Disclaimer: Katekyo Hitman Reborn milik Amano Akira. Penulis tidak mendapatkan keuntungan dalam bentuk material dalam penulisan fanfik ini
Warning: AR, OOC, OC, Slash, Mpreg, typo, etc.
Rating: T
Genre: Romance, Family
Pairing: 1827 [Hibari Kyoya x Sawada Tsunayoshi], oneside!6927
OUR TRUE STORY
By
Sky
Matahari yang baru muncul di ufuk timur langit kini terlihat begitu terang, menyinari dunia dan menggantikan kedudukan bulan yang sudah menikmati kursi kerajaan di langit. Cahaya matahari tersebut tanpa sengaja masuk ke dalam kamar besar itu melalui celah jendela yang kini terbuka dengan lebar, membuat tak hanya sinar matahari namun juga hembusan angin pagi masuk ke dalam, hal ini tentu membuat sang Penghuni kamar yang masih meringkuk di bawah selimut di atas tempat tidur besar itu semakin meringkuk ke dalam, mengeratkan selimut yang menutupi tubuh kecilnya untuk menghalau cahaya matahari beserta dinginnya angin pagi. Namun, sekeras apapun sang Penghuni kamar itu untuk menghindari dua hal itu, ia tidak bisa melakukannya karena seketika itu pula rasa kantuk dan buaian morpheus yang sejak semalam ia miliki pun sirna begitu saja.
Perlahan-lahan ia mulai tersadar, membuka kedua matanya sedikit demi sedikit sampai bayang-bayang samar yang ia lihat pun kini menjadi begitu jelas. Penghuni kamar itu memiliki helaian berwarna kecoklatan dengan sepasang mata hazel keemasan yang begitu besar, parasnya yang manis pun semakin bersinar akibat diterpa oleh mentari pagi yang membuatnya tidak lagi bisa kembali ke dalam buaian tidur, sehingga ia pun kini terbangun. Pemuda itu mungkin terlihat seperti seorang remaja yang masih duduk di bangku SMA, namun sorot matanya yang tajam tetapi lembut pada saat yang sama tersebut memberikan pengelakan akan penampilannya, mereka begitu dewasa seperti orang yang sudah banyak melihat berbagai macam hal di dunia ini serta merasakan asam dan garam yang terlintas dalam hidupnya. Siapa sangka kalau pemilik helaian halus tersebut bukanlah seorang remaja lugu seperti penampilannya, namun seorang bos mafia yang mana sudah bersimbah banyak darah dan juga terkenal sebagai satu dari orang paling berbahaya di dunia bawah.
Pemuda itu adalah Sawada Tsunayoshi, Vongola Decimo yang kini sudah berusia 21 tahun. Dan untuk ukuran seorang pemimpin keluarga Vongola yang terkenal berbahaya tersebut, Tsuna terlihat begitu lugu, terlebih pada saat seperti ini ketika ia masih setengah tertidur dengan penampilan yang acak-acakan dan yukata tidur yang ia kenakan terikat secara asal-asalan.
Tsuna menoleh ke arah jam digital yang ada di meja nakas dan mendapati sekarang ini masih berada dalam pukul tujuh pagi, terlalu awal baginya untuk bangun tidur apalagi melakukan aktivitas bos mafia seperti memeriksa beberapa dokumen serta memberikan misi kepada penjaganya, namun ia juga tidak bisa kembali tidur lagi. Tentu saja Tsuna tidak bisa tidur lagi bila ia mendapati sisi kanan tempat tidurnya begitu kosong dan dingin, dan pada saat itu ia teringat kalau suaminya masih berada dalam misi yang ia berikan tiga hari yang lalu.
Rasa kesepian yang Tsuna rasakan pun langsung ia tepis ketika sebuah perasaan panik pun tiba-tiba muncul di dalam benaknya, menyelimuti hatinya, dan membuatnya langsung beranjak dari posisi tidurnya di atas tempat tidur. Pemuda yang baru saja menginjak usia 21 tahun tersebut langsung menghampiri keranda bayi yang ada di dalam kamarnya, instingnya mengatakan kalau ada yang aneh di sana, dan tanpa mempedulikan betapa dinginnya lantai kamar menusuk telapak kakinya yang tak beralaskan tersebut, Tsuna pun langsung berlari menghampiri keranda bayi yang ada di sana. Kedua mata hazel miliknya terbuka lebar ketika ia mendapati keranda bayi tersebut kosong, tidak ada sosok bayi laki-laki yang berusia tiga bulan tidur di dalamnya. Alhasil ia pun merasa panik sebelum amarah menyelimuti tubuhnya.
"Siapa yang berani mengambil Ie-kun?" Tanya Tsuna pada dirinya sendiri. Nadanya yang dingin mengingatkan orang kalau ia bukanlah pemuda lugu yang tidak tahu apa-apa, namun salah seorang bos mafia yang sangat berbahaya.
Apabila ada satu hal yang membuat seorang Sawada Tsunayoshi marah, maka hal itu adalah keluarganya. Ia akan murka bila ada sesuatu yang mengusik keluarganya, terutama bila hal itu sudah menyangkut pada putera pertamanya yang baru ia lahirkan tiga bulan yang lalu. Dan mendapati keranda bayi milik Ieyasu kosong sementara Tsuna terlelap di tempat yang sama, itu artinya orang yang menculik Ieyasu adalah orang yang sangat kuat sampai mampu memperdaya insting kuat Tsuna menjadi tidak bekerja.
Tsuna tak bisa memaafkan orang yang berani mengambil puteranya dari hadapannya, oleh karena itu setelah ia merapikan yukata tidurnya yang berwarna krem tersebut ia pun langsung keluar dari dalam kamar tidurnya, tidak mempedulikan kalau aura penuh bahaya menyelimuti tubuh mungilnya dalam setiap langkah yang ia ambil. Beberapa pelayan yang bekerja di rumah besar keluarga Vongola pun langsung minggir ketakutan ketika mereka melihat bos yang begitu mereka kagumi mengeluarkan aura dingin yang menjanjikan neraka bagi siapapun yang menghadangnya, begitu mirip dengan milik suami sang Bos yang selalu berada dalam mood buruk. Dalam hati, mereka berpikir kalau suami Bos yang juga salah satu penjaganya tersebut sudah mengkorupsi pikiran bos mereka dan menjadikan sang Bos sebagai iblis berwajah malaikat secara tidak langsung.
Langkah kaki Tsuna itu tidak menimbulkan suara ketika ia menyusuri koridor panjang rumah besar Vongola, ia mengikuti intuisi tajamnya yang membimbingnya untuk menemukan Ieyasu, putera satu-satunya dan juga kesayangannya. Tidak ada yang boleh main-main dengan keluarga kecil milik Sawada Tsunayoshi.
Insting Tsuna tersebut terus membimbingnya, bahkan karena itu Tsuna pun menghiraukan bagaimana sosok penjaga kabutnya tiba-tiba saja muncul di tengah perjalanan Tsuna dan mencoba untuk mengajaknya berbicara.
"Tsunayoshi-kun, aku kembali dari misi di Rusia~" sahut seorang Rokudo Mukuro dengan senyum khasnya serta tatanan rambutnya yang unik, ia berusaha untuk menarik perhatian Tsuna namun sayangnya dihiraukan oleh sang Bos Vongola dari generasi kesepuluh. "Kufufufu... apa kau menghiraukanku, Tsunayoshi-kun?"
"Mukuro, aku tidak ada waktu untuk meladenimu sekarang ini," kata Tsuna dengan tenang tanpa menghentikan maupun melambatkan langkahnya, ia terus berjalan menuruni anak tangga dan mengikuti instingnya.
"Oya... itu tidak baik, Tsunayoshi-kun. Menghiraukanku bukanlah tugas seorang bos Vongola yang baik," goda Mukuro, senyuman atau lebih tepatnya seringai miliknya tersebut terus terpatri pada bibirnya ketika ia mengikuti Tsuna.
"Aku tidak peduli akan hal itu saat ini."
Kedua mata heterokromatik milik Mukuro menyipit sedikit. Satu hal yang tidak ia sukai adalah dihiraukan, terlebih oleh orang yang sangat ia sukai meski sesungguhnya ia tidak boleh menyukai orang ini, karena sebenarnya Sawada Tsunayoshi itu sudah dimiliki oleh seorang karnivora yang begitu posesif –dalam hati Mukuru ingin menghajar karnivora yang dimaksud karena ia menangkap Tsunayoshi terlebih dahulu ketimbang dirinya–. Namun, melihat Tsuna yang begitu serius dan tidak menampakkan sedikit senyum di bibirnya pun tentu membuat Mukuro penasaran akan apa yang terjadi, terlebih ia tidak pernah melewatkan untuk berusaha menyentuh sosok Vongola Decimo muda dalam situasi apapun dan di mana pun, bahkan ia tidak peduli kalau sosok predator milik suami Tsuna akan menghajarnya nanti. Oleh karena itu, sosok Mukuro yang nekat –atau mungkin begitu bodoh– tersebut langsung menangkap lengan kanan Tsuna dan secara paksa membuat Tsuna menghentikan langkahnya.
Apa yang Mukuro lakukan tersebut tentu tidak Tsuna duga sebelumnya, apalagi setelah itu Mukuro langsung menghantamkan punggungnya pada dinding koridor dan memerangkap Tsuna di antara tembok dengan tubuh besar milik Mukuro.
Pencarian Ieyasu yang masih menghilang itu pun tertunda untuk beberapa saat akibat tindakan Mukuro, tentu saja hal ini membuat Tsuna semakin murka meski pada kenyataannya ia mencoba untuk menahan murka tersebut untuk tidak langsung memanggang sosok penjaga kabutnya menggunakan X-Burner.
"Mukuro, lepaskan aku saat ini juga! Aku tengah mencari keberadaan Ie-kun," perintah Tsuna itu mungkin terdengar begitu kalem dan juga tenang, namun nadanya mengisyaratkan autoritas yang tidak bisa dibantah dan akan menjanjikan kesakitan bagi siapapun yang membantahnya.
Sayangnya Mukuro itu adalah Mukuro, orang yang akan melakukan apapun demi kesenangannya sendiri –dan juga mendapatkan kesempatan menghimpit Tsuna tanpa ada gangguan seekor 'burung' posesif yang begitu mengganggu– tersebut menghiraukan perintah Bosnya. Malahan, ia memperlihatkan senyum miring –dan dengan bodohnya– mengelus pipi kiri milik Tsuna menggunakan tangannya.
"Kufufu... dan harus melewatkan kesempatan emas ini? Kurasa aku tidak akan melakukan itu, Tsunayoshi-kun," jawab Mukuro, kedua matanya mengisyaratkan nafsu serta mencoba untuk menggoda sosok Tsuna yang sama sekali tidak terpengaruh.
"Kau benar-benar menggali lubang kuburmu sendiri, Rokudo Mukuro," kata Tsuna dengan dingin, kedua mata hazelnya pun kini berubah warna menjadi oranye keemasan yang menandakan kalau ia akan masuk dalam mode HDW –Hyper Dying Will– saat itu juga. "Kurasa aku harus mengingatkanmu mengapa kau tidak boleh main-main denganku ketika aku tengah dalam misi mencari Ie-kun."
"Oya?"
Entah mengapa Mukuro merinding hebat mendengar nada tersebut dan juga sorot mata tajam yang Tsuna berikan kepadanya. Secara reflek Mukuro mengingat kalau sosok yang ada dihadapannya itu bukanlah sosok rapuh yang bisa dipermainkan oleh siapapun, tidak peduli bagaimana penampilan luarnya. Sawada Tsunayoshi adalah Vongola Decimo, sosok karnivora yang menggunakan wujud sebagai herbivora –seseorang sering menyebut hal ini ketika mendeskripsikan Tsuna– dan itu artinya dia sangat berbahaya.
"T-Tunggu, Tsunayoshi-kun..."
Dan Tsuna pun tidak menunggu, ketika ada seorang 'nanas' yang mengganggu misinya mencari keberadaan sang Buah hati, maka ia pun harus menghukum 'nanas' yang dimaksud. Untuk pertama kalinya dalam hari itu, teriakan memilukan dari seorang 'nanas' pun membahana dari dalam rumah besar kediaman Vongola. Beberapa pelayan dan juga penjaga Tsuna yang mendengar teriakan memilukan tersebut menghiraukannya, itu sudah biasa terjadi di dalam rumah besar Keluarga Vongola.
"Boss," suara lembut dari salah satu penjaga kabutnya pun Tsuna dengar, ia menghiraukan sosok Mukuro yang babak belur dan teronggok tidak elitnya di lantai guna melemparkan perhatiannya ke arah lain, di mana Dokuro Chrome muncul di sana.
"Chrome," sapa Tsuna balik, sepasang mata hazelnya pun kini kembali dan menatap sosok Chrome dengan lembut. "Kau sudah kembali dari misimu rupanya. Bisa aku meminta bantuanmu sekarang?"
Dokuro Chrome, satu dari dua penjaga kabut Tsuna dan juga satu-satunya penjaga yang berkelamin wanita tersebut memberikan senyum lembut. Wanita muda itu pun menghampiri sosok Tsuna dan memberikan ciuman kecil di pipi Tsuna, sebuah hal yang ia berikan ketika mereka bertemu setelah terpisah lama.
"Apapun itu, Boss," jawab Chrome, sepertinya ia juga menghiraukan sosok Mukuro yang menyedihkan dan terbaring tidak jauh dari tempat mereka berada.
"Bagus. Aku ingin kau membawa Mukuro ke klinik dan rawat dia, setelah itu antarkan laporan misi kalian ke kantorku. Aku akan mengurusnya nanti," sahut Tsuna dengan senyum kecil yang terpatri di wajahnya.
"Boss terlihat terburu-buru," kata Chrome lagi. Wanita muda itu mengamati penampilan Tsuna yang masih mengenakan yukata tidur dan belum sempat mengganti pakaiannya dengan pakaian formal seperti biasanya, bahkan Chrome pun juga melihat kalau dibalik penampilan kalem Tsuna ia bisa menemukan kalau orang yang dimaksud tengah panik. Sesuatu tengah terjadi.
Seperti tahu akan apa yang tengah dipikirkan oleh Chrome, Tsuna pun menghela napas panjang sebelum ia mengacak rambutnya sendiri. "Ie-kun menghilang, aku tidak menemukan Ie-kun di dalam keranda bayinya pagi ini setelah aku terbangun, dan anehnya intuisi-ku tidak mengatakan apapun mengenai hal ini."
"Kalau intuisi Boss tidak memberikan alarm tanda bahaya, berarti Ieyasu-kun tidak berada dalam bahaya."
"Aku harap begitu, Chrome, namun aku tidak bisa menemukan keberadaannya. Oleh karena itu aku tengah berusaha untuk mencarinya sampai Mukuro menghadangku," kata Tsuna, ia sedikit frustrasi karena tidak mengetahui keberadaan sang Buah hati sekarang ini.
"Apa mungkin Kumo-san yang mengambil Ieyasu-kun?"
Sepasang mata hazel milik Tsuna pun bertemu dengan sebuah mata violet milik Chrome, ia ingin sekali mempercayai hal itu, namun Kyoya tengah menjalankan misi –atau itu yang Tsuna yakini sekarang ini– sehingga tidak mungkin Kyoya yang mengambil putera mereka ketika Tsuna masih terlelap dalam buaian morpheus. Namun, Tsuna selalu mempercayai intuisi kuatnya, dan bila intuisinya tidak memberikan tanda bahaya maka Ieyasu tidak berada dalam bahaya. Bila apa yang Chrome katakan itu benar, maka Tsuna pun harus mencari keberadaan suaminya saat ini.
"Kau benar, Chrome, aku akan mencari Kyoya sekarang juga. Ada kemungkin Ie-kun tengah bersama dengannya," kata Tsuna, ekspresinya pun kini terlihat lebih bersemangat ketimbang tadi, bahkan ada kelegaan yang terpancar di sana.
Setelah mengatakan itu dan Chrome berjanji untuk merawat Mukuro –yang masih tidak sadarkan diri tersebut setelah mendapatkan hukuman dari Tsuna– Tsuna pun segera bergegas menuju ruangan pribadi milik Kyoya yang ada di sayap barat rumah besar keluarga Vongola tersebut. Intuisi supernya pun juga mengatakan kalau Ieyasu ada di sana setelah ia mendapatkan ide dari Chrome, oleh karena itu dengan terburu-buru dan setengah berlari pun Tsuna segera menuju ke sayap barat rumah besar tersebut. Memasuki area sayap barat, Tsuna mau tidak mau mengagumi interior yang ada di tempat itu. Tempat itu benar-benar berbeda bila dibandingkan dengan ruangan lain yang ada di mansion Vongola, karena nuansa tradisional Jepang pun menghiasi tempat itu. Sayap barat mansion Vongola adalah daerah kekuasaan Kyoya yang Tsuna berikan kepadanya, ia ingin Kyoya betah untuk tinggal di tempat itu sehingga ia pun merenovasi sayap barat mansion Vongola seperti rumah tradisional Jepang tempat Kyoya tinggal di Namimori, mulai dari lantai kayu tatami sampai pintu shoji dan hiasan lainnya. Bahkan Tsuna pun tidak tanggung-tanggung membangun sebuah taman tradisional untuk Kyoya untuk memberikan sentuhan alami serta kesempurnaan.
Benar sekali apa yang Chrome dan intuisi supernya beritahukan kepada Tsuna, mengenai Kyoya yang sudah kembali dari misinya meski pemuda yang dimaksud tidak memberitahukan keberadaannya kepada Tsuna. Tsuna pun melihat sosok besar Kusakabe –yang dengan model rambut khasnya, ala Elvis Presley– berjalan menuju ruangan pribadi Kyoya dengan tangannya membawa sebotol –dengan dot bayi– susu hangat. Tsuna menduga kalau dot bayi tersebut untuk Ieyasu.
"Kusakabe-san," panggil Tsuna seraya ia mendekati Kusakabe yang akan membuka pinto shoji yang menghubungkan tempat itu dengan ruangan pribadi milik Kyoya.
"Ah.. Sawada-san, senang bisa bertemu denganmu lagi," sapa Kusakabe dengan senyuman kecil terpatri di bibirnya. "Apa kau ingin bertemu Kyo-san, Sawada-san? Aku baru saja akan mengantarkan botol susu ini untuk Ieyasu-kun, Ieyasu-kun terlihat lapar dan menangis tadi."
Mendengarkan ucapan yang terlontar dari bibir Kusakabe itu mau tidak mau membuat Tsuna merasa lega. Setidaknya misteri keberadaan Ieyasu pun sudah terpecahkan, buah hatinya tengah bersama dengan Kyoya yang dengan kurang ajarnya mengambil Ieyasu dari dalam kamar mereka tanpa sepengetahuan Tsuna.
"Terima kasih sudah memberitahuku, Kusakabe-san. Aku akan mengantarkan botol susu itu sendiri," kata Tsuna, ia pun menerima botol susu dari Kusakabe.
Setelah memberi anggukan singkat kepada Kusakabe, Tsuna pun segera menggeser pintu shoji yang ada di hadapannya dan masuk ke dalam ruangan besar tersebut. Ruangan yang Tsuna masuki tersebut sangat besar, bernuansa Jepang klasik dengan beberapa lukisan kaligrafi serta pemandangan terpajang di dindingnya dan juga sebuah meja kayu rendah berada di tengah-tengah. Ruangan tersebut menghadap ke arah taman tradisional Jepang yang terlihat jelas karena pintu shoji yang mengarah ke luar pun terbuka. Suara antukan pancuran bambu pun terdengar, dan secara samar-samar pun Tsuna mendengarkan himne Namimori-chu yang terdengar –kemungkinan besar dinyanyikan oleh burung kenari mungil peliharaan Kyoya yang bernama Hibird– dari arah luar. Kedua mata hazelnya pun tidak berpaling dari sosok yang mengenakan Yukata hitam dan tengah duduk di teras rumah tersebut, menghadap ke arah taman tradisional Jepang.
Rambut hitam pendek yang sedikit berantakan milik pemuda berusia 23 tahun tersebut dibelai oleh angin pagi, sosoknya yang begitu kalem, regal, dan begitu sempurna di mata Tsuna itu pun terlihat semakin sempurna saat pemuda itu memusatkan perhatiannya pada sesosok bayi mungil yang ada dalam gendongannya. Pemuda itu adalah Hibari Kyoya, penjaga awan serta terkuat dari keluarga Vongola generasi kesepuluh, dan juga suami tercinta dari Sawada Tsunayoshi.
Untuk beberapa saat lamanya Tsuna tidak beranjak dari tempatnya berdiri, ia terus-terusan mengagumi sosok Kyoya dari sana dan bersyukur karena ia adalah satu-satunya orang selain Ieyasu yang dapat melihat sisi lain dari seorang Hibari Kyoya. Dan melihat sosoknya sekarang ini pun mengingatkan Tsuna mengapa ia bisa jatuh cinta pada penjaga awannya ketika ia masih menjadi seorang remaja yang tidak tahu apa-apa sampai sekarang ini. Kyoya adalah kebalikan dari dirinya, sosok yang sangat Tsuna kagumi sampai kapan pun.
"Apa yang kau lakukan berdiri di ambang pintu seperti orang bodoh, Tsunayoshi. Ieyasu kelaparan, aku membutuhkan botol susu yang kau pegang itu," ucapan tenang dari seorang Hibari Kyoya tersebut membuyarkan lamunan yang Tsuna miliki, membuat Tsuna kembali tersadar.
"A-ah... iya," sahut Tsuna dengan lembut sebelum tersenyum kecil.
Sang Vongola Decimo itu pun berjalan terus ke depan dengan langkah pelan, menghampiri dua orang yang begitu penting dalam hidupnya saat ini. Ia pun mengambil tempat duduk di atas teras kayu yang menghadap taman tradisional Jepang, tepat di samping Kyoya yang masih menggendong sosok Ieyasu di kedua lengan kekarnya itu.
Seperti tahu kalau sang 'Ibu' berada di sampingnya, si Kecil Ieyasu pun terbangun dari tidur dan memperlihatkan sepasang mata berwarna hazel seperti milik Tsuna. Si Kecil Ieyasu menatap sosok 'Ibu' dan Ayahnya bergantian sebelum ia memberikan senyuman lebar khas seorang bayi yang baru tidur, namun senyuman tersebut terganggu sebentar karena Ieyasu menguap lebar untuk melepaskan rasa kantuk. Baik Tsuna dan Kyoya yang melihat ekspresi si Kecil Ieyasu dalam gendongan Kyoya itu pun mau tidak mau tersenyum kecil, bahagia melihat sang Buah hati mampu mengenali mereka berdua serta tidak rewel ketika kedua orangtuanya berada di dekatnya.
Tanpa mengucapkan apapun, Tsuna pun mengambil alih Ieyasu dari gendongan Kyoya dan kini gantian dirinya yang menggendong Ieyasu. Dua pasang mata hazel yang begitu identik tersebut saling bertemu dengan satu sama lain, dan dengan sebuah senyum lembut yang terpasang di bibirnya pun Tsuna memberikan kecupan selamat pagi di kening sang Buah hati sebelum ia meletakkan dot bayi yang terpasang di botol susu di bibir Ieyasu, yang secara langsung Ieyasu lahap mengingat perut mungilnya meminta untuk diisi.
Sepasang suami 'isteri' muda tersebut menatap sosok buah hati mereka dengan lembut untuk beberapa saat lamanya ketika Ieyasu meminum susu hangatnya, mereka berdua tidak membutuhkan kata-kata untuk mengatakan betapa bahagianya serta bangganya mereka atas keluarga kecil yang mereka bangun bersama. Tsuna pun juga memejamkan kedua matanya ketika ia merasakan suaminya merengkuh tubuh mungilnya bersama Ieyasu dalam gendongan Tsuna dan membawa mereka berdua dalam pelukan kokoh namun nyaman milik seorang Hibari Kyoya. Bahkan, ia pun menerima kecupan ringan di pelipisnya.
"Aku pulang, Tsunayoshi," gumam Kyoya dengan suara lirih dan bibirnya masih sedikit menempel pada pelipis Tsuna.
Tsuna yang mendapatkan perlakuan lembut dan tidak biasa dari seorang Hibari Kyoya –Tsuna sering mendapatkan hal ini, hanya orang lain saja yang tidak pernah melihat sosok Hibari Kyoya seperti ini. Semuanya eksklusif untuk Tsuna, dan kini untuk Ieyasu juga– pun membuka kedua matanya yang tadi sempat terpejam untuk menatap sepasang mata biru kelabu milik suaminya. Senyuman lembut yang dipenuhi akan rasa cinta pun terulas singkat di bibir Tsuna, senyuman itu sudah cukup untuk mengatakan apa yang Tsuna rasakan sekarang ini. Ia bahagia Kyoya sudah pulang dan bersama dengan dirinya serta Ieyasu. Keluarga kecil mereka sudah lengkap
"Selamat datang kembali, Kyoya, kami merindukanmu," jawab Tsuna dengan lembut.
Sang Vongola Decimo tidak lagi mempertanyakan mengapa Kyoya tidak membangunkannya ketika ia pulang dari misinya lalu mengambil Ieyasu begitu saja tanpa sepengetahuan Tsuna, membuat Tsuna khawatir beberapa saat yang lalu. Tsuna tidak membutuhkan ucapan verbal untuk tahu apa maksud Kyoya, ia sudah bisa menebaknya dengan jelas ketika Tsuna menatap sepasang mata biru kelabu milik suaminya, yang kini menatapnya dengan tenang namun penuh akan kelembutan yang ditujukan kepada mereka berdua. Kyoya rindu pada Tsuna dan Ieyasu, namun ia tidak ingin membangunkan Tsuna ketika ia pulang dan mendapati Ieyasu terbangun dari tidurnya, oleh karena itu Kyoya pun membawa Ieyasu pergi ke tempat ini sambil menunggu Tsuna terbangun. Mereka berdua ini seperti dihubungkan oleh sebuah benang merah yang tak kasat mata, selalu tahu di mana salah satunya berada tanpa perlu bertanya-tanya ada di mana mereka tersebut. Hati mereka berdua terhubung, oleh karena itu Tsuna selalu tahu Kyoya ada di mana meski yang bersangkutan tidak mengatakan apapun, pun dengan Kyoya bila bersangkutan dengan Tsuna.
"Aku juga merindukan kalian berdua," gumam Kyoya dengan suara lirih. Sang Kepala Keluarga Hibari tersebut menyentuh dagu milik suaminya menggunakan tangan satunya, mengangkatnya sedikit sebelum mendaratkan sebuah ciuman di bibir ranum milik Tsuna.
Ciuman lembut yang terjadi di antara mereka berdua pun sudah cukup untuk mengutarakan semua perasaan yang tersimpan di antara satu sama lainnya. Perasaan mereka tidak membutuhkan kalimat untuk menjelaskannya. Kedamaian yang bergulir di antara mereka pun terasa begitu nyaman, ciuman singkat yang Tsuna dan Kyoya bagi pun kini berakhir dengan Tsuna menyandarkan kepalanya pada bahu kokoh milik sang Suami. Keduanya menatap sosok Ieyasu yang balik menatap mereka seraya meminum susu dalam botol sebagai sarapan.
Kisah sederhana keluarga kecil mereka, keluarga Hibari, kini terangkum singkat di hadapan sosok mungil sang Buah Hati yang sudah terlahir di dunia ini. Dan Hibari Ieyasu yang baru berusia tiga bulan dan tengah berada dalam buaian Ayah dan 'Ibu'nya pun entah mengapa merasa bahagia serta nyaman ketika menatap kedua orangtuanya yang tengah bersama. Mereka bertiga adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, meski takdir menghadapakan mereka dengan kegilaan dalam keluarga besar Vongola yang menaungi keluarga kecil mereka.
AN: Terima kasih sudah mampir dan membaca fanfik ini. Meski statusnya adaalah "complete", aku akan mengupdate cerita ini suatu saat nanti karena model ceritanya berbentuk seperti kumpulan fanfik dengan tema sama.
Author: Sky
