Arakafsya Uchiha Mempersembahkan:
"Real Family"
Characters: Sasuke U. & Sakura H.
Rate: T
Genre: Family/Drama
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Summary:
Sabaku Gaara. Anak dari Haruno Sakura dan mantan suaminya—Sabaku Sasori. Nakal, cengeng, jahil, dan tidak akan membiarkan pria manapun mendekati ibunya yang cantik ini. Jadi, bagaimana Sasuke Uchiha meluluhkan hati bocah nakal itu?
.
.
.
Enjoy reading
.
.
.
Sebuah mobil Cooper S berwarna merah baru saja memasuki basement rumah sakit Konohagakuen. Mobil itu berjalan pelan, mencari lahan kosong untuk parkir. Sementara sang pengemudi masih sibuk menggerakkan kepalanya—menoleh kanan kiri untuk mencari tempat parkir, seorang bocah laki-laki berambut merah berumur enam tahun itu masih sibuk mengoceh sendiri dengan mainan di tangannya.
"Yeah! Jangan kau kila aku akan menyelah, Ultlamen!" bocah itu berteriak, menggerakkan mainannya.
"Jangan berisik, Gaara."
"Tidak! Kau cudah kalah, makhluk jelek!"
"Gaara, jangan berisik. Mama tidak bisa mendengar—"
"Aaaaaaaa!"
Ckiiiiiiit!
"—GAARA!"
Fine. Bocah itu mendadak diam saat mobil yang dikendarai ibunya berhenti mendadak bersamaan dengan suara teriakan ibunya. Sakura menghela napas frustasi, hal ini selalu terjadi bahkan setiap hari. Sebenarnya ia juga lelah menghadapi sifat nakal puteranya yang memang biasanya terjadi pada anak laki-laki yang masih kecil.
"Gaara, kau tahu ibu tidak bisa mendengar sensor parkir. Jika kau tanya 'kenapa', maka jawabannya adalah suaramu." Sakura mengulang lagi ucapannya yang sama seperti kemarin-kemarin, dan ia hanya akan melihat putera berambut merahnya menatapnya dengan wajah datar tanpa dosa.
.
.
.
Rumah sakit Konohagakuen adalah rumah sakit terbesar di kota Konoha. Rumah sakit yang dibangun empat gedung dalam satu lingkungan, memiliki fasilitas yang lebih dari kata lengkap, mengutamakan keselamatan daripada masalah uang, UGD yang selalu siap dua puluh empat jam, dokter jaga yang selalu ready, juga asrama dan rumah tinggal dokter sementara. Sebut saja Haruno Sakura, wanita cantik berambut merah muda itu adalah seorang dokter umum di rumah sakit Konohagakuen.
"Jangan nakal, jangan menganggu mama kerja, dan jangan pergi kemana-mana. Kalau kau butuh sesuatu, kau harus tunggu mama selesai memeriksa pasien. Mengerti?"
Sakura memakai jas putihnya yang baru saja ia ambil dari tas kerjanya. Ia mendudukkan puteranya di sofa putih ruang kerjanya, lalu mengecup singkat kening puteranya sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan Gaara untuk berkerja.
"Sakura-san, anda sudah datang?"
"Ah, ya. Bagaimana pasien di ruang VIP itu?"
"Keluarga Uchiha itu ya? Saya rasa dia sudah bisa pulang, bagaimana jika anda memeriksa keadaannya?"
Blam!
Pintu tertutup. Gaara menghela napas bosan sebelum ia melihat kepergian ibunya dengan seorang wanita berambut hitam pendek yang ia lupa siapa namanya. Iris hijaunya melirik jam yang baru saja menunjukkan pukul delapan pagi, ia bangkit dari duduknya dan memutuskan untuk segera keluar dari ruang kerja Sakura. Taman rumah sakit adalah tempat yang biasa ia kunjungi jika bosan menunggui ibunya, disana ia akan duduk menikmati angin yang berhembus dan sesekali pastinya hanya menonton orang-orang yang berlalu lalang disana.
"Tou-chan, apa kaa-chan akan sembuh?"
Gaara menolehkan kepalanya saat sayup-sayup indera pendengarannya menangkap suara anak laki-laki yang sedang duduk berdua dengan ayahnya, sang ayah mengusap sayang rambut anak laki-laki yang kira-kira seumuran dengannya itu sambil tersenyum. Tatapan sayang dari ayah kepada anaknya itu membuat hati kecil Gaara tercubit, sudah berapa lama ia tidak mendapat perlakuan seperti itu? Rasanya menyesakkan.
"Ugh, menyebalkan." Pipinya menggembung memerah, matanya menahan tangis menatap adegan itu. Ia melangkahkan kakinya semakin menjauh, dan langsung duduk menyendiri begitu menemukan bangku kosong yang tersedia di taman.
Ia menangis, setelah sekian lama ia tidak menangis dan akhirnya kembali mengeluarkan air mata hanya karena satu kata—rindu. Ia merindukan ayahnya, seorang pilot Tentara AU yang meninggal karena misi satu tahun yang lalu. Sang ayah memang jarang pulang, tapi ia selalu memastikan anak dan isterinya baik-baik saja. Memastikan mereka makan dengan baik dan benar, memastikan Gaara sudah mandi atau belum, dan tidur tepat waktu setiap harinya. Mereka selalu berbincang-bincang lewat skype yang akan disambungkan ibunya, membicarakan banyak hal dan berakhir dengan rengekan Gaara yang meminta ayahnya pulang dengan berbagai oleh-oleh mainan baru.
"Hiks...ayah..."
Flashback
"Ya...hiks...baiklah, aku akan mempersiapkan kepulangannya."
Sayup-sayup Gaara mendengar suara berat Sakura yang sedang berbicara—entah pada siapa. Ia membawa boneka beruang cokelatnya, melangkah keluar menuju kamarnya. Ia melirik jam yang masih menunjukkan pukul dua pagi, dengan langkah sempoyongan ia menghampiri pintu dan membukanya. Ia menuruni anak tangga dengan langkah pelan, siluet tubuh ibunya sudah terlihat dari pantulan cahaya. Ia bisa mengambil kesimpulan kalau ibunya sedang berbicara lewat telefon.
"Mama," Gaara melihat sang ibu yang baru saja menutup telefon rumahnya, buru-buru menghapus air matanya dan tersenyum saat melihat dirinya yang baru saja menuruni tangga.
"Gaara? Kenapa kau bangun, sayang?" ia berjalan menghampiri puteranya.
"Mama kenapa?" tanya Gaara dengan sendu.
Sakura menarik napas, "Mama...mama baik-baik saja," ia mengusap wajah Gaara dan akhirnya menarik tubuh mungil itu ke dalam pelukan, "Gaara...hiks...hiks..."
Gaara hanya diam menanggapi kelakuan ibunya, "Mama, papa dimana?" sampai suaranya kembali terdengar, tangis Sakura pecah dan akhirnya mengeratkan pelukannya pada Gaara.
"Papamu...hiks...papamu, Gaara...hiks..." Sakura tidak tahu harus mengatakannya seperti apa, Gaara tidak akan mengerti arti dari kepergian yang sebenarnya.
"Mama, tadi papa datang. Papa cium pipi aku, dan waktu aku bangun...papa malah menyuluhku tidul lagi. Papa—"
"Hentikan, Gaara! Papamu sudah pergi! Papa tidak lagi disini, hiks...hentikan, Gaara...hiks..." sela Sakura membuat Gaara bungkam, ia terkejut saat Sakura tiba-tiba melepas pelukannya dan membentaknya dengan kata-kata aneh. Papa pergi? Secepat itukah? Bukannya papanya baru saja pulang?
"Cepat sekali, papa sibuk misi ya ma?" suara Gaara mengecil, kecewa.
Sakura menggeleng menatap puteranya, "Gaara, dengar mama—"
"Tadi papa membawa hadiah untukku," Sakura menyipitkan matanya mendengar penuturan Gaara, "Papa pulang dan melihatku tidur, lalu saat aku tidur ia pergi."
Setelah menyelesaikan kalimatnya, ia menarik tangan Sakura dan membawanya menuju kamar. Sakura dibuat heran oleh tingkah putera tunggalnya itu, ia menatap Gaara yang sibuk mencari sesuatu di bawah tempat tidurnya. Ia semakin dikejutkan saat melihat Gaara memperlihat sebuah benda yang pernah Sasori—suaminya tunjukkan di skype untuk mereka, sebuah kotak musik berbentuk grand piano berwarna hitam.
"Mama ingat ini 'kan? Papa beljanji akan bawa ini untuk kita sebagai hadiah."
Pernyataan Gaara membuatnya terkulai lemas, ia jatuh terduduk menatap puteranya yang sedang tersenyum memperlihatkan gigi susunya yang rapih sembari membuka kotak musik itu dan memperdengarkan alunan musiknya. Sakura menggeleng tidak percaya, meski Gaara sendiri tidak tahu kenapa reaksi ibunya begitu berbanding terbalik dengan kebahagiaan dirinya.
Pagi itu akhirnya datang, Gaara terbangun dengan piama yang berantakan dan akhirnya keluar kamar. Rasa lapar menyerangnya secara tiba-tiba, baru saja ia akan berteriak memanggil ibunya dan meminta roti bakar, ia dikejutkan dengan banyaknya tamu di rumah dengan pakaian serba hitam. Ia melihat Sakura disana, duduk menangis menghadap pada sebuah peti yang dibungkus kain putih. Di atas peti itu terdapat sebuah foto ayahnya dengan frame hitam.
"Mama..."
Ia ingat ia pernah mendatangi tempat yang seperti ini, dimana saat semua orang memakai pakaian serba hitam dan menangis melihat seseorang yang sedang tidur di dalam peti itu. Tapi, itu acara apa? Gaara sendiri tidak tahu karena saat itu ia hanya berada diluar ruangan dan bermain-bermain dengan anak-anak seumurannya.
"Mama!" suara teriakan Gaara menyita seluruh perhatian, tatapan pilu ia dapatkan dari seluruh tamu yang hadir bahkan diantaranya menatap Gaara dengan air mata. Apa yang terjadi?
Gaara berlari, masih dengan membawa boneka dan berpakaian piama—berlari menghampiri Sakura dan langsung memeluk tubuh ibunya untuk meminta penjelasan. Sakura memeluknya, menangis tersedu seolah hanya Gaara yang ia punya. Gaara bingung, siapa yang meletakkan foto ayahnya disana?
"Mama, ada apa?"
Flashback ends
==oOo==
"Jadi?" Seorang pemuda berjalan santai beriringan mengikuti langkah seorang wanita yang baru saja keluar dari ruang rawat inap kakaknya. Pemuda itu menatap antusias pada wanita yang berprofesi sebagai dokter, yang baru saja memeriksakan keadaan kakaknya.
"Ku rasa Itachi-nii sudah boleh pulang besok. Aku akan tetap buatkan resep obat, dan aku menyarankan agar obat ini diminum dengan teratur hingga habis."
Pemuda berambut raven itu mengangkat bahu acuh, "Kau tahu dia susah untuk minum obat, Sakura."
Wanita yang dipanggil Sakura itu membuka pintu ruang kerjanya dan membiarkan Sasuke mengikutinya, "Terserah. Kau pastikan saja ia meminum obatnya," dirinya duduk di balik meja kerja dan mulai mencoret-mencoret sesuatu di buku laporan kesehatan milik Uchiha Itachi.
"Sudah satu tahun rupanya." Kata pemuda itu sembari menghempaskan dirinya pada sofa putih yang ada di dalam ruang kerja Sakura, ia melirik Sakura yang masih menulis.
"Kau masih sendiri?" tanya pemuda itu lagi.
"Kau jadi sangat cerewet jika berhadapan denganku, Tuan Uchiha." Jawab Sakura sembari menutup buku yang tadi menjadi perhatiannya.
"Aku tidak cerewet." Jawab pemuda itu santai.
"Ya, kau cerewet."
"Tidak."
"Iya."
"Tidak."
"Terserah." Sakura bangkit dari duduknya dan menghampiri pemuda yang berstatus sebagai sahabat dekatnya sejak mereka sekolah menengah pertama itu, lalu menyerahkan buku laporan kesehatan itu padanya.
"Katakan pada kakakmu untuk tidak lagi datang ke rumah sakit ini." Katanya dengan nada meledek dan senyum kecil yang ia berikan.
"Tapi jika ia kembali lagi kesini, ku pastikan kalau aku yang akan menemaninya." Pemuda itu menyeringai.
"Untuk apa?" Sakura mendekatkan dirinya pada jendela besar yang akan menghubungkannya pada taman rumah sakit, ia melihat puteranya disana—duduk diantara burung-burung merpati yang sedang ia beri makan. Sungguh pemandangan yang sangat indah.
"Untuk melihatmu. Kau tahu aku tidak akan pernah bosan melihatmu."
Jawaban pemuda itu membuatnya tersenyum getir, mengingatkannya pada sosok pria yang selalu mengatakan hal seperti itu padanya. Ia hanya diam dan terus menatap pemandangan diluar, menatap puteranya yang tertawa dengan sebungkus roti yang ada di tangannya. Tanpa Sakura tahu, dalam tawa puteranya itu terdapat duka yang begitu dalam.
"Hey, sedang melihat apa?" pemuda itu bertanya dan akhirnya ikut andil pada aktifitas Sakura.
"Itu puteraku dengan Sasori, namanya Sabaku Gaara." Kata Sakura dengan senyum tulus memandangi puteranya dari jendela.
"Hn, dia anak yang manis."
Sakura menoleh dan tersenyum, "Kau akan menyesal mengatakan itu, Sasuke."
Pemuda bernama Sasuke itu ikut tersenyum—walau kecil, Sakura melihatnya. Kedua tangan Sasuke terulur menarik tangan Sakura, membuat kedua iris emerald itu menatapnya. Sakura tahu, disaat seperti ini Sasuke pasti akan menagih jawabannya. Jawaban atas pertanyaan yang sudah sangat lama diberikan untuk Sakura. Sakura menghela napas, menatap pemuda itu dengan pandangan sendu dan penuh tanya.
"Sampai kapan, Sakura? Sampai kapan kau akan menjawab pertanyaanku?" suara Sasuke membuka pembicaraan.
"Kau tahu aku tidak bisa menjawabnya tanpa persetujuan Gaara, Sasuke." Jawab Sakura pasrah.
"Kenalkan aku padanya." Pinta Sasuke tegas.
"Kau tidak akan menyukainya, sudah berkali-kali aku katakan padamu ia tidak menyukai aku dekat-dekat dengan pria lain." Jawab Sakura sembari menatap puteranya yang masih tertawa.
"Aku sudah memilih jalanku, aku dan Gaara sama-sama laki-laki. Biarkan kami saling mengenal dulu, bagaimana?" Sasuke mencoba meyakinkan Sakura.
Sakura menghela napas, "Kau tahu? Naruto bahkan menyerah saat Gaara menjebaknya dengan seluruh mainan yang ia punya. Gaara tidak—"
"Aku tidak akan menyerah, aku tahu cara menghadapi Gaara." Sela Sasuke percaya diri.
Sakura menggeleng, "Dengar, aku sudah memperingatkanmu tentang Gaara. Jangan menyesal jika ia sudah mempermainkanmu."
Sasuke mendengus geli, "Apa pun asal akhirnya dia merestui hubungan kita."
==oOo==
"Gaara, disini kau rupanya?"
Gaara langsung bangkit dari duduknya mendapati suara Sakura memanggilnya. Ia membuang sisa roti di tangannya dan membiarkan burung-burung yang berada di sekelilingnya menyantap roti itu.
"Mama?" dirinya berlari dan langsung memeluk tubuh Sakura, tapi tidak sampai disitu. Ia menatap pada sosok pria yang berdiri di belakang ibunya, matanya menyipit tidak suka saat pemuda itu mengangkat sebelah tangannya sebagai salam perkenalan.
"Gaara, kenalkan itu paman Sasuke. Dia adalah teman baik mama sejak mama sekolah, bersikaplah manis padanya." Ucap Sakura sembari menghadapkan puteranya pada Sasuke.
Tubuh Sasuke berjongkok, meyetarakan tinggi dengan bocah kecil berambut merah itu, "Uchiha Sasuke, siapa namamu anak manis?" ucapnya sembari mengulurkan tangan.
Dengan wajah tanpa dosa, Gaara mengangkat tangan kanannya, menempelkannya pada hidung mancungnya dan menyisihkan ingusnya disana. Ia tersenyum jahil pada Sasuke dan mengulurkan tangannya, mengisyaratkan pada Sasuke kalau pemuda itu harus menyambut tangannya. Baru saja Sakura akan membuka mulutnya untuk membentak puteranya yang kelewat nakal itu, Sasuke menahannya dan ikut tersenyum sinis.
Cuih. Sakura terbelalak menatap Sasuke yang baru saja meludahi tangan kanannya dan tersenyum menatap Gaara, ia raih tangan bocah itu tanpa memperdulikan Sakura yang mengusap wajahnya frustasi dan bibir Gaara yang semakin melebarkan seringainya. Mainan bertemu mainan, hidup Sakura akan berubah seratus delapan puluh derajat mulai dari hari ini.
"Sabaku Gaara, senang berkenalan dengan paman." Jawab Gaara dan akhirnya tangan mereka saling menyatu dengan senyum yang...sama-sama gila.
Setelah jabatan tangan itu terlepas, Gaara menatap jijik pada tangannya. Mendadak ingusnya menjadi cair, dan hal itu membuatnya menatap sengit pada Sasuke yang masih tersenyum padanya.
"Mama! Berikan aku tissue!" ucap Gaara setengah berteriak, buru-buru Sakura mengeluarkan tissue dari saku jasnya dan memberikannya pada Sasuke dan Gaara.
"Cepat cuci tanganmu, Sabaku Gaara!" Perintah Sakura dengan nada frustasi, ia menggeleng melihat puteranya yang menatap kesal pada Sasuke.
Gaara kembali menyeringai, ia melangkah mendekati Sasuke yang masih memasang wajah menahan tawa. Dengan wajah polos tanpa dosa—lagi—ia memeperkan tangannya pada celana bahan hitam Sasuke sehingga pemuda itu terbelalak tak percaya.
"Oh, Shit! Apa yang kau lakukan hah?!" maki Sasuke saat melihat celananya ternoda oleh bocah kecil berambut merah itu.
"Mama, kau dengar itu? Paman ini bicara dengan kata-kata kasar!"
Sasuke menganga mendengar pengaduan Gaara, "Ma-maksudku...aaargh! Baiklah, kau bocah manis yang baik hati. Puas?"
Gaara menjulurkan lidahnya dan segera pergi meninggalkan Sasuke dan Sakura disana. Sakura menggeleng tidak percaya pada kelakuan keduanya, sampai kapan sikap anak itu akan berubah manis seperti anak-anak yang lainnya? Seingatnya dulu Gaara tidak seperti ini.
"Maafkan puteraku, Sasuke. Sudah ku bilang dia anak yang nakal, bukan?" kali ini Sakura membuka suaranya, ia mengambil tissue lagi dan membantu Sasuke membersihkan celananya.
"Tidak, aku tahu cara menghadapinya. Ini akan semakin menarik, kau tahu?" Sasuke tersenyum dan melempar tissue kotor itu ke tempat sampah.
Sakura menghela napas, "Kau sama gilanya ternyata."
-tbc-
Author Note:
*terjun ke jurang* Ara gatau harus bilang apa lagi, banyak fic yang belum kelar tapi malah menciptakan fic lagi?! Bunuh saya, gapapa. Ini permintaan temen-temen Ara dari kemarin, karena Ara gabisa mentraktir mereka T^T, mereka minta bikinin fic secara ikhlas (?) dan cuma-cuma. Padahal selama ini Ara juga gapernah minta imbalan *ditabok*
Maap agak garing, dan mungkin ke depannya Sasuke akan less OOC atau bahkan lebih *beneran ditabok*. Aku bikinin Chibi Gaara yang nakal-nakal imut gimana gitu :3, bersedia ripiu kah? Lanjut atau tidak? Makasih :'3
