hetalia. hidekaz himaruya

cover image is not mine

story. line


Langit tengah menebar jutaan bintang di sela gelap malam. Tuhan tau benar kebutuhan makhluknya—satu butir bulan tidak cukup untuk menjadi penerang ketika menelusur jalan setapak.

Sepasang insan yang duduk berdampingan di puncak bukit tidak tampak ingin diganggu. Tenggelam dalam titik-titik mungil yang menghias sepanjang selimut malam. Mengabaikan nafas angin yang kian membeku.

Rumput yang tertiup hembus udara tidak mengalihkan perhatian. Tubuh serasa telah mati rasa, kehilangan kemampuan untuk bergerak. Mereka tak bergeming, manik masih lurus atas langit.

—adalah aku dengan kamu, semua orang di dunia tau.

Kita sudah berdiam semenjak satu jam yang lalu. Tidak ada satu kata jelaspun yang terucap dari bibir pucatmu—membuatku merasa kesepian dalam jangka waktu cukup panjang. Yang aku lakukan selain menatap hamparan langit hanya melirik jepit rambut Skandinavia yang terselip di antara ribuan helai pirang pucatmu.

Bintang tidak bergeser sedikitpun, sedari tadi aku menggerutu kesal. Suhu merendah, memaksa untuk mengeratkan syal yang terlilit lembut di leher. Sesekali aku bertanya heran, apa kamu tidak merasakan dingin?

Suasana seperti bersalju; tapi kamu tidak menampakkan sejengkal reaksipun. Kamu tetap terpaku, acuh kepada alam yang berseru.

Wajahmu kudapati berubah ketika melihat sekelebat bayangan. Titik putih dengan ekor yang melintang, menerobos jajaran titik lain yang tersusun rapi. Itu bintang jatuh; tempat dimana orang memberi harapan.

"Kalau ada bintang jatuh lagi, apa yang kamu inginkan, Natalia?"

Di tengah teoriku mengenai bintang jatuh, suara yang aku tunggu mengetuk sadar. Pertanyaan bak anak kecil yang masih polos menuntunku menjauhi alam bawah sadar, menarik menuju realita dimana kamu menunggu.

Berhenti menatapku, kamu membuatku ragu untuk berkata.

Pendulum yang mendorong hidup mengetuk bosan. Kehilangan satu-dua detik berharga yang tidak pernah kembali. Sementara manik violetmu menatapku intens, bulan yang tersisip anggun masih bertahan di tempatnya, enggan memberi kehormatan bagi gemerlap bintang untuk berbagi.

Aku tidak mau tau lagi, aku hanya tidak ingin jatuh semakin dalam. Jangan salahkan aku, Lukas—salahkan bibirku yang bergerak sesuai keinginannya yang egois. "Aku ingin kamu pergi dan jangan pernah menemui jalan untuk pulang."

Satu-satunya hal yang aku sadari; aku telah berdusta.

einde.


endnote. im sorry for two thing; for being such gloomy girl and for making this pointless fiction