"Setelah dilihat dari keluhan dan gejala-gejalanya sangat membuktikan bahwa anak ibu positif mengalami syndrom pinocchio. Syndrom yang tidak asing di negara ini dan sangat banyak yang menderita syndrom ini. Syndrom ketika seseorang berbohong maka ia akan langsung cegukan."

"Astaghfirullah, ke-kenapa anak saya dia bisa terkena syndrom seperti itu?"

"Tenang saja bu, syndrom ini tidak membahayakan kesehatannya tetapi bisa mengganggu mentalnya karena tekanan dari orang-orang dan kata-kata menyakitkan hatinya." Dokter itu nampak terus memperhatikan tulisannya yang ada di kertas putih.

"Ta-tapi mengapa bisa anak saya terkena syndrom ini? Dan bisakah ia sembuh?"

"Anak ibu terkena syndrom ini karena bisa jadi karena keturunan dari orang tuanya yang pernah terkena syndrom pinocchio atau karena kebiasaan terus berbohong dan berbohong sehingga salah satu syaraf otaknya rusak sehingga menyebabkan cegukan yang memakan waktu sekitar 5-10 menit. Dan kemungkinan sembuhnya sangat kecil."

"Pasti ada caranya kan dok, cara untuk sembuh."

"Beberapa orang yang sembuh dari syndrom ini mengatakan jika mereka sembuh dengan sendirinya dan ada juga yang memerlukan obat-obatan. Apakah anak ibu mau dibiarkan menunggu kesembuhannya atau ditangani dengan obat-obatan?"

Ibu dari gadis kecil itu sangat terpukul karena mengapa dulu ia pernah terkena syndrom ini dan mengapa harus anaknya yang terkena imbasnya.

"Dan oh ya... ibu harus selalu mendukung anak ibu, membantu dia agar tidak berlarut-larut dari tekanan dari orang-orang. Memang penyakit ini tidak mengganggu kesehatannya tapi sangat banyak penderita pinocchio mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Jika sampai anak ibu bunuh diri, siapa yang akam bertanggung jawab? Dan siapa yang harus disalahkan nantinya?"

"Iya dok. Saya tidak tega anak saya harus meminum obat-obatan yang pahit, lebih baik dibiarkan saja. Urusan sembuh atau tidaknya serahkan saja pada Tuhan."

Dokter tidak bisa memaksakan kemauan pasiennya, dokter hanya bisa menyarankan lalu mengikuti kemauan pasiennya, "Baiklah..."

"Yaya... Kamu harus kuat ya..." suara Ibunya terdengar bergetar karena berusaha menahan tangisnya.

.

.

.

Pinocchio

Disclaimer © monsta

Author © Lunaseaxx

Genre : (Romance, Drama) selebihnya komedi, school life, friendship

Rate : T

Bahasa : Indonesia

Warning! Newbie (nah^^), Typo, no super power+robot, robot jadi manusia, OOC, OC, de-el-el

Suka ceritanya? Silahkan terus ikuti ff ini dan berikan reviewnya

ga suka? Silahkan jauhi ff ini, haters hanya membuat ff ini jadi busuk /plakk

Chapter 1

"Yaya bangun! Jika kau tidak bangun sekarang juga aku jambak rambut sampai botak."

Setelah mendengar suara teriakan adiknya, ia langsung menyelimuti seluruh tubuhnya sampai kepalanya. "Argghh... Bisakah kau biarkan aku tertidur 5 menit lagi? Kau tidak tahu rasanya menjadi anak SMA yang penuh dengan tugas-tugas."

"IBUUUUUUUU... KAK YAYA GAMAU BANGUN."

"BERISIK!" teriak Yaya kesal ia melempar bantalnya ke wajah adiknya, karena adiknya terkejut karena serangan tiba-tiba dari kakaknya dan juga mendengar bentakan ia langsung menangis dan mengadu ke ibunya.

"Akhirnya bisa tenang." Ucapnya bahagia diikuti menguap karena rasa ngantuknya.

"Yaya! Apa yang kamu lakukan ke adikmu? Dia berniat baik membangunkanmu karena ia takut kau telat masuk sekolah."

Yaya bangun dari tempat tidurnya dan menggaruk kepalanya kesal. "Aku merasa tidak melakukan apa-apa ke dia."

"Hik...Hikk.." Yaya langsung cegukan

"Hmm kau berbohong Yaya Ah.." Ibunya tersenyum geli karena anak pertamanya ketahuan berbohong.

"Sukurin... Emang enak penyakitan" ledek adiknya Yaya, Yaya langsung tersadar dari alam mimpinya.

"Coba... Hik... Ngomong sekali la-... Hik.. Gi, kakakmu ini tadi tidak mendengarnya. Oh ya... Hik... mau tangan kanan atau tangan kiri?"

"Er.. Simpan saja jika aku nakal besok."

"Adik... Hik.. Pintar."

Sambil menunggu Yaya selesai mandi, kita bahas biodata dan perjalanan hidupnya. Yaya Ah... Ya gadis remaja yang menginjak 17 tahun ini menduduki bangku kelas 2-B di sekolah Pulau Rintis Senior High School. Walaupun dia memiliki syndrom pinocchio, tidak menghalangi semangat belajar Yaya, bahkan ia memiliki segudang prestasi salah satunya murid terpintar ke 2 di sekolahnya, wow sekali bukan?

Yah karena setitik hal buruk, hal yang baik pun akan terlupakan. Walaupun ia sangat pintar tetap saja tidak akan mengurangi pembullyan terhadap Yaya. Banyak meledek Yaya dengan sebutan 'berpenyakitan' atau 'tukang cegukan', yah... Namanya juga Yaya ia takkan peduli, walaupun pernah sempat sakit hati dengan kata-kata itu hihihi.

Yaya sekarang bersiap-siap mengenakan seragamnya dan sepatunya.

"Kamu udah mau berangkat?"

"Iya, aku udah makan pas pagi-pagi buta kok. Yaya berangkat dulu bu, assalamualaikum"

"Hati-hati di jalan."

"Iya bu, tenang saja." teriak Yaya sambil berlari.

Yaya menghirup udara pagi dalam-dalam lalu menghembuskannya.

"Udara pagi lah yang aku suka." gumamnya pelan. "Tetap saja tidak nikmat jika tidak ditemani lagu." Yaya memasukkan earphonenya ke dalam kerudungnya lalu memasangnya ke telinganya. Yaya memilih lagu kesukaannya lalu memutarnya.

Geudae gyeote dagaga angigo sipeoyo

( aku ingin pergi ke kamu, ke dalam pelukanmu )

Meomulgo sipjyo geudaeraneun sesange

( aku ingin tinggal di duniamu )

I owe you, i miss you

( aku berhutang padamu aku merindukanmu )

I need you, i love you

( aku butuh kamu, aku mencintaimu )

Yeongwontorok geudae pume

( selamanya dalam pelukanmu )

Selama Yaya menggumamkan lagunya dengan penuh perasaan ia tidak sadar ada yang memanggilnya sedari tadi. Tiba-tiba ada yang memegang pundaknya sehingga ia menoleh kebelakang.

"Ah maaf... Aku menangagetkanmu aku memanggilmu sedaritadi tapi kau tak mendengarnya."

Yaya langsung melepas earphone, "Maaf maaf, aku terlalu asik mendengar lagu jadinya lupa sama dunia."

"Tidak apa, boleh tanya sekolah Pulau Rintis Senior High School dimana ya? Aku lupa arah jalannya."

Yaya merasa asing dengan wajah dengan lawan bicaranya dan ia langsung terfokus dengan seragam yang dikenakannya. Sama seperti seragam sekolah Yaya yang ia kenakan.

"Ahh... kebetulan aku sekolah disitu, mau berangkat bareng?"

"Wah.. Benarkah?"

Yaya mengangguk kepalanya cepat.

"Oh ya kau murid baru ya? Sebelumnya aku tidak pernah melihat wajahmu." tanya Yaya penasaran.

"Kau benar. Selain aku, ada 2 kakakku yang masuk sekolah yang sama sepertiku. Kita bertiga kembar."

"Kembar? Asik ya punya saudara kembar."

"Yahh bagiku tidak. Walaupun wajah kami sama, tapi sifat kami bertiga sangat berbeda. Soal besar fisiknya juga tidak sama, kakakku pertama yang paling besar, disusul kakak kedua, barulah aku."

Yaya berdecak kagum, entah mengapa ceritanya sangat menarik. "Benarkah? Ku kira anak kembar soal besar fisiknya akan sama."

"Hahaha banyak yang bilang seperti itu."

Tanpa mereka sadari mereka telah sampai ke sekolah Pulau Rintis Senior High School. "Ah.. Kita sudah sampai." Yaya terlihat begitu semangat.

"Ah terima kasih, kau duluan saja aku harus masih menunggu kakak-kakakku datang."

"Lho? Bukannya mereka sudah duluan?"

"Mereka gengsinya terlalu tinggi pasti mereka tidak berani bertanya, dan nyasar lalu sampai paling terakhir."

"Oh begi-..."

"Siapa yang bilang nyasar?"

Ucapan Yaya terpotong, iris hazel dan iris merah bertemu. Yaya tenggelam dalam keindahan iris merah itu.

"Gengsian kak Hali lah. Aku mah ikut-ikutan saja."

"Ck.. Pembual."

"Oh namanya Hali, tidak sekalian Halilintar?" gumam Yaya pelan diikuti kekehan kecil.

"Kenapa namaku disebut-sebut?"

Yaya langsung terkejut, mengapa laki-laki bertopi hitam merah ini bisa mendengar gumamannya Yaya dan kini Yaya tidak tahu harus berbuat apa. "A.. Aku tidak menyebut namamu." jawab Yaya bohong.

"Hik.." Yaya langsung menutup mulutnya dan langsung berlari ke kolidor sekolah.

"Ini memalukan kenapa aku sampai... Hik... Lupa jika aku bohong bisa cegu... Hik... Kan."

Akhirnya setelah berlari menempuh beberapa meter dari tempat kejadian sampai di kelasnya. "Hik.."

"Yaya! Kau lama datangnya, aku sudah menunggu disini lama tahu kalau tahu begini aku tidak kesini."

"Han... Hik... Na." Yaya langsung memeluk sahabatnya itu.

"Cup cup cup, ada apa? Dan kau kenapa bisa cegukan?" Hanna menepuk-nepuk punggung Yaya pelan.

"Aku malu...Hik... sekali, Ya Tuhan rasanya aku ingin menggali tanah dan mengubur wa... Hik.. jahku sedalam-dalamnya... Hik.."

"Sepertinya ceritamu menarik, ceritakanlah."

"Jadi begi-..."

"HOII..." cerita Yaya terpotong oleh suara teriakan dan suara meja yang dipukul secara bersamaan, Yaya dan Hanna langsung terkejut.

"Ying!" ucap Yaya dan Hanna bersamaan, Ying hanya bisa tertawa dan meminta maaf.

Yaya langsung melanjutkam ceritanya, Ying dan Hanna mendengarnya dengan penuh penghayatan.

"Heehh? Jadi kau tahu namanya Hali saja? Terus kau tidak tanya siapa nama yang kau antar hingga ke sekolah?" tanya Ying terkejut mendengar ceritanya.

"Dianya saja bercerita terus, bagaimana bisa aku bertanya namanya. Nama Hali saja aku tahu dari salah satu adiknya yang memanggilnya seperti itu."

"Ganteng tidak yang kau antar ke sekolah itu?" tanya Hanna penasaran dan dibalas gelengan kepala dari Yaya.

"Kalau Hali?" tanya Hanna lagi.

Yaya sempat berfikir dan mengingat kejadian tadi, menimbulkan rona merah di pipinya. "Tidak! Sama sekali tidak!.. Hik.. Hik.."

"Kau nih pasti lelah cegukan terus lebih baik mengaku sajalah..." ucap Ying kasian ke sahabatnya yang menderita syndrom pinocchio itu.

"Ok.. Hik... Aku mengaku jika dia memang tampan tapi... Hik... jangan salah artikan... Hikk... Aku tidak suka dengannya." Yaya menutupi wajahnya karena malu karena mengingat kejadian bertatapan dengan Hali.

"Iya iya kami mengerti kok." Hanna dan Ying berusaha menahan tawanya karena melihat sahabatnya ini bisa malu.

Ying mengecek jam tangannya jarum menunjukkan pukul 06.27, 3 menit lagi bel pertama akan berbunyi.

"Ck, haiyaa baru saja aku kesini woo... bel pertama mau berbunyi ma..." logat China Ying mulai keluar karena kesal.

"Seriusan? Sayang sekali. Yaya kami balik ke kelas dulu ya. Seperti biasa istirahat kami ke kelasmu." karena mereka bertiga berbeda kelas, Hanna kelas 2-A, sedangkan Ying 2-D. Mereka harus berpisah sementara waktu.

"Ok." Yaya melambaikan tangannya.

"Eh katanya ada murid baru? Denger-denger murid baru itu tampan-tampan." Yaya tidak sengaja mendengar teman yang berada di samping tetapi beda barisan.

"Tampan-tampan? Maksudmu murid barunya lebih dari satu?" respon teman sebangkunya

"Iya... Bisa tuh aku dapat salah satu dari mereka."

"Kyaaa... Baru membayangkannya saja sudah membuatku merasa terbang."

"Perandaian saja, aku tidak ada rasa suka sama mereka. Seandainya aku berpacaran di antara mereka bertiga apakah mereka bisa menerima diriku? Bahwasanya aku ini berpenyakitan." Batin Yaya sedih.

Yaya tersadar dari lamunannya karena wali kelas sekaligus merangkap menjadi guru fisika masuk ke kelasnya.

"Selamat siang."

"Pagi pak."

"Oh iya, pagi anak-anak. Saya datang bukah hanya membawa soal fisika yang sulit, tapi saya membawa murid baru. Ayo dong tepuk tangan."

Tidak ada tepuk tangan, suasana langsung hening. Bahkan jangkrik pun malas bersuara saking sepinya.

"Er... Sudahlah, murid baru silahkan masuk."

Kaki yang panjang semampai, bahu yang lebar nan kokoh, wajah datar seperti hasrat ingin membunuh yang membuat suasana kelas bertambah mencengkam, iris merahnya yang menatap tajam setiap siswa seakan-akan menyala, ditambah topi hitam merah yang menutupi poni dan sedikit matanya.

Yaya langsung terkejut melihat pemandangan yang ada di depan kelasnya sekarang. Yaya mengambil buku yang ada di mejanya dan menutupi wajahnya.

"Yak, perkenalkan dirimu."

"Boboiboy Halilintar."

"Ap-apa?" tanya wali kelas 2-B yang terlihat kebingungan.

"Ck, Boboiboy Halilintar. Dari sekolah Internasional di Amerika."

"O-oh... Ya Halilintar, berteman baiklah di kelas ini. Dan ketua kelas mana?"

"Kenapa harus aku jadi ketua kelasnya?" buku yang dipegang Yaya terlihat gemetar.

"Sa-..Saya pak." suara Yaya terdengar gemetar dan Yaya masih setia menyembunyikan wajahnya dibalik bukunya tapi tangan kanannya terangkat ke atas.

"Ada apa dengan kau? Menutupi wajah dengan buku? Berhentilah bertingkah, nanti ketika jam istirahat antar dia keliling sekolah ini."

"Mampus." kini Yaya banjir keringat Yaya tidak takut pada Halilintar, tidak. Tapi ia hanya malux berusaha menghindarinya dan tidak mau berurusan dengannya lagi.

"Nah Halilintar silahkan duduk di depan ketua kelasmu ya. Dan sekarang buka buku fisika kalian halaman 45."

"Ya Tuhan semoga dia tidak sadar jika tadi pagi itu aku."

Halilintar semakin lama semakin dekat dengan meja Yaya, bersamaannya keringat Yaya semakin lama semakin banyak. Halilintar berhenti di depan tempat duduknya.

Yaya memanjatkan doa di dalam hatinya meminta pertolongan dari Tuhan tapi... Karena pegangan Yaya kurang kuat, Halilintar berhasil mengambil buku Yaya. Dan iris mereka saling bertemu lagi.

"Pantas kelakuanmu mencurigakan. Kau gadis tadi pagi." ucap Halilintar datar.

"Aaa..." kali ini Yaya tidak bisa berkata-kata lagi, dari tadi pagi sampai sekarang ia tidak menemukan keberuntungannya.

"Ouch... Sial ketahuan."

Tbc

Or

End?

Hai semua. Ceritanya pendek ya? maafkan thor Luna, thor ngetiknya di hp T_T. Tapi...Tapii thor Luna bakalan usahain ceritanya semakin lama semakin banyak wordsnya. Oh ya bagi pecinta drakor pasti tau dong lagu ituu hehe. Aku bukan kpop boyben boyben gt thor luna ga terlalu suka, hanya suka film korea beserta soundtracknya saja. Dan judul ff ini pasti tahu domg terinspirasi dari mana? disini aku buat Hali ga sejutek2 di ff lain, keliatannya di ff ini Hali kayak Taufan suka ngegodain huh, maapin akoeh jadinya ooc kelewatan. Apalagi Yaya jadi galak bgt :(. Udah ah cape ngetik thor Luna. timggalkan jejak dengan cara reviews.

Salam hangat cium sayang

thor luna mwaa.