POROS DAN SEMESTA
Dimana seekor burung menemukan suaranya. Langit mengenali sang kelabu serta gugur bersemayam sesuai musim. Semua begitu mudah bagi seseorang untuk melupakan. Menikmati untaian kalimat pada bibir langit tua. Bahkan gelap datang dengan begitu lambat. Cinta mengubah semuanya menjadi mudah sekaligus rumit. Ketika sosok damai itu datang dengan redup. Semua seakan melayang. Elakan bahkan tak terjadi. Penerimaan juga begitu.
Ketika ia menyatakanku sebagai sebuah poros. Saat itu juga kesadaranku berkuasa, dia adalah semesta.
Ini sudah ke-sepuluh, lelaki berkulit tanned itu menghitung kali keberapa teman sebangkunya ini menguap lebar. Penjelasan lelaki tua dengan sedikt janggut yang memutih didepan bahkan tak diindahkan sama sekali olehnya.
"Baekho-ya, berhentilah menguap atau tua bangka didepan itu akan mengusirmu dari sini"
Pria yang diajak bicara hanya bergumam singkat sebagai jawaban. Ia mengendikan bahu. Masa bodoh dengan mata pelajaran ini, ia lebih memilih merosotkan tubuhnya pada kursi. Menyangga kepala dengan tangan kemudian tangan yang bebas dipekerjakan untuk meraih buku terdekat guna menutupi wajah kantuknya.
"Hey, jongin. Apa teman sekamarmu sudah datang?"
Lelaki yang merasa diberi pertanyaan lantas menggeleng sebagai jawaban. Sejujurnya ia baru ingat bahwasannya ia akan memiliki teman sekamar. Sungguh disayangkan, mengingat selama ini Jongin sudah merasa nyaman menyimpan kamar itu untuk dirinya sendiri.
"ayolah, punya teman sekamar itu menyenangkan. Kau bisa berbagi celana dalam bersama"
Suara tawa Baekho sedikit teredam karena buku yang membekap mulutnya. Lelaki bermarga Kang itu sedikit banyak merasa senang sahabatnya ini akhirnya mempunyai teman sekamar. Paling tidak, Jongin bisa belajar terbuka dan berbagi sesuatu.
Kim Jongin, manusia paling pintar menyembunyikan sesuatu. Ia memiliki banyak cadangan topeng bahagia. Tak ada yang mampu mendobrak tembok itu. Kang Baekho, meskipun lama ia menjadi sahabat Jongin, lelaki berpostur tinggi itu tetap belum mampu membuka batasan yang dibangun Jongin. Mereka dekat, tapi bersekat.
Jongin menyeret kakinya pelan, hari ini adalah hari yang melelahkan. Salahkan guru wanita menyebalkan itu, memberi tugas menyalin dengan seenak jidat. Ia meregangkan lengannya perlahan, langkah lebarnya telah sampai pada pintu kamar. Sedikit tersentak ternyata pintu tidak terkunci. Jongin sempat memutar cepat otaknya, ia yakin tidak lupa mengunci pintu saat pagi tadi berangkat sekolah.
Ah, dia baru ingat. Teman sekamar.
Melangkah pelan masuk, bau kental asap rokok menyambut indra pernafasannya. Ia bersumpah peraturan sekolah masih berlaku mengenai larangan merokok.
Disebrang sana, pertama kali Jongin bertemu mata dengan dia. Seorang lelaki yang sedang sibuk menghisap benda biadap itu. Ia sedang duduk tenang pada tepian kasur. Dari jauh Jongin bisa melihat lelaki itu memiliki kulit yang teramat putih. Ia hanya berbalut kaos hitam dengan ripped jeans biru tua. Sepatu kets berlogo mewah dengan warna senada. Rambut merah kontras dengan kulit wajahnya. Lelaki itu memakai kontak lens berwarna biru dan ia memiliki sedikit kantung mata dibawah mata lebarnya.
Jemari lentik lelaki itu memainkan batang rokok yang tinggal separuh. Bibirnya membentuk seringaian ketika manik mereka bertemu.
"hai"
Katanya. Sapaan normal yang memang seharusnya diajukan ketika bertemu. Lelaki itu beranjak dari duduknya. Membuang puntung kedalam tempat sampah setelah sebelumnya mematikan merah pada sumbunya. Ia melangkah pelan menuju lelaki yang masih belum membalas sapaan.
"Kyungsoo. Do Kyungsoo"
Kyungsoo mengangkat tangan kanannya, membiarkan tangan itu menggantung menunggu respon lelaki yang lain. Setelah beberapa detik, Jongin menyambut tangan lentik Kyungsoo. Membiarkan tangan itu bersemanyam pada genggamannya.
"Kim Jongin. Panggil saja Jongin"
Kyungsoo memiringkan kepalanya menyamping. Ia menusuri wajah tampan Jongin. Bagaimana tuhan menciptakan rahang tegas itu, kulit coklat yang menggoda, matanya yang tajam saat beradu dan surai coklat yang menutup sebagian dahinya.
"baiklah Jongin-ssi. apa kau keberatan dengan asap rokok ku?"
"tentu saja, sekolah memberi larangan keras terhadap rokok"
"lalu, apa yang akan terjadi jika aku melanggarnya?"
Jongin melempar tasnya pada kasur ketika menyadari Kyungsoo sudah sibuk dengan pematik dan satu lagi puntung rokok terselip diantara bibir itu.
"kau akan dihukum"
"itu tidak akan terjadi jika kau tidak melaporkannya"
"siapa bilang aku tidak akan melaporkanmu?"
Kyungsoo beradu menatap manik elang milik Jongin. Ia menjilat bibir atasnya setelah membuang asap rokok untuk yang kesekian kali.
"aku bertaruh lelaki sepertimu tidak akan tega melaporkan murid baru sepertiku"
Jongin berdecih. Ia tidak mengerti mengapa pertemuan pertama dengan teman sekamarnya menjadi kacau. Lelaki itu bahkan meyakini hubungannya dengan Kyungsoo tidak akan menjadi baik sampai esok hari.
"Jongin"
Lelaki yang dipanggil menoleh kesamping. Ia tidak mendapati kepulan asap bersarang disekitar Kyungsoo. Jongin mulai mendudukan dirinya. Ia berjalan pelan menuju kulkas hendak mengambil minuman dingin. Baiklah, tidak masalah menurutnya membuka pembicaraan dengan Kyungsoo.
"apa?"
"kau tau. Aku pikir aku menyukaimu"
Seketika Jongin menghentikan kegiatannya. Ia menerjab berulang kali. Bahkan tangannya yang bebas mulai mengorek telinga, siapa tau ia salah mendengar.
"apa perlu aku ulangi? Aku rasa, aku menyukaimu"
Merasa tidak ada yang salah dengan gendang telinganya. Jongin menoleh dimana suara itu berasal. Perlu lelaki itu akui, bahwa suara Kyungsoo begitu lembut menyapa pendengarannya. Namun kalimat yang dikeluarkannya sungguh membuat kepala Jongin mendadak menjadi pening.
"apa maksudmu dengan menyukai?"
Jongin sudah kembali ketempatnya. Ia duduk pada tepian kasur kemudian menyimpan gelas pada nakas. Maniknya sukses menangkap manik Kyungsoo yang kini beranjak dari tempatnya kemudian duduk tepat disamping Jongin.
"kau tau, menyukai. Hal-hal seperti kau merasakan jantungmu berdetak seperti trampoline. Atau ada banyak kangguru yang melompat-lompat riang menggelitik isi perutmu. Atau mungkin, sesuatu yang berdesir kemudian menjadi tegak dibawah sana"
"kau sungguh luar biasa tuan Do. Ini kali pertama kita berbincang dan arah pembicaraanmu sungguh membuatku muak. Perbaiki dulu otakmu baru bicara denganku"
Jongin mendorong tubuh yang lebih kecil dari kasurnya. Baru saja lelaki itu hendak merebahkan diri, Kyungsoo mencekal lengannya dengan kasar.
"HEY!"
"Dengarkan aku dulu! Aku sungguh menyukaimu!"
"dan apa maksudmu dengan menyukai?! Kita bahkan baru lima belas menit bertemu, dan kau sudah mengklaim kau menyukaiku?"
"ya, aku menyukaimu! Aku suka ketika kau tertawa bersama teman-temanmu, aku suka ketika kau berdiam diri melihat jendela, aku suka caramu makan, aku suka caramu berjalan, aku suka wajah seriusmu saat menyalin tugas, aku suka saat pertama melihatmu dari dekat beberapa menit yang lalu!"
"kau menguntitku?!"
"Ya –maksudku, tidak! Aku baru mulai sekolahku hari ini, dan saat aku sedang berkeliling aku melihatmu. Aku tidak menyangka ternyata kau teman sekamarku. Bukankah kita bejodoh?"
Jongin mendengus kasar. Ia beranjak dari tempatnya dan berdiri menantang mata Kyungsoo. Rahangnya mengeras melihat bagaimana raut wajah Kyungsoo menjadi datar, bahkan Jongin bersumpah melihat Kyungsoo sempat tersenyum remeh padanya.
"aku ini laku-laki. Dan kalaupun aku perempuan, aku tidak sudi berjodoh denganmu"
"aku juga laki-laki Jongin. Aku laki-laki normal yang masih menyukai lubang vagina. Tapi jika aku bersamamu, aku adalah seorang gay yang menyukai seorang Kim Jongin"
Tangan Kyungsoo terangkat meraba pelan dada bidang Jongin. Turun sampai pada perut datarnya, kemudian ditepis kasar oleh sang empunya.
"kau gila!"
Cahaya pagi membuat mata Jongin sedikit menyipit. Ia merenggangkan pegangannya pada tas ransel kemudian menoleh kebelakang. Mendengus sebal mendapati Kyungsoo masih ada disana lengkap dengan senyum bodohnya. Lelaki seputih susu itu terus memperhatikan Jongin seakan Jongin adalah barang antik yang sebentar lagi akan punah. Jongin tidak peduli mau sampai mana Kyungsoo akan mengekorinya, baginya tugas yang saat ini belum terselesaikan lebih penting dari apapun. Ia butuh Baekhoo untuk bagian hitung-menghitung. Sejak kecil, Jongin sangat anti dengan angka. Bahkan, saat muncul pertanyaan apa yang menjadi alerginya, jawabannya adalah kalkulator.
Ugh, Jongin sangat tidak ingin peduli. Ia berusaha menulikan telinga walaupun samar lelaki itu tetap mendengar bagaimana teman-temannya sepanjang lorong berbisik tentang pesona lelaki dibelakangnya. Jongin memperlambat langkah kemudian melirik kebelakang. Kyungsoo masih ada disana, sepertinya ia tidak menaruh peduli pada orang-orang itu. Terbukti bahwa saat ini Kyungsoo masih tetap mengikuti dan memperhatikan setiap gerak-gerik Jongin. Sungguh Jongin benar-benar tidak ada waktu untuk meladeni Kyungsoo. Waktu telah memburunya.
"Jongin, teman sekamarmu benar-benar seksi"
Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut sialan Baekhoo pagi ini. Jongin memutar bola matanya malas. Ia sungguh tidak pernah mempermasalahkan orientasi seksual sahabatnya, toh hampir sebagian besar penghuni sekolah ini adalah penyuka sesama jenis atau paling tidak mereka adalah penyuka semuanya. Menyukai penis dan lubang vagina sekaligus. Namun, terkadang Baekhoo sungguh sulit mengatur hormon remajanya. Ia kelewat sering menerjang teman-temannya sampai kalap. Tak jarang Jongin menemukan Baekhoo dengan teman ranjang berbeda serta aroma sperma yang menyeruak memenuhi setiap ruangan dikamarnya.
"kurasa lelaki itu menyukaimu Jongin. Kau harus move on, sadarlah wanita itu tidak akan kembali padamu"
Lanjutnya. Oh Jongin bersumpah akan menyumpal mulut sahabatnya dengan sepatu apabila ia masih membicarakan Kyungsoo atau wanita itu. Pikirannya menerawang pada perdebatan antara dirinya dan Kyungsoo semalam. Ia semakin bergidik ngeri ketika otaknya seolah memutar ulang saat lelaki berparas wanita itu menyatakan perasaan untuk Jongin. Jongin meyakini diri sendiri bahwa ia lelaki normal. Setidaknya ia masih menyimpan banyak cinta untuk wanita beruntung yang dimaksud oleh Baekhoo.
Hari kemudian terus berganti. Mengikuti Jongin sudah menjadi kebiasaan Kyungsoo. Lelaki itu bahkan sudah tidak peduli dengan rokok beberapa hari terakhir. Ia memilih untuk memperhatikan teman sekamarnya. Wajah tegangnya ketika mengerjakan tugas, wajah basahnya setelah keluar dari kamar mandi, wajah kecewanya saat kalah bermain permainan pada ponsel sampai wajah damainya saat tertelap.
Setiap hari, setiap waktu Kyungsoo selalu menyatakan cinta pada Jongin seperti manusia yang kehabisan harga diri. Tak jarang ia mendapat senyum remeh dari Jongin, gertakan atau bahkan dorongan kasar. Tapi Kyungsoo tidak peduli, dihajar habis pun ia tidak peduli.
Sesibuk apapun Kyungsoo memperhatikan Jongin, Kyungsoo tetaplah Kyungsoo. Anak kaya yang sombong. Anak berandal. Tiada hari bagi Kyungsoo tanpa membuat masalah. Satu-satunya alasan ayahnya menyekolahkan Kyungsoo di asrama adalah tidak lain dan tidak bukan agar Kyungsoo menjadi anak yang tau aturan. Tidak muluk-muluk, ayah Kyungsoo tidak pernah berharap anaknya menjadi anak baik-baik, karena ia lebih dari tau bahwa hal itu mendekati mustahil.
Bukan Kyungsoo namanya jika ia tidak berhasil menemukan jalan keluar untuk memenuhi hasrat kegemarannya, yaitu mencari masalah. Setiap dua hari satu kali, lelaki bermata bulat itu akan menyelinap keluar, mengendap, memanjat pagar kemudian beralih pada mobil Ferrari biru yang selalu terparkir rapi dibelakang asrama. Kyungsoo akan membawa mobilnya membelah jalanan dengan kecepatan yang tidak waras. Menemui teman-temannya di gemerlap klub malam, sampai menggoda wanita-wanita yang tengah mengerling genit ke arahnya.
Ada kalanya Jongin pura-pura tertidur dan menyadari Kyungsoo mengendap keluar tengah malam. Terlalu malas bagi Jongin untuk ikut campur urusan Kyungsoo, ia memutuskan untuk kembali tidur dan kembali terbangun saat mendapati Kyungsoo baru saja kembali dan menutup pintu mereka dengan sangat pelan. Jongin melirik jam pada nakas, matanya melebar melihat jarum jam menunjukan angka lima pagi. Apa lelaki ini sudah gila?
"Jongin, aku menyukaimu"
Jongin menghentikan kegiatannya menggantung baju seragam pada lemari kayu. Ia memilih melirik lelaki yang baru saja menyatakan cinta dengan teramat mudah. Entah ini sudah kali keberapa Kyungsoo mengungkap terang-terangan perasaannya untuk Jongin. Sungguh, Jongin mulai muak. Maniknya menatap manik cantik Kyungsoo. Dalam benak Jongin, ia meyakini sosok ibu Kyungsoo sesungguhnya menginginkan bayi wanita yang cantik. Karena lelaki didepannya ini sungguh memiliki wajah yang teramat anggun untuk seorang lelaki dengan penampilan berandal. Lihatlah mata bulat yang beradu dengan kulit susu miliknya. Sungguh tuhan maha pencipta.
"kau pasti sangat tahu aku muak mendengar ucapanmu"
"tapi aku selalu ingin mengatakannya"
"aku menyukai wanita Kyungsoo"
"lalu, bagaimana jika aku wanita? Kau akan menyukaiku?"
"kau adalah laki-laki. Berhenti bicara omong kosong"
Kyungsoo membuang nafas kasar. Ia bosan selalu diacuhkan oleh Jongin. Tapi apa boleh buat, berandal cilik itu tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang diinginkan.
Kyungsoo beranjak merebahkan dirinya, maniknya menatap langit kamar kemudian beralih menoleh ke kanan. Ia menyipit memandang punggung lebar lelaki yang satunya. Jika saja otak Kyungsoo sedang tidak waras, ia bisa saja menerjang Jongin detik itu juga. Membuatnya mendesahkan nama Kyungsoo berulang sepanjang malam. Ugh, membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk Kyungsoo naik pitam.
"untuk apa kau tidur jika nanti kau akan mengendap keluar tengah malam"
Lelaki berkulit pucat itu sedikit terlonjak mendengar penuturan Jongin. Ia baru sadar selama ini Jongin mengetahui kebiasaannya. Kebiasaan buruknya keluar tengah malam untuk bersenang-senang, berkelahi, sampai menodai kulit wanita dengan berbagai tanda merah sampai keunguan. Ah, jangan sampai Jongin mengetahui yang satu itu.
Lelaki yang bertanya menoleh ke arah Kyungsoo. Iris mereka saling menangkap. Kyungsoo yakin Jongin belum tertidur sejak tadi.
"Ah, jadi kau menyadarinya? Kenapa kau tidak menegurku?"
"untuk apa? Aku tidak peduli"
"lalu kenapa kau bertanya?"
Seungguhnya Jongin juga tidak mengerti kenapa dia ingin mengetahui kemana gerangan Kyungsoo setiap tengah malam. Ia meyakini dirinya bahwa sebagai roommate, begitulah seharusnya. Mengetahui dan saling menjaga satu dengan lain. Tidak ada yang salah. Ya, hanya itu.
"bagaimanapun, kita ini teman sekamar"
Untuk pertama kalinya Kyungsoo menjadi yang duluan memutus kontak mata dengan Jongin. Maniknya menerawang pada langit biru kamar mereka.
"baiklah, aku tidak keluar malam ini"
Malam itu, tepat jam pada nakas menunjukan pukul dua dini hari, Jongin mendapati Kyungsoo tengah tertidur ditempatnya. Matanya terpejam dan dadanya naik turun secara teratur. Lelaki itu beranjak dari kasur kemudian dengan pelan mematikan lampu tidur lelaki yang satunya. Tanpa sadar Jongin tersenyum mengetahui Kyungsoo benar-benar tidak pergi malam ini.
To be Continue..
