*oke, ini ceritanya multichapter dengan bentuk plot anakroni, meski ga sepenuhnya~ (PS: setiap chapter masih bisa dibaca sebagai oneshot kok~). Salahkan dosen Exploring Prose yang bikin saya penasaran dengan bentuk penceritaan begini, dan salahkan Andamiro yang bikin saya ketagihan sama Pump it Up sampe saya ikhlas bikin penpik yang bertema ini XD~. Kuroko no Basuke itu punya Fujimaki Tadatoshi, Pump it Up itu punya Andamiro, semua lagu yang diterjemahin adalah yang punya lagunya (dan di Chapter 1 ini saya pake Narcisista por Excelencia punya Pxndx, rese bok drillnya orz #curcol), saya cuma punya ceritanya. RnR please? ^^*


Stage 1: Narsisme Sempurna

...karena kini tempatku bersembunyi sudah tiada,
namun ketakutanku hidup bersamaku.
...aku bertahan dengan penampilan, tanpa sadar,
menunggu hari dimana perhatianmu kembali...

Juni 2013, Odaiba.

"Oi, Kise, aku tidak menyangka kau hobi datang ke tempat macam begini," gerutu Kagami yang terlihat sedikit ogah mengikuti langkah si remaja pirang dan beberapa remaja tanggung lainnya memasuki sebuah gedung kecil remang-remang.

"Kagamicchi kejam! Lagipula apa salahnya kan, sekali-kali main-main di arcade?," balas si remaja pirang kemudian. Beberapa remaja lain yang ikut bersama mereka malah mengacuhkan adu mulut antara keduanya, mereka memilih langsung saja masuk ke gedung arcade kecil itu.

"Oi, kalian berdua. Masuk atau...", seorang remaja berambut merah lainnya pun menghentikan adu mulut mereka berdua seraya menunjukkan sebuah gunting. Sadar sudah ditegur begitu oleh sang mantan kapten, Kise pun berhenti dan pada akhirnya menyeret Kagami masuk.

"Sudahlah, masuk saja. Tuh, Kurokocchi sudah di dalam," ujar Kise kalem. Mendengar nama pacar berambut birunya disebut, Kagami pun seketika menurut dan masuk ke gedung remang-remang itu.

World Game Circus, Odaiba. Tempat yang mereka tuju ini memang bukan arcade besar, sih. Pun juga bukan arcade ramai yang banyak dikunjungi orang. Kise sengaja memilih tempat ini saat tiba gilirannya menentukan tempat "reuni rutin" Kiseki no Sedai, dengan dua alasan. Pertama, tempatnya sepi. Kedua, tempat ini adalah satu-satunya arcade di Jepang yang memiliki mesin permainan yang saat ini sedang hobi ia mainkan.

Pump it Up. Versinya pun sudah yang terbaru, Fiesta 2.

Meskipun hari itu ia sedang tak enak badan pun, ia tetap memaksakan untuk datang ke "reuni rutin" ini. Selain karena memang kali ini gilirannya untuk memilih tempat (masa tuan rumah tidak datang, kan malu), ia memang ingin bermain Pump setelah beberapa lama tidak bermain. Ada satu lagu yang menarik perhatiannya dan ingin ia mainkan langsung, beberapa kali malah. Targetnya sih, skor S. Ia sudah melihat videonya, dan lagu tersebut nampak asyik dimainkan (meski ia tak mengerti liriknya, sih...). Yang terpenting, lagu itu bisa membakar banyak kalori di level yang ia inginkan.

Sayup-sayup dentuman musik bernuansa tekno terdengar dari dalam arcade, dan bagaikan tersihir, Kise yang barusan kalem-kalem saja kini berlari menuju sumber suara itu, meninggalkan teman-temannya yang kini terbengong-bengong melihat aksinya. Namun langkah Kise pun terhenti seketika saat mesin tersebut "berteriak".

"Destination! Destination! Destination! Hit me!"

"Yah, keduluan...", wajah Kise yang tadinya sudah sumringah melihat mesin Pump yang sudah lama tak ia mainkan itu sedang tak dimainkan orang, kini tak kalah kusut dengan wajah Kagami sebelum masuk arcade tadi (wajah Kagami sekarang sih sudah tak terlalu kusut. "Mau bagaimana lagi?", pikirnya. Ia malah asyik sendiri dengan Kuroko di depan mesin minuman. Meski belum diizinkan buat berpencar, mereka sudah pacaran saja). Melihat teman-temannya yang nampak sedikit kesal entah mengapa, ia pun mengizinkan mereka berpencar dulu.

"Nanti kita berkumpul lagi di sini, ya-", ujar Kise. Kali ini senyumnya dipaksakan. Maklum, sudah keki duluan. Belum selesai ia mengizinkan teman-temannya berpencar, ia sudah disela.

"Kise-chin, mesin permen sebelah mana?," tanya Murasakibara. Kise pun menunjuk pada sebuah mesin di pojok selatan arcade itu. "Mido-chin, yuk, ambil permen~," pintanya manja pada seorang remaja berkacamata yang berdiri tepat di sebelahnya. Midorima pun pasrah diseret seperti itu. Kise yang melihatnya pun geleng-geleng kepala.

Akashi? Tidak perlu ditanya, begitu diizinkan sih ia langsung menuju mesin Go digital tanpa basa-basi. Kise pun melambaikan tangan saat teman-temannya itu pergi meninggalkan mesin permainan yang akan ia mainkan itu.

"Lagipula kau mau main apa, sih...", tanya seorang remaja tinggi berambut biru gelap yang memutuskan untuk menguntit si pirang meski sudah diizinkan untuk berpencar.

"Pump it Up. Tuh, mainnya seperti itu!", ujar Kise kemudian, sembari menunjuk mesin yang kini mengalunkan musik dengan sentuhan etnik-tekno itu. Di atas mesin tersebut, menarilah seorang pemain, mengikuti irama musik (eh, lebih tepatnya panah di layar, ya) yang dikeluarkannya.

Namun, alih-alih memperhatikan si pemain, Aomine justru terpaku pada layar mesin tersebut. "Wah, C-cup...," ujarnya. Wajar saja, mesin itu tengah menayangkan video gadis seksi yang tengah menari dan menunjukkan dadanya. Animasi, sih, memang, tapi Aomine tak peduli. Toh, gadisnya seksi.

Saking asyiknya Aomine memperhatikan layar, ia tidak sadar bahwa video klip dan lagunya sudah berhenti, bahkan ketika si mesin berteriak "Absolutely perfect!". Kali ini, giliran Kise yang melongo. Kekesalannya karena ia keduluan bermain dan Aomine memilih memerhatikan gadis 3D daripada permainannya terbayar sudah.

"Itu... Native... Double, level 18, dapat SS! Keren!", teriaknya, yang tak ayal membuat seisi arcade yang sepi itu menatap ke arahnya. Si pemain Pump sendiri bisa dibilang tak peduli, dan melanjutkan permainannya yang masih bersisa tiga lagu. Sadar bahwa mereka diperhatikan, Aomine pun menggetok Kise.

"Hoi, diliatin orang satu arcade, tuh," tegur Aomine pada pacarnya itu. Pacarnya sih tak peduli, ia masih terpaku pada mesin tersebut. Rasa kesalnya sekarang hilang, berganti rasa kagum pada si pemain. Melihat pacarnya diam mematung begini, Aomine pasrah. Kapan lagi coba, si hiperaktif dan cerewet ini diam?

"Ngomong-ngomong, dia kurusan ya," batin Aomine dalam hati. Yah, mungkin si pirang ini sedang dalam diet ketat seperti biasanya (pekerjaan sampingannya sebagai model memang mengharuskan ia menjaga berat badan, memang), atau memang ia sudah terlalu lama tidak berjumpa. Terakhir kali mereka berkencan bulan lalu sih, Kise masih sedikit "berisi". Ah sudahlah.

"Hey, why don't you get up and dance, man?"

Saking asyiknya mengamati Kise yang terpaku pada layar, Aomine tak sadar bahwa bersamaan dengan teriakan si mesin, Kise pun tak lagi terpaku pada layarnya, namun mengalihkan pandangan padanya.

"Hayo, ngapain lihat-lihat?," tegur Kise kemudian, mencoba mengembalikan Aomine ke dunia nyata. Pandangan mereka bertemu.

Nah, lho. Anak ini nampaknya sedang bermasalah.

Saat itu, Aomine baru menyadari bahwa sinar di mata Kise yang biasanya berbinar-binar, kini hilang. Mata itu kini sayu. Aomine yang masih terdiam pun membuat semacam "to-do" di otaknya untuk mengajak Kise bicara.

Sebal karena Aomine masih terdiam, ia pun kemudian menghampiri mesin Pump it Up yang kini kosong tak dimainkan, memasukkan empat koin seratusan yen pada mesin tersebut, dan menginjakkan kaki pada panel tengah untuk mulai bermain. Aomine yang tadinya bengong, kemudian sadar, menghampiri mesin tersebut, dan mencolek Kise.

"Oi, memang kau bisa memainkannya?," tanya Aomine iseng, seakan lupa akan fakta bahwa kekasihnya itu bisa dengan mudah "menyalin" setiap gerakan orang yang baru saja dilihatnya. Mendengar pertanyaan itu, Kise pun menggetok pelan Aomine.

"Tentu saja. Main yang begini mudah kok!," ujarnya. Ia melanjutkan menginjak-injak pad, seakan bermain, namun belum. Melihatnya, Aomine ngakak.

"Lho, lagunya saja belum mulai, kok sudah mulai injak-injak pad...", ujar Aomine kemudian. "Eh, nanti main lagu yang videonya gadis itu, ya", lanjutnya.

Kise hanya manyun. Ia menginjak-injak pad sebelum lagunya dimulai itu bukan tanpa tujuan; ia ingin semua lagunya keluar. Jika ia tak menginjak-injak seperti itu, lagu yang ia mainkan tidak akan keluar.

"All tunes! Random! Fiesta 2!"

Selepas ia menginjak-injak, mesin pun menerima "kode" tersebut, dan menyuguhkan potongan musik klasik yang sudah di-remix. Kemudian dengan sekali injak, ia pun membuat si mesin menyodorkan kategori-kategori lagu yang ada di dalamnya.

"Fiesta!"

Ia pun memilih sebuah lagu dari kategori ini, yang tak ayal membuat Aomine terbelalak. Levelnya itu, lho.

Narcisista por Excelencia, Double, 18.

Kise pun mulai mengotak-atik mesin tersebut, menambahkan opsi kecepatan 6.5 dan mematikan video klipnya. Aomine hanya bisa geleng-geleng kepala melihat si pirang ini begitu lancarnya mengoperasikan mesin itu.

"Tapi apakah skornya nanti bisa sebagus gayanya?," pikirnya.

"Porque ahora ya no tengo! Donde esconder el miedo!"

Tanpa disadari si pemuda berkulit gelap, Kise sudah mulai bermain, mengikuti alunan musik bernada metal dengan lirik Spanyol itu. Aomine pun dibuat cengo lagi.

"Kok bisa ya... Itu, panahnya cepat begitu, tapi masih Perfect dan belum satu miss pun...", batin Aomine.

Di atas pad, Kise terlihat berkeringat. Perfect control-nya sempurna, belum satu panah pun luput atau terlambat diinjak. Nampaknya ia sangat menghayati lagu yang tengah dimainkannya ini.

Bagi Kise, bermain Pump it Up adalah sebuah pelarian. Mulanya ia dikenalkan pada permainan ini oleh beberapa orang gadis dari agensinya. Katanya sih, sarana olahraga pembakar lemak. Namun lama kelamaan, ia merasa banyak yang bisa ia ambil dari permainan ini, selain manfaat pembakar kalorinya. Misalnya, lagu-lagunya, yang enak didengar, dan sesuai suasana hatinya. Selain itu, karena arcade satu-satunya di Jepang yang memiliki mesin itu sepi, ia jadi bisa kabur dari kejaran fansnya, atau segala hal yang mengganggu pikirannya dengan santai.

Seperti sore ini. Biar saja ia dikutuk seisi agensi dan tim SMA Kaijou untuk melewatkan latihan. Ia sudah benar-benar penat. Ia butuh istirahat, dan berjumpa dengan Aomine dan kawan-kawannya menjadi obat penatnya. Tak disangka, ia malah menjadi semakin penat karena Aomine nampak tak tertarik dengan permainannya itu. Ah, sudahlah.

"Wow, you're awesome!"

Lagu yang dimainkannya pun berakhir. Sayang, karena tadi ia mengalihkan perhatiannya sedikit, beberapa puluh Great pun ia terima. Belum puas jika belum mendapat skor SS, ia pun mengulang lagu yang sama.

Percobaan kedua, Great-nya berkurang, tak jauh dari percobaan keduanya memang. Dari 69, jadi 59. Ia pun mencoba untuk yang ketiga kalinya. Kali ini, hentakan kakinya semakin keras.

Satu Great. Satu. Great. Terkutuk.

Kemudian Kagami dan Kuroko, yang nampak pening mendengar lagu yang sama diputar berulang kali (juga suara injakan kaki Kise), menghampiri mesin malang yang tengah "disiksa" oleh si pirang itu. Sadar tengah ditonton meski tak mengalihkan pandangan matanya dari monitor, ia pun memulai kembali permainannya. Masih lagu yang sama, dan peduli setan pada penontonnya yang awalnya satu, menjadi tiga, dan berangsur menjadi satu lingkaran.

"Absolutely perfect!"

...menyedihkan, ya?
...namun bagiku semua normal. Biasa.

Gemetaran, Kise pun menjepret layar mesin itu dengan kameranya. Akhirnya, skornya SS. Beberapa tepukan tangan dan siulan jahil ("Ah, itu pasti Kagamicchi," begitu pikirnya) terdengar, namun Kise menyadari satu hal.

Tepukan tangan Aomine tidak ada.

Ya, Aomine masih berdiri, mematung, tidak percaya bahwa pacarnya ini bisa bergerak begitu cepatnya. Memang sih, pebasket dituntut berkaki cepat, namun gerakan pacarnya ini diluar kewajaran para pebasket... Maka itu, ia masih tercengang, entah kagum, entah heran.

Bagi Kise, ia tak peduli lagi. Jika seluruh dunia memujinya namun tak ada pujian si pemuda tinggi berkulit hitam itu, semua tak ada artinya. Jika Aomine tak memperhatikannya kali ini, masih ada lain waktu, begitu pikirnya. Lelah setelah bermain 4 lagu berturut-turut dan menahan kelelahan hatinya, ia pun memaksakan sebuah senyum di tengah engah nafasnya, mengajak Kuroko bermain.

"Kurokocchi, mau coba?"


To be continued.