Percy Jackson and the Olympians; The Heroes of Olympus © Rick Riordan, penulis tidak mengambil keuntungan material apapun dari pembuatan karya transformatif ini.
Apa yang kaucari malam ini, Jason Grace, menyelinap keluar kamarmu dan memerhatikan apa yang sedang perempuanmu saksikan di dalam pirantinya, ciptaan khusus Leo yang dia gandrungi belakangan ini, di atas sofa? Dia telah menonton banyak film lewat sana, tidak satu pun tentang ayahnya. Dia tertawa untuk hal yang tidak kaulihat lucu, dia menangis untuk bagian yang kaurasa baik-baik saja. Kemudian dia memelukmu saat filmnya berakhir dengan akhir yang tak pasti, yang lebih memberikan tentang kematian dibandingkan cinta. Mengapa kau menontonnya, kau bertanya, rasanya pasti ingin sekali memberi rekomendasi yang lain. Aku sedang mempelajari tragedi, katanya, untuk mengetahui bahwa cinta wujudnya bisa menjadi lain.
Lalu pagi ini kau melihatnya lagi di panggung kelas teatrikal yang dia ambil (sementara kau bersenang-senang dengan kalkulus, pilihan yang bagus untuk masa pensiun dari jabatan praetor). Dia memakai topeng. Dia bertragedi. Dia merintih. Berlutut dan memekik. Meraung merapalkan dialog yang sesekali diselingi umpatan Yunani kuno. Rasanya agak aneh bagimu karena kau melihat dia ber-Aristophanes ria berkali-kali sebelum ini, tetapi menjadi Sophocles dalam suatu permulaan musim semi. Dia bertragedi setelah melekatkan imej komedi pada tugas-tugasnya.
Jelas kau tetap melihatnya sebagai Piper. Pipermu. Perimu yang bersayap bilah-bilah pisau tembaga dan bertongkatkan tekad. Malaikatmu yang bersenjatakan pisau pembawa kematian. Apa yang kurang darinya? Banyak. Dia kadang marah bukan pada tempatnya. Dia pernah cemburu pada hal yang seharusnya sudah jelas. Tapi kau sendiri? Memangnya kau nimfa sempurna tanpa cela yang menjagakan kebun apel saja? Tidak. Kau, Jason Grace, adalah cela untuk dirimu sendiri, dan kau selalu berusaha menjadi lebih baik setiap hari.
Pagi berikutnya lagi, kau melihatnya menari, melengkapi adegan kemarin, dan sepertinya sudah jelas bagimu apa perannya. Dia sedang menuju sebuah tragedi berdarah, dia melemparkan pisau pada lelaki lawan mainnya, dia menikamnya atas nama cinta. Bagimu dia tetap cantik. Dia membinasakan seperti supernova, tetapi ada keindahan pada setiap sayap ledakannya—mengungu, memerah, menghijau, dan seribu bayang-bayang warnanya yang lain. Dia terbentuk dari cinta seorang aktor yang menghidupkan dunia dan seorang dewi paling tua yang merupakan jelmaan dari perasaan tertua di dunia, tak salah dia adalah ratu bagi panggungnya.
Piper McLean. Ratumu yang penuh cela. Yang bisa membunuh penikammu saat memakai gaun Yunani terbaiknya. Seni hidupnya adalah tentang bertahan, melambaikan tangan pada tragedi sementara merengkuh cinta, atau memaklumi tragedi sembari mengesampingkan cinta. Karena hal itulah esensi hidupnya; sang epitome kabin sepuluh, seorang putri dari dewi cinta yang mengagungkan nama kasih yang tak selalu berakhir dengan manis—onak dan duri adalah varian yang berharga untuk menjadi bumbu.
Piper McLean.
Mawarmu, yang cantik berduri. Satu-satunya keberuntunganmu, Jason Grace, adalah dia mengizinkanmu duduk di sela-sela kelopaknya, berada di tengah mahkota; sebagai mahkota, sehingga kau tak perlu mencecap durinya.
end.
a/n: mengutip catatan kaki pada puitika milik aristoteles: sophocles adalah tragedian besar yunani dan aristophanes adalah penyair besar komedi yunani kuno. dengan interpretasi modern; here it is. doing this as a quick-do. katakan saja mana yang mengganjal, hehe. dan saya benar-benar ingin melihat piper sebagai pemain teater di masa depan, entah di tangan riordan atau siapapun. thanks!
