Suara lenguhan dan desahan wanita itu mengakhiri hubungan badan antara dirinya dan seorang pria, dia memejamkan kedua matanya saat menerima sebuah kecupan di dahinya.
Kedua kelopak matanya terbuka, menatap sinar lampu berwarna kuning terang.
"Sudah berapa lama?" Gumam wanita itu, dia tak bergerak sejak hubungan badan itu selesai.
"Kurasa ... sudah lama sekali," kedua kelopak matanya kembali menyembunyikan iris sewarna daun muda itu.
Haruno
.
.
.
A NARUTO FanFiction
With standart disclaimer applied
.
.
.
.
.
Mature for Save ll Drama ll Hurt/Comfort ll Romance ll Alternative Universe (AU) ll Out of Character (OoC) ll Typo ll DLDR! ll Etc.
.
.
.
.
.
.
.
Enjoy!
"Sakura ...?"
"Sakura Onee-san ...?"
"Doko ...?"
Sosok gadis berhelaian merah menatap sosok wanita dua puluh tahun yang tengah terpejam di atap sebuah bangunan. "Yappari, kau ada di sini? Apa yang sedang kau bayangkan?" Gadis itu berjalan keluar jendela dan duduk di samping wanita yang berbaring itu. "Hn, langit," ujar wanita itu pelan.
"Eh ...?!" Gadis itu menatap Sakura dengan tatapan polosnya. "Seperti apa langit itu?" Tanyanya polos.
"Berwarna biru dengan kapas kapas yang terbang di atasnya. Kapas kapas itu lebih besar dari yang pernah kau lihat dan itu di sebut awan," kedua kelopak mata wanita itu terbuka. "Awan?" Wanita bernama Sakura itu menatap gadis di hadapannya.
"Ak masih tak mengerti," gerutu gadis itu, Sakura tersenyum tipis dan mengusap pelan helaian merah sepundak gadis itu. "Kau akan tahu saat kau keluar dari kota ini, Yuka."
"Tapi kita tak boleh pergi dari kota ini bukan? Di luar sana bisa saja perang masih terjadi,"
"Aa, kurasa kau benar," gadis yang dipanggil Yuka itu menatap Sakura. "Sebaiknya kau segera kembali jika tak ingin kehilangan makan malam milikmu Sakura," gadis itu berdiri dan menuju jendela untuk masuk ke dalam bangunan itu. "Tentu," jawab Sakura pelan.
Pandangannya beralih dari jendela ke apa yang ada di atasnya. Langit langit yang tak pernah Sakura harapkan untuk dilihatnya.
Mungkin dia akan menerima jika seandainya mereka memang diungsikan kemari tapi Sakura benci saat dirinya tak menyadari dengan cepat, bayaran untuk perlindungan.
Hal itulah yang membuatnya menjadi seperti ini, dan dia membencinya.
Dia ingin segera pergi dari tempat ini, dia tak peduli akan perang saudara di atas sana. Dia hanya ingin hidup seperti yang dulu.
Sakura baru saja kembali dari atap, mengabaikan tatapan sesama 'pelayan' lainnya yang menatapnya tak suka.
"Sakura! Kau ke mana saja, ada beberapa dari mereka yang datang kemari, mereka harus kembali karena kau tak ada di sini tapi mereka menitipkan hadiah untukmu." Sosok wanita tua dan berpakaian terbuka itu melirik tumpukan kotak hadiah yang tertuju padanya, Sakura hanya memasang wajah datar. "Dan Shou-sama juga datang tadi, kau tentu tahu jika dia pergi keluar beberapa waktu lalu. Dia menitipkan ini padaku," wanita tua itu memberikan Sakura sebuah kotak berukuran sedang.
"Terimalah untuk yang satu ini," dan wanita itu pergi meninggalkan Sakura. "Sakura Onee-san ! Bolehlah coklat ini untukku," Yuka melambaikan satu bungkus coklat batangan pada Sakura dan Sakura mengangguk. "Ambillah semuanya, aku tak memerlukannya," Sakura pergi ke lantai atas dan tak menghiraukan bisik bisik yang semakin terdengar keras.
Sakura baru saja membuka kotak itu, sebuah gaun berwarna biru laut serta sebuah ikat rambut yang berwarna sama dengan gaunnya.
Kau akan terlihat manis saat menggunakannya
Sakura membaca surat yang terdapat di atas gaun yang terlipat itu, Sakura mengambil gaun itu dan Sakura terkejut saat melihat apa yang menjadi alas gaun terlipat itu.
Aku tahu kau selalu ingin melihat langit di luar sana, kurasa jika membawakanmu sebuah lukisan itu tentu tak akan membuatmu puas bukan?
Malam ini aku pergi bersama dua pertiga pasukan di kota ini, kau tentu mengerti maksudku bukan, Sakura?
Kuharap aku bisa melihatmu menggunakan gaun dan ikat rambut itu.
Semoga kita bisa bertemu kembali Sakura.
Selamat menikmati kebebasanmu Sakura.
semoga kau berhasil
Sakura menatap sebuah peta pemberian dari pria yang dua tahun lebih tua darinya itu, tatapannya menajam dan begitu waspada.
Kedua maniknya memperhatikan dua sosok penjaga gerbang keluar, dia telah membuat pingsan beberapa penjaga dan membunuh sebagian, kedua tangannya memegang belati yang siap dia lemparkan pada dua sosok itu.
Brak
Trang
Kedua belati itu jatuh di bawahnya, seseorang mencengkram kedua lengannya di belakang tubuhnya. "Kami sudah menangkapnya!" Teriakan itu mendatangkan banyak penjaga lainnya,Sakura mencoba melepas kedua lengannya dengan menginjak kaki kanan seorang penjaga di belakangnya dan di saat yang bersamaan kaki kirinya menendang pria itu dari belakang.
Saat dia berlari, seseorang menari lengannya dengan kencang dan mendorong lututnya agar dia berdiri dengan lututnya, dia mencoba menggerakkan tubuhnya tapi kaki penjaga itu menahannya untuk bangun.
Para penjaga mengelilinginya dan melepas kain yang digunakannya sebagai penutup wajah, helaian merah mudanya di tarik ke belakang dengan paksa membuatnya mendongak menatap sosok yang sering didengar telinganya namun tak pernah ditemuinya. Sosok penguasa kota bawah tanah ini.
Seorang penjaga nampak berbisik pada sosok itu. "Hn, lakukan."
Kedua irisnya bertemu pandang dengan kedua iris kelam milik pria itu. "Tunggu, lakukan saja hal itu," dan setelahnya pria itu berbalik bersamaan pukulan yang kuat terasa di tengkuk Sakura.
To Be Continue
Akhirnya, jatah terakhir sudah di Update :) sedikit sulit saat menuliskan scene dimana Sakura tertangkap dan ini masih pendek saya tau :( saran, kritik dan tanggapan lainnya saya tunggu di kolom manapun.
See you in next chap :)
Dilla Riri
