When I was a little girl, I loves to read fairy tale.
But I don't know why, my mommy never likes to read it for me.
And when I asked her about true love
My mommy said
"remember this…there's only two kinds of true love. They're love from your parents and your siblings. Except that, they're just lust"
.
.
.
So, what do you think? Should I have to believe it…
Or not?
.
.
.
DISCLAIMER BELONGS TO MASASHI KISHIMOTO
RATED M
THERE'S NO LEMON INSIDE
.
.
.
Chapter 1
The man
Suara jepretan foto terdengar menggema di ruangan photoshoot bernuansa putih. Tak luput dari mata model-model yang sedang berpose di depan kamera, sebagai pengisi lembar kertas yang dijual untuk saran fashion.
Terlihat deretan baju mahal yang tergantung di sekitar mereka, make up yang tentu harus sedia setiap saat merupakan modal dari pekerjaan mereka.
"Sakura angkat dagu mu sedikit!" dari balik kamera digital seorang fotografer menyeru kepada pria berambut pink yang menjadi model fotonya kali ini.
"ya! Bagus sekali. Hei, sekarang tatap kamera!" Sakura menatap tajam kamera didepannya. Biner hijaunya terlihat eksotis serta memikat disaat yang bersamaan.
Dalam balutan suit navy di tubuhnya, ia benar-benar akan menghipnotis jutaan wanita diluar sana.
"oke, cukup untuk sesi kita kali ini. kau spektakuler Sakura!"
Sai berkali-kali memuji modelnya kali ini. jujur saja ia benar-benar senang mendapat partner bekerja seperti Sakura. Biasanya ia justru sering berkata sinis jika modelnya sama sekali tak mengerti apa yang diinginkannya. Tapi model ini beda, ia memiliki kharisma dan aura yang kuat, tepat seperti yang temannya katakan.
"kau terlalu memujiku Sai, harus nya aku yang berkata seperti itu. tanpa kau fotoku akan terlihat biasa saja"
"tidak, Sakura-san aku yang berterima kasih padamu. Beritahu aku jika fotomu sudah diterbitkan menjadi sampul majalah bulan ini"
"ha'i. aku usahakan sebelum aku mengatakannya, majalah itu akan sudah sampai ditanganmu terlebih dulu."
Sakura tersenyum ramah, sebelum akhirnya ia undur diri dan pergi berganti pakaian.
"Sakura-kun! Kau sudah selesai?" Ino Yamanaka yang masih lengkap dengan busana untuk photoshoot nya terlihat cantik segera menghampiri lelaki berjaket biru muda.
"sudah. Kau? Belum ya?" Sakura mengusap puncak kepala Ino perlahan. Badannya yang memang lebih tinggi terlihat begitu pas jika berdampingan dengan Ino.
"bisakah kau menunggu ku sebentar? Kita jadi makan kan?" Ino terlihat memelas. Ia jelas tak mau membatalkan janji makan malamnya dengan sang kekasih. Tapi, memang sepertinya jadwal makan malam mereka akan diundur sedikit karena jadwalnya yang padat hari ini.
Memang, ini salahnya. Ia yang mengajak Sakura makan malam dan malah menundanya. Tetapi bukan salahnya kan, kalau fotografer nya yang leletnya minta ampun dan telat setengah jam dari perjanjian menjadi alibi penyebab ia menundanya?
"tidak apa-apa Ino. Lagi pula aku tak terburu-buru. Lakukan saja tugasmu, aku akan menunggumu disini" Sakura menyunggingkan senyum manisnya. Ia memakluminya. dua tahun berkecimpung di dunia pemotretan membuatnya mengerti segala situasi yang akan terjadi jika kau menerima pekerjaan sebagai model.
Dan Ino Yamanaka mungkin memang menjadi wanita yang beruntung, karena bisa mendapatkan lelaki sebaik Sakura Haruno.
Katakanlah ia lelaki pujaan wanita dan kau takkan salah. Ia memang lelaki gentleman sang pemilik hati pemodel cantik dan terkenal Ino Yamanaka. Cantik dan tampan. Mereka berdua terlihat selalu serasi dan tak sungkan mempamerkan kemesraan.
Keduanya merupakan model unggulan majalah fashion Vesque. Majalah ternama yang sudah diakui dunia sebagai pedoman fashion.
Sungguh paduan yang cocok untuk mereka berdua.
Lelaki berperawakan tinggi dan tegap melangkahkan kaki, masuk menuju restoran klasik bernuansa itali kesukaannya. Ia tak pergi sendiri, ia ditemani sahabat nya yang berambut kuning.
Lampu kuning temaram langsung menyambut mereka berdua sesaat mereka masuk. Harumnya keju mozzarella terasa berkontak langsung dengan indera penciuman sehingga menggugah selera dan memicu saliva menetes dengan sendirinya.
"permisi tuan, meja dengan atas nama?" seorang pelayan berseragam putih melayani mereka di depan meja resepsionis. Ia terlihat bersemu merah saat melihat tamu yang dilayaninya.
"Sasuke Uchiha"
Sang pelayan kini mengerti. Seperti yang telah diduganya. Ia mengenalnya. Lelaki tampan di depannya ini Sasuke Uchiha! Sang model berkharisma tinggi dan tatapan memikat yang dikabarkan gay!
"Teme, kau benar-benar tak mau menerima nya? bukankah cabang perusahaan ayahmu di London sedang menanjak pesat?. Kau akan untung besar dan bisa jauh lebih kaya dari ini"
Biner sapphire Naruto terlihat berbinar. Melihat kemungkinan sahabatnya ini akan menjadi kaya raya jika menerima tempatnya menjadi pemegang cabang, perusahaan ayahnya. Bukankah dengan begitu ia bisa ikut kena rejeki nomplok dari Sasuke?
"sudah kukatakan, aku tidak tertarik" Sasuke hanya menjawab sekenanya. Berkali-kali Naruto sudah membujuknya agar ia mau menempati posisi yang ditawarkan ayahnya secara Cuma-Cuma. Ia hanya menyesap kopi nya tenang. Tak memedulikan Naruto yang terlihat berpikir keras agar ia mau.
Lagi pula apa guna Itachi-kakaknya yang ikut mengurus perusahaan. Tidakkah cukup bagi ayahnya untuk mempunyai Itachi yang jenius untuk mengurusi cabang di London?
"KENAPA KAU TIDAK TERTARIK BODOH?! " Naruto menjerit frustasi dan sukses menari perhatian beberapa tamu restoran. Memang kalau mengajak Naruto rasanya Sasuke takkan bebas dari perhatian banyak orang.
"ayolah Sasuke, ayahmu sudah menawarkan keuntungan yang fantastis. Kenapa kau tak mau?"
"kau sudah tau jawabannya. Untuk apa kau menanyakannya lagi?" Sasuke menatap Fettucini yang baru saja diletakkan dihadapannya. Uap masih terlihat mengepul di atasnya.
"kau tau itu sesuatu yang sensitif bagiku. Jadi jangan mencoba membujukku lagi" Sasuke mengambil garpu disebelah piring putih tempat Fettucini-nya disajikan. Ia ingin segera menjajal makanan yang sudah mengganggu perutnya yang ingin segera diisi.
"dan kau tau? Jika kau terus mengurusi urusanku, bukankah kau menjadi lebih terlihat seperti kekasihku daripada seorang sahabatku?" Sasuke menyeringai. Jurus andalannya yang satu ini biasanya mempan kepada Uzumaki Naruto.
"menjijikan. Aku tak mau! Kau memang seperti gay!"
"aku memang gay" Sasuke mengedikkan bahunya tak peduli dan langsup menyuapkan makanannya ke mulutnya, membiarkan Naruto yang sedang bergidik ngeri padanya.
Tetapi Naruto tau. Walaupun Sasuke gay, tetap saja Sasuke pasti takkan mau menjalin kasih dengannya yang straight. Sasuke pasti akan ill feel duluan jika harus berpacaran dengannya.
"lalu apa kalau kau benci ayahmu? Dia sudah baik begitu kau masih menolaknya. Malah kau menuduhnya sembarangan…"
Naruto menjejalkan risotto ke mulutnya.
"awku thak mehngerthi charah pihkhirmuh. Aw fhanas!"
"kau memang bodoh. Kau takkan mengeri cara berpikirku. Cara makanmu saja seperti babi"
Sasuke mengedarkan pandangannya sesaat setelah menyuapkan Fettucini ke dalam mulutnya.
"shiapah yhang khau katahi fhodoh, Fhodoh!"
Sasuke tak menghiraukan Naruto yang masih berbicara.
Pandangannya hanya terpusat pada pintu masuk restoran. Tepatnya pada pasangan pemuda bersurai merah muda mencolok dan teman wanitanya yang bersurai pirang.
Ia hanya menatap sang pemuda yang tanpa sengaja menarik atensinya. Mendistraksinya dari kegiatan mengganjal perutnya.
Dan tanpa sadar hatinya mulai bereaksi aneh. Hatinya mulai berdesir seiring ia melihat pemuda bersurai merah muda.
"Sakura, tak apa kan jika kita makan di restoran favoritku?" Ino menatap mata Sakura. Tatapannya seakan ingin menggali isi pikiran Sakura.
"tak apa Ino. Atau jangan-jangan kau merasa kau tak sanggup membayarimu makan?" Sakura tersenyum jenaka. Ia tak sungguh-sungguh berpikiran seperti itu.
Mungkin ia memang mental anak kuliahan yang masih suka makan di pinggir jalan yang tentu berkocek rendah. Tapi bukan berarti ia tak suka makanan italia atau bahkan tak sanggup membayarnya. Oh ayolah, dia ini model ternama. Tidak mungkin kan hanya untuk makan saja ia tak sanggup bayar?
Dan Sakura yakin Ino tak bakal tersinggung dengan ucapannya. Mereka dulu adalah sahabat kecil yang kini naik tingkat menjadi sepasang kekasih. Jalan cinta yang wajar bukan?
"ha! Kau kira aku bodoh atau apa? Sehingga ku tak mengetahui berapa banyak uang yang kau tumpuk di rekeningmu." Ino memutar matanya.
"aku selalu bingung dengan gaya hidupmu. Kau kaya, tampan, dan pintar. Tapi gaya hidupmu seperti orang melarat. Makanan keseharianmu Cuma jajanan di kaki lima pinggir jalan. Syukur-syukur kalau kau tidak malas memasak, makananmu menjadi lebih mewah. Jujur masakanmu enak"
Ino membuka buku menu sambil berbicara. Sakura bahkan masih takjub pada Ino walau sudah kesehariannya selama dari kecil sampai besar terus bersamanya. Ia takjub pada kemampuan celotehan Ino yang tahan lama dan tidak ada habisnya. Ia tak habis pikir.
"tapi, kau sungguh harus menikmati hidup sebentar Sak. Kau terlalu monoton. Hidupmu stagnant dan monochrom. Oh ya kau mau pesan apa?"
"pesankan apa saja untukku" Sakura pasrah. Apa saja ia makan asal tak mengandung sianida atau bahan berbahaya lainnya. Makanan halal juga ia makan. Dan itu berarti babi dan anjing atau bahkan katak takkan ia makan.
"oh oke. Lalu Sak, kau itu terlalu banyak bekerja. Kau terlalu…."
Sakura hanya mendengarkan celotehan Ino sebagai angin lalu. Arah pandangnya bukan ke Ino lagi.
Ada sesuatu yang membuatnya merasa ingin menoleh kearah kanannya. Seperti magnet yang menariknya.
Dan benar, seorang pemuda berambut spike sedang menatapnya tajam. Matanya yang kelam seakan menariknya dalam pusaran. Begitu mengikat dan membuatnya tak bisa berpaling darinya.
Disaat yang sama, Sakura pun juga tak menyadari bahwa hatinya merasakan hal yang sama pada Sasuke.
A/n
Haii haii! Im back my pren wkwkwk. Maaf kan daku karena malah buat mc baru lagi dan bukan malah nyelesain yang lama. Ampun deh! :b
Jadi manurut kalian lanjut atau nggak? Silahkan jawab dikotak bertuliskan REVIEW dan terimakasih atas perhatiannya.
Wassalam.
