He's, My Future
KaiHun Fic, Romance, Toddler! Baekhyun
.
.
.
.
"Jadi.." Lelaki dihadapannya menyunggingkan senyum aneh. Dengan kedua sudut bibirnya yang tidak tertarik simetris. Sebuah senyum remeh. "Dia seorang single parent?" Pria itu melanjutkan.
Sedangkan lelaki yang disinggung hanya mendengus merasa direndahkan. "Ada yang salah dengan status single parent?"
Lelaki dengan mata rusa itu terkekeh sebentar sebelum berdehem dan melanjutkan "Bukan.. hanya saja.."
"Kau bukan seseorang yang mengerti bagaimana caranya memperlakukan seorang anak laki-laki dengan baik, kan?" Luhan terkekeh diakhir kalimatnya, terasa menggelitik saat membayangkannya.
"Hentikan tawa bodohmu, idiot!" Jongin kembali mendengus masih enggan mengalihkan tatapannya pada pemuda rusa dihadapannya. Baginya saat ini adalah berkas-berkas memusingkan dihadapannya jauh lebih menarik. Dibandingkan wajah menyebalkan yang terus saja tertawa.
"Ouhh Jongin ini benar-benar lucu! Harusnya kau tau bagaimana perasaanku saat ini"
"Jadi, pada akhirnya seorang Kim Jong In memilih berlabuh pada seorang lelaki single parent ?" Pemuda rusa itu kembali berkata setelah berhasil mengatur getar suaranya agar terdengar normal. Bahkan saking semangatnya ia tertawa, beberapa bulir air mata menggenang disudut matanya.
"Sebaiknya kau keluar atau aku mengusirmu secara paksa!"
"Aku hanya mau berkata! Aku turut bersuka-cita mendengar berita membahagiakan ini" Pemuda dihadapannya kembali tertawa kali ini lebih berbahaya dari pada sebelumnya.
"Terima kasih atas suka citamu Tuan Luhan-ssi. Jadi bisa anda keluar sekarang!"
Habis sudah kesabarannya. Dasar makhluk mirip rusa terlaknat!
.
.
.
.
Biasanya pada minggu pagi seperti saat ini Jongin tidak pernah berminat melakukan sesuatu yang berat. Seperti mengendarai mobilnya kearah rumah Luhan. Satu itu termasuk yang sangat ia hindari. Setelah kemarin dengan sangat kurang ajar lelaki itu terus saja menertawakannya rasanya ia ingin menjedukan kepalanya ke dashboard mobilnya ketika ingat bahwa ia menemui lelaki itu justru untuk meminta bantuannya. Salahkan ia yang terlalu malas bergaul sehingga hanya lelaki bernama Luhan itulah satu-satunya temannya. Sial sekali.
Ini pertengahan musim gugur. Udara mulai turun secara perlahan. Jongin mengeratkan mantelnya ketika angin mulai berhembus lumayan kuat. Salah satu efeknya adalah halaman rumah yang saat ini ia masuki menjadi sangat kotor karena dedaunan kering yang gugur tertiup angin.
Jika saja Jongin dapat mengandai. Andaikan ia tak begitu bodoh mengenai anak-anak mungkin ia tidak akan berakhir dengan mengetuk pintu rumah manusia rusa itu. Menurut buku dengan judul langkah mendekati pujaan hati yang ia beli atas dasar bujukan bodoh Luhan. Satu saja bait dari sekian banyak bait disana yang ia setujui. Jadi buku itu berkata, Jika pujaan hatimu adalah seorang single parent maka dekati dulu anaknya.
Dan ia akui bahwa ia tak begitu menyukai anak kecil. Ia hanya tidak mengerti bagaimana memperlakukan mereka dengan baik dan benar. Oke itu satu-satunya kelemahannya. Selebihnya ia adalah lelaki muda yang sempurna. Oh betapa percaya dirinya kau Kim.
.
.
.
.
"Jadi apa?" Luhan menatap malas Jongin yang bersidekap sambil menyandar pada dinding rumahnya. Lelaki rusa itu bersumpah, ini hari minggu! Sungguh Luhan bahkan sudah membayangkan bahwa ia akan tidur seharian. Dan tak ada yang boleh mengusiknya. Sialnya, mengapa Jongin bisa masuk kedalam rumahnya dan mendobrak pintu kamarnya.
"Kau tidak mengunci pintu rumahmu" Seolah dapat membaca isi pikiran Luhan, Jongin berkata tanpa ekspresi berarti. Menatap Luhan tak tertarik. "Kau harus mandi, aku membutuhkanmu.."
Jadi atas dasar kata-kata Jongin mengenai membutuhkanmu tadi Luhan dengan otomatis membuka matanya lebar-lebar. Selama tiga tahun berteman dengan si kuper Kim Jongin ia baru sekali mendengar Jongin berkata membutuhkan dirinya. Yang pertama jelas saja saat lelaki tan itu terjebak dalam kencan buta -entah darimana ia bisa mengikuti hal bodoh macam itu. Menjadi kekasih Kim Jongin agar wanita berumur yang berada satu meja dengan Jongin tak tertarik padanya.
Ia tak pernah berniat melakukan hal menjijikan itu lagi setelahnya. Namun, kemudian ia terbahak menertawakan tindakan bodoh Jongin.
"Ini masih pagi Jong..." Luhan menggantung kata-katanya. "Aku benar-benar ingin tidur"
Luhan baru saja akan membalikan tubuhnya kembali memasuki kamarnya saat tangan besar Jongin menarik kerah bajunya dan menariknya kearah kamar mandi.
"Kau bau sebaiknya kau mandi!"
Setelah mendorong tubuh sempoyongan Luhan kedalam kamar mandi, Jongin menutup pintunya cepat. Lelaki tan itu sadar jika Luhan tidak akan diam saja saat dipaksa seperti itu. Jongin bahkan mendengar teriakan Luhan dari dalam sana sebelum akhirnya ia tersenyum menang saat mendengar gemericik air.
.
.
.
.
Jongin kembali pada kegiatannya pagi tadi, berdiri didepan sebuah pintu berwarna coklat kayu namun kali ini bukan pintu rumah Luhan. Ia cukup kesal mengajak lelaki itu untuk memilihkan hadiah yang cocok diberikan pada putra dari pujaan hatinya. Demi apapun yang ia benci, lelaki itu bahkan hanya menemaninya selama tidak lebih dari empat puluh lima menit. Dan setelahnya pergi begitu saja meninggalkannya hanya karena sebuah panggilan dari Minseok.
Ia sungguh menyesal meminta bantuan dari Luhan. Ia justru hanya membuatnya pusing daripada membantunya. Ingatkan Jongin untuk tidak meminta bantuan lagi pada lelaki itu.
Kemudian disaat Jongin masih dengan perasaan dongkol didadanya. Ia menegakan tubuh semampainya secara tiba-tiba saat dihadapannya berdiri dengan anggunnya seorang lelaki dengan wajah lembut. Tanpa sadar ia menyunggingkan senyum tipis.
"Hai" Jongin berujar kaku dengan senyum aneh. Jika diperhatikan lelaki tan itu hampir mirip dengan remaja labil yang ingin menyatakan cinta pada pujaannya.
"Kim Jongin?" Jongin melihatnya mengeryitkan dahi bingung. Sebelum ia kembali melanjutkan. "Silahkan masuk! Astaga rumahku sangat berantakan, maaf ya? Kau tidak bilang akan kesini jadi aku belum membereskan rumah"
"Tidak masalah, Sehun" Jongin mengikuti langkah Sehun. Memperhatikan bagaimana ia menunduk untuk mengambil mainan yang tergeletak diatas lantai. Dan bagaimana ia sangat mempesona bahkan dengan pakaian sesantai itu.
"Kau ingin minum apa? Biar aku buatkan"
"Sebenarnya hari ini aku berniat mengajakmu keluar bersama" Jongin bersumpah ia gugup setengah mati mengatakan hal itu pada Sehun. Dalam 24 tahun hidupnya baru kali ini ia merasa begitu gugup akan seseorang.
"Keluar.. bersama?"
Jogin mengangguk pasti. Kelewat semangat. Namun beberapa menit kemudian ia tersadar maksud dari pertanyaan Sehun barusan.
"Kau pasti berfikir aneh. Maksudku, bukankah putramu berulang tahun hari ini, aku hanya ingin yeahh mengajaknya jalan-jalan" Tentu saja denganmu juga.
"Tapi putraku sedang tidak dirumah, kemarin baru saja ia merengek untuk menginap dirumah paman dan bibinya, jadi aku menitipkannya disana. Aku baru berencana menjemputnya nanti sore.."
Oh astaga kenapa untuk mengajak kencan seseorang harus serumit ini? Jongin menggeram frustasi. Namun tak sampai didengar Sehun tentu saja. Tahap pertama dengan mendekati putra Sehun belum sepenuhnya berhasilkan, jadi ia tidak boleh meninggalkan kesan buruk.
"Oh benarkah? Ah sayang sekali, sepertinya aku terlambat" Jongin menatap Sehun yang tengah meletakan secangkir teh hangat dihadapannya. Kemudian ikut duduk disebelah Jongin.
"Kau benar-benar tidak bilang akan mengajak Baekhyun pergi. Jadi aku membiarkannya saat dia ingin menginap, maafkan aku!"
"Tidak apa-apa Sehun, tidak perlu begitu. Mungkin aku bisa mengajaknya lain kali.." Jongin tersenyum tipis masih tetap menatap Sehun. Ia seakan enggan mengalihkan tatapannya. Sehun adalah makhluk yang akan sangat menyayangkan jika terlewat barang sedetikpun.
"Kau mau kembali begitu saja? Maksudku kau sudah jauh-jauh datang kemari kan?"
"Putra mu tidak ada atau- kau mau menemaniku?" Oh tolong Jongin, itu bukan kata yang tepat untuk ajakan kencan. Lakukan dengan lebih baik. Kenapa pikiranmu jadi bermasalah seperti ini?
"Maksudku, yeah aku sudah jauh-jauh datang kesini. Aku rasa akan sangat lucu jika aku harus pulang lagi tanpa hasil apapun, 'kan?"
Sehun terkekeh sesaat.
Dan lihat Kim Jongin, bahkan kekehannya mampu membuatnya termangu.
"Aku akan bersiap, aku janji tidak lama.."
Ketika Sehun melangkah memasuki sebuah kamar dengan tulisan. 'Baekhyunnie's Mommy and Baekhyunnie's room'. Jongin melonjak kegirangan. Ia seperti berhasil memimpin sebuah proyek besar dan sukses. Kalau dipikir ia memang tengah memimpin sebuah proyek. Proyek mendapatkan hati Oh Sehun. Astaga! Otak Jongin benar-benar sudah bergeser beberapa senti. Tingkahnya berubah 180 derajat dari normal. Saat ini saja ia tidak bisa berhenti tersenyum dengan bodohnya.
.
.
.
.
Disiang hari yang cukup hangat ini, Jongin dan Sehun tengah menyusuri pasar myeongdong yang sangat ramai. Sehun dengan satu cup es krim ditangannya, menoleh tertarik pada mainan-mainan yang berjejer rapi disalah satu Toko. Umumnya tak banyak percakapan yang terjadi antara keduanya. Jongin hanya selalu saja menemukan kendala saat akan memulai percakapan. Topik yang mereka bicarakan bahkan hanya seputaran itu saja. Seperti bagaimana keadaanmu, bagaimana dengan pekerjaanmu, bagaimana dengan sekolah Baekhyun dan pertanyaan macam itu. Hanya sesekali mereka akan tertawa saat mendapati objek lucu disekitar mereka.
Sehun terlalu sibuk dengan matanya yang berpendar melihat banyaknya barang yang dijual di myeongdong. Seperti apapun akan dapat kau temukan disini. Sementara Jongin terlalu sibuk mengatur debaran didadanya dan apa hal yang seharusnya ia lakukan setelah ini.
Pandangan Jongin beralih tepat dimana tangan sebelah kiri Sehun terayun disisi tubuhnya. Dengan gerakan kaku yang sangat kentara. Dia menggerakan tangan besarnya menggenggam jemari tangan Sehun. Menyusupkan sela-sela jarinya dalam jemari ramping Sehun.
Dan bukan berbohong atau apapun namun saat kepala Sehun menoleh dan menatap terkejut kearahnya ia hanya dapat tersenyum. Senyum yang baru kali ini dapat dengan luwes ia tunjukan didepan Sehun. Tidak perlu bertanya karena sebelumnya bahkan ia selalu menilai bahwa tindakannya sangat bodoh selama dihadapan lelaki manis itu.
Mereka berjalan beriringan dengan tangan saling menggenggam. Dan tidak ada yang merasa terganggu dengan itu.
Jadi sisa waktu beberapa jam sebelum menjemput putra Sehun dari rumah bibinya dihabiskan Jongin berjalan berduaan saja dengan Sehun. Ini bahkan lebih baik daripada rencana awalnya mengajak putra Sehun. Jongin merasa seperti tengah menghabiskan seharian penuh bersama kekasih hatinya dan memang benar Sehun adalah kekasih hatinya yang sebentar lagi mungkin akan dijadikan seutuhnya milik Kim Jongin seorang. Ia benar-benar tak sabar akan hal itu nanti.
.
.
.
.
Keduanya, Sehun dan Jongin duduk berdampingan didalam benz milik Jongin. Siang yang cerah beberapa jam lalu berubah menjadi hujan deras dengan suhu dingin. Jongin baru saja membeli dua gelas coffee hangat untuknya dan Sehun.
Seharusnya Jongin memanfaatkan waktu dengan baik. Disaat ia hanya berdua saja dengan Sehun dan saling berdampingan seperti ini. Sesuatu yang harusnya ia lakukan adalah mengajak Sehun mengobrol. Menurut penelitian terlalu lama membiarkan suasana hening akan sangat cepat menimbulkan kebosanan.
"Hujannya deras sekali" Tiba-tiba mendengar Sehun berbicara, Jongin menolehkan kepalanya kearah dimana lelaki manis itu berada. Tatapannya tengah berkelana melihat tetesan air dari langit yang membasahi jalan dalam waktu sepersekian detik saja dari balik kaca mobil.
"Apa menurutmu hujannya akan berhenti Jongin?" Sehun bertanya tanpa menoleh pada Jongin.
Kening Jongin sedikit mengerut, "Mungkin"
"Untukmu" Jongin menoleh dengan menyodorkan Sehun coffee. "-Mungkin saja nanti jadi hangat!"
"Ah terimakasih Jongin"
Namun apa yang kemudian terjadi benar-benar berada diluar kendalinya. Ia merasa bahwa tangan Sehun benar-benar sudah memegang gelas coffeenya dengan benar. Jadi, ketika ia lepaskan ia yakin segelas coffee hangat itu tidak akan tumpah.
-Sekali lagi kenyataan sungguh berbeda dengan apa yang ia harapkan.
"Astaga!" Jongin berseru terkejut saat gelas itu meluncur bebas dan membasahi baju dan celana Sehun. " Oh Tuhan apa yang sudah aku lakukan!" Dan ia mulai merutuki dirinya sendiri.
"Panas, Jong" Sehun bersuara dengan rendah.
Jongin menatap Sehun yang sibuk membersihkan tumpahan coffee dan mengipasi bagian perutnya. Jongin berasumsi bahwa cairan pekat itu tumpah disana jika dilihat dari bercak hitam pada bajunya. "Maafkan aku Sehun, aku benar-benar tidak menyangka akan-"
"Tidak apa-apa Jongin" Tersenyum.
"Ahh aku punya kemeja cadangan dijok belakang, biar kuperiksa" Dan Jongin berbalik, berniat memeriksa sebelum matanya mendapati sebuah kemeja terlipat rapi diatas jok penumpang. Jongin bersyukur berkat kebiasaannya membawa kemeja ganti saat kerja dapat berguna disaat genting.
"Kau bisa memakai itu, bergantilah di belakang"
"Maksudmu kau memintaku berganti dibelakang? Di jok belakang?" Sehun menunjukan raut serius. "-ugh tapi Jongin, aku-"
"Aku tidak akan mengintip! Aku janji!"
"Ba-baiklah, jangan menoleh okay?" Jongin mengangguk kaku. Jongin maupun Sehun keduanya sama-sama merasa sedikit malu. Meskipun apa yang Sehun miliki, Jongin juga dipastikan memiliki. Tapi, ini bukan sekedar sama-sama memiliki anatomi tubuh yang sama.
Jongin bahkan menahan diri mati-matian untuk tidak menoleh sedikitpun saat mendengar suara gresek-gresek mencurigakan dibelakang sana. Ia tidak ingin Sehun berfikir bahwa dirinya adalah maniak. It's too bad.
Disela-sela pemikirannya mengenai Sehun, tiba-tiba saja lelaki manis itu sudah berpindah kembali ke tempat semula.
Ia mendengar Sehun sedikit menghela nafoas. "Dingin sekali"
"Kau kedinginan Sehun? Kau bisa pakai mantelku jika kau mau"
"Ahh, apa itu tidak merepotkanmu?"
Jongin bersumpah bahkan jika Sehun memintanya untuk mencarikan benda paling langka diduniapun Jongin tidak akan merasa keberatan. Berlebihan? Mungkin saja. Entah karena apa tapi setelah menyukai Sehun fikirannya agak sedikit terganggu.
"Bagaimana rasanya menjadi memimpin perusahaan?" Sehun bertanya sambil mengeratkan mantel Jongin ditubuhnya. Mengalihkan tatapannya pada Jongin yang hanya mengenakan kemeja putih.
"Aku tidak memimpin keseluruhannya, ingat? Bagaimanapun juga aku bukan seorang CEO kan?"
"Tapi kau mungkin saja akan menjadi CEO, orang-orang dikantor mulai membicarakan hal itu kau tahu?" Sehun berkata dengan senyum tipis yang tersemat dibibirnya.
Jongin menunduk seolah kesulitan untuk membalas, padahal ia tidak berniat naik jabatan sampai setinggi itu. Karena itu pasti sangat memusingkan. Tapi gosip mengenai dirinya yang diajukan untuk menjadi CEO selanjutnya membuatnya sedikit terbebani. Memulai sebuah langkah besar membutuhkan tanggung jawab besar juga kan.
"Mungkin aku tidak akan mengambil kesempatan itu" Jongin berkata dan menoleh kearah Sehun, lelaki itu nampak sangat nyaman dalam duduknya, kedua kakinya terangkat dan dipeluk erat oleh lengannya. Sepertinya ia benar-benar kedinginan. Dan itu karena tindakan bodohnya menumpahkan kopi pada pakaian Sehun.
"Hah? Kenapa?"
"Yah karena aku tidak ingin"
"Kau konyol Jongin. Ditawari jabatan seluar biasa itu malah diabaikan"
Dan Jongin hanya terkekeh menanggapi perkataan Sehun. Benar, tapi jika itu tak berpengaruh besar dalam mendapatkanmu kurasa tidak perlu. Jabatan tinggi hanya akan membuat jarak antara kau dan aku semakin jauh, benarkan?
.
.
.
.
Matahari mulai turun perlahan keperaduannya. Meninggalkan berkas cahaya jingga dipenghujung hari. Kesan klasik dalam kanvas luas dengan sebaris cahaya menyilaukan.
Jongin membungkuk sekilas pada seorang wanita muda dihadapannya, sedang tak jauh dari sana ia menemukan Sehun tengah membawa Baekhyun dalam gendongannya. Rupanya anak itu tertidur.
Lihat bagaimana cara Sehun membawa Baekhyun dalam gendongannya? Bagaimana cara tangannya yang tergerak perlahan menepuk-nepuk pelan punggung mungil Baekhyun agar tidurnya tak terganggu. Lihat bagaimana memesonanya dia bahkan ketika tengah bersama putranya. Dan lihat bagaimana sempurnanya dia jika menjadi kekasih Jongin.
Entah matanya yang bermasalah atau tidak yang jelas ia lihat barusan adalah wanita muda tadi yang membisikan entah apa itu pada oo ptelinga Sehun seraya menunjuk pada dirinya. Dan setelahnya yang ia dapat melihat Sehun menundukan kepalanya seolah tengah merasa merona. Setidaknya itu seperti membuat pemikiran Jongin berlayar kemana-mana.
Jongin tersenyum sekilas sebelum membukakan pintu mobilnya pada Sehun. Membantunya menyamankan posisinya dengan menggendong Baekhyun. Sebelum kembali membungkuk dan menjauh dari sana.
.
.
.
.
"Ini.." Tangan Jongin terulur memberikan sebuah paperbag lumayan besar pada Sehun.
"Apa ini Jongin?" Sehun menerimanya dengan kening berkerut.
"Seperti apa yang aku bilang pagi tadi, hadiah untuk Baekhyun. Kau tau kan aku cukup kesulitan mencari yang tepat" Jongin terkekeh diakhir kalimatnya. Menggaruk tengkuknya gugup. Ia baru saja berkata sebuah hal yang seharusnya tidak ia katakan.
"Hadiah untuk Baekhyun?" Sehun menaikan sebelah alisnya.
"Yah, aku juga membeli beberapa baju hangat untukmu, sebentar lagi musim dingin akan tiba kan?"
Sehun mengangguk sekilas, dengan senyum tipis manis yang tersemat pada bibir tipisnya. "Emh Jongin?"
"Ya?"
"Terimakasih untuk hari ini, kau sudah mengajakku keluar dan berjalan-jalan. Aku tau kau pasti sangat lelah kan bekerja begitu keras? Kau juga harus perhatikan pola makanmu dengan baik. Bagaimanapun juga jangan terlalu sibuk.."
Jongin bersumpah bahwa ia baru saja seolah diterbangkan diatas nirwana. Bersama lembutnya awan. Hatinya berdesir aneh ketika mendengar untuk pertama kalinya Sehun berkata hal seperti itu padanya. Dan itu sungguh sangat membuatnya bergejolak menahan rasa bahagia yang membuncah dalam dadanya.
Andai Oh Sehun tau bahwa lelaki muda dan mapan seperti Jongin tengah tergila-gila sepenuh hati padanya.
"Terimakasih, aku akan berusaha mencobanya. Dan untuk yang tadi, aku benar-benar minta maaf"
"Ahh tidak apa-apa. Aku akan mengembalikam kemejamu setelah mencucinya-" Sehun menjeda kata-katanya "-dan hubungi saja aku saat kau butuh meluapkan perasaanmu, aku akan mendengarkan.."
Oh tidak Jongin jelas-jelas tidak akan pernah melewatkannya. Sehun baru saja menawarkan diri untuk diganggu Jongin, 'kan?
"Aku akan mengantarmu sampai kamar Baekhyun"
"Kamar Baekhyun berarti kamarku juga" Sehun terkekeh.
"Ahh benar"
"Tidak perlu Jongin, pulanglah kau pasti lelah seharian ini, dan terimakasih atas hadiahnya.." Sehun mengangkat paperbar ditangan kirinya sambil tersenyum pada Jongin. Jongin balas tersenyum menawan, kemudian mengangguk pelan.
Lelaki tan itu berbalik dan baru saja akan membuka pintu mobilnya sebelum Sehun memegang tangannya dan menahannya. Dan yang lebih membuatnya terkejut dengan beban Baekhyun dalam gendongannya dan tangannya yang menjinjing paperbag dari Jongin, ia kemudian mendekatkan wajahnya dan mencium pipi Jongin sekilas. Dan Jongin berani kembali bersumpah bahwa rona merah tipis dikedua pipinya adalah nyata terjadi. Jongin melihatnya jelas, dan itu membuatnya tersenyum senang bukan main.
"Dan Jongin sebenarnya ini bukan hari ulang tahun putraku, ia bahkan sudah merayakannya enam bulan yang lalu."
Jongin dibuat terpaku, sebelum melihat Sehun menjauh dengan langkah terburu setelah melambaikan tangan padanya.
Jadi, untuk apa mengetuk pintu rumah Luhan pagi tadi?
.
.
.
"Umma apa yang tadi itu mr. Kim?" Baekhyun mengigau dalam tidurnya.
.
.
.
Selesai
A/N : Saya kembali dengan selingan FF KaiHun yang selalu ber-genre romance, thats my lovely style~
Ditunggu reviewnya~ Mari bersama-sama melestarikan KaiHun!
P.S : Saya sedang bersemangat, tunggu kedatangan/? saya lagi XD
