Mereka memanggilnya Wonwoo. Seorang gadis dengan wajah manis namun begitu datar. Hidupnya yang tak pernah tersentuh gurauan membuat Wonwoo jauh dari kata 'pertemanan'.
Wonwoo tahu, jika hidup seperti ini tak akan membuatnya dapat bersosialisasi dengan baik. Namun ketika rasa nyaman itu datang,Wonwoo lebih memilih mempertahankan dari pada harus bersikap munafik.
...
...
PANTOMIME
Kim Mingyu, Jeon Wonwoo
...
Bullyng, OC, Angst! (GS)
...
Cast belong to God and Pledis Ent. but Plot is mine.
...
Kim Jong Soo 1214
...
Present
...
Plak!
Tak!
Bugh!
Wonwoo hanya bisa memejamkan mata. Menikmati bau amis dan juga guyuran air serta bungkusan tepung mengenai kepalanya. Rambutnya yang panjang bergelombang sudah lepek sedari tadi. Posisinya bersimpuh ditanah, hingga membuat tiga gadis yang berdiri didepannya tertawa semakin kencang.
Sudah menjadi hal biasa bagi Wonwoo. Merelakan seragam sekolahnya kotor akibat noda telur juga saus. Memuluskan perasaan puas yang didapat oleh tiga gadis itu.
Wonwoo tak melawan. Bukannya ia tak bisa, Wonwoo hanya tak mau. Melawan mereka bertiga sama halnya dengan memperpanjang masalah. Wonwoo juga tak menangis. Untuk apa? Toh setiap hari ia merasakannya. Jikapun ia harus menangis, maka ia harus lebih keras memeras air matanya.
"Rasakan, kau jalang!"
Plak!
Satu tendangan telak Wonwoo dapat pada lengannya. Gadis itu tersungkur jatuh. Membuat rambut lepeknya semakin kotor akibat tanah yang menempel. Wonwoo tetap diam. Membuka perlahan kedua matanya ketika ia rasa sakitnya mulai menghilang. Menatap lurus kedepan dengan kosong tanpa ekspresi berarti.
"Itu akibatnya jika kau terus mencari muka kepada Lee Seonsaem. Kau pikir kau itu siapa, hah? Kau merasa jika dirimu adalah ratu terpintar disekolah ini? Jangan berkhayal!"
Seungkwan, satu dari tiga gadis itu memukul keras kepala Wonwoo. Meluapkan rasa kesalnya pada gadis yang sudah tak memiliki daya dibawahnya.
"Dengar!" kali ini Jeonghan, gadis pemilik rambut lurus itu berjongkok dan menekan rahang Wonwoo kuat-kuat, "Kau bukan siapa-siapa disini! Bersyukur saja kau bisa sekolah karena bantuan dari orang tua kami. Jadi jangan banyak tingkah. Atau rahasia tentang Ayahmu yang dipenjara itu akan menyebar didinding sekolah esok hari!" lalu menyentak rahang Wonwoo kasar.
Wonwoo menatap tajam pada Jeonghan. Terselip dendam ketika nama Ayahnya dibawa pada masalah mereka. Jika Wonwoo mau, bisa saja ia memukul Jeonghan saat itu juga. Tapi Wonwoo cukup tahu diri. Apa yang dikatakan Jeonghan tak semuanya salah.
"Sudahlah, dia sudah menerima hukumannya. Kita hentikan sampai disini, eoh?" Jihoon berkata lirih. Sambil membawa beberapa tepung ditangannya, gadis mungil itu menatap Wonwoo dengan raut yang sulit ditebak.
Jeonghan dan Seungkwan menatap Jihoon sebentar, kemudian mendengus kasar. Berbalik arah untuk meninggalkan Wonwoo dan Jihoon sendirian ditaman belakang sekolah.
"Kau seharusnya lebih berhati-hati dengan apa yang kau lakukan." lalu Jihoon ikut berbalik mengikuti langkah kedua temannya yang sudah lebih dulu didepan.
Wonwoo menatapnya dalam diam. Menatap punggung kecil yang pergi menjauh itu dengan seribu kalimat yang mengganjal dikerongkongannya.
'Seandainya...'
...
...
Pelajaran sudah dimulai 20 menit yang lalu ketika Wonwoo memasuki kelas. Hong Seonsaem yang tengah berdiri didepan kelas terbengong karena melihat anak didiknya begitu berantakan. Rambut Wonwoo sedikit basah dengan baju olahraga melekat ditubuhnya, juga sandal UKS yang Wonwoo kenakan semakin membuat Hong Seonsaem bertanya-tanya.
"Maaf saya terlambat, Saem." Wonwoo berucap datar.
"Apa kau sakit?" Hong Seonsaem bertanya penuh kekhawatiran.
Wonwoo menggeleng pelan tanpa ekspresi berarti. Ia melirik kearah teman-temannya yang tertawa tertahan melihat penampilannya saat ini. Wonwoo tahu, menjadi orang terkucilkan memang terasa menyakitkan. Tapi lagi-lagi Wonwoo mencoba acuh. Dirinya tak lagi bisa berbuat apa-apa. Mau marah pun percuma.
Hong Seonsaem menghela napas maklum, "Baiklah. Segera duduk dan keluarkan bukumu."
Wonwoo membungkuk sedikit kemudian mulai berjalan kebangkunya.
Tanpa Wonwoo ketahui, seseorang dengan tatapan elang tengah mengawasinya sedari tadi. Seseorang yang duduk dibangku paling belakang. Seseorang yang memperhatikan Wonwoo dalam diam.
...
...
Wonwoo berjalan dilorong kelas saat itu. Ia pacu langkahnya lebar-lebar ketika suara bisikan terdengar ditelinganya. Ada beberapa dari mereka yang tersenyum remeh, mencemooh, juga menatapnya tak suka. Apa pedulinya? Wonwoo hanya tak ingin berada ditengah-tengah manusia tak berhati macam mereka. Mereka terlalu sempit dalam berpikir. Hanya bisa mengikuti arus bicara orang-orang disekitarnya tanpa tahu bagaimana fakta yang sebenarnya.
Wonwoo bahkan sudah terbiasa ketika dirinya memasuki kantin dengan tatapan menusuk dari masing-masing manusia yang melihatnya. Bahkan tak jarang pula sebuah jegalan telak ia dapat hingga membuatnya jatuh pun mangkuk nasinya bercecer dilantai. Wonwoo tak bergeming ketika mendapat perlakuan seperti itu. Wonwoo hanya akan membereskan sisa nasinya dan berjalan keluar kantin tanpa ekspresi dan merelakan waktu makan siangnya terlewat begitu saja.
Wonwoo lebih suka menyendiri. Menghindari segala bisik yang mungkin akan membuat hatinya semakin terluka. Bagaimanapun juga Wonwoo masih seorang manusia. Rasa sakit, tertekan, juga marah masih dapat ia rasakan dengan jelas meskipun itu semua tertutupi dengan sikap acuhnya.
Seperti saat ini, gadis itu memilih berdiam duduk dibelakang sekolah sambil memasang earphone untuk menyumpal telinga, mengalihkan rasa sakit akibat perlakuan kasar teman-temannya. Sambil memejamkan mata, menunggu matahari bergulir kebarat dan mendapatkan kebebasaanya untuk sementara.
...
...
"Lihat, siapa yang datang, teman-teman." Jeonghan berteriak kencang hingga mengalihkan atensi seluruh isi kelas pada Wonwoo. Termasuk seseorang yang tengah tertidur dibangku pojok paling belakang. Lelaki tan itu membuka mata, namun tak berniat bangun untuk menegakkan tubuhnya. Ia hanya mendengarkan apa yang akan gadis itu katakan pada seluruh kelas pagi ini, seperti biasa.
Wonwoo, sang tersangka utama yang tengah menjadi pusat perhatian mencoba tak mempedulikan. Ia berjalan tenang menuju bangkunya lalu duduk seolah tak akan terjadi apa-apa padanya.
Jeonghan yang tengah berdiri didepan pintu masuk kelas kini mulai berjalan mendekati Wonwoo disusul Seungkwan juga Jihoon. Dengan senyum miring yang ia pamerkan, Jeonghan duduk diatas meja Wonwoo dengan tenangnya. Melipat kedua tangan didepan dada kemudian menatap penuh cemooh.
"Uhh... rupanya ratu terpintar disekolah sudah mulai berani masuk kelas tanpa memberi salam terlebih dulu padaku, eoh?" Jeonghan memainkan poni Wonwoo dengan jari-jari lentiknya, menimbulkan tawa tertahan dari seluruh penghuni kelas saat itu.
Wonwoo hanya diam, tak berniat meladeni ucapan Jeonghan sama sekali. Pandangannya tetap lurus kedepan meskipun Jeonghan mulai menarik-narik rambut panjangnya.
Jeonghan mendekatkan wajahnya pada Wonwoo, "Kau tahu bukan, jika seseorang yang tak mematuhi aturan kelas akan mendapatkan apa?" lalu tersenyum sinis.
Wonwoo masih diam meskipun ia mulai merasakan nyeri pada bagian kepala karena Jeonghan menarik rambutnya sedikit kuat.
Jeonghan menjauhkan wajahnya dari Wonwoo karena tak mendapatkan reaksi. Kemudian mengarahkan tatapannya pada Seungkwan dan memberi gestur seperti biasa.
Mengerti, Seungkwan segera mendekat kearah Wonwoo, berdiri dibelakang gadis itu untuk kemudian mendorong tubuh Wonwoo hingga gadis itu jatuh tersungkur kelantai.
Bruk!
Suara gedebuk yang cukup kencang membuat lutut dan sikut Wonwoo memerah karena menahan bobot tubuhnya. Wonwoo meringis sambil mempertahankan rok pendeknya agar tak tersibak.
Seluruh siswa yang ada dikelas itu mulai bereaksi. Ada yang menertawakan, ada yang mencemooh, ada yang berbisik-bisik tak jelas, ada juga yang menatap iba namun tak dapat berbuat apa-apa.
"Ini. Bersihkan!" Jeonghan mengarahkan sepatu miliknya didepan wajah Wonwoo dengan angkuh.
Wonwoo menatap sepatu Jeonghan dalam diam, bahkan ekspresi yang tak berarti darinya semakin membuat Jeonghan kesal.
"Kau tak dengar?" Seungkwan menekan kepala Wonwoo sedikit keras hingga pening mulai menyerang kepalanya.
Jihoon menahan tangan Seungkwan ketika gadis itu akan melakukan hal itu lagi, kemudian mendengus kasar karena mata memohon dari Jihoon selalu membuat Seungkwan kalah.
"Yak!" Jeonghan mulai berteriak hingga membuat Wonwoo tersentak.
Bukan hanya Wonwoo, lelaki berkulit tan yang sedari tadi tertidur dipojok kelas mulai bangun karena teriakan Jeonghan. Menegakkan tubuhnya untuk melihat kekacauan yang ditimbulkan tiga gadis rusuh itu.
Mata setajam elang milik Mingyu menatap tajam kearah kerumunan kelas. Menangkap satu sosok berambut panjang bergelombang yang tengah terduduk dilantai dengan raut datar seperti yang ia tahu. Mingyu hanya ingin menyaksikan bagaimana drama kali ini akan berjalan. Tanpa ikut campur sedikitpun.
Wonwoo enggan sebetulnya. Dirinya bukan budak, namun hal seperti ini harus ia lakukan setiap hari. Ia sudah tak mempedulikan bagaimana harga dirinya, yang perlu ia lakukan hanya menurut. Wonwoo tak akan membuat hari-harinya lebih buruk jika ucapan Jeonghan tak ia dengar. Lagipula ini masih pagi, masih banyak waktu untuknya berada disekolah yang berarti akan banyak peluang bagi Jeonghan berbuat lebih buruk padanya jika Wonwoo tak menurut.
Dengan perlahan Wonwoo mengeluarkan tisu dari dalam saku blazer sekolahnya tanpa ekspresi seperti biasa. Senyum Jeonghan mengembang ketika Wonwoo mulai memegang sepatunya, namun suara derap langkah memasuki kelas menyita atensi mereka.
"Apa yang kau lakukan, Yoon Jeonghan!"
...
...
"Sudah kubilang kan, berhenti bersikap seperti itu." seorang lelaki bertubuh tinggi berdiri tepat didepan Wonwoo. Wonwoo yang sedang menyandarkan diri dibawah pohon pinus membuka matanya perlahan, mendongak untuk melihat siapa yang menyapanya siang itu.
"Untuk apa?" balas Wonwoo acuh. Kembali ia memejamkan matanya ketika dirasa lelaki itu menyamakan duduknya disebelah Wonwoo.
"Aku tahu kau lelah." lelaki itu berkata lirih. Memandang wajah manis Wonwoo yang tertutupi lahar dingin andalannya.
Wonwoo hanya diam, tak berniat membalas perkataan itu walau ia ingin.
"Apa perlu aku membantumu pindah sekolah?"
Dan ketika pertanyaan itu yang muncul dari bibir lelaki itu, Wonwoo membuka matanya lebar-lebar.
"Jangan bercanda."
"Aku tak bisa melihatmu seperti ini setiap hari."
"Kenapa? Kau kasihan padaku?"
Hening menyelimuti mereka setelah ucapan Wonwoo.
Wonwoo bangkit dari duduknya, menatap tajam mata itu sebentar kemudian tersenyum miring.
"Untuk menebus kesalahanku, aku pasti bisa melewatinya. Oppa tenang saja."
Bersama itu, ia pacu langkahnya menjauh dari sana. Meninggalkan sebuah kekecewaan besar yang tercipta pada raut wajah sang lelaki tampan.
'Harus sampai kapan, Wonwoo-ya'
...
...
Mingyu tengah berjalan tenang dipinggir lapangan basket ketika kerumunan itu menyita perhatiannya. Ia berhenti sejenak untuk memperhatikan. Kemudian mata setajam elangnya menangkap sosok kurus berambut panjang tengah berdiri kaku diantara para gadis itu. Ia tak tahu pasti, namun suara teriakan serta olokan tengah ditelan mentah-mentah olehnya.
"Sedang apa?" sebuah suara menyita atensi Mingyu. Ia menoleh kesamping dan menemukan Soonyoung dengan tatapan bingung.
"Kau masih memperhatikannya?" satu suara lagi yang membuat Mingyu mengangkat satu alisnya seolah bertanya 'apa?'
Perkataan dari Dokyeom membuat Soonyoung mengarahkan tatapannya kedepan. Kearah kerumunan yang juga tengah ditatap oleh Mingyu.
Soonyoung menghela napas berat, "Aku semakin tak tega padanya." Lelaki bermata sipit itu duduk dibangku penonton dipinggir lapangan tak jauh dari tempat Mingyu berdiri.
"Apa kau hanya akan terdiam seperti ini saja?" Dokyeom menimpali.
"Memangnya aku harus berbuat apa?" tanya Mingyu datar seolah tak peduli dengan ucapan kedua sahabatnya.
Dokyeom serta Soonyoung terdiam. Mereka sangat tahu situasi apa yang sedang terjadi. Kalaupun pertanyaan itu yang keluar dari bibir Mingyu, mereka tak dapat berkata apapun lagi setelahnya.
"Aku hanya berharap kau tak menyesal, Kim Mingyu." lalu Soonyoung menunduk dalam, menyembunyikan raut kasihannya pada adegan tak pantas yang tengah berlangsung didepan mereka.
...
...
Wonwoo berjalan pelan menuju perpustakaan setelah ia mengganti seragam sekolahnya yang kotor. Beruntung hari ini seragam cadangan yang ada didalam tasnya terselamatkan. Jadi Wonwoo dapat mengannti seragamnya tanpa harus mengenakan seragam olahraga yang selalu menyita perhatian seluruh siswa.
Gadis itu mendudukkan dirinya dibangku panjang paling belakang setelah mengambil satu buku tebal dirak sampingnya. Earphone yang terpasang ditelinganya mengalunkan nada lirih yang sedikit banyak membantu memperbaiki moodnya hari ini.
Mata sipit miliknya mengarah ke jendela kaca, menembus bias senja yang mulai bergulir pelan. Wonwoo tak ingin beranjak meskipun jam sekolahnya telah berakhir bersamaan tujuannya ke perpustakaan beberapa saat lalu. Ia hanya ingin merasakan suasana tenang. Dan perpustakaan memang tempat yang tepat untuknya.
Wonwoo melihat bagaimana teman-temannya dengan senyum ceria keluar gerbang sekolah seperti tanpa beban. Tertawa lebar, saling melempar candaan, dan memiliki percakapan yang menyenangkan untuk dibahas. Wonwoo rindu saat-saat seperti itu. Wonwoo merindukan dimana ketika dirinya dapat tersenyum lebar dan tertawa terbahak karena candaan yang terlontar dari sahabat-sahabatnya. Ya... Wonwoo merindukan masa-masa itu.
...
...
"Wonwoo-ya, kau sudah selesai?" tanya gadis berambut pendek yang duduk tepat disebelahnya, mengundang perhatian dua gadis lain yang tengah berbaring diatas rumput hijau, sore itu.
Wonwoo tersenyum bangga, lalu mengangguk, "Tentu saja. Soal seperti ini terlalu mudah untukku."
Gadis mungil itu mendelik, "Ck! Sombong sekali." lalu kembali berkutat pada rumus-rumus rumit yang ada didepannya.
"Kemarikan catatanmu, biar kulihat?" seorang gadis lain bangkit dari posisi tidurannya, lalu bergerak cepat mendekati Wonwoo kemudian mengarahkan satu tangannya didepan wajah Wonwoo.
"Wae? Kenapa kau yang memeriksa milikku? Bagaimana dengan tugasmu?" Wonwoo segera menyembunyikan bukunya dibalik punggung.
"Aku akan mengerjakan setelah aku memeriksa milikmu." gadis berambut lurus itu mengerling jahil hingga mengundang raksi gadis berpipi chubby disebelahnya.
"Mana bisa begitu." Wonwoo mengerut.
"Bisa saja. Kau lupa apa motto kita?"
"Milikku, milikmu. Milikmu, milikku." ketiga gadis itu berucap bersamaan –kecuali Wonwoo. Mereka mulai merangkak ke arah Wonwoo dengan senyum mengembang dimasing-masing wajah mereka.
Wonwoo gelagapan. Tugasnya sudah susah payah ia kerjakan, dan tiga sahabatnya ini mau menyalin miliknya begitu saja? Tidak bisa, ini harus dihentikan.
"Yak! Jangan berani-beraninya kalian mendekat, eoh?" Wonwoo meringsut mundur. Dengan tatapan jahil ketiga gadis itu segera menyerang Wonwoo. Menggelitiki perut Wonwoo semangat hingga tawa lepas terbentuk dari belah bibir mereka.
"Kau harus berbagi dengan kami, Jeon Wonwoo." ucap gadis berambut pendek masih setia menggelitiki perut Wonwoo dengan tangan mungilnya.
"Hahahaha... yak! Kalian curaangg!"
"Apa kau bilang?" gadis berpipi chubby itu semakin mendekat hingga tubuhnya yang gembil menindih sebagian tubuh Wonwoo, diikuti dua gadis lainnya. Mereka tertawa bersama, terbaring diatas rumput hijau dibawah rimbunnya pohon maple sore itu. Diiringi semilir angin musim semi, tanpa tahu apa yang terjadi keesokan harinya.
...
...
Lelaki berkulit tan itu sama sekali tak berniat mengalihkan pandangannya dari objek yang tengah ia tatap. Mengamati setiap inci sisi wajah gadis manis yang tertidur dimeja perpustakaan dengan tenang. Lelaki itu hanya diam, melipat kedua tangannya didepan dada dengan tatapan kosong yang entah mengapa.
Perang batin mulai menyergap. Lelaki itu ingin semua kembali seperti dulu. Jauh didalam lubuk hatinya, ia juga sakit setiap kali melihat gadis manis itu terluka. Ia sakit melihat Wonwoo diperlakukan seperti itu. Tapi ego yang melingkupi hatinya seolah menghilangkan keinginan yang begitu besar. Ia cukup tahu dengan keadaannya. Dan lelaki itu memilih tak lagi menggores lukanya untuk hal remeh semacam ini.
...
...
Wonwoo baru saja turun dari bus yang ia tumpangi. Pagi ini masih seperti biasa, berangkat sekolah setengah hati dengan raut datar andalannya.
Ia berjalan pelan seolah kakinya enggan menapak lingkungan sekolah yang menjadi cerita panjang dalam sejarah masa belajarnya. Wonwoo menghela napas dalam-dalam ketika tiba-tiba kelebatan itu datang. Lalu kembali menguatkan hatinya meskipun rasa sesak semakin keras menghantam.
Wonwoo menghentikan langkah ketika dari kejauhan ia melihat tiga gadis berjalan tergesa menghampirinya. Wonwoo merasa sesuatu akan terjadi, namun ia berusaha tak mengubah ekspresinya.
"Jalang sialan!"
Plak!
Satu tamparan telak mengenai pipi Wonwoo. Gadis itu memejamkan matanya erat, merasakan panas yang seketika menyerang wajahnya. Beberapa siswa yang berada dihalaman sekolah sontak mengalihkan pandangan kearahnya dengan raut bertanya-tanya.
"Kau...!" Jeonghan mengangkat kembali tangannya untuk kembali menampar pipi Wonwoo. Namun niatnya terhenti ketika Jihoon menahan lengannya. Jihoon cukup tahu dimana mereka saat ini. Meskipun menjadi pusat perhatian merupakan hal biasa, namun kali ini ada yang berbeda. Mereka perlu membahasnya dilain tempat.
"Jangan disini." lirih Jihoon. Matanya yang sipit terpancar penuh harap pada Jeonghan.
Gadis cantik berambut lurus itu menghela napas kasar, mencoba menahan sebentar rasa marah dan kesalnya.
"Kita keatap." ucap Seungkwan, " Kau! Ikuti kami!" lalu mereka bertiga berjalan tergesa membelah kerumunan siswa yang sudah berkumpul. Wonwoo masih diam tak bergeming, menatap tiga punggung itu tanpa arti sebelum akhirnya berjalan mengikuti perintah Seungkwan.
Tanpa Wonwoo tahu, sepasang mata elang tengah menatapnya dari balik gerbang sekolah. Menatapnya datar kemudian menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Sementara disisi yang lain, seorang lelaki tengah mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ada rasa dendam ketika melihat Mingyu hanya diam tanpa melakukan suatu tindakan. Tak tahukah seberapa besar Wonwoo harus menanggung ini semua demi brengsek itu?
...
...
TBC
...
Anyeong...
Jongsoo is Back with Meanie Story, yeay!
Otte? Ceritanya ngawur ya? Haha... maaf. Ini Jongsoo tulis pas kebangun tengah malem, ngecek youtube, eh.. nemu Short Film nya BTS yang bikin mumet. Dan malah nulis beginian, sama sekali gak ada nyambung-nyambungnya :D
Cerita ini hasil iseng-iseng aja waktu itu. Jadi kalau gak ada peminat bacanya akan Jongsoo hapus. Ataupun kalau dilanjut Jongsoo gak janji akan update cepet, semua tergantung readers sih ya :v
PS : Sempatkan meninggalkan jejak kaki kalian dikolom riview (Sukur-sukur kalo dikasih ide next chap nya wkwk)
PSS : Jongsoo mau nanya nih, kalian kalo baca Fic dari Ponsel, tablet, laptop, apa komputer? Dijawab ya :)
Selamat Hari Mingyu(?)...
