istirahat.. Gumina kenapa kamu pergi begitu jauh? Apa kamu benar-benar membenciku?

"Mungkin kalau sudah sehat, aku ingin pergi ke Mammona. Ada urusan dengan keluarga Glassred. Lukana, kalau saat itu tiba, maukah kamu menemaniku? Aku tidak punya siapa-siapa lagi, aku hanya bisa berharap padamu.," pinta Duke berharap. Gadis itu tidak menjawab, tapi mengiyakan dengan anggukan kepala.