Characters :

Prussia (Gilbert Beilschmidt); Egypt (Gupta Muhammad Hassan);Turkey (Sadiq Adnan) ; Greece (Heracles Karpusi)

Spain (Antonio Fernandez Carriedo); England (Arthur Kirkland)

Declaimer:

Tidak memiliki apapun dari The Real Hetalia

Note :

Tidak mengambil setting tempat sebenarnya. Cerita asli fiksi dan OOC , tidak lepas dari Typo (akan saya usahakan menghilangkannya)

Human-AU

Harem-Gilbert

Warning:

Rating : M

Untuk kedepan fic ini akan diwarnai sesuatu yang di sebut dengan shonen-ai atau yaoi. Tolong camkan warning ini sebelum membaca.

Summary:

Gilbert melarikan diri dari tempat perbudakan dan bertemu dengan Hassan bersama kedua kakaknya: Sadiq, dan Heracles.

Mereka semua memiliki masa lalu yang kelam, dan akhirnya memutuskan untuk berkelana bersama, menyusuri negeri padang pasir yang keras dan juga kejam.

Tentu Gilbert tidak akan selalu bersama dengan mereka, dia hanya akan bersama dengan mereka bertiga sampai dia menentukan tujuan hidupnya dan yang lebih penting lagi adalah menemukan adiknya.

Note 2:

Bold; OXO and ... meant flashback

ENJOY : )


Ch 01 : The Beginning

Langit malam di gurun pasir begitu indah. tak ada yang menghalangi sinar kerlap-kerlip permata yang berserak di kegelapan. Hassan, pemuda yang berkelana bersama kedua kakaknya; Sadiq dan Heracles— memperhatikan langit malam, kulitnya yang berwarna coklat hasil terbakar matahari; bisa merasakan dinginnya suhu malam ini.

Mereka ada di Merkaz. Benua yang dipenuhi oleh padang gurun yang kering

Hassan berjalan tanpa memperhatikan sekeliling, kepalanya terus mengadah ke atas melihat bintang di atas sana— dia mulai bertanya-tanya apakah di tempat lain, bintang juga sebanyak ini?

Mereka berada di tempat yang sama sekali tidak menarik. Padang gurun, sepanjang mata memandang hanya bisa melihat pasir dan pasir, keindahan tempat ini hanya terletak pada bintang malam yang begitu terang— dia mulai bertanya lagi apakah di tempat lain, bintang juga bersinar seterang ini?

Bagaimana keadaan di negeri lain? Konon, aku mendengar kalau di Sever; hampir setiap saat turun hujan es bernama salju. sedangkan di Sur udara selalu hangat bersahabat, tanahnya subur dan penduduknya ramah dan santai.

Hassan adalah pemuda yang mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan juga keberanian. Karena itulah dia ikut berkelana bersama Sadiq dan Heracles, untuk mengatahui jawaban dari semua pertanyaannya. untuk mengetahui kebenaran yang dia dengar dari pedagang perbatasan.

"hei Hassan" pemuda berambut coklat dengan kulit olive menegurnya "kau bisa tersandung" ujarnya. Dia adalah Heracles, kakak keduanya itu selalu membawa tongkat atau lebih tepatnya salib yang besar. Sementara kakak pertamanya Sadiq; pria besar berkulit gelap yang suka menutupi matanya dengan topeng— itu karena dia terkenal...katanya

"hahaha...seperti biasa dia pemikir yang keras" tambah Sadiq seraya meletakkan tangannya di pundak Heracles "kau masih ingin mengelilingi dunia huh" tapi dia berbicara pada Hassan

Hassan tersenyum simpul pada kedua kakaknya lalu menjawab "jika ada kesempatan"— tapi sebelum itu, dia akan menjelajahi benua tengah ini—sebutan lain dari padang gurun— dia akan membantu Heracles menemukan peninggalan ibunya, yang seharusnya di berikan olehnya. namun entah bagaimana peninggalan itu menghilang.

Sementara Sadiq, entah apa tujuan pria besar itu berkenala— saat ditanya Sadiq menjawabnya dengan; tentu untuk mendapatkan hati Heracles— ah maksudku membantunya!

Kelihatannya dia tergila-gila dengan Heracles, meski mereka sering berdebat.

Mereka bertiga bukan kakak-beradik sungguhan hanya saja. Ini ide si Sadiq agar hubungan mereka—sesama teman perjalanan—semakin dekat. Hassan setuju saja semenjak dia yang paling muda dari mereka bertiga, sementara Heracles tentu dia tak menerimanya begitu saja (mulanya). namun akhirnya mereka terjebak dengan sebutan saudara ini, dan akhirnya Heracles menyerah.

OXO

Akhirnya, sesuai perkiraan. mereka sampai di ibukota Layl— tempat yang tak pernah tidur. Meski sudah larut malam, orang masih berlalu-lalang menikmati segala kemewahan, dan keasyikan yang ditawarkan kota Metrapolit negara Cariq— menurut peta yang mereka beli di kota sebelumnya, komplek ini penuh dengan penginapan.

Melipat peta "banyak pengelana dan pedagang yang bersinggah kemari" Sadiq berkata, tidak pada siapapun, dia hanya menikmati keramaian "khususnya pedagang budak!" tambahnya lalu menoleh pada kedua saudaranya sambil nyengir.

Heracles menghela nafas panjang "jika kita beruntung" ujarnya "kita sepakat untuk tidak terlalu serius mencarinya bukan?"

"eh~ tapi penghargaannya besar" pandangan Sadiq beralih ke Hassan "bagaimana menurutmu?" tanyanya pada saudara yang paling muda "kita butuh uang!"

Hassan tidak langsung menjawab, manik emeraldnya berputar sekeliling lebih dahulu untuk membaca situasi. Akhirnya dia mengangguk pelan "hmm...kita butuh uang" dia setuju pada Sadiq "Heracles, kita bisa meluangkan waktu kan?" ujarnya dengan nada bertanya, berusaha membujuk Heracles

Pandangan tanpa ekpresi Hassan. Selalu mamaksa Heracles untuk mengalah, dia bersyukur anak itu ikut bersama. kalau hanya Sadiq yang menemaninya dia akan selalu berpikir untuk melawan gagasan pria itu meskipun pria dengan kepribadian konyol –di matanya— itu berusaha untuk berpikir logis

"baiklah...tapi ada waktunya untuk kita menyerah" ujarnya "apalagi...sebenarnya siapa budak ini? kenapa bajak laut West dan Sur mencari dirinya. Sampai—" Heracles tertegun, begitu juga Hassan dan Sadiq.

Di kota sebelumnya— tepatnya di Albadi. Mereka membaca surat kabar. betapa terkejutnya mereka saat mengetahui kalau kampung halaman mereka; Kipos dan Harabe, kota kecil negara Kyros (negara berkembang yang terletak di perbatasan sisi barat benua Merkaz)

Bajak laut West, yang di pimpin oleh kapten Arthur mengobrak-abrik kota Kipos, sambil meneriakkan perang pada Kyros. Sementara bajak laut Sur yang dipimpin oleh Antonio membuat warga Harabe cemas, dengan membawa pasukannya berkeliling kota ,dan mengeledah rumah— kedua tokoh itu mencari dan menyalahkan orang-orang Kyros atas hilangnya orang tersebut. Para pemimpin tidak mengerti apa yang membuat kedua tokoh seperti mereka berbuat demikian— apalagi untuk seorang bajak laut menantang sebuah negara, bukannya itu...aneh?

"pasti budak itu sangat penting bagi mereka" tambah Hassan "mungkin dia diculik lalu dibawa ke Merkaz. Umm..tapi kenapa mereka menyalahkan Kyros?" mengaruk pipinya sendiri, dia cemberut memikirkan pertanyaannya sendiri.

"Kyros negara kecil dan terlalu miskin untuk membeli budak" tambah Heracles "atau mungkin. Orang bar-bar itu hanya mengetahui setengah rute penculikan lalu seenaknya menuduh Kyros?" tebaknya

"akan lebih normal kalau menduga budak itu ada di Cariq" Sadiq menambahkan—Mereka bertiga berbelok, mengikuti arahan dari peta yang di bawanya "atau mungkin—" kalimatnya terhenti, begitu juga langkahnya.

Heracles dan Hassan mengetahui alasannya— tidak jauh dari mereka, berkerumun beberapa laki-laki, diantaranya setengah mabuk.

Seorang gadis dengan gaun putih yang tipis, berusaha menutupi rambutnya dan juga wajahnya dengan sehelai kain merah cerah yang besar. Perempuan itu berusaha melepaskan tangannya yang tertangkap salah satu pria yang menggodanya. Dari balik kain merah tersebut, lengan gadis itu terlihat jelas. Kulitnya putih pucat, bisa dikatakan Albino dan terlihat sangat halus.

Dia bukan orang Merkaz, Jika harus menebak mungkin dia orang bagian Sever atau West.

"ah!" perkiraan kalau gadis itu berasal dari West, membuat Hassan bergerak. Tanpa pikir panjang dia mendekati gerombolan itu lalu menarik gadis itu kearahnya.

Heracles megedipkan matanya beberapa kali dengan datar, sedangkan Sadiq malah bersorak untuknya "wow!"— gerakan selanjutnya yang dibuatnya adalah, menarik gadis itu untuk lari bersamanya. Hassan tidak perlu melihat dua kali kalau orang-orang itu marah padanya karena telah mencampuri urusan mereka.

"jarang dia bertindak tanpa pikir panjang" oceh Sadiq lalu ikut berlari. Heracles tidak mengatakan apapun dan hanya mengikuti kedua saudaranya.

...

Untung selama pelarian, mereka melewati sebuah penginapan. Langsung saja mereka masuk dan memesan sebuah kamar, tentu hanya sebuah— mereka tidak sekaya itu untuk memesan dua kamar dalam semalam.

Ruangan yang mereka dapatkan tidak luas, tentu juga tidak mewah. Namun cukup untuk menampung mereka berempat—Di tengah ruangan, terdapat lilin berukuran sedang guna menerangi; di dekatnya ada sofa yang empuk, meski tidak dalam bentuk yang sempurna; di pojok kiri ada satu ranjang, cukup untuk dua orang dewasa; lantai batu yang dingin, jangan ditanya untuk gurun pasir lantai tak mungkin selalu bersih dari debu; untuk mempernyaman diberikan karpet kasar terbuat dari bulu binantang.

Jujur saja, mereka cukup puas dengan ruangan yang mereka dapatkan.

"kau tidak apa-apa?" Hassan menanyai gadis itu dengan lembut. Si perempuan mengangguk pelan, masih menutupi wajahnya dengan kain merah. yang bisa di lihat mereka bertiga hanya bola mata indah berwarna merah Ruby yang menyala.— Sadiq sudah membayangkan betapa cantik paras gadis itu, Heracles tidak peduli. sementara Hassan, dia membayangkan sih...paras gadis itu; namun bukan itu yang menjadi pokok pikirannya sekarang.

"kau bukan orang Merkaz bukan?"

"...kau melihat kulitku" jawab gadis itu sangat lirih, hampir tak terdengar

Jawaban tersebut sudah cukup untuk mereka bertiga. Jika gadis itu tidak ingin mengumbar tentang identitasnya hanya ada satu kemungkinan "kau budak?" tanya Heracles langsung tanpa segan

Gadis itu menoleh ke Heracles, dia tidak mengatakan apapun dan mulai mendekati Hassan yang berdiri di depannya "maaf" gumamnya "aku yang awesome ini harus memakai cara kotor seperti ini" dia terus bergumam, tapi tak ada yang bisa mendengarnya, maupun membaca gerak bibirnya dari balik kain merah.

Tiba-tiba saja. Sebilah belati sudah berada di leher Hassan— gadis itu menyusup ke belakang dan dengan cekatan dia sudah memposisikan belati agar mudah memotong pita suara si pemuda, yang lebih tinggi darinya beberapa sentimeter "meskipun aku budak. Aku terlatih" sementara tangan kanannya memegang belati, tangan kirinya membuka kain merah "ah...dan juga, aku bukan perempuan"

Dengan terjatuhnya kain merah. Kini wajah sang budak terlihat jelas— benar, dia adalah laki-laki. Pemuda yang masih belia sekali, bahkan lebih muda daripada Hassan— rambutnya perak, terlihat indah saat lilin ruangan menyinarinya. matanya yang semerah darah, menatap kedua laki-laki yang lebih tua darinya dengan tatapan tajam dan curiga "aku tidak meminta apapun, biarkan aku pergi" ujarnya. Di balik ketegasan raut wajahnya ada guratan tipis yang sebenarnya memelas pada mereka "untuk bisa lari dari rumah besar itu...sudah banyak orang yang kubunuh" suaranya mulai bergetar.

Hassan yang di dekap si Albino bisa merasakan, tangan remaja itu bergetar. dan juga belati yang dia genggam melonggar. Ini kesempatan untuknya, mendorong orang yang mengancam, tapi dia tidak melakukannya. Dia lebih memilih untuk mendengar budak itu berbicara "aku tidak tahu bagaimana hukum di sini berlaku. Tapi aku tahu setidaknya...aku tidak akan hidup jika aku tertangkap"

"—aku berterima kasih padamu karena telah menolongku dari orang-orang tadi— uhuk!" manik merah si albino melebar. Sudah berapa lama dia berlari, tanpa memperdulikan kesehatannya?— tanpa sadar dia menjatuhkan senjatanya, kakinya terlalu lemas untuk berdiri. Tak kuasa menahan keseimbangannya dia terjatuh, untuk beberapa saat dia masih bisa mengingat wajah adiknya;

Wajah adiknya yang dia tinggalkan di balik semak, setelah itu mengorbankan dirinya dengan ikut orang-orang yang telah membakar rumahnya, membunuh keluarganya.

Setelah itu dia kehilangan kesadaran dan pingsan. Dia bahkan sudah tak bisa merasakan dinginnya batu atau kasarnya karpet kulit binatang— meskipun salah seorang yang berada di ruangan itu menguncangkan tubuhnya. Itu semua tak berguna, kesadarannya telah menghilang total— total sampai membuatnya merinding, apakah ini ajalnya?

...

"kasihan..."

Sadiq mengangkat tubuh si albino keatas sofa hijau tua yang sudah usang, dan memiliki beberapa tambalan pada sandarannya. Pria itu menghela nafas, sungguh bersimpati pada si budak "siapapun beritahu aku. Ini kesialan atau keberuntungan?" tanyanya tidak pada orang yang pasti. Namun di ruangan ini sekarang hanya ada dia dan Heracles.

Heracles membawa seteko air dan gelas, lalu diletakannya di meja kecil di dekat sofa "...kita tidak tahu apakah benar dia yang membuat kerusuhan di barat" ujarnya sambil menuang air "jadi kita tidak tahu. Ini keberuntungan atau kesialan" dia memberikan segelas air pada Sadiq lalu mendapatkan tatapan tajam yang seolah bertanya untuk apa? dia memberikan air itu padanya.

"dia dehidrasi, bantu dia minum"

"ha? Dalam keadaan begini, bagaimana bisa dia minum?" mengangkat salah satu alisnya Sadiq melontarkan pertanyaannya. Heracles cemberut padanya dan melihatnya seolah dia adalah orang ter-idiot yang pernah ada "apa?" pria besar itu mengerutkan dahinya "aku tak akan melakukannya...mungkin, jika dia seorang perempuan..."

"aku tidak ingin mendengarnya dari pria yang setiap hari berusaha mencuri ciuman dariku" ketus Heracles lalu melepas jaket coklatnya dan menaruhnya diatas ranjang "pak tua mesum"

"hei!" protes Sadiq "i—itu kan...aku hanya melakukannya karena itu kau!"

"Sadiq..Heracles" Hassan berdiri di ambang pintu sambil membawa sebaskom air untuk mengkompres "apa yang kalian ributkan?" tanyanya lalu melangkah masuk, setelah memastikan tak akan ada yang membuatnya menumpahkan air

Belum sempat keduanya menjawab. Manik emerald Hassan menangkap gelas berisi air yang di bawa Sadiq "kalian..." dia memicingkan matanya "dia dehidrasi!" serunya "jangan katakan kalau kalian belum memberinya air"

Tanpa mengatakan apapun lagi. Hassan meletakkan baskom di sebelah teko lalu menyaut gelas tersebut dari tangan Sadiq dan meneguknya. Tanpa menelannya dia menahan air tersebut di mulutnya— lalu menyalurkan air itu ke mulut albino. Tentu dia juga harus memasukkan lidahnya untuk memperlancar. Untungnya pemuda itu mau menelannya— setelah Hassan melakukannya beberapa kali. Warna wajah si albino lebih baik daripada sebelumnya.

Sadiq dan Heracles tertegun melihat adegan barusan. Ini normal, pertolongan gawat darurat, seperti ini. hanya saja keduanya cukup terkejut Hassan, pemuda yang selama ini tidak tertarik pada siapapun— meski dia begitu haus akan pengetahuan dunia— tertarik pada budak berkulit Albino tersebut.

Setahu mereka Hassan tak pernah menolong siapapun, sampai sejauh ini. namun sekarang, anak itu menghela nafas lega karena seseorang. rasanya tidak mungkin jika alasannya karena uang, karena belum pasti kalau pemuda asing itu adalah orang yang dicari Arthur dan Antonio.

"...Gilbert Beilschmidt" tiba-tiba Hassan menyebutkan sebuah nama "itu nama budak yang dicari" tambahnya lalu menoleh pada kedua saudaranya "jika memang orang ini adalah dia apa yang harus kita lakukan?" tanyanya santai sambil melepas penutup kepalanya "mungkin kedua kapten itu saudaranya...atau sesuatu seperti itu"— selalu seperti itu, dia menyembunyikan perasaan aslinya dengan baik, dibalik wajahnya yang datar. Namun untuk Heracles dan Sadiq, yang sudah bersamanya selama satu setengah tahun. anak itu sedang kecewa— kecewa karena ada kemungkinan dia harus mengembalikan si albino ke tempatnya.

Bersamaan dengan Hassan berdiri, Sadiq mendekati Heracles yang duduk di pinggir kasur, lalu duduk di sebelahnya "maa...berurusan dengan bajak laut bukan urusan yang sepele" ujarnya "maka karna itu kau bilang, kita tidak perlu berusaha untuk mencarinya bukan?" menepuk puncak kepala Heracles, dia berujar "tapi...bagaimana menurut kalian?"

"melepaskannya atau membawanya kembali ? Itu berarti kita harus kembali ke perbatasan barat" lanjutnya

OXO

Sinar terik matahari begitu menyilaukan bagi matanya yang baru terbuka. Mengerang, dia mengeliat memutar tubuhnya untuk menghindari sinar. Untuk beberapa saat dia tidak sadar kalau dirinya sedang berada di sebuah penginapan, dan seorang laki-laki tertidur di sebelahnya dengan meletakkan kepalanya di pinggir sofa.

Sampai beberapa menit kemudian dia memutuskan untuk bangun. Dia duduk lalu menyadari keberadaan Hassan— dari pada bertanya; bagaimana bisa laki-laki itu di sini?. Dia lebih memilih untuk menyentuh pipinya sendiri dan berseru aku masih hidup! di dalam hati.

Ingatan kemarin muncul dalam benaknya." Oh ya...kemarin dia menolongku" gumamnya "dan...aku malah menodongkan pisau padanya" mengusap wajahnya sendiri, dia merenung. Apakah menjadi budak membuatnya tidak tahu berbalas budi?

Hassan yang merasakan gerakan, terbangun. Dia tersenyum kecil lalu bertanya "kau sudah bangun?" hanya pertanyaan basa-basi, tanpa dijawab juga sudah tahu bukan. kalau pemuda albino itu sudah siuman.

Si albino mengangguk, rupanya dia masih enggan untuk berbicara— Hassan mengerti itu, sebelum dia bertemu dengan kedua saudaranya dia juga seperti itu. Enggan untuk berinteraksi dengan penolongnya, karena telah berbuat jahat pada mereka. tapi berbuat demikian untuk nyawanya sendiri.

"...Gilbert bukan?...namamu" Hassan bertanya lagi

"bagaimana kau tahu namaku?" dari pada menjawab, Gilbert malah memberinya pertanyaan. namun Hassan tak membalas, hanya memandangnya "..mak—maksudku, ya...namaku Gilbert, Gilbert Beilschmidt" segera dia mengkoreksi

"kau terkenal" balas Hassan,akhirnya "kau yang membuat negara Kyros ketakutan" tambahnya. Melihat ekpresi Gilbert yang kebingungan, dia juga tidak menyalahkan. Mana mungkin seseorang, hanya satu orang. bisa membuat sebuah negara ketakutan?

"Arthur dan Antonio mencarimu" jelasnya "sebenarnya kau ini siapa? Sampai mereka berdua mendeklarasikan perang hanya untukmu?" tanyanya. Manik Ruby Gilbert melebar saat mendengar nama kedua bajak laut, dia tetap tutup mulut, meskipun Hassan menunggu jawabannya

Tidak menunggu lagi. Pemuda padang pasir itu kembali menjelaskan " pemerintahan Ratna...itu kota pusat Merkaz. Memberi imbalan yang sangat besar untuk orang yang menemukanmu" katanya "kalau sampai Arthur yang keras kepala itu mulai menyerang...ini akan menjadi permasalah internasional"

"aku tidak ingin kembali" akhirnya Gilbert bersuara "tapi...aku yang awesome ini akan bertangung jawab" katanya "aku akan menghentikan mereka. yah...terutama si bodoh Arthur, dia sangat merepotkan" memeluk kedua kakinya, dia menatap manik emerald Hassan dalam-dalam " kau akan mendapat hadiah itu, jika kau mengantarku bukan?" tanyanya sambil tersenyum simpul

Ini pertama kalinya si pemuda Albino tersenyum. Perut Hassan merasa geli, rasanya ada kupu-kupu yang berterbangan di dalamnya "aku dan kedua kakakku bersedia mengantarkanmu" balasnya, juga membalas senyuman simpul tersebut.

...

"nih"

Sadiq datang sambil membawa sebuah mantel panjang berwarna coklat tua, yang hampir mendekati hitam. Pria besar itu melemparkannya pada Gilbert yang tengah duduk di pinggir kasur "kau mencolok, setidaknya kau harus menutupi kulit itu" ujarnya lalu duduk bersila di lantai batu "ah...kau juga membutuhkan ini" tambah Heracles seraya memberikan topi berwarna putih tulang.

Menerimanya –"terima kasih" ucap Gilbert malu-malu lalu berdiri. Siapa sangka kedua saudara Hassan begitu cepat menerimanya "aku akan membuat Arthur dan Antonio memperbaiki kota kalian"— mereka memberinya kaus putih polos dan jean hitam, lalu sekarang membelikannya mantel dan topi.

"ah..tidak masalah" sahut Sadiq ringan "memang kedua kota itu tempat kami berasal. Tapi tidak ada perasaan khusus pada tempat itu" ujarnya "tempat itu seperti neraka bagi kami"

Entah tidak suka atau hanya kebetulan saja, Hassan mengganti topik "ah...di tempat pertama. Kenapa kau memakai pakaian seperti ini?" tanyanya sambil memungut gaun panjang yang dikenakan pemuda albino sebelumnya

Gilbert tersenyum masam pada pertanyaan tersebut, namun dia tetap menjawabnya "itu hobi si tuan tanah" terangnya "Abdullah, jika kalian mengenalnya...dia membuatku menjadi bonekanya"

Pupil ketiga saudara itu melebar. Untuk beberapa menit tak ada satupun yang bergerak maupun membuat suara, membuat Gilbert memiringkan kepalanya, kebingungan "kenapa?" tanyanya apa aku mengatakan sesuatu yang aneh? Pikirnya— baiklah, mungkin bagian boneka yang aneh.

"Albadi...sebelumnya kau berada di kota Albadi" tunjuk Sadiq, dengan wajah pucat " bagaimana bisa kita tidak bertemu!?— ah yang lebih penting lagi, kau malah menjauh dari Kyros!" ucapnya terburu-buru

Kelihatannya Gilbert tidak kaget atau panik mengetahui kalau dia menjauh dari—setidaknya mereka pikir— kawan-kawannya

Dia tetap tenang memakai mantelnya "oh, ditempat pertama aku tidak berniat untuk kembali kesana" katanya "aku mencari adikku"ungkapnya sambil tersenyum namun manik merahnya itu terlihat sendu "aku mendengar dia berada di daerah timur...kemungkinan terburuknya kalau dia juga dijadikan budak"

"kau dan adikmu dibawa bersama?" tanya Hassan

mengeleng pelan Gilbert menjawab"...tidak" dia selesai memakai mantelnya lalu memasukkan topi ke dalam sakunya, dia akan mebutuhkannya selama perjalanan "aku menyuruhnya bersembunyi di balik semak, sebaliknya aku tidak bersembunyi. Aku memang sengaja menunjukkan diriku agar...mereka tidak memeriksa semak" ungkapnya. Menepuk tangannya pelan sekali, lalu dia menyeringai "aku kakak yang awesome!" serunya hambar— ketiga saudara itu memperhatikannya, lebih tepatnya menunggunya untuk bercerita (jika dia mau)

"kenapa kalian?" tanya Gilbert, cemberut "sebenarnya aku ingin pergi ke timur. Tapi jika kalian memaksa aku akan kembali ke barat, untuk bertemu orang-orang kasar itu" omelnya, sewot dipandang seperti itu. Itu seperti dia sedang tidak berdaya dan bersikap sentimentil karena kecemasannya pada Ludwig, adiknya—dan...dia tidak suka itu— Gilbert terlalu awesome untuk dikasihani, yah...dia tidak suka saat seseorang bersimpati padanya "semenjak ini penting bukan? ini internasional bukan?" ocehnya tak berani menatap mereka bertiga

"...aku tidak bisa meminta kalian untuk melepaskanku dan membiarkanku pergi ke timur. Hanya untuk memastikan keberadaan seseorang, sementara ratusan orang bahkan lebih. Terganggu dengan ancaman si penggila tomat dan teh!"

Wow, dia bahkan tahu apa kesukaan mereka.

Heracles yang sedari tadi bersandar di dekat pintu kayu yang tertutup, akhirnya berjalan mendekati sofa di dekatnya "kalau begitu kita ke timur" ujarnya membuat seisi ruangan menganga, antara heran dan kaget "tentu, kita tidak akan langsung menuju kesana. Karena kita bertiga adalah pengelana, Gilbert" lanjutnya lalu mengambil jaketnya yang tergantung di sandaran "cepat atau lambat, tergantung petualangan kita."

"ah...hah?" tanda tanya bermunculan di sekeliling Gilbert "apa...itu... maksudnya..." sebelum si albino melanjutkan kalimatnya. Sadiq sudah menyalak keras "HAH!? Kau akan membawanya dalam perjalanan mencari peninggalan ibumu?" pria besar itu, sungguh tidak mengerti bagaimana cara berpikir Heracles. Jika mereka ketahuan, menemukan si budak yang dicari namun tak segera menyerahkannya...entah apa yang akan terjadi— antara di penggal oleh para bajak laut atau menjadi budak raja Ratna.

Heracles dan Hassan hanya saling menatap lalu menatap si pria besar. Mereka tidak sedang membujuknya, jika dia tidak mau dia bisa meninggalkan rombongan ini. Seperti itulah kedua saudaranya yang dingin...hiks.

mengingat bagaimana cara berpikir mereka yang berbeda akhirnya, mau tidak mau Sadiq harus menyerah.

berdiri, dia memasukkan kedua tangannya ke saku "baiklah, aku tahu kalian bersenang-senang" ketusnya

Bagaimana bisa aku lupa kalau; mereka berdua menyukai tantangan. Buku tidak bisa dilihat dari covernya, mereka yang nampak pendiam sebenarnya suka melakukan hal-hal gila

"puuf~ " Gilbert menahan perutnya, sampai akhirnya tawanya meledak "Kesesese...okay!" ini pertama kalinya dia merasa bersemangat, semenjak dia datang ke negeri pasir yang gersang "tidak peduli berapa banyak tempat yang kalian singahi, kalian akan melewati daerah timur bukan?" tanyanya, menyakinkan "dan Heracles" dia menoleh pada pemuda yang saat ini tersenyum tipis padanya "itu ajakan— tidak lebih tepatnya kau menerimaku bukan?" tanyanya lagi

Heracles hanya terkekeh geli, seolah berkata apa kau perlu bertanya lagi?

"hmm...ini akan menjadi perjalanan yang menyenangkan" Hassan mengangguk cepat, juga merasa bersemangat. Gilbert anggota baru, yang menggantikan posisi saudara paling muda sekarang. dan entah kenapa dia merasa...dia mendapat keluarga baru.

Seisi ruangan tertawa, bersama.

"...tapi"

satu kata itu menghancurkan suasana meriah mereka, kiranya si albino itu akan membuat syarat atau sejenisnya. Namun bukan "bukannya tujuan utama kalian. Jika beruntung menemukanku kalian akan segera menukarku dengan uang?" tiba-tiba saja Gilbert membahasnya "meski kalian sangat membutuhkan uang bukannya lebih normal jika melepaskanku, daripada harus kembali bukan?. Membuang-buang tenaga dan waktu saja"

Seolah seperti ada bel yang berbunyi di kepala mereka— mereka menyadari kalau; benar, mereka bodoh .

"dan kurasa...kenyataan masih tidak berubah kalau kalian sedang butuh uang, bukan?"

"he-eh" ketiganya mengangguk bersamaan

Gilbert menyeringai, terkesan sombong dan percaya diri "Ta-ra!" dia menjatuhkan segumpal kantong di tengah-tengah mereka. saat bunyi gemericing terdengar, ditambah lagi dengan beberapa koin emas tumpah— Sadiq menjerit kegirangan, Hassan menutup mulutnya, sementara Heracles ber-sweat drop "bagaimana bisa?!" –dan dia adalah orang pertama yang bertanya "bagaimana bisa kau mendapatkannya?"

"heh, anggap saja bayaran yang seharusnya kuterima dari si abnormal Abdullah" jawab Gilbert "aku mengambilnya sebelum aku kabur" tambahnya sambil menjulurkan ujung lidah

"kau benar-benar awesome!" puji Sadiq "akan kubiarkan kau menepuk kepalaku" perkataan itu mendapat sorotan mata datar dari Heracles dan Hassan— tapi memang, uang yang dibawa Gilbert tidak sedikit. Malah bahkan melimpah, sebenarnya. Bahkan tangan Sadiq, si pria yang paling besar diantara mereka. tidak bisa menggengam penuh gumpalan kantong tersebut.

"kesesesese" Gilbert tertawa menganggapi ocehan Sadiq "aku akan menikmati waktuku bersama kalian"

Baiklah, apakah pertemuan kami dengan Gilbert. merupakan suatu keberuntungan atau kesialan?—Jika aku harus menjawab, aku akan menjawabnya dengan; keberuntungan.

Tidak perlu dia memberiku uang atau bagaimana penampilannya, apakah dia cantik atau tampan. Namun entah kenapa, dia itu menarik

Untuk seseorang yang, mungkin telah di perlakukan seperti hewan peliharaan. Dan dia masih bisa tertawa dan bersemangat seperti itu, bukannya itu hebat?

Hahahaha benar, dia menyebut dirinya awesome...

To Be Continue

A/N:

Fiuh...nagai desu ne minna-san?

Dan cerita ini akan menjadi sangaat~ panjang

Butuh dua hari untuk menyelesaikan Chapter ini. Sebenarnya saya bingung mau pakai setting tempat asli atau khayalan saya sendiri. dan akhirnya, jadi deh dunia khayalan saya ini.

Membingungkan? Hahahaha...pastinya, saya saja bingung (bagaimana harus menjelaskannya)

Kita buat singkat saja readers

Di sini ada west berarti barat; disana ada Arthur (bukan England) lalu sur yaitu selatan; tempat Antonio (bukan Spain) berada, Sever berarti Utara, dan Dong berarti Timur. Lalu bagaimana dengan Merkaz yang dari tadi di sebut-sebut diatas?

Merkaz; benua ter-besar yang datarannya merupakan gurun pasir. Ini berada ditengah dunia (ayolah ini fiksi). Merkaz mempunyai 10 negara— diantaranya sudah di sebutkan dua kyros dan cariqRatna bukan negara, itu adalah kota pemerintahan pusat. dimana pemerintahan kota tersebut mengatur keseluruhan Merkaz.

Penempatan karakter bukan berdasarkan negara mereka. melainkan kepribadian mereka— seperti Arthur yang disiplin, dan Antonio yang santai.

THANK YOU