Chapter 1 - Pengakuan seorang Midorima Shintaro
.
Midorima POV
Hidup menjadi seorang dokter memanglah tidak mudah. Pekerjaan ini memang sudah menjadi impianku sejak kecil. Tidak ada yang mudah di dunia ini tapi tidak ada yang tidak mungkin. Manusia hanya bisa berusaha, sisanya Tuhan yang menentukan. Sekeras apapun kita berusaha, namun jika Tuhan berkehendak lain, tentu kita sebagai makhluk ciptaannya tidak bisa menolak kuasaNya. Itulah yang selama ini aku pegang.
"Midorima-sensei, kalau hidup rasanya menyakitkan. Apa mati itu menyenangkan?"
Pasienku yang duduk di kursi roda sambil memegang tiang infus di tangan kirinya. Ia ingin menghirup udara segar di taman rumah sakit.
Keadaan pasienku yang sedang stabil menyebabkan aku tidak punya alasan untuk menolak permintaannya. Aku tidak punya alasan untuk menemani pasiennya ini, tapi aku tidak mau memiliki penyesalan untuk yang kedua kalinya karena menolak permintaan pasien.
"Melihat Takao meninggal kemarin. Ia tidur dengan tenang. Dibandingkan ketika ia hidup dengan menahan rasa sakit yang luar biasa. Aku tidak tega ketika aku pulang karena shift kerjaku sudah selesai, melewati kamarnya dan melihat dia sedang menangis, mengerang kesakitan, atau tidak mendapati dirinya di ruangannya karena dipindah ke ruang ICU" Midorima mengatakannya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. "Ketika aku pergi ke pemakamannya dan melihat dia, dia tidur dengan tenang. Memang sedih melihat orang yang kita cintai pergi untuk selamanya, tapi aku akan lebih sedih jika melihatnya menderita. Oleh karena itu aku mengikhlaskan kepergiannya. Ia pergi ke surga dan Tuhan akan melindunginya di sisinya"
Hanya itu yang keluar dari mulutku untuk menjawab pertanyaannya. Aku tidak bisa menjawab karena aku masih hidup. Aku belum pernah merasakan kematian, aku hanya melihatnya dan memberikan jawaban kepada pasienku sesuai dengan apa yang aku lihat.
Melihat banyak kematian di depanku tidak membuat rasa kemanusiaanku menghilang. Justru semakin bertambah karena aku telah melihat berbagai macam kematian yang berbeda dengan reaksi orang-orang yang ditinggakkannya pun berbeda-beda.
"Kalau begitu, aku mau mati saja daripada hidup seperti ini"
Pasienku memilih menyerah. Wajar. Lelah karena sembuh tak kunjung datang. Pasien di depanku ini tidak memiliki harapan untuk bisa sembuh. Ia hanya tinggal menunggu kematian.
"Pasrah bukan berarti kamu berdiam diri menunggu shinigami mencabut nyawamu. Kita manusia hanya bisa berusaha, sisanya serahkan pada Tuhan yang akan membimbing kita kepada takdirNya"
"Minggu lalu, aku dan Takao-kun masih menghirup udara segar di taman ini. Tapi hari ini dia sudah tidak ada lagi disini. Aku ingin kembali bertemu dengannya"
Frame kacamata yang membingkai mataku, aku naikkan. Aku bukanlah dokter yang memberi harapan tanpa ada harapan di dalamnya. Aku hanya menyemangati pasien untuk berserah diri pada Tuhan dengan caranya.
"Kau akan bertemu dengannya lagi, Kuroko. Jika kau berusaha kuat melawan rasa sakitmu. Tuhan tidak akan memasukanmu ke dalam surga jika kau pasrah menunggu seperti itu nodayo"
Kuroko melihat seorang suami istri yang keluar dari gedung sebelah. Ia berada di unit syaraf yang berhadapan dengan gedung perawatan ibu dan anak. Si ibu keluar dengan menggendong seorang bayi dan si Ayah yang membawa banyak tas. Mereka tampak bahagia. Iris azure Kuroko mengeluarkan bulir air mata tanpa sadar. Menyiratkan wajah kalau ia berharap bayi tersebut tidak bernasib buruk seperti Kuroko.
"Aku sudah tidak bisa memiliki masa depan. Ketika aku membuka mata di pagi hari, aku masih bersyukur aku masih bisa melihat sinar mentari dari dalam ruang perawatan"
"Teruslah melakukannya nodayo. Tapi apa yang masih ingin kau lakukan nodayo? Ini memang bukan bagian dari pekerjaanku, aku bukannya sok perhatian nodayo. Aku hanya ingin memastikan psikologis pasienku baik-baik saja walau tidak dapat mewujudkan keinginannya"
Orang yang masa depannya pupus, pastilah putus asa. Butir airmata Kuroko terus berjatuhan karenanya. Ia ingin bayangan masa depan. Bukan bayangan kematian yang entah kapan datang dalam waktu dekat.
"Keinginanku untuk menjadi ilmuwan tentunya pupus. Aku hanya bisa puas dengan menjadi asisten Prof Akashi. Tapi aku ingin sekali menamatkan kuliahku yang tertunda selama satu semester karena aku sakit. Lalu aku ingin makan puding coklat dengan fla vanilla di atasnya. Kemudian aku ingin merasakan apa itu cinta"
Sebenarnya aku benci dengan orang yang banyak maunya. Terlalu neko-neko. Keinginan tidaklah gampang untuk diwujudkan dan usaha terkadang tidaklah sebanding dengan hasil. Oleh karena itu, aku tidak mau banyak berharap.
"Kamu banyak maunya nodayo. Tapi aku bisa memberikan dua yang terakhir. Akan aku beritahu kepada koki di dapur untuk membuatkannya untukmu. Termasuk permintaan terakhirmu"
Aku mendekap tubuh Kuroko. Penuh dengan kehangatan, cinta, dan kasih sayang. Kuroko balas memelukku sambil menenangkan perasaannya hingga airmatanya kering dan tidak bisa menangis lagi. Menghapus semua kesedihan di pelupuk mata Kuroko.
Bukan karena aku mengkhianati Takao, tapi justru karena Takao, aku menjadi begini. Aku harus memikul penyesalan di bahuku karena dia. Jangan sampai beban penyesalan di pundakku ini bertambah karena Kuroko.
Cinta itu kebahagiaan. Meringankan penyesalan dan menghapus duka lara. Aku tidak peduli dengan keadaan Kuroko yang kesehatannya memburuk dan dapat dipanggil oleh Tuhan kapan saja. Justru karena itu, aku akan mencintai Kuroko dengan segenap hati.
CUPP
Ia adalah orang yang harus aku banjiri kasih sayang setiap hari. Bukan hanya sebagai dokter dan pasien, tapi sebagai orang yang begitu menyayangi kekasihnya sendiri.
"Kita masuk ke dalam, Kuroko. Jangan berlama-lama ada di di luar ruangan. Ini masih bulan Maret"
Kuroko no Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Keabadian Tetsuya by ZenThorianum
.
Kulit pucatnya, tangannya yang dingin, jantungnya yang tidak berdetak sudah jelas merupakan tanda. Tapi semua perkataan Akashi adalah mutlak.
.
AkaKuro Slight MidoKuro
.
Warning:
M untuk otopsi dan blood, bukan karena 'anu'
Normal POV
Di ruang bawah tanah yang sempit, Akashi melakukan semua penelitian yang cenderung menentang kuasa Tuhan. Ia tidak segan-segan menjadikan manusia sebagai objek percobaannya. Berkat kekuasaan ayahnya sebagai penguasa negeri, ia dapat melakukan apa saja yang ia inginkan. Termasuk pada asistennya sendiri.
Sebuah tabung kecil dengan ujungnya yang memiliki jarum tipis panjang dan bor kecil, berada di tangan putih Akashi. Tabung kecil tersebut memiliki beberapa tuas dan ujungnya terhubung dengan selang yang dialiri dengan listrik. Jarum tersebut steril dan Akashi memberikan sedikit tekanan untuk memastikan cairan di dalamnya memiliki kekentalan yang pas. Akashi menyebut benda tersebut sebagai 'tamashii' yang beratnya 21 gram.
Asistennya yang pucat dan tanpa busana tertidur dengan tenang di atas tempat tidur. Akashi menaikan tuasnya agar objeknya berada di posisi duduk. Ia mengambil pisau bedah dan membelah tengkuk asistennya. Darah kental mengalir keluar dari tengkuknya. Akashi memakaikan helm yang terhubung dengan kabel dan dialiri dengan listrik. Kemudian ia menusuk tengkuk asistennya dengan tamashii. Bor tersebut berputar hingga menusuk pertengahan tengkuknya. Darah kental kembali keluar dari tengkuk asistennya tersebut.
Akashi membiarkan alat tersebut bekerja pada asistennya. Ia menuju layar komputer dan memasukkan data untuk hari ini. Ia tidak menundanya untuk segera mengetahui penyebab jika percobaannya kali ini gagal.
Ia menatatap asistennya, sekaligus orang yang sangat ia sayangi. Justru karena alasan ini, ia melakukan semuanya. Demi bisa hidup bahagia selamanya bersamanya.
Akashi menurunkan tuas yang berfungsi untuk mengalirkan listrik. Mengembalikan berat badan asistennya yang berkurang 21 gram. Kilauan cahaya membuat mata Akashi memicing. Asistennya tetap diam tidak berteriak atau bergerak.
Hanya 15 detik dan Akashi segera melepaskan helm yang menyelubungi kepala asistennya. Akashi menatap wajah asistennya yang putih pucat. Pipinya menirus karena penyakit yang menyerangnya. Tapi semua itu tidak menghilangkan keindahan dari paras wajahnya.
"Tetsuya"
Kuroko nihil pergerakan. Namun empat detik kemudian, Kuroko sedikit bergerak. Akashi memerhatikannya dengan baik, dan tak lama kelopak mata Kuroko menampilkan iris ceruleannya.
Mata heterokrom Akashi membulat dan tak lama bibirnya menarik senyuman. Ia sangat bahagia dan puas karena percobaannya berhasil.
"Apa kau melihatku? Apa kau mengenalku?"
Kuroko diam. Ia menatap Akashi dengan pandangan kosong dan hampa. Akashi membuat sebuah dugaan dan ia ingin membuktikan dugaannya namun dengan apa ia tidak tahu.
Akashi bangun dari tempatnya dan Kuroko mengikutinya bangun dari atas tempat tidurnya. Ia terkejut dengan respon Kuroko dan Akashi memberikan titahnya kemudian mundur beberapa langkah.
"Berjalanlah kemari"
Kaki mungil Kuroko diangkat dan melangkahkan kakinya menuju Akashi. Ia sedikit terengah-engah untuk berjalan beberapa langkah, oleh karena itu Akashi memerintahkannya untuk berhenti.
"Berhenti"
Kuroko menuruti perintah profesornya. Ia berdiri tegap dengan kedua kakinya walau pandangannya kosong dan hampa.
"Sepertinya semua baik-baik saja. Berikan tanganmu"
Akashi senang karena Kuroko menuruti semua perintah kecilnya. Ia lebih senang lagi karena percobaannya berhasil. Tidak gagal seperti percobaan-percobaan sebelumnya.
Sebuah pena ia taruh di atas lengan mungil Kuroko. Ia menyuruh Kuroko untuk menggenggamnya dan Kuroko menggenggamnya dengan gemetar. Akashi menggenggam tangan Kuroko yang dingin dan tangan Kuroko berhenti gemetar.
Tak lama, ia melepas genggamannya terhadap tangan Kuroko. Kuroko memegang pena tersebut dan memerhatikannya.
"Tulis semua yang telah terjadi. Agar aku bisa menyempurnakan tamashii yang aku tanam dalam tubuhmu itu"
Kuroko bisu namun ia tidak tuli. Ia masih bisa mendengar seluruh perintah Akashi. Kuroko mendapat kesempatan untuk menata kembali hidupnya yang sempat berantakan. Semua berkat Akashi, dan oleh karena itu ia akan hidup bersama Akashi.
"Okaeri, Tetsuya"
Ini bukanlah lelucon di bulan April. Kuroko hadir kembali di dalam hidup Akashi.
TBC
AN: ini author bukannya beresin FF yang lain malah bikin multi chapter yang lain :v gapapalah author kan maso yang pengen di sado'in /maksud lu ape thor?
Awalnya mau dibikin oneshoot aja, tapi author takut ntar reader-tachi malah capek bacanya lagi karena bakal jadi panjang banget. Jadinya di bikin multi chapter deh.
Trus ku bingung taroh FF ini dimana. Apa Romance Drama, atau Drama Sci-fi, atau Romance Sci-fi? Buat sementara ku taro di Romance Drama dulu sih. semoga gak salah.
Review dulu dong atau follow dan favoritenya, biar author semangat update kilatnya xD
