Salam kenal semuanya, kami SakuraYuri-87.

Kami adalah dua Author yang berkolaborasi membuat satu fic - Sakura-8 dan Yuri-7.

Karena kami sama-sama menyukai anime Gundam Seed dan sangat menggemari pairing Athrun x Cagalli (Sakura) dan Shinn x Stellar (Yuri) yang berada pada anime tersebut, Yuri memiliki ide untuk membuat sebuah fic romance dengan Cagalli dan Stellar sebagai tokoh utamanya.

Semoga kalian menikmati fic pertama hasil kolaborasi kami berdua ini!

PS: Maaf jika masih banyak kekurangan dan kesalahan yang kami buat secara sengaja mau pun tidak sengaja pada chapter ini.

Disclaimer: Gundam Seed dan Gundam Seed Detiny sepenuhnya milik Sunrise


Sebuah hari Minggu di bulan Juli, pukul setengah sepuluh pagi. Langit biru tak berawan, membuat matahari bebas memancarkan sinarnya ke bumi, memberi kehangatan pada setiap insan yang tinggal di dalamnya.

Pada salah satu kamar tidur sebuah rumah di kota Plant, nampak seorang gadis berambut pirang sebahu sedang duduk pada kursi meja belajar. Pensil mekanik pada tangan kanannya menari-nari di atas selembar halaman kosong sebuah buku tulis, mengerjakan tiap soal yang tertera pada sebuah buku bersampul oranye yang ada di hadapannya.

Tangan gadis tersebut sesekali menghentikan tariannya untuk membuka sebuah buku tebal yang juga berada di atas meja belajarnya, berusaha mencari arti kata dari bahasa asing yang sedang ia pelajari selama ini, bahasa Jepang.

Dapat terdengar lantunan lagu berbahasa asing yang sedang ia pelajari. Lantunan itu tidak pernah berhenti terdengar dari telepon selularnya, menemani kesendirian gadis itu sejak ia memulai kegiatan belajarnya.

Pada layar telepon genggamnya tertera informasi judul beserta penyanyi lagu yang saat itu sedang di putar.

Title: Ai no Uta

Artist: GreeeN

I'm sorry I'm always causing you so much nuisance

You went through such tough times

The two of us, engraving our days

Making our feelings grow stronger

I'll send you my badly-written song

I'll swear to God that I'm crazy about you

Now and forever, I'll be holding your hand [1]

'Ah... Lagu ini, lagu favoritku. Liriknya manis, tentang ungkapan perasaan seorang pria pada gadis yang ia cintai. Ungkapan persaaan sayang yang begitu tulus juga jujur. Kapan ya, aku akan mengalaminya? Saat di mana seorang pria ditakdirkan Tuhan untuk bertemu denganku, semakin dekat denganku dan akhirnya mengucapkan kata-kata manis seperti lirik lagu ini padaku. Seseorang yang bisa menerima ketidaksempurnaanku tentunya...'

Gadis berambut pirang tersebut sejenak menghentikan kegiatannya. Dengan dagu bertopang pada tangan kanannya, ia memandang langit dari jendela kamarnya dan mulai tenggelam dalam lamunannya.

"Aku... Pulang..."

Dengan terengah-engah, seorang gadis mengucapkan salam pada gadis yang tengah melamun itu, seraya ia melangkahkan kakiinya memasuki ruangan tersebut. Sosok kedua gadis tersebut terlihat mirip satu sama lain, terutama pada bagian rambut mereka. Rambut mereka berdua sama-sama berwarna terang, berwarna kuning keemasan.

"Ca-Cagalli-Neechan! Bagaimana? Sukses memecahkan rekor sendiri?"

Sontak gadis yang sedang terpaku pada sebagian kecil langit biru itu segera menghentikan kegiatannya. Ia bangkit dari tempat duduknya, kemudian dengan riang, ia menghampiri sosok Neechan-nya yang kini sudah terbaring terlentang di lantai karena rasa lelah yang menguasai tubuhnya.

"Hahahaha. Tentu saja, Stellar! Lebih cepat tiga detik dari rekorku kemarin!" katanya, tersenyum senang sambil mengangkat tangan kanannya yang terkepal, "Tapi... Hei, Stell! Sudah kubilang berkali-kali 'kan, jangan panggil aku 'Neechan'! Kita ini kembar!"

Sang Neechan yang dipanggil "Cagalli-Neechan" itu segera bangun dari posisinya, sehingga saat ini ia berada pada posisi duduk. Dari ekspresi wajahnya saat itu, dapat terlihat jelas bahwa sebuah panggilan "Neechan" dari adik kembarnya itu sedikit mempengaruhi mood-nya.

Tidak, Cagalli bukan seseorang yang mudah terganggu kondisi mood-nya hanya karena hal kecil seperti ini. Mungkin karena rasa lelah yang saat ini menerpa seluruh tubuhnya, kondisi mood-nya berubah dengan cepat.

"Tapi... Meski kita kembar, Neechan 'kan memang lahir duluan..." Stellar berusaha memberikan argumennya untuk terus memanggilnya dengan panggilan "Neechan", meskipun alasan yang sama sudah berulang kali ia lontarkan setiap kali Cagalli memintanya untuk tidak memanggilnya seperti itu.

"Hhh... Sudahlah! Percuma aku memintamu berhenti memanggilku begitu. Kau tidak pernah mau menurut!" kata Cagalli menyerah sambil menghela napas, "Oh ya, bagaimana rencana kita siang ini? Siang ini kita jadi ke MOP - Mall of Plant, 'kan?"

"Sudah tentu jadi, Neechan! Kita harus ke toko buku Dominion di sana. Kita harus beli LKS - Lembar Kerja Siswa - tiap mata pelajfaran yang tidak dijual sekaligus dengan buku pelajaran di sekolah kemarin." Jawab Stellar.

Kini Stellar tengah sibuk bersiap-siap untuk pergi. Ia merapikan buku-bukunya yang berada di atas meja, kemudian memasukan dompet serta telepon genggam ke dalam tas ransel kecilnya yang berwarna biru langit. Tidak lupa ia juga memasukkan selembar surat pemberitahuan dari sekolah perihal daftar LKS yang wajib dimiliki oleh setiap siswa.

"Eh...? Besok kita memang mulai masuk, tapi... Seminggu pertama kita kita masih Masa Orientasi Siswa 'kan? Artinya masih belum ada pelajaran sama sekali 'kan?" tanya Cagalli pada Stellar.

"Hm... Memang belum ada sih, Neechan... Tapi 'kan jauh lebih baik kalau kita beli secepatnya, jadi tidak perlu khawatir kehabisan bukunya..."

Sang adik dari dua gadis bersaudara kembar itu mulai merasa cemas. Ia khawatir Neechan kembarnya itu tidak mau menemaninya pergi siang ini.

"Aduh... Aku lelah sekali, Stell... Minggu depan saja, ya?"

Cagalli mulai kembali merebahkan dirinya di atas lantai. Ia mulai menutup kedua mata amber-nya yang indah itu, seolah-olah hendak tidur nyenyak di lantai saat itu juga.

"Eh?! Neechan! Jangan tidur di sini! Nanti masuk angin! Neechan sudah janji mengantarku hari ini. Lagipula ini juga demi kepentingan Neechan... Tapi kalau Neechan memang terlalu lelah hari ini, tidak apa-apa. Aku bisa kok, pergi sendiri dengan bis."

Stellar mengambil beberapa lembar tisu di atas meja belajarnya. Kemudian ia duduk di samping kanan Neechan-nya, menghapus bulir-bulir keringat yang ada pada wajah Neechan-nya.

"Oh ya... Tadi aku membuat semangkuk besar es kelapa yang diberikan orang tua Auel kemarin. Tunggu sebentar, biar kuambilkan di kulkas."

Stellar tersenyum pada Neechan-nya, kemudian ia beranjak bangun; hendak meninggalkan ruangan itu. Namun, tiba-tiba Cagalli menarik tangannya, menghentikannya meninggalkan ruangan.

"Eh? Ada apa, Neechan..? Neechan tidak apa-apa?" Stellar menatap Neechan-nya lekat-lekat. Perasaan cemasnya kian menjadi.

Melihat adiknya cemas seperti itu, tanpa diduga-duga, tiba-tiba Cagalli menggerakan tangan kanannya untuk mengacak-ngacak rambut adiknya. Tidak lama kemudian, tawanya terdengar cukup keras di ruangan bernuansa hijau dan biru itu.

"Hahahaha... Aduh, Stell! Kau ini memang imut! Polos sekali seperti Tigy! Aku hanya bercanda! Kau tahu 'kan kalau aku ini orangnya konsisten, aku selalu bertindak sesuai kata-kataku," kata Cagalli sambil tersenyum usil memandang adik semata wayangnya itu.

"Neechan! Tadi aku itu benar-benar cemas tahu! Aku kira Neechan sakit! Jahat!"

Stellar yang menjadi korban kejahilan Neechan-nya, hanya dapat mengakui kekalahannya dengan memukul-mukul pelan bahu Neechan-nya itu.

"Hahaha... Hentikan itu, Stell! Sakit!" kata Cagalli sambil memegang kedua pergelangan tangan adiknya; berusaha menghentikan serangan yang dilancarkan oleh adiknya.

"Habis... Neechan selalu menggodaku sih!" kata Stellar yang kini telah menghentikan serangan balasan fisik kepada Neechan-nya.

"Salah sendiri, kau selalu memanggilku 'Neechan'. Aku sudah bilang berkali-kali padamu kalau aku tidak suka dipanggil begitu. Lagipula... Dengan kepolosanmu yang super itu, kau memang mangsa empuk yang sempurna untukku."

Tawa Cagalli terdengar lagi di ruangan itu, bahkan kali ini tawanya terdengar lebih keras dari sebelumnya.

"Ukh...! Dasar Neechan! Liony! Tidak ada bosan-bosannya menggodaku!"

"Ya, aku memang seekor lion. Aku tidak pernah segan memangsa setiap buruanku," kata Cagalli sambil mengambil pakaian ganti dari lemari pakaiannya, "Oke, aku mandi dulu ya, Tigy!"

Sebelum Cagalli meninggalkan kamar, ia kembali mengacak-acak rambut pirang adiknya.

"Dasar... Kau ini benar-benar suka bahasa Jepang, ya? Setiap hari tidak pernah absen mempelajarinya, meskipun di hari libur seperti sekarang ini. Selalu senang mendengarkan lagu Jepang."

"Iya... Seperti Neechan yang sangat suka olah raga lari, seperti itulah perasaanku pada bahasa Jepang," Jawab Stellar.

"Hahaha... Kau memang luar biasa rajin, Stell. Aku kagum padamu," kata Cagalli sambil terus mengacak-acak rambut adiknya itu, "Ayo, kau juga siap-siap! Kita berangkat setelah makan siang ya?"

"Iya, Neechan..." Jawab Stellar sambil menatap Neechan-nya yang kini telah meninggalkan kamar mereka.

'Apa Neechan tahu? Akulah yang selama ini selalu mengagumimu...'


-The Twin's Love-


Mall of Plant

Mall of Plant Mall terbesar di kota Plant. Mall tersebut terdiri dari 5 lantai, tiap lantai terdiri dari banyak toko yang menyediakan berbagai kebutuhan, mulai dari makanan, pakaian, alat tulis, hingga taman hiburan keluarga indoor kecil.

Mall yang terletak pada pusat kota tersebut tidak pernah sepi dari pengunjung, terutama pada setiap akhir pekan. Tak terkecuali toko buku Dominion, toko buku terbesar di kota itu.

"Luna, apa masih ada perlengkapan lain yang harus kita beli?"

Tanya seorang pria berambut hitam dan bermata merah pada gadis berambut pink yang ada di samping kanannya.

"Hm... Sepertinya semua sudah lengkap, Shinn. Sekarang sebaiknya kita cepat kembali ke sekolah saja supaya bisa cepat mendekor aula sekolah." Kata gadis yang dipanggil "Luna" itu sambil mengambil beberapa kantong plastik berisi kertas karton dan barang-barang lainnya dari tangan pria di samping kirinya itu, "Sini, aku bantu."

"Terima kasih, Luna," kata Shinn sambil menyerahkan beberapa kantung plastik pada Luna, "Ya, kau benar. Kira, Athrun, Lacus, Rey, dan yang lainnya sudah menunggu kita di sekolah."

Saat mereka berdua berjalan menuju pintu keluar toko buku tersebut, Shinn menghentikan langkahnya saat ia mendengar obrolan antara dua gadis yang mampu menarik perhatiannya.

"Nanti Neechan pasti ikut ekskul atletik cabang lari ya?"

"Tentu, Stellar! Apalagi SMA Minerva itu 'kan SMA yang catatan prestasi olah raganya bagus, terutama dalam bidang atletik dan basket."

"Hehehe... Aku yakin Neechan pasti bisa berprestasi di SMA! Sama, bahkan lebih dari prestasi Neechan di SMP!"

"Terima kasih, Stell! Dan aku yakin kau pasti dapat semakin mahir berbahasa Jepang dengan ikut klub bahasa Jepang di sana."

Di depan rak yang berisi buku-buku panduan mempelajari bahasa asing, terlihat dua orang gadis berambut pirang yang memiliki sosok mirip satu sama lain.

'SMA Minerva? Satu sekolah denganku? Aku tidak pernah melihat mereka berdua di sekolah. Apa mungkin mereka berdua siswa kelas satu tahun ajaran baru ini? Apa mereka kembar? Mereka berdua mirip satu sama lain, meski gadis bernama Stellar itu terlihat lebih feminim dari gadis satunya. Jujur, dia terlihat manis di mataku.'

Tanpa ia sadari, Shinn larut dalam pikirannya sendiri. Ia memandang kedua sosok gadis yang sedang mengobrol asyik itu dengan tatapan kosong.

"Sepertinya sekolah kita kedatangan dua siswa baru yang bersemangat, ya?"

Pertanyaan dari Luna itu berhasil membuat Shinn tersadar kembali dari lamunannya.

"Hahaha. Iya, Luna. Semoga anak-anak kelas satu maupun siswa-siswa pindahan tahun ajaran baru ini banyak yang bersemangat seperti mereka, ya."

Shinn tersenyum pada Luna. Dengan tangan kanannya ia menggenggam tangan kiri Luna, lalu mereka bersama-sama melanjutkan melangkahkan kaki mereka meninggalkan toko buku itu.


-Chapter: 0-


"Ayo lihat daftar buku yang kita perlukan... LKS bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, Biologi, Fisika, Geografi, Ekonomi, Sejarah. Apa semuanya sudah kau ambil, Stell?" tanya Cagalli pada adiknya sambil membaca daftar LKS yang mereka perlukan.

"Sudah, Neechan. Selain itu, aku menemukan buku kumpulan soal bahasa Jepang N5! Senangnya!" jawab adiknya dengan riang.

"Dasar Stellar! Sepertinya otakmu itu isinya bahasa Jepang semua, ya? Biasanya anak SMA akan senang begitu kalau menemukan komik volume terbaru yang disukai, bukan buku pelajaran! Apalagi buku pelajaran bahasa asing!"

Saat Cagalli mengacak-acak rambut adiknya; mulai menggoda adik semata wayangnya itu, lirik sebuah lagu berbahasa Inggris yang sedang diputar pada toko buku tersebut berhasil menyita perhatiannya.

Nothing's gonna change my love for you

You oughta know by now how much I love you

The world may change my whole life through

But nothing's gonna change my love for you [2]

'Nothing's gonna change my love for you - tidak ada yang bisa mengubah cintaku padamu... Perasaan... Cinta? Apa ada laki-laki yang bisa membuatku merasakan perasaan itu? Membuatku tetap mencintainya meski dunia mengubah seluruh hidupku? Selama ini semua terasa biasa saja - setiap kali menghabiskan waktu dengan teman-temanku yang mayoritas laki-laki...'

"Ukh... Neechan! Hentikan! Jangan acak-ngacak rambutku di tempat umum, dong! Malu dilihat orang!" protes Stellar.

Ketika ia bersiap menerima serangan godaan lanjutan dari Neechan-nya, Stellar heran ketika ia merasakan tangan kanan Neechan-nya berhenti mengacak-ngacak rambutnya.

"Um... Neechan?" Stellar menepuk pelan bahu Neechan-nya yang ia dapati sedang mematung dengan tatapan mata kosong.

"Ah, eh? Duh, Stell! Kau ini mengagetkanku saja!" kata Cagalli terkejut, "Buku-buku yang kita perlukan sudah kita temukan semua kan? Sekarang ayo kita ke kasir?"

Dapat terlihat antrean yang cukup panjang, sesampainya mereka di depan meja kasir. Namun karena kasir tersebut mampu memproses transaksi pembayaran dengan cekatan, tidak perlu menunggu terlalu lama hingga giliran mereka berdua tiba.

"Ah, maaf..."

Seorang gadis yang baru saja menyelesaikan transaksi pembayarannya tidak sengaja menyinggung bahu Cagalli, saat ia hendak meninggalkan meja kasir.

"Tidak apa-apa," kata Cagalli sambil tersenyum pada gadis berambut coklat sebahu itu.

"Kakak, ini kertas Kakak jatuh," Stellar mengambil selembar kertas yang terjatuh di dekatnya. Selama mengantre, Stellar sempat memperhatikan orang yang mengantre di depannya itu. Kertas tersebut selalu berada di dalam genggaman gadis itu.

"Surat ini... Maaf, tapi apa kau juga siswa kelas satu SMA Minerva tahun ajaran baru ini?"

Saat hendak menyerahkan surat tersebut kepada pemiliknya, Stellar menyadari bahwa kertas tersebut berisi informasi serupa dengan kertas yang juga ia miliki. Surat pemberitahuan dari pihak sekolah mengenai daftar LKS yang wajib dimiliki oleh setiap murid kelas satu.

"Ah, kalian juga ke sini untuk beli LKS yang diminta ya? Kebetulan sekali! Kenalkan, namaku Miriallia Haww."

Gadis itu mengulurkan tangannya, kemudian bergiliran menjabat tangan dengan kedua gadis bersaudara kembar itu.

"Salam kenal, aku Cagalli Yula Athha."

"Aku adik kembarnya, Stellar Loussier Athha. Salam kenal."

"Senangnya! Kalian berdua teman pertamaku di kota ini, aku baru pindah ke sini kemarin. Aku-"

"Miri... Kau sudah selesai membeli semua keperluan sekolahmu?"

Gadis yang baru saja dikenal oleh Cagalli dan Stellar tersebut nampak sangat senang bisa berkenalan dengan mereka berdua. Namun saat ia hendak melanjutkan perkenalan mereka, seorang wanita memanggil gadis itu dari depan pintu masuk toko buku itu. Wanita tersebut memiliki penampilan luar mirip dengan gadis itu.

"Maaf, ternyata Ibuku sudah selesai belanja. Sepertinya kita harus menunda obrolan ini sampai besok. Sampai ketemu di sekolah besok! Senang berkenalan dengan kalian, Cagalli, Stellar!"

Miri berjalan ke arah pintu keluar toko buku itu, menuju ke tempat Ibunya berada. Ia berjalan sambil menatap ke arah kedua saudara kembar itu, sambil melambaikan tangan kanannya.

Cagalli dan Stellar membalas lambaian gadis itu sambil tersenyum menatap kepergiannya, hingga wanita yang bekerja sebagai kasir di sana memanggil mereka. Kasir tersebut mengingatkan mereka bahwa sekarang merupakan giliran mereka. Tidak ada lagi orang yang mengantre di depan meja kasir tersebut kecuali mereka berdua. Beberapa orang yang mengantre di belakang mereka sebelumnya ternyata telah selesai melakukan proses pembayaran, melewati giliran mereka berdua saat mereka berkenalan dengan Miri. Menyadari hal itu, mereka berdua dengan tergesa-gesa kembali menuju meja kasir dan melakukan transaksi pembayaran.


-Love Storm-


Aula SMA Minerva

Meskipun saat ini adalah hari Minggu, dapat terlihat ada beberapa siswa yang sedang melakukan suatu aktivitas di dalam sana. Kedelapan siswa tersebut merupakan anggota OSIS SMA Minerva. Saat ini mereka semua sedang sibuk mendekor aula sekolah mereka yang akan digunakan dalam proses MOS besok.

"Kira...! Ini, aku bawakan bekal makanan untukmu! Spesial buatanku lho! Kau pasti lelah dan lapar karena sejak pagi terus bekerja keras."

Seorang gadis berambut merah mendekati seorang pria berambut cokelat yang sedang sibuk mengarahkan teman-temannya menata dekorasi aula panggung. Sebuah tas kecil berisi tempat bekal makanan berwarna senada dengan rambutnya dijinjing olehnya.

"Fllay?!" remaja pria bernama Kira itu kaget, melihat kemunculan gadis berambut merah tersebut di hadapannya. Gadis itu langsung merangkul tangan Kira saat ia mendengar namanya disebut.

"Hei, Kau! Sudah kubilang, hanya anggota OSIS saja yang boleh masuk ke sini!"

"Dan aku juga sudah bilang padamu, Yzak! Aku punya hak mengikuti setiap kegiatan OSIS yang diadakan di sekolah ini! Aku ini pacar Kira Yamato! Ketua kalian! Ketua OSIS SMA Minerva!"

"Kau-"

Sontak semua orang yang berada di ruangan itu segera menghentikan aktivitas mereka, sejak kedua insan tersebut mulai beradu mulut satu sama lain. Suara mereka berdua cukup keras sehingga mampu menjadi pusat perhatian, mengalihkan perhatian semua orang di sana.

"Sudah-sudah! Hentikan kalian berdua! Jangan bertengkar!" Kira segera melerai mereka berdua sebelum perdebatan mereka menjadi semakin sengit.

"Tapi, Ketua! Dia selalu seenaknya begini meski sudah kita peringatkan berkali-kali! Dia tidak akan pernah jera kalau kita tidak mengambil tindakan keras padanya!"

Yzak menatap tajam gadis itu dengan penuh emosi.

"Tenanglah, Yzak. Soal Fllay, biar aku yang mengurusnya," Kira berusaha menenangkan Yzak, menahannya agar tidak semakin terpancing emosi dan menyerang Fllay.

"Yzak! Tahan emosimu! Apa kau tidak malu bertengkar dengan seorang perempuan?"

Seorang remaja pria berambut biru langit malam datang menghampiri mereka bertiga. Ia menepuk bahu Yzak, berusaha menenangkannya.

"Tentu saja tidak, Athrun!" Yzak menepis tangan yang saat ini berada pada bahunya itu lalu meninggalkan tempat itu, "Tapi tolong, lakukan sesuatu pada perempuan ini! Dia datang ke sini hanya untuk mengacau! Lagipula alasannya itu konyol! Faktanya, saat ini dia bukan lagi keka-."

"Sudahlah... Seperti kata Kira tadi, masalah Fllay kita serahkan saja padanya," Athrun memotong perkataan Yzak sebelum ia berhasil menyelesaikannya, "Selama ini dia berhasil menghadapinya."

Athrun merangkul bahu Yzak, menuntunnya meninggalkan Kira dan Fllay; memberi kesempatan bagi Kira untuk berbicara empat mata dengan Fllay.

"Semuanya, aku tinggal sebentar, ya? Kalian lanjutkan saja kegiatan kalian sekarang." Kira memberikan intruksi kepada semua anggota OSIS, kemudian menarik pergelangan tangan kanan Fllay, menuntunnya meninggalkan aula sekolah.

"Fllay, sudah berulang kali kukatan padamu... Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Hubungan kita sudah berakhir sejak saat itu," kata Kira dingin, sesampainya di depan pintu masuk aula. Ia berbicara pada Fllay dengan tatapan sedingin nada bicaranya.

"Kira... Tapi aku... Aku.. Aku sudah tidak ada hubungan dengan dia! Yang aku inginkan hanyalah dirimu, Kira!" Fllay merangkul lengan kanan Kira yang telah berbalik badan dan hendak kembali memasuki aula sekolah; mencegahnya pergi meninggalkan dirinya.

"Fllay, sekali lagi kukatakan, semuanya sudah berakhir. Maaf, aku harus segera kembali ke aula. Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan." Kira melepaskan tangan Fllay yang memegang lenganya, lalu bergegas masuk ke dalam aula.

"Kira... Lihat saja... Aku pasti bisa membuatmu kembali padaku. Kau hanyalah milikku," Janji Fllay pada dirinya sendiri sambil menatap kepergian mantan kekasihnya itu.

Sementara itu di dalam aula, terlihat seorang gadis berambut pink sedang merangkai dekorasi bunga di sekitar panggung.

"In this quiet night, I'm waiting for you..." [3]

Ia mengerjakan tugasnya itu dengan perasaan riang. Dapat terdengar lantunan sebuah lagu indah dari bibir merahnya.

"Hhh... Syukurlah..."

Setelah berhasil menenangkan Yzak dan membuatnya kembali fokus bekerja, Athrun kembali ke panggung yang berada pada aula itu. Ia kembali mengerjakan tata suara pada panggung tersebut.

"Ara...? Ada apa, Athrun? Sepertinya kau sangat lelah..."

Gadis yang sedang mendekorasi bunga itu menghentikan nyanyiannya, kemudian mendekati Athrun.

"Apa tadi kau tidak melihatnya, Lacus? Seperti biasa, Fllay datang kemari menghampiri Kira dan Yzak mulai termakan emosi karena kehadiran Fllay mengganggu konsentrasi Kira mengkoordinir anggota OSIS yang sedang mendekorasi aula ini," jelas Athrun yang segera mengehla nafas setelah selesai menjelaskan semuanya.

"Ara... Begitu ya? Mungkin tadi aku sedang ke kamar kecil, jadi aku tidak tahu. Pasti melelahkan ya, melerai pertengkaran antara mereka berdua? Syukurlah kau bisa menenangkan Yzak. Terima kasih, Athrun," kata Lacus sambil menepuk pelan bahu kanan Athrun dengan maksud menyemangatinya.

"Hahaha.. Terima kasih, Lacus."

Tidak lama setelah itu, terdengar sebuah siulan seraya seorang remaja pria berambut pirang dan berkulit gelap datang menghampiri Athrun dengan membawa sebuah ember yang berisi beberapa jenis bunga segar.

"Hahaha... Jadi cowok tampan, keren, dan terkenal ternyata tidak selalu menyenangkan, ya..." Setelah mengatakan hal itu, remaja pria itu menyerahkan ember tersebut kepada Lacus.

"Dearka..." Athrun menatap sosok remaja pria yang baru saja menghampiri dirinya dan Lacus.

"Hahaha. Tapi kau, Kira, dan Shinn - trio cowok ganteng OSIS SMA Minerva tahun ini - memang enak, ya... Tanpa harus mengejar, cewek-cewek datang sendiri menghampiri kalian seperti semut... Andai aku ini seberuntung dirimu, Athrun..." Kata Dearka, murung karena selama ini usahanya mengejar siswi-siswi yang ia sukai selalu berujung kegagalan.

"Hahahaha... Bersabarlah, Dearka. Orang-orang bilang kalau memang sudah jodoh tidak akan lari ke mana-mana. Yang penting tetap berusaha saja, " kata Athrun, tertawa sambil menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu, bermaksud menyemangatinya.

"Hahaha... Kalau itu sih, kau tak perlu memberitahuku lagi, Athrun! Aku akan terus berusaha! Apalagi besok akan datang banyak siswi-siswi muda baru di sini..." Kata Dearka kegirangan, "Entah kenapa aku punya firasat di tahun ajaran baru ini, peruntungan cinta kita akan baik! Siapa tahu kau juga bisa mendapatkan gadis pengisi ruang di hatimu, Zala!"

"Ya, kita lihat saja nanti. Apa ada seseorang yang bisa melakukannya. Selama ini tidak pernah ada yang bisa. Lagipula... Aku sedang tidak tertarik untuk mencarinya," kata Athrun dingin.

"Tidak pernah ada yang tahu kapan datangnya cinta, Zala! Selain itu, yang namanya cinta itu selalu di luar logika. Kau tidak bisa menolak atau memilih orang macan apa yang akan membuatmu merasakan perasaan itu."

"Dearka, kalau kau punya waktu untuk bersantai-santai, kenapa kau tidak membantuku, hah?!" Teriak Yzak yang sedang menggunting kertas karton dengan berbagai warna menjadi bentuk huruf-huruf.

"Iya, iya... Aku segera ke sana!" Orang yang dipanggil segera pergi ke tempat orang yang memanggilnya.

"Cinta, ya...?" Athrun menggumakan tema yang sedang ada di pikirannya saat itu, entah pada siapa.

Gadis cantik yang berada di dekatnya hanya bisa memandangnya cemas sambil memanggil namanya di dalam hati.

'Athrun...


-By: Sakura Yuri-


"Makan malam telah siap!"

Dari arah dapur Stellar membawa satu panci ukuran sedang ke arah ruang makan, kemudian meletakannya di tengah-tengah meja makan.

"Wow... Jadi menu makan malam kita hari ini sup jagung dan kepiting ya, Stell! Makanan kesukaan Ayah," kata Cagalli bersemangat saat ia melihat isi dari panci tersebut.

"Terima kasih, Stellar..." Kata Ayah kedua saudara kembar itu tersenyum.

"Ah, biar kuambilkan sup jagungnya untuk kalian!" dengan riang Cagalli mengambilkan semangkuk sup jagung untuk ayahnya, adiknya, baru kemudian untuk dirinya sendiri.

"Terima kasih, Neechan," kata Stellar sambil menerima semangkuk sup jagung dari Neechan-nya.

"Ah, terima kasih, Cagalli. Hm... Sup jagung ini rasanya enak sekali. Anak Ayah yang satu ini memang jago masak seperti ibunya!" kata Ayah dari kedua gadis itu, setelah ia mencicipi sup jagung yang diberikan oleh putri sulungnya itu.

"Um... Terima kasih, Ayah," kata Stellar malu, "Aku sengaja masak sup jagung kesukaan Ayah. Ini sebagai tanda terima kasihku pada Ayah karena sudah membesarkanku dan Neechan seorang diri sampai saat ini."

"Iya, Ayah. Terima kasih. Karena sudah mendidik kami berdua. Bapak Uzumi Nala Athha memang seorang Ayah yang terbaik di dunia!"

Cagalli dan Stellar secara bersamaan bangun dari kursinya, kemudian ia memeluk satu-satunya orang tua mereka yang masih ada di dunia ini.

"Hahaha. Kau bisa saja, Cagalli... Justru Ayah yang merasa sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena dikaruniai putri-putri yang cantik dan baik budi pekertinya seperti kalian. Ayah merasa bangga memiliki kalian berdua. Dan Ibu kalian yang saat ini berada di Surga juga pasti merasakan hal yang sama dengan Ayah..." Uzumi memeluk kedua putrinya, kemudian mengusap-usap rambut keemasan yang dimiliki mereka dengan lembut.

"Ayah... Kami janji! Kami akan selalu berusaha jadi anak yang bisa Ayah banggakan!" kata Cagalli sambil mengeratkan pelukannya.

"Ayah, mungkin aku tidak bisa melakukan banyak hal seperti Neechan, tapi aku akan selalu berusaha sebisaku!" kata Stellar yang turut mengeratkan pelukan pada Ayahnya.

"Tidak perlu kalian katakan pun, Ayah tahu dan percaya kalau kalian selalu melakukannya. Ayah merasa sangat senang melihat kalian berdua tumbuh jadi gadis yang dewasa dan baik hati. Tapi..." Tiba-tiba senyuman pada wajah Uzumi menghilang, digantikan dengan ekspresi wajah penuh kecemasan.

"Tapi apa, Ayah...?" tanya Cagalli cemas.

"Ayah belum bisa tenang... Sebelum kalian menemukan pria yang bisa ayah percaya untuk menjaga kalian," jelas Uzumi sambil tersenyum.


-Cagalli & Stellar-


Saat itu pukul sepuluh malam, seorang gadis berambut pirang dan bermata amber sedang termangu di depan jendela kamarnya, dengan dagu bertopang pada tangan kanannya.

'Kata-kata Ayah tadi... Menemukan seorang pria untuk menjagaku, ya? Tapi... Apa mungkin aku akan menemukannya? Dengan sikap tomboyku ini... Aku tidak pernah merasa ada perasaan khusus saat menghabiskan waktu bersama semua teman laki-lakiku...'

Gadis itu terus larut dalam pikirannya sendiri, seraya ia melihat keindahan langit malam yang saat itu dihiasi dengan bulan purnama.

"Neechan...? Neechan belum tidur...?"

Sebuah pertanyaan dari adik kembarnya itu membuatnya kembali ke alam nyata, menghentikannya larut lebih dalam pada perasaan serta pikirannya sendiri.

"Ah, Stellar. Kau mengagetkanku saja! Iya, aku masih belum mengantuk..." Jawabnya sambil tersenyum.

"Um... Ada yang sedang Neechan pikirkan?" tanya adiknya cemas, "Ayo cerita! Ada apa? Biasanya kan Neechan selalu tidur lebih cepat dariku..."

"Tidak ada apa-apa kok, Stell! Bukan hal penting, kok!" jawab Cagalli sewajar mungkin, berusaha agar tidak ketahuan oleh adiknya bahwa ia menyembunyikan sesuatu.

"Neechan!" seru Stellar kesal sambil mencubit pipi kanan Neechan-nya.

"Aduh! Sakit, Stell! Kau ini! Kenapa sih, tiba-tiba mencubit pipiku?!" Cagalli terkejut dengan tindakan tiba-tiba yang dilakukan oleh adik semata wayangnya itu. Karena sifat tak mau kalahnya itu, ia membalas adiknya dengan tindakan serupa.

"Aduh! Aku 'kan tadi mencubit pipi Neechan pelan! Tidak sekeras ini! Huh! Dasar curang!" kata Stellar kesakitan sambil mengusap-usap pipinya yang memerah setelah dicubit oleh Neechan-nya itu, "Neechan selalu begitu, tidak pernah mau cerita masalah apa yang sedang Neechan risaukan... Padahal, waktu itu kita sudah janji tidak boleh ada rahasia di antara kita..."

"Hahahaha... Iya, iya, maaf. Kalau kau bicara begitu, aku jadi tidak tega. Oke, aku cerita."

Akhirnya Cagalli memutuskan untuk menceritakan apa yang membuatnya termangu malam-malam begini.

"Aku cemas, Stell. Aku kepikiran kata-kata Ayah tadi. Kau tahu sendiri 'kan kalau aku ini tomboy, mayoritas temanku laki-laki. Tapi... Aku selalu merasa biasa saja bersama mereka. Tidak pernah ada perasaan khusus atau spesial. Sama seperti saat aku menghabiskna waktuku beraama teman-teman perempuanku. Apa aku... Bisa menemukan laki-laki yang bisa membuatku merasakan perasaan spesial itu...?" cerita Cagalli dengan nada sedih.

"Jadi... Itu yang membuat Neechan terjaga sampai selarut malam ini? Hahahaha..." Tanpa Cagalli duga, adiknya tertawa setelah ia menceritakan secara rinci apa yang ia rasakan. Hal itu membuat Cagalli sedikit kesal.

"Kau ini! Aku galau begini malah kau tertawakan! Ah, sudah kuduga, seharusnya aku tidak cerita." Kata Cagalli menyesal.

"Hahahaha... Aduh, maaf Neechan... Aku tidak menganggap itu konyol. Aku lupa, Neechan tomboy. Neechan tidak pernah perduli tentang sesuatu seperti ini sebelumnya..." Stellar berusaha menenangkan Neechan-nya agar tidak kesal padanya, "Neechan bukannya tidak bisa merasakan perasaan itu, tapi belum merasakannya. Neechan memang belum menemukan orang yang bisa menarik perhatian Neechan, membuat Neechan menyukainya."

Stellar mengusap-usap punggung Neechan-nya lembut, berusaha menenangkannya, kemudian melanjutkan, "Semua orang pasti bisa merasakan perasaan cinta, Neechan. Tapi, perasaan itu tidak dapat muncul begitu saja pada setiap lawan jenis. Perasaan itu tumbuh dengan sendirinya, saat entah kenapa Neechan menjadi selalu memikirkan laki-laki itu, memperhatikannya, juga berharap ia merasakan hal yang sama. Aku juga belum pernah merasakannya, Neechan."

"Hm... Begitu ya... Jadi selama ini aku tidak pernah merasakannya hanya karena aku belum menemukan orang yang bisa membuatku merasa seperti itu... Lalu kapan ya, kita bisa menemukan mereka, Stell?"

Sejenak setelah Cagalli mengajukan pertanyaan itu, ada sebuah bintang jatuh terlihat pada jendela kamar mereka. Melihat hal itu, Stellar cepat-cepat melipat tangan dan memejamkan mata, memanjatkan suatu permohonan. Tidak mau ketinggalan lebih lama lagi, Cagalli juga cepat-cepat melakukan hal yang sama dengan adiknya.

"Stellar, apa yang kau minta?" tanya Cagalli setelah selesai memanjatkan sebaris kalimat permohonannya.

"Neechan sendiri?" balas Stellar.

"Firasatku bilang, kita punya permohonan yang sama. Stell. Bagaimana kalau kita katakan sama-sama?" tantang Cagalli.

"Baiklah, satu... Dua... Tiga! Ucapkan!" Seru Stellar.

"Semoga kita berdua bisa segera menemukan seseorang yang tepat untuk mendampingi hidup kita!" seru mereka bersamaan.

-To be continued-


Author's Note:

Neechan: Kakak perempuan dalam bahasa Jepang.

[1] Lagu Ai no Uta by GreeeN yang diterjemahan ke dalam bahasa Inggris.

[2] Lagu Nothing's Gonna Change My Love For You by Westlife

[3] Lagi Shizukana Yoru Ni by Rie Tanaka yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.


Chapter 0: "Love Storm" ini merupakan chapter prologue untuk fic "The Twin's Love"

Maaf jika sama sekali belum ada adegan romantisnya.

Kami akan merasa sangat senang jika readers tidak sungkan untuk memberikan saran atau opini kalian terhadap chapter pertama ini.

Terima kasih sudah membaca fic kami ini.

-SakuraYuri-87-