Harry Potter belongs to our beloved Queen Jo

La La Love belongs to GwendyMary

OOC, Alur kadang cepet kadang lambat, Aneh, Gajelas, dsbg

RnR if you mind

Hope You Like It! ;)

P.S: Sangat disarankan untuk membaca fic ini sambil mendengarkan lagu "La La Love" milik Taylor Thrash yang sebenernya ngga ada hubungannya sama sekali dengan fic ini._.v


La La Love


Ketiga murid emas Gryffindor itu mengeluh bosan di sebuah ruangan besar yang seharusnya memang hanya ditempati oleh seorang ketua murid. Tapi, hey apa salahnya untuk menjenguk salah satu sahabatmu yang menjabat sebagai ketua murid? Setidak untuk mengobati rasa rindu karena ia sudah tak lagi berada di satu ruangan asrama yang sama denganmu. Hermione Jean Granger, sang sahabat yang menjabat sebagai ketua murid, kembali menghela nafasnya lamat lamat. Seumur umur, tak pernah ia merasakan bosan yang benar benar membosankan seperti ini. Di samping kirinya, The Chosen One, yang pastinya sudah dikenal oleh seluruh penyihir di dunia, Harry James Potter, mengayun ayunkan tongkatnya bosan. Sekedar iseng, eh? Sedangkan di samping kanannya, seseorang berambut merah mencolok yang pastinya seorang Weasley, Ronald Weasley, meniup poninya yang entah kenapa baginya terasa menyenangkan untuk saat ini.

"Aku bosan... " Ucap Hermione untuk kelima belas kalinya selama mereka berada di ruang rekreasi ketua murid.

"Kau sudah mengatakannya lima belas kali, Mione. Tak perlu kau bilang, aku juga sama disini. " Balas Ron yang sekarang malah melempar lempar sebuah bola kaca yang di dalamnya terdapat simbol ular, sangat Slytherin, di tangannya. Sontak hal itu membuat Hermione langsung duduk tegak.

"Ronald Weasley, harus berapa kali kubilang agar jangan memainkan pajangan kesayangan Malfoy atau itu akan pe- " Belum sempat gadis berotak jenius itu menyelesaikan perkataannya, bola kaca itu tergelicir dari tangan Ron dan PRANG! Hancur berkeping keping ke lantai.

Hermione menutup wajahnya dengan kedua tangannya, berharap ia bisa memberi ramuan permanen ke Ron agar sahabat satunya ini bisa memakai akalnya sedikit saja. Ron tidak bodoh. Bukan, bukan begitu maksudnya. Hanya saja, bisakah sahabatnya ini berpikir jauh lebih kedepan lagi sebelum melakukan suatu hal yang sangat tidak penting? Harry hanya bisa nyengir memandang Ron yang sudah pucat wajahnya. Ia tau Hermione pasti tak akan berhenti menceramahinya karena kecerobohannya itu. Tidak ada yang berubah, ya setidaknya itulah yang membuat pemuda ini tenang hatinya.

"Reparo " Hermione merapalkan mantranya sehingga bola kaca itu kembali menjadi bagian yang utuh, persis seperti sebelum Ron merusaknya.

Tiba tiba pintu utama ruang ketua murid terbuka, menampilkan sosok Draco Malfoy bersama dengan Blaise Zabini dan Ginny Weasley dibelakangnya. Perlu diketahui, mereka semua bisa bebas seperti ini karena hari ini adalah hari Sabtu. Dan taukah apa yang paling menyenangkan di hari Sabtu? Tidak ada pelajaran satu pun! Tentunya hal ini membuat semua murid berlonjak kegirangan karena bisa bebas dari pelajaran pelajaran yang penat dan membosankan, salah satunya Sejarah Sihir yang gurunya sendiri terlalu membosankan untuk dilihat wajahnya.

Ginny langsung berlari menerjang Harry, memeluknya tentu saja. Yang lainnya? Hanya bisa menyaksikan sebuah drama yang pastinya selalu tayang ketika mereka berdua terpisah meskipun baru 5 menit saja. "Romantis sekali... seperti tidak pernah bertemu selama seabad lamanya. " Ucap Draco dengan nada sarkastik khasnya, membuat Blaise yang berada di sampingnya mencoba menahan tawanya. Begitu juga dengan Hermione yang pastinya memutar kedua bola mata hazelnya bosan. Ia sudah sering- ralat, terlalu sering, melihat pemandangan di hadapannya.

"Hey, berhubung kita semua sedang bosan dan pastinya lebih bosan lagi melihat Harry-Ginny bermesraan, bagaimana kalau kita bermain Truth or Dare? " Usulan Hermione yang ditambahinya dengan penekanan itu berhasil menyedot perhatian semua penghuni ruangan tak terkecuali Draco Malfoy yang sepertinya memang sudah sangat sangat bosan meskipun sejujurnya ia tak mengerti tentang permainan Truth or Dare yang diusulkan oleh sang Putri Gryffindor itu. Tunggu, Putri Gryffindor? Sejak kapan ia berpikir dan memanggil seorang Hermione Granger dengan sebutan Putri Gryffindor?! Argh, lupakan.

Harry yang memang mengerti tentang permainan muggle itu mengangguk setuju sedangkan yang lainnya hanya menatap Hermione dengan pandangan permainan-macam-apa-itu. Hermione dengan cepat menjelaskannya "Jadi begini, kita membutuhkan sesuatu untuk menunjuk- ah! Tongkat sihirmu bisa dipakai Harry! Nah kita hanya perlu memutar tongkat ini lalu ketika tongkat itu berhenti tepat di depan salah satu dari kita, orang itu harus memilih salah satu antara Truth; yang berarti harus menjawab jujur segala macam pertanyaan yang dilontarkan tanpa terkecuali. Atau Dare; yang berarti harus melakukan apapun yang diusulkan oleh pemain lainnya tanpa terkecuali meskipun disuruh memeluk Argus Filch. Bagaimana? Deal? "

Perlahan, satu persatu dari mereka mengangguk paham dan setuju, kecuali Sang Pangeran Slytherin kebanggaan kita, Draco Malfoy. Ia masih terlihat berpikir keras tentang itu. Bagaimana jika ia benar benar disuruh memeluk Argus Filch yang terkenal ganas dan pedas tanpa terkecuali kepada seluruh murid Hogwarts yang ditemuinya. Bahkan sepertinya di hari natal sekalipun, tak ada raut wajah senang di wajahnya. Ah mungkin kebahagiaan satu satunya adalah nenek tua bertubuh gempal dari kementerian itu, Dolores Umbridge. Lupakan soal Filch, ini masalah harga diri seorang Malfoy! Sangat tidak lucu untuknya jika ia harus memeluk Argus Filch di depan semua orang? Bisa bisa rusak reputasinya sebagai Pangeran Slytherin.

Semua orang yang ada di ruangan itu menatap Draco dengan pandangan yang pastinya tak sabar. Apa susahnya sih menyetujui permainan ini? Setidaknya jauh lebih baik daripada harus berdiam diri dengan tidak jelasnya karena kebosanan. "Well, cepatlah sedikit Drake, kami semua tak mau mati kebosanan karena menunggumu disini. Main atau tidak? " Kata Blaise dengan tidak sabar yang pastinya langsung dibalas dengan sebuah delikan tajam dari Draco. "Baiklah. "

Permainan pun dimulai. Terlihat jelas semuanya menahan nafas ketika tongkat itu yang tadinya berputar cepat mulai berputar pelan, tanda akan berhenti. Draco merasakan perasaan yang tidak enak melihat tongkat itu bergerak pelan, takut takut jika tongkat itu akan berhenti tepat di hadapannya. Benar jika Malfoy junior itu selalu benar karena sekarang, Draco harus susah payah menelan salivanya ketika melihat tongkat itu berhenti. Tepat di hadapannya. Harry yang menyadari perubahan raut wajah Draco nyengir senang. Jarang jarang ia bisa menikmati melihat raut wajah Draco yang biasanya selalu didominasi dengan raut angkuh khas Malfoynya.

"Truth or Dare? " Senyum di wajah Ginny mengembang dua kali lebih lebar daripada disaat ia memeluk Harry tadi. Berbagai macam rencana beserta kemungkinannya sudah tersusun rapi di otaknya yang bisa dibilang jenius itu. Berusaha menyembunyikan ekspresi ketakutannya, Draco menjawab sedingin dan setenang mungkin. "Dare. "

Got you, Malfoy batin Ginny kegirangan. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, tak ada yang tampak ingin memberikan sebuah tantangan kepada Draco. Maka dari itu, Ginny Weasley yang mengusulkannya. "Kau dan Hermione, pacaran selama 2 bulan. Harus senormal mungkin. " Ginny menekankan kata 'normal' sehingga kedua manusia berbeda gender itu sama sama mendelik. Memangnya mereka selama ini tidak normal apa?

"TIDAK MAU! " Teriak keduanya bersamaan lalu saling menengok ke satu sama lain dan langsung membuang muka. Ron berdehem, mencoba menengahi. Ia tak masalah jika Hermione dan si Malfoy itu berpacaran, hanya saja ketika mendengar mereka berdua terpilih menjadi ketua murid sudah membuat dirinya cemas. Takut takut kalau seminggu setelahnya, salah satu dari mereka akan terkapar di rumah sakit karena saling melempar kutukan, mengingat kebencian yang masih mengurat akar di lubuk hati mereka masing masing meskipun sebenarnya perbedaan antar asrama sudah dihapuskan. Mereka menjadi ketua murid saja sudah membuat ia dan Harry cemas, apalagi berpacaran?

"Ehm, begini saja. Kalau tongkat ini nantinya akan mengarah ke Mione, baru mereka harus melaksanakan tantangan tersebut. Tanpa tapi tapian. " Dengan bodohnya Ron tercengang, menyadari apa yang baru saja ia katakan barusan. Benarkah itu dirinya? Mantra apa yang dimasukkan Lavender ke makanannya sehingga ia bisa menjadi bijak seperti itu? Setidaknya perjalanannya bersama kedua sahabatnya untuk mencari horcrux membuat jiwa kebijakannya bangkit juga.

Semuanya keliatan tak keberatan dengan usul Ron bahkan Blaise menganggap usul itu sangat briliant dan jarang didengar olehnya dari mulut seorang Weasley apalagi seorang Ronald Weasley.

Ron memutar tongkat itu sembari melirik ke arah Draco dan Hermione yang memucat wajahnya, menunggu nunggu kemanakah kemungkinan arah berhentinya tongkat itu. Wajah keduanya semakin memucat ketika Tongkat-Pembawa-Petaka bagi keduanya berhenti tepat di hadapan Hermione. Ugh, rasanya gadis itu lebih baik dilempar dari atas sapu terbang saja daripada harus seperti ini. Siapa yang bisa menyangka usulannya untuk mengusir rasa bosan malah membawa petaka bagi dirinya sendiri sekaligus partner ketua muridnya?


"Karena jarak antara cinta dan benci hanyalah 00000,0001 mm. "


"Malfoy! Ayo bangun! Tak taukah kau ini pukul berapa?! Kita bisa telat untuk masuk ke kelas Ramuan hanya karena waktuku habis untuk membangunkanmu. Dan ingat, aku tak mau membelamu barang sepatah katapun di depan Professor Slughorn nantinya! " Sebuah rutinitas bagi Hermione Jean Granger untuk membangunkan Draco Malfoy yang notabene seasrama dengannya karena mereka berdua adalah ketua murid. Hermione melipat kedua tangannya di dada dengan tidak sabar ketika menyadari tak ada tanda tanda bahwa Si-Ferret-Idiot itu telah bangun dari Tidur-Ala-Putri-Tidur nya.

Dengan cepat, ia membuka pintu kamar Sang Ketua Murid Laki laki itu kasar. Dilihatnya Draco yang masih meringkuk di dalam selimutnya yang hangat. Mau tak mau ia menggeram sebal. Sudah capek capek ia berteriak tadi dan ini balasannya?! Bahkan Malfoy tak bergerak sedikitpun layaknya sebuah mayat?! Sebuah keberuntungan tersendiri baginya jika Malfoy junior itu menjadi mayat tiba tiba.

Dihentak hentakannya kakinya ke lantai kamar tidur Draco, mencoba peruntungan siapa tau saja pemuda itu akan bangun tapi tetap saja nihil hasilnya. Dalam hati Hermione sedikit bersyukur bahwa seluruh ruangan yang berada di asrama ketua murid ini kedap suara karena kalau tidak mungkin suaranya akan membuat seluruh siswa asrama lain yang lewat akan bergidik ngeri.

"MALFOY! BANGUN! " Nada suara Hermione naik 3 oktaf lebih tinggi daripada suara teriakannya tadi. Oh, cukup sudah. Ia sudah benar benar tidak tahan dengan semua ini. Baru saja ia akan mengambil air dari kamar mandi ketika tiba tiba ia teringat satu cara 'mengerikan' yang pastinya akan membuat partnernya langsung terbangun. Hermione mendekatkan wajahnya ke arah telinga pemuda berambut platina itu dan mulai berbisik lembut dengan setiap penekanan di nadanya. "Honey, ayo bangun... Sebelum aku mengirimkan burung burung kenari kesayanganku untuk membangunkan dan menjagamu seharian penuh. "

Sesuai dengan dugaannya, Draco Malfoy membuka kedua matanya cepat dengan pandangan was was. Bersyukur mungkin kata yang tepat baginya setelah melihat sekeliling. Tak ada tanda tanda ataupun suara dari burung burung laknat milik Nona-Tahu-Segala yang kini sedang duduk di sampingnya dengan senyuman 'iblis' khasnya.

1

2

3

"CEPAT BANGUN SEKARANG ATAU KAU KUTINGGAL! " Teriak Hermione sambil berlalu pergi, meninggalkan Draco yang masih mengerjap-erjapkan matanya sekaligus memeriksa telinganya. Hermione memanggilnya dengan sebutan err- honey?

Sebegitu cepatnya kah seseorang sejenius Draco Malfoy untuk melupakan Dare yang didapatnya dua hari yang lalu?

.

.

Draco Malfoy menatap bayangannya yang ada pada cermin di hadapannya. Dasinya terikat tak rapi, rambutnya sedikit berantakan, walau begitu kemeja dan celananya sudah bisa dibilang rapi. Ia sedang menunggu Hermione untuk masuk ke kamarnya dan membetulkan dasinya seperti biasa. Sungguh romantis bukan? Ugh. Tepat setelah itu, Hermione masuk ke kamarnya dan menatapnya dengan pandangan Tak-Bisakah-Kau-Melakukannya-Sendiri yang pastinya dibalas olehnya Kau-Tau-Sendiri bonus dengan cengirannya.

Tangan Hermione bergerak cepat untuk mengikat dasi itu sehingga rapi. Jubah Slytherin milik Draco yang memang semalam tertinggal di ruang rekreasi kini berada di tangannya dan langsung dilemparnya dengan kasar ke arah Draco. "Cepat sedikit Malfoy, kita hampir terlambat untuk sarapan di Aula Besar. " Ia berlalu diikuti oleh Draco yang menyusulnya dengan malas di belakang.

Sesampainya di Aula Besar, keduanya berpisah. Hermione berjalan ke arah meja Gryffindor sedangkan Draco berjalan ke arah meja Slytherin. Sebelum mereka berpisah...

"Well, selamat sarapan dear dan selamat berkumpul dengan Weaselbee juga Saint Mighty Potter kesayanganmu. " Kata Malfoy dengan seringai menyebalkan -bagi Hermione- kepada Hermione yang hanya mendelik mendengarnya.

Hermione berjalan dengan raut wajah yang ditekuk, membuat para sahabat singanya mengangguk angguk maklum melihatnya. Bukan suatu hal yang baru lagi melihat Hermione yang seperti itu mengingat ia satu asrama dengan seorang menyebalkan seperti Draco Malfoy.

"Pagi, Mione! " Sapa ketiga sahabatnya; Harry, Ron dan Ginny secara serempak seperti biasanya. Hermione mau tak mau tersenyum. Ya, ia sama sekali tak bisa berlama lama menekuk wajahnya di hadapan ketiga sahabatnya yang selalu ada di sisinya selama ini dan tak bisa dibilang dalam jangka waktu yang pendek. Pemandangan di meja Gryffindor itu masih seperti biasanya. Seamus yang asyik berbincang ramai seperti seorang ibu ibu rumah tangga dengan Dean Thomas, Neville yang sibuk dengan hal hal anehnya, Lee Jordan yang tak pernah lepas berbicara tentang Quidditch, serta Lavender Brown yang sedari tadi hanya sibuk menatap bayangan dirinya di cermin untuk memastikan penampilannya cukup baik.

Hermione mengulum senyum mengingat semua kenangan yang pernah dialaminya di meja ini. Hari pertama mereka masuk, perkenalan yang berkesan seperti menyapa seorang teman lama, memenangkan piala asrama, sampai betapa mencelosnya hatinya ketika Bellatrix Lestrange menghancurkan seluruh perabotan makan yang ada di meja ini. Dan sekarang, mereka semua kembali berkumpul hangat seolah perang itu tak pernah terjadi. Seolah olah Professor Dumbledore yang disayanginya sekaligus dihormatinya masih berada di antara mereka. Satu tahun terakhir dan semua ini akan hilang. Satu tahun terakhir dan dia tak akan pernah bertemu lagi dengan Draco Malfoy yang keras kepala, menyebalkan, sok tam- eh? Kenapa ia malah memikirkan Malfoy sih?!

"Mione, kenapa kau menangis? " Harry yang sebelumnya sibuk makan kini menatap intens sahabatnya yang tiba tiba saja meneteskan air mata dari pelupuk matanya. Hermione buru buru mengelapnya kasar, mencoba untuk tersenyum demi menutupi kesedihannya mengetahui bahwa mereka semua sebentar lagi akan berpisah. "A-aku tidak apa apa. Hanya terkenang akan masa lalu dan yah kau tau ini adalah tahun terakhir kita di Hogwarts. Tak rela rasanya untuk meninggalkan sekolah ini. " Bukannya terkekeh, air matanya malah kembali turun bahkan lebih deras dari sebelumnya. Hal itu menyita perhatian para singa di meja Gryffindor itu.

Perlahan, satu persatu dari mereka saling menatap erat masing masing. Mereka juga tak rela untuk berpisah apalagi meninggalkan Hogwarts. "Aku takkan menangis, aku takkan menangis, aku... aku- huaaa! Aku sayang kalian semua, Gryffindor! " Lee Jordan tak mampu menyembunyikan kesedihannya yang sepertinya sudah meluap luap di ubun ubun. Secara seketika, semua siswa Gryffindor yang terkenal akan 'ketangguhan singa' nya itu menangis. Benar katanya jika waktu berjalan sangat cepat. Ketiga asrama lainnya beserta para Professor memandang aneh ke arah asrama para singa.

Tiba tiba Hermione terkikik geli. Hanya karena ia terkenang masa lalu dan menangis, seluruh teman seasramanya menangis? Sebegini eratnya kah persahabatan yang terjalin diantara mereka? Mungkin inilah yang disebut keluarga baginya. Sebuah keluarga yang meskipun nantinya akan terpisah pisah jauh, akan selalu mengingat satu sama lain. Karena mereka semua adalah sebuah keluarga.


"Friends are the family you don't have. "


TO BE CONTINUED

or

THE END?

Your Choice ;)

A/N:

Hehehe makasih ya bagi yang udah mau baca first fic Gwendy di fandom ini. Jujur aja Gwendy tuh dari dulu seneng banget sama fandom DraMione cuman ya takut takut gitu deh buat nulis ficnya, takut ngga bermutu._.v Dan ternyata bener, fic yang dibuat ini emang ngga bermutu banget-_- maafkan kesalahan Gwendy ya readers. Ini juga agak bingung mau dilanjutin atau engga, mohon bantuannya juga ya untuk mutusin dilanjutin atau sampe sini aja.

Bagi yang mau kasih saran atau apalah, Gwendy terima kok dengan selapang lapangnya seluas lapangan golf (?) kritik juga boleh :) Ditunggu reviewnya ya semuaaaaa

HEY, I JUST MET YOU. AND THIS IS CRAZY. BUT HERE'S MY FICTION, SO REVIEW MAYBE?

DON'T BE A SILENT READER ;P