Naruto selalu punyanya Masahi Kishimoto

Warning : OOC, Typo(s), de el el…

Don't Like Don't Read

.

.

.

Sasuke : 27 tahun

Sakura : 27 tahun, namun Sakura lebih tua beberapa bulan dari Sasuke (sesuai bulan kelahiran sasusaku^^)

Naruto : 27 tahun

Hinata : 29 tahun (Yup, Hinata lebih tua dua tahun dari Naruto di fic ini^^)

.

.

.

"Ck, kuso!" geram seorang pemuda dengan jaket biru dan T-shirt putih sebagai dalamannya. Tangan besarnya mengacak-acak rambut yang berbentuk bagaikan butut seekor unggas, namun terlihat keren bagi orang yang memandangnya. Mungkin sudah takdir kalau klan Uchiha memiliki wajah di atas rata-rata.

Mata kelamnya menatap nanar mobil merah di depannya, bisa-bisanya benda bodoh itu mogok di saat yang tidak tepat seperti ini. Menghela napas, Sasuke mengambil ponsel pintarnya lalu mengirimkan sebuah pesan text pada seseorang yang seharusnya ia temui kali ini. Dan belum seselai dia mengetiknya, ponselnya sudah bergetar terlebih dahulu menandakan ada panggilan masuk.

"Moshi moshi, sayang," jawab Sasuke.

Sasuke langsung berjengit mendengar suara cempreng dari seberang, dan helaan napas pasrah langsung meluncur dari bibirnya saat mendengar wanita yang menelponnya langsung memutuskan hubungan karena ia terlambat pada kencan mereka. Maklum juga kalau ia diputuskan begitu saja, pasalnya ini adalah ketiga belas kalinya mereka akan kencan namun semuanya gagal karena Sasuke.

"Hah~ double kuso!" gumam Sasuke lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya, setelah sebelumnya mengahapus nomor mantan pacarnya itu.

Harinya benar-benar sial kali ini. Seharusnya ia yang memutuskan wanita cerewet itu, namun malah ia yang diputuskan. Egonya sebagai seorang lelaki sedikit terluka, dan Sasuke tidak suka itu.

.

Setelah dua puluh menit ia menunggu, orang-orang dari bengkel yang di teleponnya belum juga ada yang datang. Sasuke mendesah berat, mungkin hari ini adalah hari sial bagi seorang yang berbintang Leo seperti dirinya. Namun beberapa detik berikutnya, iris kelamnya menangkap sosok seorang perempuan yang membuatnya tertarik. Onyx-nya tidak pernah lepas dari perempuan yang tengah duduk bersandar di halte yang berada di seberang jalan dari trotoar tempatnya berdiri sekarang. Sasuke berniat untuk untuk menghampirinya, namun ia mengurungkan niatnya karena teringat mobil mahalnya.

"Maaf Uchiha-san, kami sedikit terlambat. Ada perbaikan jalan dan kami harus memutar arah." Dua orang pegawai bengkel yang baru tiba membungkuk, berharap pemuda itu tidak memarahi mereka.

Sasuke hanya bergumam ambigu lalu menyerahkan kunci mobilnya pada dua orang tersebut. Kemudian kaki jenjangnya melangkah menuju jembatan penyebrangan untuk menghampiri wanita yang sudah menarik perhatiannya beberapa menit yang lalu itu.

"Aku datang pinky," batin Sasuke menyeringai.

Sedangkan dua orang pegawai bengkel bisa bernapas lega karena tidak mendapat amukan dari Sasuke. Mungkin ini hari baik mereka.

.

.

.

"Diamlah Ino! Telingaku hampir berdarah," kesal seorang pemuda sambil mentup telinganya rapat-rapat dengan kedua tangannya.

Wanita yang bernama Ino tidak mempedulikan ucapan temannya itu. "Baka baka baka! Naruto baka!" teriaknya.

Naruto hanya bisa mendesah lelah, lalu melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan jam tiga sore. Hari ini ia juga harus bertemu dengan pacarnya namun ditahan oleh Ino. Wanita cantik itu menahan Naruto untuk menemani kegalauan Ino karena memutuskan Sasuke secara sepihak karena kejengkelannya sudah menunggu pemuda itu selama dua jam. Dan sekarang, ialah yang sangat menyesali keputusannya itu.

"Sudahlah Ino, kau cari pemuda lain saja," ujar Naruto menghibur teman perempuannya itu.

Mendengar perkataan Naruto membuat Ino menekuk wajahnya semakin dalam. "Tapi aku masih mencintainya," gumam Ino menunduk.

"Lalu kenapa kau memutuskan Sasuke?" tanya Naruto.

Ino menatap Naruto dengan tatapan sendu, "Aku kesal, kami sudah menjadi sepasang kekasih selama tiga bulan. Dan sekalipun kami tidak pernah pergi kencan," lirih Ino.

Naruto mengusap tengkuknya, tida tahu harus memberikan apa sebagai solusinya. Dia juga sudah bisa memastikan kalau Ino dan Sasuke tidak akan bisa kembali lagi. Lagipula hubungan Ino dan Sasuke memang tidak bisa disebut sepasang kekasih, pasalnya Sasuke memang tidak pernah menyukai Ino. Sahabatnya itu hanya terlalu lelah dengan keagresifan Ino dan memutuskan untuk menerima Ino sebagai pacarnya agar berhenti menganggunya.

"Lupakan Sasuke, dan carilah pemuda yang peduli dan mencintaimu," saran Naruto lalu bergegas keluar dari café, tidak mempedulikan teriakan Ino di belakangnya.

Naruto yang baru menjalankan mobilnya langsung merasakan ponselnya bergetar, dan ternayata ia menerima sebuah pesan singkat dari kekasihnya.

"Maaf kita harus putus, aku sudah dijodohkan"

Naruto menginjak rem dan langsung menepi dari jalanan. Dengan tergesa-gesa ia mencari kontak kekasihnya dan langsung men-dial-nya.

Belum sempat Naruto membuka suara, suara di seberang telpon membuatnya semakin membeku.

"Maaf Naruto-kun, pesawatku sudah mau berangkat lima menit lagi. Terima kasih untuk semuannya. Gomen"

Naruto membenturkan kepalanya di stir mobilnya, menggeram kesal ia langsung tancap gas meninggalkan suara berdengung mesin mobilnya. Naruto tahu kalau hubungannya dengan Shion akan berakhir seperti ini, karena dia tahu kalau Shion sudah dijodohkan. Namun, dia hanya tidak menyangka ternyata mantan pacarnya itu memilih pemuda yang telah dijodohkan oleh orang tuanya.

Hah~Sepertinya, nasehat yang diberikannya untuk Ino kini akan kembali ke dirinya.

.

.

.

Dengan ekor matanya, Sasuke melirik perempuan bermahkota soft pink di sampingnya. Mulai dari bola matanya yang langsung membuat Sasuke hanyut, bibir tipis peach yang nampak kissable, hidung mungilnya yang mancung, alisnya yang berjejer rapi dan kulit porselennya nampak mengagumkan. Meskipun pinggulnya tidak terlihat sexy dan dadanya juga rata, Sasuke tetap mengagumi wanita di sampingnya ini.

"Lama sekali."

Sasuke semakin terpesona dengan suara lembut yang berasal dari wanitanya, ah calon wanitanya itu. Apalagi saat melihat perempuan itu berdiri dan menghampiri vending machine yang tidak jauh dari mereka.

"Pantatnya memang tidak seksi dan dadanya juga rata. Hmm, tetapi secara keseluruhan tubuhnya proposional," batin Sasuke mengomentari.

Sasuke tidak menyadari, bahwa objek yang menjadi pusat perhatiannya telah kembali duduk di sampingnya dan tengah menatap penuh tanya ke arah pemuda Uchiha itu.

"Kau haus?"

Sasuke tersentak, dengan anggun ia segera mengalihkan tatapannya pada mobil-mobil yang berlalu lalang di depannya.

"Hn," balasnya dengan wajah datar khas dirinya. Namun di dalam, ia merutuki wanita merah jambu yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya. Che, bagaimana ia tidak sadar dengan wanita itu. Apa mungkin ia terlalu terpesona dengan pinggul tidak sexy dan dada rata wanita pink ini?

Sial!

Namun, tanpa sadar, pandangannya kembali terarah pada wanita yang tengah menenggak minuman kaleng yang sedari tadi memang menjadi incarannya. Manik kelamnya tidak bisa berpaling dari leher jenjang perempuan pink yang kebetulan sedikit mendongak saat tengah meminum minumannya. Mungkin pantatnya tidak sexy dan dadanya rata, namun lehernya terlihat begitu menggairahkan, pikir Sasuke. Entah kenapa ia ingin memberikan tanda kepemilikan di sana, menancapkan dua taringnya sebagai segel darinya. Cih, kenapa Sasuke malah menjadi ngawur begini, memangnya dia vampir? Salahkan Naruto yang selalu menyeretnya menonton film-film yang bertemakan werewolf dan vampire.

.

Sasuke sadar, wanita di sampingnya merasa risih karena ia memperhatikannya sedari tadi. Namun ia juga tak kuasa mengalihkan pandangannya dari perempuan yang sudah ia tetapkan sebagai calon istrinya itu. Yeah, Sasuke memang sudah menetapkan wanita pink yang baru ditemuinya itu sebagai pendamping hidupnya kelak.

"Uchiha Sasuke," ujarnya akhirnya. Menyodorkan tangan kanannya, menunggu sambutan dari wanita yang sedikit tersedak dengan minumannya.

Saat wanita itu menatapnya dengan pandangan bertanya, Sasuke dengan sedikit pemaksaan mengambil tangan kanan wanita itu agar menyambut uluran tangannya.

Sasuke tidak bisa menahan senyum tipis yang terukir di bibirnya saat merasakan betapa lembutnya kulit wanita yang baru beberapa menit dilihatnya itu. Apalagi nuansa jemari lentiknya di dalam genggaman tangan besarnya. Membuat dirinya semakin jatuh untuk wanita yang bahkan ia belum tahu namanya ini.

Seringainya kemudian tumbuh saat melihat mulut mungil wanita yang telah mencuri hatinya itu sedikit terbuka, bersiap mengatakan namanya, mungkin.

"Maaf Sasuke-san, bisnya sudah datang." Wanita itu kemudian menarik tangannya dan langsung berdiri, meninggalkan Sasuke yang setia mengikuti pergerakannya.

Dan sedetik setelah bisnya melaju, Sasuke baru tersadar kalau wanita yang diklaimnya sebagai calon istrinya itu pergi meninggalkannya dengan sekaleng minuman di tangannya.

"Triple kuso!" batin Sasuke. Dia bahkan belum mengetahui namanya. Namun, saat melihat kaleng minuman di tangannya, ia terkekeh kemudian meminum minuman yang tinggal setenganya itu. Dan minuman bersoda yang yang biasa saja itu terasa sangat nikmat dari biasanya di mulut Sasuke. Apa mungkin karena itu pernah di minum wanita itu? Entahlah.

"Aku akan menemukanmu, calon nyonya Uchiha," gumam Sasuke dengan seringai yang semakin tumbuh di bibirnya.

Di kepalanya, berputar-putar bayangan dirinya dengan wanita pink yang belum diketahui namanya itu tengah berdiri di pantai melihat sunset dengan gaun putih dan setelan jas yang senada dengan wanitanya. Saat mentari mulai terlihat tenggelam ke dalam lautan, dia dan wanitanya semakin mempersempit jarak mereka, hingga—

—suara ponselnya mengganggu khayalan bahagianya.

Sasuke kemudian merutuki si penelpon yang menganggu momen bahagianya itu.

"Kenapa, Dobe!" desisnya.

"Shion memutuskanku, Teme!" ujar si penelpon.

"Hn, selamat," balasnya.

Si penelpon langsung menangis tersedu di seberang—entah dimana. Membuat Sasuke hanya bisa menghela napas bosan.

"Tunggu di sana, jangan bunuh diri. Kalau kau mati, aku bisa susah mengurus semua proyek yang belum selesai," pesan Sasuke, kemudian mematikan ponselnya. Tidak ingin mendengar balasan dari sahabatnya itu.

Namun, saat ia berdiri dan akan pergi dari halte. Manik kelamnya menangkap sebuah benda di tempatnya duduk tadi. Dengan perlahan, ia mengambil benda berwarna merah muda tersebut yang ternyata adalah sebuah ponsel.

Saat melihat wallpaper-nya, senyum Sasuke mengembang ketika iris kelamnya melihat wanita merah muda yang tengah tersenyum lebar dengan seorang bocah di pangkuannya.

"Tunggu aku, pinky," gumam Sasuke lalu memasukkan ponsel tersebut ke dalam saku celananya.

Sepertinya, Kami-sama memberikan jalan bagi Sasuke untuk menemukan 'calon istrinya' tersebut.

.

.

.

.

Naruto yang tengah merana karena ditinggal oleh sang pacar, hanya bisa meratapi nasibnya dengan menelungkupkan kepalanya di atas meja. Ramen super jumbo spesialnya sama sekali tidak tersentuh. Dia benar-benar terpukul.

"Ramen tidak enak kalau sudah dingin."

Suara feminim halus nan merdu memasuki gendang telinga Naruto. Saat mengangkat kepalanya, ia sedikit terkesiap melihat siapa wanita yang tengah berbicara dengannya.

"Siapa kau?" tanya Naruto kurang sopan.

Perempuan berjaket ungu itu hanya mengangkat bahu, "Aku hanyalah pelanggan," jawabnya acuh, lalu menyibukkan diri dengan ramen super jumbo seperti milik Naruto.

Dan ini pertama klainya Naruto melihat seorang wanita menikmati ramen dengan lahapnya, bahkan habis hingga kuahnya.

"Wow, kau keren," komentar Naruto.

Wanita di depannya menautkan alisnya, tidak mengerti maksud ucapan Naruto.

"Ramen," kata Naruto menjelaskan.

Wanita itu hanya tersenyum memerah, "Aku sudah sebulan ini belum menikmati ramen, jadi ya…begitulah," ujarnya tersenyum malu.

Naruto tersenyum cerah, "Aku Uzumaki Naruto," katanya mmeperkenalkan diri.

"Hyuuga Hinata," balas wanita di depannya.

"Jadi, apa kau benar-benar menyukai ramen?" tanyanya antusias.

Hinata mengangguk cepat, "Aku seolah tidak bisa hidup tanpanya," balasnya tidak kalah excited juga.

Naruto merasa bahagia, akhirnya dia menemukan orang yang mempunyai kesamaan seperti dirinya. Dan saat ini, Naruto sama sekali lupa dengan kegalauannya karena diputuskan begitu saja oleh pacarnya.

"Jadi, ramen rasa apa yang paling kau suka?" Naruto tanpa sadar telah melihat wanita di depannya dalam pandangan yang berbeda.

Hinata menaruh sumpitnya, kemudian memanggil seorang pelayan untuk memesan semangkuk lagi. "Aku suka semua," jawabnya kalem. "Sedikit aneh memang, tapi ramen makanan favoritku," imbuhnya dengan senyum menawan.

Nafsu makannya yang sempat menghilang kini kembali menggelora. Karena itu Naruto meminta semangkuk ramen lagi karena ramen yang di pesannya sudah dingin.

Ponsel Naruto bergetar, menandakan ada sebuah pesan yang masuk. Meletakkan sumpitnya, Naruto kemudian merogoh saku hoodie-nya untuk mengambil sebuah smartphone berwarna orange.

Dobe, aku ada urusan. Jangan mati!

Naruto hanya mendengus membaca isi pesan Sasuke, kemudian memasukkan benda kesayangannya kembali ke tempatnya semula, tanpa membalas pesan dari sahabat belagunya itu.

"Mana mungkin aku mati, saat ada wanita sexy di depanmu," batin Naruto menyeringai.

.

.

.

.

Setelah mendapatkan telepon dari si pemilik ponsel yang merupakan wanita incarannya, Sasuke kemudian bergegas menuju ke alamat yang telah diberitahukan oleh wanita bersurai merah jambu itu. Awalnya, wanita itu bersikukuh ingin mengambil ponsel itu sendiri tanpa membuat Sasuke repot mengantarkannya ke rumahnya. Namun Sasuke berhasil membujuk wanitanya—yang sampai sekarang dia belum tahu namanya— agar dia sendiri yang mengantarkannya. Sepertinya ia bergerak cepat, dan sekarang dia sudah satu langkah lebih dekat untuk mengenal calon istrinya itu.

Sekitar dua puluh menit berada di dalam taxi, Sasuke akhirnya tiba di alamat yang dituju. Ketika keluar dari mobil, tentunya setelah membayar argo, dia melangkah percaya diri ke dalam sebuah rumah sederhana bernomor 27. Hal pertama yang ada dalam benak Sasuke saat melihat tempat tinggal wanitanya—calon wanitanya, sebenarnya— adalah pemandangannya sangat asri dengan pohon-pohon rindang dan bunga-bunga yang berjejer rapi di sekitar rumah minimalis tersebut. Dia memang tidak salah memilih, pikirnya kemudian.

Setelah menekan bel beberapa kali, suara langkah kaki terdengar jelas di telinga Sasuke. Sasuke menyeringai, membayangkan wanita itu menyambutnya dengan senyum hangat bersahabat. Dan Sasuke hanya akan memberikan senyum tipis yang mampu meluluhkan hatinya. Setidaknya itu adalah hal yang dipikirkan Sasuke, namun sepertinya akan berjalan kurang lancar.

Pintu terbuka, menampakkkan bocah berambut merah dengan mata merah yang tengah memandangnya meneliti. Bocah itu menyilangkan lengannya di depan dada, menatap sinis Sasuke.

"Apa urusanmu dengan ibuku?" tanyanya sinis.

Sasuke melotot, bisa-bisanya bocah merah ini berkata seperti itu di depannya. Namun ia mengakui, bocah ini adalah bocah yang ada di pangkuan wanita merah jambu yang dilihatnya di wallpaper ponsel yang akan diantarkannya.

Tapi tunggu dulu! Ibu?

Ibu?

IBU?!

Kenapa bocah sialan ini memanggil calon wanitanya dengan sebutan ibu. Dan pertanyaan yang berputar di kepala Sasuke langsung terjawab saat kedatangan wanita yang telah membuat jantungnya berdetak lebih kencang hanya dengan melihatnya itu.

"Akashi-kun! Harus sopan dengan tamu," peringat wanita yang kini tengah mnegusap pucuk kepala bocah merah itu.

Kemudian wanita itu mengalihkan pandangannya pada lelaki yang tengah berdiri tegap di depan pintu, karena Akashi sengaja menghalangi jalan Sasuke.

"Maafkan putra saya Sasuke-san, dia memang begitu kalau bertemu dengan orang asing," ujarnya meminta maaf, kemudian mempersilakan Sasuke masuk ke dalam rumahnya.

Seorang putra? Wanitaya tenyata sudah memiliki seorang putra yang artinya dia sudah bersuami!

Sasuke yang masih sangat shock dengan kenyataan yang diterimanya kalau wanitanya itu sudah memiliki seorang putra, hanya bisa mengikuti wanita yang sekarang membuatnya patah hati.

Sasuke kemudian duduk di ruang tamu yang sedikit berantakan karena mainan Akashi yang masih berserakan.

"Akashi! Bereskan mainanmu!" perintah wanita itu pada anaknya. Beberapa saat dia menghilang, kemudian datang dengan dua cangkir teh dan sepiring cookies.

"Tidak perlu repot, aku hanya mengantarkan ini," ujar Sasuke tidak bersemangat. Tangannya mengulur menyerahkan ponsel merah muda itu kepada pemiliknya.

"Terima kasih," ungkap wanita merah jambu itu. "Oh iya, aku Haruno Sakura," katanya memperkenalkan diri.

Sasuke terpaku dengan senyum manis yang diperlihatkan Sakura—akhirnya, Sasuke mengetahui nama wanitanya juga— namun sayang wanitanya sudah bersuami.

Dan bagaimana ia masih bisa menyebut Sakura wanitanya, jika ia sudah dimiliki oleh orang lain? Untuk pertama kalinya Sasuke patah hati begini, bahkan sebelum dia tahu nama calon wanitanya.

Kasian kasian kasian…

"Sebagai ungkapan terima kasihku, bagaimana kalau kami menjamumu untuk makan malam," tawar Sakura dengan senyum yang membuat Sasuke meleleh.

Pria itu harus bisa menahan dirinya melihat senyuman dan tawaran menggiurkan Sakura. Meskipun dia sangat menginginkan wanita itu, namun Sasuke juga tidak ingin membuat masalah dan menjadi perusak rumah tangga orang.

"Tidak perlu," tolaknya.

Sakura menampakkan raut wajah kecewa, "Ya sudah, terima kasih kalau begitu," kata Sakura, menyunggingkan senyum kembali.

Dan baru saja Sasuke bangkit dari sofa yang di dudukinya, Akashi datang dan langsung menerjang Sasuke dengan pukulan mautnya.

"Akashi!" teriak Sakura, "apa yang kau lakukan?" tanyanya. Dia melirik Sasuke yang tengah memegang perutnya. "A-Aku minta maaf Sasuke-san," kata Sakura cepat sembari membungkuk.

"Sial! Pukulan bocah ini kuat juga," batin Sasuke kesal.

Akashi menoleh pada ibunya, "Aku hanya memberikan salam sebagai seorang lelaki," jawab Akashi dengan cengirannya.

Sakura kembali meminta maaf, merasa tidak enak dengan tingkah putranya pada Sasuke. "Akashi selalu melakukan hal itu jika ada lelaki yang berkunjung ke rumah ini," jelas Sakura.

Sasuke menautkan kedua alisnya, masih tidak mengerti kenapa bocah merah itu memukulnya.

"Aku hanya ingin melindungi ibuku!" tegas Akashi dengan mata menyipit pada Sasuke.

"Akashi-kun!" tegur Sakura, namun diabaikan oleh putranya.

Akashi kemudian mendekati Sasuke yang sekarang telah kembali duduk di sofa. Bocah delapan tahun itu kemudian berdiri dengan tangan bersedekap di depan dada. "Jangan mendekati ibuku!" ujar Akashi memperingatkan. "Aku tidak akan membiarkan siapapun mengambil ibuku," tambah Akashi masih dengan mata merahnya yang melotot tajam ke arah Sasuke.

Sasuke yang sangat tidak suka di tantang seperti itu, meskipun hanya seorang bocah tidak mau kalah. Kemudian seringai tumbuh di bibirnya. "Kalau aku tidak mau?" tanyanya manis.

"Kau!" tunjuk Akashi dengan jari mungilnya. "Beraninya—"

"Cukup Akashi!" bentak Sakura, kemudian mengambil anaknya dan mendudukkannya di sofa sebelah.

Untuk yang ke sekian kalinya, Sakura kembali meminta maaf pada Sasuke. "Maaf Sasuke-san. Akashi memang selalu seperti ini setiap ada lelaki yang berkunjung kemari." Sakura mengambil napas panjang, mengendalikan kemarahannya pada putra tercintanya.

"Kenapa?" Pertanyaan terlontar tanpa sadar dari mulut Sasuke.

Sakura menghela napas, ekor matanya melirik pada Akashi yang tengah pergi menuju dapur dengan wajah ditekuk. Bocah itu mungkin haus.

"Aku juga tidak tahu kenapa dia bersikap seperti itu. Mungkin karena Akashi merasa dia harus melindungi ibunya, menggantikan soosk ayahnya." Entah kenapa Sakura merasa nyaman menceritakan kehidupan pribadinya dengan orang asing seperti Sasuke ini.

"Memangnya ayah Akashi kemana?" Setelah melontarkan pertanyaan itu, Sasuke langsung menyesal saat melihat raut kesedihan yang ditampilkan Sakura.

"Meninggal sebelum Akashi dilahirkan," jawab Sakura lirih.

Perasaan ingin melindungi Sakura meluap di dada Sasuke setelah mengetahui hal itu. Dia juga tidak munafik, ada rasa lega saat mengetahui bahwa ternyata wanitanya adalah seorang single parent. Jahat memang, namun Sasuke bukannya bermaksud seperti itu. Dia hanya, entahlah. Susah untuk dijelaskan.

Dan sekarang, hatinya yang berkeping-keping kembali menyatu saat mengetahui dia masih mempunyai peluang untuk menjadikan Sakura wanitanya.

"Mungkin dia membutuhkan figur seorang ayah," ujar Sasuke membuat Sakura langsung menatap matanya.

"Eh?" Sakura terlihat bingung. "B-Bagaimana bisa begitu. Akashi-kun tidak pernah suka kalau aku dekat dengan seorang pria. Mana mungkin dia…" Kata-kata Sakura masih menggantung, terlalu terkejut dengan ucapan pria yang baru ditemuinya ini.

Sasuke yang melihat raut kebingungan dari wajah cantik itu haya tersenyum tipis. "Kalau aku bersedia menjadi ayah Akashi, bagaimana menurutmu?" tanya Sasuke. Manik kelamnya menatap serius Sakura. Rupanya dia sudah yakin ingin menjadikan Sakura sebagai pendamping hidupnya, ditambah bonus seorang putra.

Sedangkan yang ditanya hanya kaget dengan mulut terbuka. Sakura benar-benar terkejut dengan ucapan Sasuke.

"A-Apa yang kau—"

"Hn," potong Sasuke cepat. "Aku Uchiha Sasuke, melamar Haruno Sakura untuk menjadi istriku," ucapnya tegas.

Tiba-tiba dunia Sakura menjadi hitam, terlalu shock dengan perkataan Sasuke. Sedangkan dua lelaki yang ada di rumah itu sangat panik karena Sakura tiba-tiba pingsan.

"Kaa-san!"

"Saki!"

Bahkan sekarang, Sasuke sudah memiliki panggilan kesayangan untuk wanita bermahkota merah jambu tersebut. Dan Uchiha Sasuke sudah mantap ingin menjadikan Sakura istrinya, karena insting seorang Uchiha tidak pernah salah.

.

.

.

Tsuzuku

.

.

.

Halo… saya bikin fic baru lagi. Abisnya lagi semangat nulis nih, tapi agak stuck untuk ngelanjutin fic MC yang lainnya. Jadinya bikin fic gaje lagi..

Untuk sekedar informasi, fic ini insyaallah tidak lebih dari lima chap. oy, alasan saya ngasih nama anak Saku Akashi karena lagi seneng2nya liat Akashi di kuroko no basuke. Bayangin aja anak Saku rupanya kayak Akashi chibi ya, hihihi #maksa

Maaf untuk typos yang menganggu…

Mind to Riview?